Ayaka berlari masuk ke dalam penginapan dengan langkah mungilnya yang gesit.
Sepatu pink ballerina kecilnya menapaki lantai kayu dengan suara berdebum pelan. Manik gelapnya langsung mencari sosok yang ingin ditemuinya. Dan di sanalah Daddy-nya, berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke danau, dengan tangan bersidekap di dada. "Daddy! Daddy!" panggil Ayaka dengan penuh semangat. Ryuu menoleh ke arah putrinya dengan sedikit mengernyit. "Ada apa, Ayaka? Kenapa kamu berlari-lari seperti itu?" Ayaka langsung berhenti di hadapan ayahnya, napasnya sedikit terengah karena terlalu bersemangat. "Daddy! Hari ini adalah hari spesial!" Ryuu menatap putrinya dengan penuh tanda tanya. "Hari spesial apa?" Ayaka mengangkat kedua tangannya ke udara dengan penuh antusias. "Hari ini Elle akan menikah dengan Daddy!" Ruangan yang semula tenang mendadak dipenuhi keheningan yang canggung, sementara Ryuu pun terpaku di tempatnya. "... Apa?" Ryuu akhirnya bersuara, suaranya dalam dan terdengar sedikit bingung. Ayaka mengangguk cepat. "Elle sudah memakai mahkota bunga yang aku buatkan, itu artinya dia setuju!" Ryuu memijat pelipisnya, mencoba memahami apa yang baru saja dikatakan putrinya. "Tunggu sebentar. Ayaka, siapa yang bilang bahwa aku akan menikah dengan Elle?" "Daddy sendiri!" Ayaka bersikeras, dengan wajah yang mulai menekuk cemberut. "Daddy pernah bilang kalau Daddy menyukai Elle, dan tadi pagi Daddy menggandeng tangan Elle. Itu berarti Daddy memilih Elle sebagai istri, kan?" Ryuu menatap putrinya dengan ekspresi campuran antara terkejut dan geli. Ayaka memang cerdas, tetapi terkadang logika anak-anak benar-benar sulit ditebak. Pria itu pun menghela napas panjang dan mengusap wajahnya dengan satu tangan. "Ayaka, masalahnya... menikah tidak sesederhana itu," ujar Ryuu akhirnya. "Elle dan Daddy baru saja mengenal satu sama lain." "Tapi Elle bilang dia tidak percaya!" Ayaka semakin cemberut, lalu berkacak pinggang dengan gestur penuh drama. Rambutnya yang dikuncir dua tampak bergerak-gerak seiring dengan gerakan kepalanya. "Makanya Ayaka datang ke sini untuk memastikan! Daddy harus memberitahu Elle bahwa Daddy memang akan menikahinya!" Ryuu mengangkat sebelah alisnya, lalu menatap putrinya dengan ekspresi menyelidik. "Dan kalau Daddy tidak mau bilang?" Ayaka menyipitkan matanya dengan penuh kewaspadaan. "Kalau Daddy tidak bilang begitu... Ayaka akan bilang pada semua orang kalau Daddy takut sama badut!" Seketika Ryuu pun tersenyum geli. Putrinya ini benar-benar tahu cara menempatkan dirinya dalam posisi menang. "Hei, Daddy tidak takut sama badut, ya! Cuma tidak suka saja, jadi tolong bedakan," kilah Ryuu, seraya ikut-ikutan berkacak pinggang mengikuti gaya Ayaka. Sementara itu di luar pintu penginapan, Elle berdiri dengan napas tertahan, mendengar seluruh percakapan mereka dengan wajah semakin memanas. Ya Tuhan. Ini tidak bisa dibiarkan. Ia harus segera menghentikan sebelum Ayaka dan imajinasinya itu tidak semakin liar berkembang kemana-mana. Elle melangkah masuk ke dalam ruangan, mendapati Ryuu dan Ayaka yang sepertinya tampak sudah menunggunya. Tanpa sadar ia masih mengenakan mahkota bunga di kepalanya, sesuatu yang langsung menarik perhatian Ryuu. Tatapan pria itu pun berubah sekilas dengan matanya yang gelap menyiratkan kekaguman, meskipun tetap saja tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Namun Elle tidak memperhatikan hal itu. Ia langsung menghampiri gadis mungil berkuncir dua dengan pita pink itu. "Ayaka, aku hanya ingin meluruskan sesuatu. Antara aku dan Daddy-mu tidak ada hubungan apa pun, selain sebagai penyewa dan pemilik penginapan. Aku hanya tidak mau kamu berharap terlalu tinggi untuk sesuatu yang tidak ada." Ayaka yang masih belum terima dengan kenyataan itu, melipat kedua tangannya di dada dengan ekspresi keras kepala. Maniknya menatap Elle dengan dagu yang terangkat, lalu bertanya dengan nada yang menantang, "Kenapa tidak mau mempertimbangkan Daddy? Apa menurutmu Daddy itu tidak tampan?" Elle mengerjap kaget. Pertanyaan itu membuatnya tidak tahu harus menjawab apa. Apalagi ketika Ryuu yang sejak tadi diam, kini justru tiba-tiba mengikuti gerakan putrinya dengan sengaja. Ia melipat tangan di dada, menatap Elle dengan sorot jahil, lalu mengulang pertanyaan Ayaka dengan suara rendah yang menggoda. "Ya, menurutmu bagaimana, Nona Elle? Aku tampan atau tidak?" Elle berdehem pelan, berusaha menjaga ekspresi wajahnya tetap netral. Ia sungguh tidak menyangka jika Tuan Ryuu Takahashi ini ternyata malah semakin membuatnya merasa terpojok. Elle menyunggingkan senyum diplomatis sebelum menjawab, "Tampan atau tidaknya seseorang itu relatif, bukan? Yang jelas, saat ini aku tidak sedang mencari pasangan. Aku masih harus fokus mengurus penginapanku yang hampir bangkrut. Jadi, hal seperti ini bukan prioritas untukku sekarang." Ayaka mendengus kecewa, sementara Ryuu hanya menaikkan alisnya, seolah tertarik dengan jawaban Elle. Tapi alih-alih berhenti menggoda, pria itu justru berujar santai, "Jadi kalau penginapanmu ini sudah stabil, apa kamu baru akan mempertimbangkannya?" Elle menatapnya kesal, sadar bahwa pria itu tidak akan berhenti menggodanya begitu saja. "Mungkin," sahutnya kemudian, sengaja tidak memberikan jawaban yang pasti. Ryuu tersenyum kecil, menangkap ekspresi kesal Elle yang berusaha ditutupi dengan sikap tenangnya. "Kalau begitu, aku ingin tahu," katanya, suaranya terdengar santai tetapi penuh maksud tersembunyi. "Menurutmu, berapa banyak dana yang kamu butuhkan untuk memperbaiki penginapan ini?" Elle mengernyit, tidak yakin ke mana arah pembicaraan ini. "Kenapa kamu bertanya begitu?" Ryuu mengangkat bahu, dan masih dengan gaya santainya. "Karena aku tertarik menjadi investor di Lakeview Inn." Elle pun sontak tertegun. "Apa?" "Sederhana saja," Ryuu melanjutkan. "Aku bisa melihat potensinya. Penginapan ini sebenarnya punya cukup daya tarik, hanya saja perlu beberapa perbaikan saja agar lebih menarik bagi tamu. Jika kamu memiliki rencana bisnis yang jelas, aku bersedia menyuntikkan modal dengan jumlah yang kamu tentukan." Ayaka yang sejak tadi mendengarkan dengan antusias, seketika langsung bersorak, "Yes! Dengan begitu, Elle dan Daddy bisa semakin dekat!" Elle yang masih mencoba mencerna perkataan Ryuu, langsung menatap gadis kecil itu dengan wajah meringis. "Ayaka, ini murni cuma urusan bisnis." Namun sesungguhnya yang membuat Elle lebih cemas, adalah pria di hadapannya. Ryuu tidak terlihat seperti seseorang yang mengatakan sesuatu tanpa alasan. Ia lebih seperti seseorang yang selalu penuh perhitungan. "Kenapa kamu ingin melakukan ini?" tanya Elle akhirnya, menatap pria itu dengan curiga. Dengan black card yang dengan santainya diberikan Ryuu kepadanya, Elle sangat yakin jika pria ini bukanlah pria pengangguran tak jelas, Ryuu pasti memiliki pekerjaan atau bisnis lain di luar sana. Lalu mengapa dia se-kurang kerjaaan itu, dengan memberikan suntikan dana untuk penginapan bobrok di lokasi antah berantah seperti ini?? Ryuu menatap lekat dan langsung ke dalam manik hazel milik Elle, membuat jantung gadis itu tiba-tiba saja berdebar tanpa alasan yang jelas. "Aku punya insting bisnis yang baik, Nona Elle. Dan aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan jika melihat sesuatu yang menjanjikan." "Atau," Ryuu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, nadanya terdengar lebih rendah dan kembali menggoda, "mungkin aku hanya ingin memastikan... kalau kamu tidak punya alasan untuk menghindar lagi dariku." ***Suasana ruang makan terasa hangat dan akrab. Aroma keju leleh dan saus tomat yang gurih memenuhi udara saat empat kotak pizza besar terbuka di tengah meja. Sesuai janji sebelumnya, Ryuu telah memesan makan siang kesukaan putra-putrinya, ia sengaja melakukan itu agar Elle tidak lelah memasak untuk mereka. "Ayaka, jangan ambil yang terbesar lagi," tegur Akio dengan suara datarnya, tapi matanya melirik ke arah potongan pizza yang sudah diambil oleh saudara kembarnya. "Tapi ini yang paling banyak kejunya!" protes Ayaka, pipinya sudah menggembung karena gigitan sebelumya. Elle pun tertawa pelan, diam-diam sungguh menikmati kebersamaan mereka. Ayaka yang imut dan lucu serta Akio yang cool tapi ternyata juga berisik, membuat gadis itu merasakan sesuatu yang menyenangkan di dalam hatinya. Namun tawa itu pun seketika terhenti, ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia mengambilnya dan melihat sebuah e-mail masuk. [Draft Kontrak Kerja Sama: Lakeview Inn Investment] Alis Ell
Ketika Elle akhirnya melanjutkan kembali belanjaannya, ia mulai merasakan tidak nyaman. Bukan karena barang-barang di keranjang belanjanya yang jumlahnya semakin bertambah, melainkan karena tatapan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sejak mereka masuk ke supermarket, Elle sudah merasakan bagaimana mata para wanita tertuju pada Ryuu. Pria itu memang tampak mencolok dengan tubuhnya yang maskulin, wajah tampan khas warga Jepang, serta aura percaya diri yang luar biasa. Bahkan hanya dengan berdiri santai sambil memegang troli, Ryuu terlihat seperti model di sebuah iklan eksklusif. Telinga Elle pun juga mendengar bisik-bisik di sekelilingnya. "Siapa pria tampan itu? Seperti orang Jepang ya?" "Lihat otot lengannya. Astaga, dia seksi sekali!" "Apa dua anak itu adalah anaknya? Hah? Tapi siapa wanita di sebelahnya??" Elle pun menundukkan wajahnya seraya berusaha mengabaikan bisikan-bisikan itu, sebelum seseorang menepuk pundaknya dengan lembut. "Elle, sayang… bagaimana kabarm
Elle menghela napas panjang saat menutup pintu bagasi mobil, memastikan semua kantung belanjaan sudah tersusun rapi di dalamnya. Namun sebelum ia bisa melangkah ke sisi pintu penumpang, suara Ryuu yang tenang namun penuh arti tiba-tiba membuatnya berhenti. "Jadi..." Ryuu menyandarkan satu tangan di pinggiran bagasi, menatapnya dengan ekspresi penasaran. "Pria itu, si Bradley Scott, apakah dia adalah alasan kenapa kamu tidak tertarik untuk menjalin hubungan lagi?" Elle tampak menegang sejenak, lalu dengan perlahan ia pun memutar tubuhnya menghadap Ryuu. Pria ini ternyata lebih jeli dari yang ia kira. Dia pasti sudah menebak. Jadi, apa gunanya menyembunyikannya lagi? Elle mengangkat bahunya, berusaha untuk terdengar santai. "Ya, dia mantan tunanganku. Dan sekarang dia akan menikah dengan mantan sahabatku, Catherine." Sejenak, Ryuu terlihat benar-benar terkejut. Manik monolid-nya yang gelap terlihat sedikit membesar, bibirnya sedikit terbuka seolah ingin mengatakan ses
Pagi ini, Elle bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung menuju dapur bermaksud untuk menyiapkan sarapan, sebelum semua tamunya bangun. Ia ingin menyibukkan diri dengan sesuatu yang konkret seperti memasak, membersihkan, melakukan pekerjaan yang memang menjadi bagian dari rutinitasnya. Namun harapannya pun pupus, ketika ia menemukan seseorang sudah berdiri di sana, mengenakan kaus putih sederhana dan celana jogger abu-abu. Ryuu. Pria itu terlihat sedang membuka lemari dapur dengan ekspresi bingung. Wajahnya masih sedikit mengantuk, rambut hitamnya agak berantakan, dan kancing atas kausnya sedikit terbuka, memperlihatkan kulitnya yang putih khas Asia. Elle membeku di ambang pintu. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Ryuu menoleh dengan santai, seolah tidak melihat sesuatu yang aneh dengan kehadirannya di dapur ini. "Mencari kopi," sahutnya dengan senyuman. Elle mengerjap. "Kamu bisa meminta padaku untuk dibuatkan kopi. Aku yang mengelola penginapan ini, dan kamu
Angin kencang terdengar meraung di luar jendela, membuat ranting-ranting pohon di sekitar penginapan bergoyang liar. Langit yang tadinya kelam kini sesekali diterangi kilatan petir, diiringi suara gemuruh yang mengguncang malam. Hujan deras pun turun tanpa ampun, membasahi halaman Lakeview Inn dan menyapu dedaunan yang berserakan. Elle berdiri di dekat jendela ruang tamu, menatap cuaca yang semakin memburuk dengan wajah khawatir. Ia tahu badai sedang menuju ke sini, tetapi tidak menyangka akan datang secepat dan sekuat ini. Lalu tiba-tiba... BRAAK! Elle tersentak ketika sebuah suara keras menggema dari sisi penginapan. Tak butuh waktu lama sebelum listrik yang kemudian mendadak padam, menenggelamkan seluruh bangunan dalam pekatnya kegelapan. Langkah-langkah tergesa pun terdengar dari arah koridor. Elle menoleh dan melihat Ryuu yang datang dengan membawa senter. Sementara Ayaka dan Akio mengikuti di belakangnya dengan mata membelalak karena kaget. "Apa y
Pagi hari ini di Lakeview Inn dimulai dengan langit yang masih kelabu, tampak sisa-sisa badai semalam meninggalkan embun dingin yang masih menyelimuti udara. Namun suasana terasa jauh lebih hangat dan damai di dalam kamar. Ryuu sudah terjaga lebih dulu. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil mengamati ketiga orang yang masih terlelap di sisinya. Akio dan Ayaka terlihat tidur dalam posisi berantakan, tangan dan kaki mereka saling bertumpuk, sementara selimut mereka hampir jatuh dari kasur. Dengan sabar, Ryuu pun membetulkan posisi tidur kedua bocah itu. Ia menarik selimut mereka hingga ke bahu, memastikan tubuh kecil mereka tetap hangat. Namun sebelum ia berdiri, manik gelapnya tertumbuk pada sosok di sisi lain tempat tidur. Elle. Gadis itu masih tampak sangat pulas. Napasnya berhembus dengan teratur, dan wajahnya tampak begitu damai dalam tidur. Ryuu memiringkan kepalanya sedikit, memperhatikan bagaimana helaian rambut cokelat kemerahan itu jatuh berantakan di atas bantal
Elle menggigit bibirnya gugup saat melihat bagaimana Ryuu masih menatapnya dengan intens. Ada sesuatu di mata pria itu yang membuat napasnya tercekat... sesuatu yang mendalam, berbahaya, dan menghipnotis. Gadis itu tersentak ketika tubuhnya tiba-tiba ditarik mendekat dalam satu gerakan cepat, lalu tiba-tiba saja Ryuu telah mengangkat dan mendudukkannya di atas meja makan. Seketika Elle pun menahan napasnya dengan dada yang naik turun tak beraturan, serta kedua tangannya yang otomatis berpegangan pada bahu Ryuu demi keseimbangan. "R-Ryuu~~" "Sshh..." Jari Ryuu menyentuh dagu Elle, mengangkat wajahnya sedikit agar ia bisa menatap mata gadis itu lebih dalam. "Kamu terlalu menggemaskan pagi ini," bisiknya dengan suaranya yang dalam. "Dan aku pun tidak ingin lagi menahan diri." Kemudian bibirnya kembali menyentuh bibir Elle, untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini... Ryuu tidak terburu-buru. Ia mengeksplorasi dengan lembut untuk menguji respons Elle, menikmati set
"Aku hanya ingin memastikan Elle benar-benar baik-baik saja." Nada suara Bradley terdengar santai tapi tajam. Matanya yang biru memandang lurus ke arah Ryuu, seolah menantang pria itu untuk membantah. Ryuu melukiskan seringai kecil di wajahnya, sebelum melipat kedua tangannya di dada. Tatapan dari maniknya yang gelap dan dingin menelusuri sosok Bradley dari kepala hingga kaki, sebelum ia akhirnya menjawab. "Selama ada aku di sini yang bersamanya, berarti Elle pasti akan baik-baik saja. Jadi lain kali, kamu tidak perlu repot-repot datang untuk mengecek." Bradley menghela napas tajam dan tersenyum meremehkan. "Kamu bicara seperti punya hak atas Elle. Kamu hanya tamu di penginapan ini, bukan seseorang yang benar-benar ada dalam hidupnya." Mendengar kalimat Bradley membuat Ryuu menaikkan kedua alisnya yang lebat, lalu tertawa kecil. "Tamu, hm?" Lalu pria bersurai hitam itu tiba-tiba mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. "Setidaknya aku ada di sisinya sekarang. Bukan se
Pintu kamar mandi itu tiba-tiba terbuka dari dalam, diiringi oleh Ryuu yang mengayunkan langkah keluar dengan Elle yang berada di dalam dekapannya. Tubuh gadis itu menempel pada tubuh Ryuu seperti koala. Kedua tangannya mengalung di leher pria itu dan kedua kaki Elle melingkari pinggangnya. Ryuu pun melangkah pasti dengan bibirnya yang masih asyik mencumbu bibir lembut Elle yang adiktif. Dengan tubuh yang masih sama-sama setengah basah sehabis bercinta dan mandi sesudahnya, Elle mengenakan bath robe putih yang menutupi tubuhnya, sementara Ryuu hanya mengenakan boxer. Pria itu lalu merebahkan tubuh Elle di atas ranjang, ciuman mereka pun sontak terlepas kala Ryuu menatap lekat penuh damba pada sosok gadis miliknya. Ia memandangi rambut coklat gelap yang mengikal lembut karena setengah basah, tampak berserakan dengan kontras di atas seprai putih. Wajah Elle yang cantik itu juga ikut memandangi dirinya, membuat Ryuu menatap pada manik bening berkilau dan bibir penuh yang tampak r
Ryuu membawa Ayaka dan Akio ke dalam kamar mereka. Langit di luar jendela mulai berubah warna meskipun masih siang hari, menandakan cuaca yang mendung dan mungkin akan diwarnai oleh butiran hujan dari langit. Suasananya tampak syahdu, tenang dan nyaman. Namun bagi Ryuu, ini adalah momen yang paling tepat. "Daddy mau kalian istirahat siang sekarang," ujarnya sambil berdiri di tepi tempat tidur, menatap kedua anak kembarnya yang langsung mengernyit tak suka. "Daddy bercanda?" cetus Ayaka sambil mendengus serta menyilangkan tangan di dada mungilnya. "Aku kan belum mengantuk!" Akio pun ikut menatap Ryuu dengan sorot penuh curiga. "Hm, ya. Rasanya ada yang aneh. Daddy sangat jarang menyuruh kami untuk tidur siang tanpa alasan." Ryuu tertawa kecil. Ia pun memutuskan untuk duduk di tepi ranjang dan menatap mereka secara bergantian. Sebuah seringai samar mewarnai wajahnya yang tampan, karena ia akan mengajukan penawaran yang sulit ditolak oleh kedua anak kembarnya itu."Baiklah. Ka
Perjalanan pulang dari restoran dipenuhi oleh suara riang Ayaka, yang tak henti-hentinya bercerita tentang berbagai hal. Dari rasa es krim yang mereka beli, tempat-tempat yang mereka lewati, hingga bagaimana Ryuu dengan mudah meringkus pria yang hendak menculik seorang anak kecil di depan restoran tadi. "Daddy itu keren banget! Gerakannya cepat sekali, juga langsung menangkap orang jahatnya hanya seorang diri!" seru Ayaka dengan mata yang berbinar-binar. Akio mengangguk setuju, meskipun tidak ikut sebanyak bicara seperti saudara kembarnya. "Benar. Aku sampai penasaran, Daddy ini sebenarnya manusia apa bukan ya?" Elle yang duduk di samping Ryuu hanya mendengarkan sambil tersenyum, tapi sebenarnya dengan benak yang tengah jauh melayang. Ia masih memikirkan kejadian tadi. Bagaimana Ryuu bergerak begitu cepat dengan tangannya yang cekatan, dan tatapan matanya yang berubah tajam dalam sekejap ketika menyelamatkan anak kecil itu. Elle masih larut dalam lamunannya, ketika
Begitu mereka melangkah keluar dari restoran, dua pria berpakaian hitam dengan kacamata gelap sudah menunggu di dekat pintu. Tubuh mereka tegap, postur kaku, dan aura mereka begitu kuat sehingga membuat orang-orang yang lewat secara refleks bergerak menjauh. Begitu melihat Ryuu, kedua pria itu langsung membungkukkan tubuh penuh hormat, melakukan salam khas Jepang yang dalam dan penuh tata krama. Elle berhenti di tempatnya dengan jantung yang mulai berdetak lebih cepat. Seketika ia melirik Akio dan Ayaka, tapi kedua anak itu tampak biasa saja seolah ini bukan sesuatu yang aneh bagi mereka. "Takahashi-shachou (Presiden Direktur Takahashi)," salah satu pria menyapa Ryuu dengan sopan. Ryuu mengangguk ringan. "Tunggu sebentar," ucapnya pada pria itu, lalu berbalik ke arah Elle dan anak-anaknya. "Kalian tunggu di sini, aku harus bicara dengan mereka sebentar." Elle hanya mengangguk pelan, tapi matanya tidak lepas dari Ryuu dan kedua pria itu saat mereka berjalan sedikit
Elle kembali duduk di kursinya, tapi pikirannya masih terpaku pada apa yang baru saja terjadi. Ryuu menangani penculik itu dengan cara yang terlalu cepat, terlalu efisien, dan sama sekali tidak seperti orang biasa. Bahkan polisi pun terlihat terkejut saat mereka tiba di lokasi dan melihat betapa mudahnya Ryuu melumpuhkan pria berbadan besar itu. Namun, Ayaka dan Akio tampak menganggap semua itu sebagai hal biasa. Mereka sama sekali tidak kaget, malah terlihat bangga seolah ini adalah sesuatu yang sering mereka saksikan. Elle melirik ke arah Ryuu yang kini kembali menyantap makan siangnya dengan tenang, seakan kejadian barusan hanyalah sebuah gangguan tak berarti dalam harinya. "Ada yang mau tambah minum?" tanya Ryuu santai, sama sekali tidak menyadari bahwa Elle masih menatapnya dengan penuh kebingungan. Elle membuka mulutnya, ingin menanyakan sesuatu tetapi masih ragu. Haruskah ia bertanya sekarang? Atau lebih baik menunggu waktu yang lebih tepat? Akhirnya ia mena
"Apakah aku boleh bertanya... tentang ibu kandung dari si kembar?" Mendengar pertanyaan Elle yang tiba-tiba itu, Ryuu tampak diam dengan jemarinya yang saling bertaut, seakan sedang mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Pria itu menghela napas pelan seraya menatap wanita bersurai coklat di sampingnya dengan lekat. "Ibu kandung Ayaka dan Akio… dia bukan wanita biasa," pria itu pun akhirnya membuka suara dengan nada yang rendah dan hampir berbisik. "Dari awal, hidupnya selalu dikelilingi oleh bahaya." Elle mengerutkan kening, menunggu Ryuu melanjutkan. Pria itu lagi-lagi menghela napas sebelum kembali berbicara. "Dunia tempatnya berasal, adalah tempat yang tidak akan pernah membiarkan Ayaka dan Akio hidup dengan tenang jika mereka tetap berada di sisinya." Elle terdiam. Ia bisa melihat kesedihan yang tersembunyi di mata Ryuu. Sekilas, pria itu tampak seperti sedang berperang dengan dirinya sendiri, seakan ada bagian dari cerita ini yang tak seharusnya ia ungkap
Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dari dalam, dan Ryuu pun keluar dengan menggendong Elle yang berada di dalam pelukannya. Langkahnya tegas dan genggamannya begitu kokoh, seolah ingin selalu memastikan agar Elle tak akan terluka lagi. Sedangkan Elle, gadis itu hanya bisa menyandarkan dirinya dengan pasrah di dada pria itu seraya merasakan denyut jantung Ryuu yang stabil, dan entah sejak kapan telah menjadi buaian yang membuatnya merasakan ketenangan. Ryuu membawa Elle ke ruang tamu, dan ternyata ada Akio yang sejak tadi sudah berdiri menunggu di sana dengan wajah yang murung. Bocah itu menatap Elle dengan manik gelapnya yang berkaca-kaca dipenuhi rasa bersalah, tampak seperti sekuat tenaga menahan tangisnya. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya yang sedikit gemetar. "Elle..." Akio berucap dengan suaranya lirih berbisik. "Maaf... Aku... aku sudah membuatmu terluka. Kalau saja aku tidak memanjat pohon itu..." Bibirnya bergetar, seolah satu kata lagi akan membuat
Ryuu telah selesai mengompres bengkak di pergelangan kaki Elle, lalu membersihkan sisa air dengan lap bersih, sebelum kemdian memasang perban elastis dengan hati-hati. Jemarinya yang besar dan kokoh bekerja dengan ketelitian serta cermat. Elle memperhatikan setiap gerakan dengan pandangan yang tertuju pada ekspresi serius pria itu. Ada kelembutan tersembunyi dalam cara pria itu menangani lukanya, hingga melukiskan senyum yang terbit di bibirnya. Ryuu yang tanpa sengaja mendongak dan menangkap ekspresi Elle, seketika langsung mengangkat alisnya. "Kenapa tiba-tiba tersenyum?" tanyanya. Elle mengangkat bahu ringan. "Karena kamu. Aku tidak menyangka jika kamu ternyata begitu terampil merawat kakiku." Ryuu pun tertawa tanpa suara. "Aku adalah orang tua tunggal dengan dua anak, Elle. Mengatasi kecelakaan kecil seperti ini sudah jadi bagian dari hidupku." Elle ikut tersenyum, entah kenapa ia merasakan kehangatan yang menelusup di dalam dadanya karena perkataan Ryuu. "Aya
Ryuu tetap diam di ambang pintu, memperhatikan pemandangan di hadapannya dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Ayaka masih menempel manja pada Elle, sementara Akio berdiri di samping mereka dengan ekspresi yang lebih terkendali, meskipun Ryuu bisa melihat kilatan kehangatan di matanya. Elle tertawa kecil, mengusap lembut kepala Ayaka. "Kalian datang ke sini sendirian?" Ayaka mengangguk bersemangat. "Iya! Kita naik mobil dengan Renjin!" Ryuu mendengus pelan dan menggerutu dalam hati ketika mendengar nama Renjin. Seharusnya orang itu mengawasi kedua anak kembarnya, bukan malah melepas mereka untuk mengganggunya. Akio yang sejak tadi diam akhirnya ikut angkat bicara. "Ini salah Ayaka. Dia menangis seharian dan bilang kangen dengan Elle, makanya Renjin mengantarkan kita ke sini." Seketika Ayaka mengerucutkan bibirnya. "Kamu juga kangen dengan Elle kan, Akio? Mengaku saja!" Akio hanya menghela napas dan mengedikkan bahu malas, tampak enggan berdebat. Elle tersenyum