Beberapa bab awal cerita dimulai ketika Jelita remaja pertama kali bertemu Dexter ya... dan nanti mereka akan bertemu kembali ketika dewasa.
***"Halo. Apa di sini ada blueberry cheesecake?"Jelita mengangkat wajahnya dari buku Pure Theory of Law yang dipinjamnya dari Perpustakaan, dan menatap wajah paling tampan yang pernah ia lihat.Gadis muda itu pun seketika terpesona, tanpa sadar ia membelalakkan manik beningnya dari balik lensa dengan mulut yang setengah terbuka.Lelaki itu tertawa melihat wajah Jelita yang lucu. Entah dimana letak lucunya, mungkin karena gadis enam belas tahun itu memiliki pipi chubby dan kacamata tebal yang terlihat kebesaran di wajahnya.Gadis remaja itu pun langsung menutup buku tebal yang tadi dibacanya, serta buru-buru berdiri dengan kikuk dari kursinya.Ia tergagap dan mendehem pelan saat Tania, seniornya di Toko Kue "Cheese & Us" berbisik pelan sambil menyikut lengannya."Ta, ada customer menyapamu tuh!" bisik Tania tajam."U-uhm... i-iya, Pak. Kalau boleh tahu, Bapak mau yang blueberry cheesecake berbentuk bulat atau kotak?" tanya Jelita ramah sambil berusaha untuk mengukir senyum semanis mungkin.Lelaki itu menaikkan satu alisnya yang lurus dan lebat dengan ekspresi geli. "Bapak?" ulangnya mengacu pada panggilan Jelita padanya."Usiaku masih dua puluh satu tahun, rasanya belum pantas dipanggil Bapak."Rasanya Jelita kepingin menoyor kepalanya sendiri. Bodoh! Padahal suah berapa kali Tania memberitahunya untuk selalu memanggil para pembeli dengan sebutan "Kak", kecuali jika mereka sudah memasuki usia manula!Dan yang pasti, lelaki ini sama sekali bukan manula.Dia masih sangat muda, bertubuh kokoh atletis dan tinggi, rambut dan matanya memiliki warna yang senada, caramel yang indah. Kulitnya putih bersih, dengan senyum memukau dan barisan gigi yang putih dan tersusun rapi.Sepertinya ada keturunan warga asing yang mengalir di dalam darahnya."Iya, maaf Kak. Kakak mau beli blueberry cheesecake berapa piece?" tanya Jelita lagi sambil nyengir malu dengan wajah merona. Lalu ia mengajak si Kakak Tampan itu untuk ke bagian penyimpanan untuk memilih kue yang dia inginkan."Ini macam-macam bentuk serta ukurannya, Kak. Kakak mau pilih yang mana?"Lelaki itu terdiam sebentar sambil melihat-lihat kue dari luar kaca refrigerator. Kesempatan itu dimanfaatkan Jelita untuk mencuri pandang serta mengagumi iris mata sewarna caramel yang unik sekaligus sangat indah itu.Ya ampun, dia benar-benar tampan!"Yang itu," tunjuknya pada blueberry cheesecake berwarna biru muda dengan aksen bunga kecil dan taburan mutiara silver beraneka ukuran.Jelita pun mengangguk dan membuka refrigerator itu untuk mengambil kuenya. "Pilihan yang bagus," puji Jelita sambil tersenyum. "Saya juga suka sekali dengan warna ini. Terlihat cantik dan elegan."Lelaki itu menatap senyum Jelita yang lugu, lalu bibirnya pun ikut melengkungkan senyum. "Jadi kamu juga suka ya?" tanyanya."Mm-hm," sahut Jelita dengan mata berbinar-binar. "Warna biru muda ini bukan warna biasa, tapi hasil campuran dari lima warna berbeda dengan komposisi yang tepat, hasilnya jadi unik kan? Begitu juga dengan mutiara perak yang tersebar di kue ini. Kualitas semua bahan yang digunakan adalah kelas premium, dan rasanya pun dijamin sangat enak," tukas Jelita dengan penuh semangat.Tania yang dari tadi mendengarkan celoteh juniornya itu tiba-tiba mendehem pelan, mengingatkan Jelita agar tidak terlalu banyak bicara.Ia khawatir si lelaki tampan itu bosan mendengarkan ocehan nggak penting dari Jelita dan malah batal membeli kue karena ilfeel. Sebenarnya Jelita itu pendiam, namun ada kalanya anak itu memang harus selalu diingatkan untuk tidak banyak bicara."Oke. Aku beli dua piece ya," kata lelaki itu lagi sambil tersenyum pada Jelita.Gadis itu mengangguk. "Baik, Kak. Ada lagi?""Tidak, itu saja.""Kalau begitu silahkan langsung ke Kasir saja, Kak. Nanti saya bawakan dua-duanya."Lelaki itu pun berjalan ke arah Kasir untuk membayar, sedangkan Jelita bergegas mengambil kue satu lagi dan dengan cekatan langsung membungkus dua kue dalam dua kotak kardus hitam dengan lapisan mika transparan di bagian atasnya.Saat-saat membungkus kue seperti ini adalah saat faforit Jelita.Seringkali ia membayangkan ekspresi orang yang menerima kue cantik dan lezat dalam bungkus plastik bening yang elegan. Pasti perasaan mereka yang menerimanya akan sangat bahagia.Lelaki itu meminta Jelita untuk menaruh dua kue itu dalam dua bungkusan paper bag terpisah. Sambil tersenyum manis dan mengangguk, Jelita pun melakukan apa yang ia minta.Ah, rasanya berat sekali menyerahkan dua paperbag untuk si Kakak Tampan ini, karena itu berarti Jelita tidak bisa melihat mata caramel indahnya lagi.Tapi gadis itu tetap tersenyum ramah sambil menyerahkan dua bungkusan kue kepadanya."Terima kasih sudah memilih Cheese & Us, Kak. Semoga hari Kakak menyenangkan," ucap Jelita dengan kalimat tagline dari tokonya sambil tersenyum.Lelaki itu membalas senyum Jelita dan hanya mengambil satu bungkus paperbag dari meja kasir, lalu ia pun melangkahkan kakinya keluar.Jelita yang bingung karena lelaki itu meninggalkan satu kue dalam paperbag begitu saja, buru-buru berlari mengejarnya."Kak, ini kuenya satu lagi ketinggalan. Tadi kakak beli dua, kan?" tukasnya sambil mengangsurkan satu paperbag berisi kue yang ketinggalan."Itu buat kamu," ucapnya tiba-tiba, membuat Jelita terkejut luar biasa."Aa-apa? B-buat saya??""Tadi kamu bilang suka dengan kue itu juga, kan?"Lalu lelaki itu pun tertawa geli melihat mata bening hitam yang membelalak lebar menatapnya."Adik kecil, usiamu berapa?""Umm... enam belas, Kak.""Oh? Aku kira usiamu masih empat belas tahun," cetusnya sambil memiringkan kepala menatap lekat wajah dan seluruh tubuh Jelita, yang seketika membuat gadis itu merona.Wajah Jelita yang memang polos seperti anak-anak di bawah usia yang sebenarnya itu memang sering membuat orang salah sangka dengan umurnya."Kamu suka baca buku tebal seperti itu, ya?" tanya lelaki itu lagi, mengacu pada buku Pure Theory of Law oleh Hans Kielsen yang tadi dibaca oleh Jelita.Buku yang seharusnya menjadi bacaan untuk mahasiswa yang mengambil kuliah di Fakultas Hukum, bukan anak sekolah SMU kelas 11 seperti Jelita.Jelita masih diam dan mengangguk ragu-ragu. Dia tidak mengerti dengan pemberian tiba-tiba dari lelaki itu serta pertanyaan-pertanyaannya yang membingungkan.Lelaki itu pun tersenyum kecil. "Hebat. Teruslah belajar dengan rajin, oke? Dan kue itu adalah hadiah untukmu karena sudah menjadi anak yang pintar.""Tapi... saya tidak bisa menerimanya, Kak. Kue ini harganya sangat mahal," tukas Jelita pelan.Ya, harga satu kue itu hampir setara dengan gajinya selama seminggu bekerja paruh waktu di Toko Kue Cheese & Us!Mana mungkin ia bisa menerimanya begitu saja? Lagipula, Jelita juga tidak mengenal lelaki ini sama sekali. Ia tidak mungkin menerima pemberian dari orang asing, betapa pun tampan dan memukaunya dirinya.Bu Dira juga bisa marah kalau ia sampai tahu."Terimalah kue itu. Aku akan sangat sedih kalau kamu menolaknya, Adik Kecil." Lelaki itu pun menampilkan wajah yang pura-pura sedih, membuat Jelita jadi tertawa malu-malu.'Aduh, ada apa sih denganku? Kenapa aku begitu terpesona padanya?' keluh Jelita dalam hati.Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya Jelita memutuskan untuk menerima kue itu. Anggap saja rejeki tak terduga. Sudah hampir enam bulan ia bekerja di Toko Kue Cheese & Us ini, namun belum pernah sekalipun ia sanggup membeli kuenya.Padahal Jelita sangat menyukai rasanya yang legit dan teksturnya yang lembut. Kak Fonny bagian baking kadang-kadang memang suka membagi-bagikan sisa cheesecake kepada semua, dari situ Jelita bisa ikut merasakan kelezatannya."Uhm... kalau begitu, terima kasih Kak. Kakak baik sekali mau memberikan kue yang lezat ini untuk saya," tukas Jelita sambil mendorong kaca mata lebarnya ke atas hidung dan tersenyum dengan mata berbinar.Dan di luar perkiraan Jelita, lelaki itu tiba-tiba saja menjulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri."Dexter Green," ucapnya dengan mata caramel yang berkilau indah.Lalu seketika Jelita pun seperti kehilangan kata-kata mendengar nama itu.. Dia bilang tadi namanya Dexter Green?DEXTER GREEN???Oh my God. Pantas saja! Dia adalah putra dari seorang mantan model Heaven Green dan suaminya, William Green, pemilik jaringan hotel terbesar di Asia Tenggara yang bernama Alpha Green Company.Ya Tuhan. Rasanya Jelita seperti sedang bermimpi bisa bertemu seseorang yang diidolakan banyak gadis, sekaligus merasa semakin bodoh karena bisa-bisanya tidak menyadari siapa lelaki ini."Nama kamu siapa?" tanyanya, membuyarkan lamunan Jelita."Aaa.. uuhm... itu..." mendadak serangan rasa gugup membuat Jelita malah menjadi terbata."Jelita! Namanya Jelita, Kak Dexter!" Tania yang dari tadi hanya mendengarkan serta memperhatikan interaksi antara Jelita dan Dexter, akhirnya bicara juga karena gemas melihat juniornya itu malah gelagapan menyebut namanya sendiri.Dexter sempat melirik ke arah Tania untuk sesaat, sebelum kembali mengalihkan kembali tatapan penuhnya pada gadis kecil berwajah innocent dalam kacamata besarnya."Jelita... it means beautiful, right? Beautiful name for beautiful girl," ucapnya lembut dengan tatapan yang sulit diartikan kepada Jelita."Ok then, see you later, Beautiful!" ucap Dexter sambil tersenyum dan melambaikan tangan ceria kepada Jelita.Dan lelaki itu pun berlalu pergi begitu saja. Tanpa Jelita sempat menyambut uluran tangannya, dengan membawa serta sosoknya memukau yang membuat Jelita tak bisa berkata-kata.Jelita baru pulang dari kerja paruh waktunya ketika hari menjelang sore. Dengan raut yang gembira, ia berjalan santai sambil menenteng kotak berisi blueberry cheesecake pemberian dari Dexter Green. Hatinya terasa ringan saat membayangkan ada seorang lelaki luar biasa tampan yang memberikan kue lezat untuknya.Ya ampun. Rasanya gadis berkaca mata itu masih deg-degan kalau mengingat apa yang terjadi tadi siang!Dexter tidak hanya memberinya blueberry cheesecake yang lezat, ia juga memanggil Jelita dengan sebutan "Beautiful"...Aaaaakkk.... rasanya gadis itu ingin berteriak dan meloncat-loncat kegirangan!!Yah, meskipun Jelita tidak bisa juga begitu saja mengartikan bahwa lelaki itu memujinya, karena arti nama Jelita dalam bahasa Inggris memang beautiful. Jadi intinya, si Dexter itu hanya memanggil namanya saja dalam bahasa Inggris dan bukan karena Jelita yang benar-benar cantik.Lagipula, mana mungkin sih manusia super tampan seperti itu menyukai gadis sederhana bertampang biasa sepe
Karena tadi terpotong teguran dari Pak Andrew, Jelita jadi penasaran ingin sekali mendengar cerita Tania mengenai Dexter Green yang kemarin mencarinya. Dan ia juga berharap semoga hari ini Dexter datang lagi ke tokonya... yah, semoga saja.Tapi ketika hari mulai menjelang sore, belum juga tampak kedatangan lelaki itu, sementara Tania sibuk di ruang persediaan untuk mengatur bahan baku yang baru datang sehingga Jelita sulit bertemu dan menggali informasi dengan seniornya itu.Jelita pun hanya bisa menarik napas kecewa. Akhirnya ia memilih untuk mengerjakan PR Matematika saja saat pengunjung toko mulai sepi.Jelita masih larut dan serius dalam mengerjakan tugasnya, saat seseorang tiba-tiba menarik pensil dari tangannya.Gadis itu pun mendongak kesal, bersiap menyemprot orang iseng yang melakukan hal itu saat ia baru menyadari bahwa ternyata... orang yang diam-diam ia harapkan kedatangannya itulah yang melakukannya!"K-kak Dexter?" Jelita menggigit bibir bawahnya karena serangan gugup y
"Kenapa Kak Dexter begitu baik padaku?"Wajar kan jika Jelita bertanya seperti itu? Maksudnya begini, mereka kan memang baru bertemu dua kali... namun dalam dua kali pertemuan singkat mereka, Jelita merasa sikap Dexter kepadanya sangatlah... aneh.Uhm, koreksi. Bukan aneh sih... hanya saja tidak seperti dua orang asing yang baru dua kali bertemu.Lihat saja, sekarang lelaki itu malah menyentuh lembut dagu Jelita dan memberikan tatapan teduh yang membuatnya jantungnya jumpalitan dan dadanya berdesir.Jelita tidak mau ia jadi salah sangka. Ia takut berharap terlalu tinggi, karena Dexter Green tidak mungkin menyukai gadis polos dan miskin sepertinya.Lagipula, jarak umur mereka terlalu jauh. Jelita masih enam belas tahun, sementara Dexter dua puluh satu tahun. Ia terlalu dewasa untuk Jelita yang masih remaja.Tidak mungkin lelaki maha sempurna ini memiliki perasaan padanya.Benar kan?Namun ketika Dexter memberikan senyum memukaunya, seketika Jelita kembali terpana... dan berharap akan
"Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?"Dexter memang berniat menelepon Jelita sebelum ia tidur. Lelaki itu ingin mendengar suara lembut pacar kecilnya itu yang entah kenapa bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.Namun betapa kagetnya ia saat mendengar suara derai hujan yang begitu deras, seakan-akan Jelita sedang berada di luar rumah.Dan ia pun semakin kaget ketika mendengar suara isakan pelan dari arah seberang telepon, yang beradu diantara suara deru hujan yang jatuh dengan keras membasahi bumi."Jelita... kamu kenapa nangis? Ada apa?" "Kak... aku... diusir dari panti," ucap Jelita sambil terisak. Airmata yang tadi sempat terhenti tiba-tiba mengalir kembali saat ia mendengar suara Dexter, sederas air hujan di sekelilingnya.Dexter yang awalnya sedang berbaring santai di ranjang pun mendadak langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Diusir?" "Iya Kak...""Terus, sekarang kamu lagi dimana?""Aku di halte bis...""Ngapain di halte?"Jelita terdiam sesaa
Dexter terbangun dari tidur lelapnya di kamar tamu dengan perasaan bingung.Sambil mengerjap-kerjapkan matanya yang silau karena lampu kamar yang lupa ia matikan sepanjang malam, otaknya pun mulai berpikir.'Tunggu sebentar, kenapa aku malah tidur dikamar tamu alih-alih di kamarku ya?''Oh iya. Ada Jelita.'Saat ia mengingat satu persatu tentang peristiwa semalam, Dexter pun baru menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa mengganjal di pinggangnya. Mata caramel pria itu sontak membelalak kaget, saat melihat tangan satu halus yang memeluk pinggangnya dari belakang. Oh... My... God...Dexter menelan ludah dengan susah payah, ketika akhirnya baru menyadari bahwa bukan hanya ada tangan berkulit putih yang melingkari pinggangnya, namun juga ada tubuh hangat dan lembut yang sedang menempel di punggungnya saat ini.Seketika jantung pria itu mulai berdegup dengan keras dan napasnya mulai memburu. 'Shit!! Apa yang Jelita lakukan di sini??'Dexter ingat sekali kalau semalam ia membiarkan Jelita
Serta-merta Jelita menginjak kaki Zikri dengan keras, membuat lelaki itu melepaskan ciuman dari bibirnya.Lalu dengan sekuat tenaga, ia juga langsung mendorong tubuh Zikri hingga lelaki itu jatuh terjengkang di atas lantai."AKU BENCI KAMU!!" Jelita menjerit sambil berurai air mata dan berlari keluar. Zikri sialan! Dia sudah mencuri first kiss yang ingin Jelita berikan pada lelaki yang disukainya. Ia ingin melakukan ciuman pertama dengan Kak Dexter!Tapi si brengsek itu malah mengambil paksa momen yang paling ia tunggu dalam enam belas tahun hidupnya. Ciuman dari seorang pangeran tampan yang baik hati, bukan dari musuh bebuyutan yang menyebalkan!!!Jelita menepis kasar air mata yang luruh dengan punggung tangannya. Ia ingin sekali pergi sejauhnya dari sekolah ini, rasanya ia tidak ingin melihat wajah Zikri untuk selamanya! Tapi... kemana ia harus pergi?Rumah yang ia tahu adalah Panti Asuhan Cinta Kasih. Orang tua yang ia miliki adalah Bu Dira. Namun wanita itu telah mengusir Jeli
Jelita benar-benar pusing. Rasanya seperti masalah datang bertubi-tubi padanya. Belum selesai masalah Bu Dira yang mengusirnya dari Panti, Zikri yang menciumnya tanpa permisi, ditambah lagi sekarang pacar dan sahabatnya yang saling berseteru."Kamu nggak ngejar pacarmu yang tua itu?" sindir Kevin saat Jelita belum juga beranjak menyusul Dexter, gadis itu malah mengobati luka-luka di wajah Kevin akibat pukulan Dexter. Tadi ia berlari ke apotik terdekat untuk membeli obat-obatan, plester dan kapas. Mana mungkin ia setega itu membiarkan sahabatnya?Jelita mendengus kesal. "Kak Dexter nggak tua! Masih dua puluh satu tahun, kok!" sergahnya sambil menekan keras luka di bibir Kevin dengan sengaja."Aawww! Sakit, Nyet!!" gerutu Kevin sambil memelototi Jelita."Bodo!" balas Jelita sambil menjulurkan lidah. Siapa suruh menghina Kak Dexter! Kevin berdecih sebal. "Ngapain sih kamu pacaran sama Om-om? Kayak nggak ada cowok lain aja!" Jelita yang telah selesai mengobati luka di wajah Kevin pun
"Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur. Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya. 'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan. Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang men
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf