Gennadius meraih tangan kiri Xandrova, lalu mengusapnya. "Makanlah, Zoya! Sup Borscht mu hampir dingin." Gennadius tertawa. Dia sangat senang bisa melihat cucunya memarahi orang-orang di sekitarnya. 'Setidaknya, tumbuhlah menjadi seorang wanita tangguh yang berkehendak sesuai hati nuranimu, Zoya!' Gennadius berseru di dalam hati meluapkan kegembiraannya. "Maafkan saya, Nona. Saya tidak ingin melihat Anda dihujat oleh Nyonya Galana juga tamunya." Lada sengaja mengatakannya di depan Gennadius. Dia berharap sang tuan besar bisa menjauhkan Xandrova dari Maksim dan ibu kandungnya sendiri. "Tidak apa-apa, Lada. Seperti yang saya katakan sebelumnya, beritahu saya jika seseorang mengganggu Zoya!" Gennadius berseru sambil menatap Lada. "Kau sudah melakukan hal yang benar, Lada. Jangan khawatirkan Zoya!" Xandrova tidak dapat berkata apapun. Dia juga terus menikmati supnya tanpa bersuara. *** Sepeninggalan Gennadius, Xandrova tidak juga keluar dari ruang tidurnya. Dia bersama Lada dan
Xandrova mengatakan apa yang menjadi bebannya selama ini. Xandrova kembali beruraian air mata. Xandrova tahu bahwa hatinya tidak bisa dipaksakan untuk melupakan sosok Viktor. "Dia adalah pria yang saya cintai pertama kali, selain Kakek." 'Kakek? Yang benar saja! Bukankah cinta pertama bagi seorang gadis adalah Ayahnya?' Fang berusaha mencari jawaban atas perkataan Xandrova. Namun, dia tidak menemukannya. "Kau tidak salah dengar, Fang. Saya memang mengatakannya dengan tulus. Karena sejak kecil, saya hanya dekat dengan Kakek. Dan, Kakek selalu mengajak saya pergi ke kantornya." Lada tersenyum sambil mengangguk ke arah Fang. "Ya, benar. Nona Zoya sedari kecil kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. Itulah sebabnya, Nona lebih akrab dengan Tuan Besar Gennadius." Akhirnya Fang mengerti arti ucapan Xandrova. Dia tersenyum tipis. "Anda tidak perlu khawatir lagi, Nona! Karena Anda tidak akan kesepian. Kami berdua selalu ada untuk Anda." Lada mengangguk setuju. "Benar, N
'Oh, apakah itu mungkin? Bahkan selama ini, David berusaha keras merebut kursi itu dari papa kandungnya sendiri.' "Bagaimana dengan Tuan David dan Nyonya Galana?" "Mereka akan saya singkirkan dengan segera. Pertama-tama, saya akan menyuruh mereka untuk menggantikan kita tinggal di paviliun kecil ini. Kemudian, saya akan membawa kedua orang tua saya tinggal di bangunan mansion utama dengan Zoya." Kedua iris biru Maksim berkaca-kaca membayangkan usahanya berhasil. "Dan, Tuan Besar Gennadius?" Pertanyaan terakhir inilah yang membuat emosi Maksim semakin membara. "Kau bertanya tentang Kakek Gennadius yang sok tahu itu?" Maksim menyeringai sambil menatap Feliks. "Tentu saja saya akan menyiksanya, lalu mengakhiri hidup Beliau." Ada kebencian mendalam yang dirasakan oleh Maksim terhadap tuan besar keluarga Konstantin. Bagaimana tidak? Sejak dahulu, Gennadius merupakan satu-satunya orang yang menentang perjodohan antara Maksim dan Xandrova. Feliks melihat sorot mata mengerikan terpan
Rurik berteriak memperingatkan Fang dan Xandrova. Keduanya segera berlari menuju pintu samping mansion yang terbuka. "Kurang ajar! Kau merusak kesenangan saya." Maksim geram. Dia melayangkan tinju ke arah Rurik. Namun lagi-lagi, sang lawan menghindar. Rurik tersenyum miring saat melihat Maksim kesal. "Saya sarankan Anda untuk mengganti kesenangan Anda, Tuan Maksim! Karena kesenangan Anda hanya akan melukai seseorang saja." Rurik mendorong Maksim hingga pria itu nyaris terjatuh. "Tuan Muda Maksim!" Feliks memanggil nama tuannya sembari berlari. Dia berdiri diantara Maksim dan Rurik. "Hentikan, Tuan Muda! Anda hanya akan memperburuk nama Anda saja!" Feliks mengingatkan sang tuan yang pemarah. "Baguslah Asisten Anda datang. Saya tidak perlu membuang tenaga lagi." Rurik pergi meninggalkan Maksim dan Feliks tanpa melepaskan pandangannya dari Maksim. *** Usai keributan di taman mansion, kini Zoya berada di dapur bersama Fang. Dia sungguh penasaran dengan pria yang sudah menolongn
Xandrova sungguh penasaran. Siapa lawan bicara Davidoff di saluran telepon? Xandrova berusaha mendengarkan dari jarak yang cukup dekat. 'Aku tetap tidak bisa mendengar pembicaraan Papa. Sebenarnya, siapa yang diajak bicara oleh Papa sehingga wajah Beliau terlihat berseri-seri?' Xandrova bertanya-tanya di dalam hati. Fang tidak senang melihatnya. Sang bodyguard berusaha mengajak pergi sang majikan. "Nona, ini bukanlah perbuatan yang terpuji. Mari kembali ke kamar Anda dan beristirahat!" "Tunggu sebentar, Fang!" Xandrova sengaja menghampiri Davidoff yang masih menelepon. Dia berdiri membelakangi Davidoff. "Baiklah. Kau jaga diri baik-baik! Malam nanti saya akan ke sana memberikan hadiah Natal untukmu." Terdengar suara Davidoff yang sangat lembut saat berbicara di saluran telepon. Tentu saja semakin membuat Xandrova mencurigainya. "Pa?" Begitu Davidoff menyudahi teleponnya, Xandrova memanggil sang papa. Davidoff berbalik. Betapa terkejutnya pria itu melihat Xandrova berdiri di ha
Ada rasa was-was yang terdengar dari suara Rurik. Namun, Viktor buru-buru mengalihkan perhatiannya agar tidak mencurigai sang mata-mata. "Terima kasih untuk laporanmu malam ini." Viktor selesai menerima panggilan telepon dari Rurik. Namun, panggilan telepon lainnya sudah menunggu untuk dijawab oleh Viktor. "Siapa lagi yang menghubungiku?" "Ya, Caleb?" Viktor kini bergantian menjawab panggilan telepon dari Caleb, sang mantan pengawalnya ketika berada di mansion keluarga Konstantin, St Petersburg, Rusia. Dia duduk di kursi yang tersedia, telat di depan pintu masuk. "Selamat malam, Tuan Muda. Maaf jika saya menghubungi Anda di waktu yang tidak tepat." Caleb terlihat ragu saat mengawali percakapan dengan tuannya. Viktor mendengar helaan napas Caleb begitu berat. Dia menduga bahwa ada hal yang tidak beres sedang terjadi di sana. "Apakah kau membawa kabar buruk juga seperti Rurik?" "Jadi, apakah Rurik sudah menghubungi Anda?" Caleb terdiam sejenak. Dia menunggu sang tuan menjawab p
"Kau benar-benar pintar merayu. Apakah Istrimu luluh dengan rayuanmu itu, Viktor?" Morzevich menepuk bahu Viktor, lalu menggandeng tangan suaminya. "Ayo, Vlad!" Viktor pun melangkah bersama Vasili mengikuti langkah Vladimir dan Morzevich. Mereka menuju mobil yang sudah siap mengantarkan kembali ke mansion keluarga Romanov. "Vasili, jangan lupa kirimkan hadiah Natal untuk Zoya dan Kakek Gennadius tepat waktu seperti yang telah saya perintahkan!" Mobil mewah milik keluarga Romanov baru saja melewati Kremlin. Viktor duduk di samping sopir yang tidak lain adalah Kendrik. Sedangkan Vladimir dan Morzevich duduk di kursi belakang. Kedua mata Viktor terfokuskan kepada bangunan megah nan cantik. "Kendrik, tempat apa itu?" "Oh, bangunan indah di seberang Kremlin ini adalah penthouse, Tuan Muda." Kendrik melirik bangunan yang ditunjuk oleh Viktor. Kemudian, dia memandangi kaca spion mobil memastikan Vasili mengikutinya dari belakang. "Penthouse?" Viktor tidak menyangka bahwa dirinya ben
Vasili mengawali percakapan dengan Viona tanpa basa-basi. Sesekali dia menoleh ke arah sang tuan. Bersamaan dengan itu, Shura datang membawakan 2 cangkir teh beserta pitcher. "Silakan, Tuan Muda. Saya permisi." Viktor hanya angkat tangan kanannya ketika Shura pamit untuk pergi. Dia terus mendengarkan pembicaraan Vasili dengan Viona. "Hmm, berikan ponselmu, Vasili!" Viktor sangat tidak sabar. Dia ingin berbicara dengan Viona langsung. Tanpa menunda waktu lagi, Vasili segera berdiri. Dia berjalan mendekati Viktor. "Silakan, Tuan Muda." Viktor menerima ponsel Vasili. Dia segera mendengarkan semua perkataan Viona. "Ada apa, Vasili. Saya tidak memiliki banyak waktu untuk berbicara." Viktor mendengar Viona menjawab panggilan teleponnya dengan malas-malasan. Pria itu tersinggung. "Kalau begitu, bersiaplah! Karena tim polisi akan segera menjemput Anda, Nona Viona!" Viktor membalas perkataan Viona di saluran telepon dengan nada yang ditekan pada setiap kata. Dia menatap Vasili yang d
Beberapa bulan telah berlalu sejak kematian Viktor, tetapi suasana di pagi hari mansion keluarga Romanov tetap sama. Xandrova selalu berteriak di pagi buta saat membuka kedua matanya. "Aaarrgghh!" Fang beranjak dari sofa. Dia selalu setia di sisi majikannya meskipun kini Xandrova dan Galana tinggal di mansion keluarga Romanov yang berada di distrik Dmitrovka, Moskow. "Nona, bangunlah!" seru Fang membangunkan Xandrova. "Aaaarrgghhh!" Xandrova kembali berteriak. Fang mengusap lembut punggung tangan Xandrova berharap dia akan terbangun. Brak! Pintu ruang tidur Xandrova terbuka. Galana masuk dengan wajah cemas dan tegang. Di belakangnya, Morzevich dan Vladimir berjalan dengan langkah panjang. Keduanya sama cemasnya seperti Galana. "Fang, sepertinya Nona bermimpi buruk lagi sehingga berteriak seperti ini." Vasili mendekati Fang. Setelah mendapatkan maaf, dia kembali dipercaya oleh Vladimir dan Morzevich untuk menjaga Xandrova juga cicit keluarga Romanov. "Benar, Tuan Vasili.
Morzevich mengingat janji yang telah diucapkan di depan pusara Viktor. Morzevich menghela napas panjang. Kedua matanya kmebali menatap Vasili. Dia berkata, "Pergi dari hadapan saya sekarang!"Vasili menengadahkan wajahnya yang lebam. Dia menatap Morzevich yang begitu disayanginya sejak kecil. Dia terlihat sedang menahan air mata yang mungkin saja sebentar lagi akan terjatuh. 'Ternyata Nyonya Mozza benar-benar membenciku!' Batin Vasili menjerit. Namun, dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia akhirnya berdiri."Saya permisi, Tuan dan Nyonya Besar," ucapnya sambil membungkukkan badan. Semua orang menatap kepergian Vasili. Pria itu berjalan dengan kaki yang terluka. Ya, Vladimir dan Leonid menendangnya berulang kali. Apakah seorang pengawal pribadi yang gagal menjaga tuannya pantas diperlakukan seperti itu?"Shura, apakah kau sudah membuang semua karangan bunga?!"Morzevich bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak bisa mengontrol emosinya sebagaimana Vladimir. "Tentu saja, Nyonya. Saya
Waktu terus berjalan. Beberapa hari setelah kematian Viktor, suasana duka masih sangat terasa di mansion keluarga Romanov. Mansion mewah keluarga Romanov yang biasanya hangat, kini kelam. Semua pelayan masih memakai pakaian serba hitam, begitu juga dengan keluarga inti. Vladimir tak henti-hentinya menyalahkan semua orang yang berada di ruang kerjanya. "Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Rusia, saya akan menemukan dalang di balik kematian Viktor!" Vladimir berteriak. Pria tua itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas insiden kematian sang cucu. Dia dan istrinya belum bisa berdamai dengan kejadian tersebut. "Saya pun bersumpah akan menebus kesalahan saya dengan mempertaruhkan nyawa saya sendiri, Tuan Besar! Mohon ampuni pengawal tidak berguna ini!" Vasili bersimpuh di hadapan Vladmir. Rasa penyesalan tak kunjung pergi darinya. "Vasili Rodamir! Bagaimana bisa kau membiarkan sniper berkeliaran di sekitar Viktor?! Hah?!" Buk! Buk! Buk! Entah sudah berapa kali Vasili mendapatka
Geram. Viktor geram bukan main. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomor Leonid berharap sang sahabat akan menjawab panggilannya. "Halo, Viktor! Apakah kau akhirnya akan memberikanku ucapan selamat menikah?" Nada bicara Leonid di saluran telepon terdengar sangat bahagia. Viktor menyeringai tanpa diketahui oleh Leonid. "Jangan bergurau, Leon! Kau tidak benar-benar menikah tanpa memberitahu kami, kan?" Masih dengan sikap tidak percaya, Viktor mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini tidak nyata. "Apakah kau tidak rela jika sahabat mu ini menikah dan memiliki dunianya sendiri, Viktor? Ha! Ha! Ha!" "Leon, jangan bergurau! Sudah saya katakan untuk tidak bergurau." Viktor teringat wajah Vladimir dan Morzevich yang sedang tersenyum ke arahnya. "Leon, bagaimana dengan Kakek dan Nenek? Apakah kau tidak menganggap mereka ada? Apakah kau tidak menghormati mereka?" "Viktor, Apakah kau lupa jika aku telah memberitahumu satu minggu yang lalu? Aku tahu dan aku pun mengerti bahwa ke
Viktor melihat Galana dan Xandrova terdiam. Tidak satu pun dari mereka menjawab pertanyaannya. "Tuhan mengajarkan untuk memberikan maaf kepada seseorang yang telah mengakui juga meminta maaf kepada kita. Ampunilah Papa David sebagaimana Tuhan akan mengampuninya! Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua!" Xandrova memeluk Viktor dengan erat sambil menangis sejadi-jadinya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi terhalang dengan isak tangisnya. Viktor mengambil tindakan. Dia meraih wajah istrinya dengan kedua tangan. "It's fine, Zoya. Everything has changed. Blood, tears and death to become one in our heart. Let's move on and give your best for the future!" Xandrova mengangguk berulang kali sambil berusaha melepaskan amarahnya kepada sang papa. Dia harus bangkitーsetidaknya demi sang buah hati yang mendiami rahimnya. "Aーaku telah memaafkan Papa, Viktor." "Mama juga memaafkannya. Dia adalah seorang Suami dan Papa yang terbaik di dunia ini." Baik Xandrova maupun Galana telah berkata
"Korban masih hidup! Korban masih hidup!" Salah seorang pria berteriak memecahkan ketegangan. "Sepertinya dia mengalami pendarahan hebat," sambung pria tadi saat melihat cairan merah segar tidak berhenti mengalir di bagian kepala Davidoff. Davidoff mencoba bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuhnya. Davidoff teringat Galana yang menunggu di rumah juga Xandrova anak semata wayang yang kini tinggal di kota Moskow. Kesadaran Davidoff mulai menurun. Dia membuka dan menutup kedua matanya dengan kepayahan. "Toーtolong ...." Untuk berbicara saja sepertinya sangat sulit. Dia membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Davidoff merasa tangannya sulit digerakkan. Namun meskipun begitu, dia tetap berusaha melambaikan tangan kepada siapa saja yang mungkin melihatnya. "Aーapakah aku akan mati?" Davidoff mulai kehilangan kesadaran. Dengan kepala bersandar di kemudi mobil, Davidoff pun mengembuskan napas terakhir membawa penyesalan bersamanya. *** Viktor membawa Xandrova yang sedang hamil muda
Viktor mengangguk, lalu menatap Vasili. "Biarkan aku saja yang mengambilnya." Leonid menawarkan diri. Dia langsung pergi memanggil pelayan untuk membawakan air sesuai dengan permintaan Morzevich. "Oh, ya ampun! Viktor, aku ingin minum." Xandrova berkata dengan lembut. "Aku akan menuangkan air mineral untukmu, Zoya." Xandrova menggeleng. "Tidak. Aku ingin jus kiwi dicampur dengan stroberi, Viktor." Viktor terbelalak mendengar keinginan sang istri. "Sepagi ini?! Tidak!" Viktor menolak mentah-mentah permintaan Xandrova dengan sedikit berteriak. Dia tidak bisa memenuhi permintaan Xandrova untuk kali ini. "Viktor, turuti saja apa yang minta Istrimu." Morzevich angkat bicara. Dia duduk tepat di samping Xandrova. "Apa yang dikatakan Mozza benar. Ikuti kemauan Zoya!" Vladimir duduk di sudut ruangan sambil berbicara. "Tidak sepagi ini, Kek." Viktor bersikeras menolak. Dia melihat Xandrova menangis di pelukan Morzevich. "Nek, ini air hangatnya." Morzevich segera mengompres dahi
Xandrova duduk di pangkuan Viktor. Dia juga melingkarkan kedua tangan di leher sang suami."Tidak ada apa-apa, Zoya. Aku akan pergi ke ruang tengah terlebih dahulu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai bersama Vasili. Kau beristirahatlah, Zoya!"Xandrova mengerti. Dia segera berdiri dan mengangguk."Ya, Viktor. Nek, saya akan ke kamar sekarang."Selepas kepergian Xandrova, sang nyonya Besar keluarga Romanov pun menatap cucunya."Viktor, ada apa? Jangan katakan bahwa kau baik-baik saja! Saya tahu raut wajahmu itu sedang menyimpan sesuatu.""Ini bukan hal besar, Nek. Saya akan menyelesaikannya."Viktor bangkit, lalu menatap Vasili."Ayo, Vasili!""Saya permisi, Nyonya."Morzevich pun membiarkan Viktor pergi bersama Vasili menuju ruang tengah."Vasili, sambungkan saya ke Papa David melalui panggilan video sekarang!"Viktor berdiri di jendela menatap pemandangan di luar hotel tempatnya menginap."Ya, Tuan Muda."Viktor menunggu Vasili sambil membakar cerutu. Tidak lama k
Usai mengambil beberapa potret keluarga Romanov, kini Viktor menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuk dirinya dan Xandrova."Tuan Viktor, bagaimana perasaan Anda juga Nona Zoya berada di sini, di Berlin Fashion Show?""Nyonya Morzevich, apakah Anda akan menetap di Berlin?"Morzevich tersenyum ke arah kerumunan wartawan. Dia terlihat sangat menikmati situasi ini."Berlin adalah salah satu kota yang indah di dunia. Saya dan Vladimir memiliki rencana untuk berkeliling dunia menghabiskan masa tua kami bersama. Dan Berlin merupakan salah satu kota yang masuk ke list kami. Tentu saja, saya berdiri di sini untuk memenuhi undangan langsung dari panitia penyelenggara."Gestur tubuh Morzevich meyakinkan Xandrova untuk mempelajari public speaking agar dirinya tidak demam panggung seperti sekarang ini. Xandrova menghela napas panjang.'Nenek benar-benar hebat! Beliau tidak mengalami demam panggung seperti aku. Bagaimana pun juga, aku adalah Istri sah Viktor dan aku tidak ingin membuatn