Ada rasa was-was yang terdengar dari suara Rurik. Namun, Viktor buru-buru mengalihkan perhatiannya agar tidak mencurigai sang mata-mata. "Terima kasih untuk laporanmu malam ini." Viktor selesai menerima panggilan telepon dari Rurik. Namun, panggilan telepon lainnya sudah menunggu untuk dijawab oleh Viktor. "Siapa lagi yang menghubungiku?" "Ya, Caleb?" Viktor kini bergantian menjawab panggilan telepon dari Caleb, sang mantan pengawalnya ketika berada di mansion keluarga Konstantin, St Petersburg, Rusia. Dia duduk di kursi yang tersedia, telat di depan pintu masuk. "Selamat malam, Tuan Muda. Maaf jika saya menghubungi Anda di waktu yang tidak tepat." Caleb terlihat ragu saat mengawali percakapan dengan tuannya. Viktor mendengar helaan napas Caleb begitu berat. Dia menduga bahwa ada hal yang tidak beres sedang terjadi di sana. "Apakah kau membawa kabar buruk juga seperti Rurik?" "Jadi, apakah Rurik sudah menghubungi Anda?" Caleb terdiam sejenak. Dia menunggu sang tuan menjawab p
"Kau benar-benar pintar merayu. Apakah Istrimu luluh dengan rayuanmu itu, Viktor?" Morzevich menepuk bahu Viktor, lalu menggandeng tangan suaminya. "Ayo, Vlad!" Viktor pun melangkah bersama Vasili mengikuti langkah Vladimir dan Morzevich. Mereka menuju mobil yang sudah siap mengantarkan kembali ke mansion keluarga Romanov. "Vasili, jangan lupa kirimkan hadiah Natal untuk Zoya dan Kakek Gennadius tepat waktu seperti yang telah saya perintahkan!" Mobil mewah milik keluarga Romanov baru saja melewati Kremlin. Viktor duduk di samping sopir yang tidak lain adalah Kendrik. Sedangkan Vladimir dan Morzevich duduk di kursi belakang. Kedua mata Viktor terfokuskan kepada bangunan megah nan cantik. "Kendrik, tempat apa itu?" "Oh, bangunan indah di seberang Kremlin ini adalah penthouse, Tuan Muda." Kendrik melirik bangunan yang ditunjuk oleh Viktor. Kemudian, dia memandangi kaca spion mobil memastikan Vasili mengikutinya dari belakang. "Penthouse?" Viktor tidak menyangka bahwa dirinya ben
Vasili mengawali percakapan dengan Viona tanpa basa-basi. Sesekali dia menoleh ke arah sang tuan. Bersamaan dengan itu, Shura datang membawakan 2 cangkir teh beserta pitcher. "Silakan, Tuan Muda. Saya permisi." Viktor hanya angkat tangan kanannya ketika Shura pamit untuk pergi. Dia terus mendengarkan pembicaraan Vasili dengan Viona. "Hmm, berikan ponselmu, Vasili!" Viktor sangat tidak sabar. Dia ingin berbicara dengan Viona langsung. Tanpa menunda waktu lagi, Vasili segera berdiri. Dia berjalan mendekati Viktor. "Silakan, Tuan Muda." Viktor menerima ponsel Vasili. Dia segera mendengarkan semua perkataan Viona. "Ada apa, Vasili. Saya tidak memiliki banyak waktu untuk berbicara." Viktor mendengar Viona menjawab panggilan teleponnya dengan malas-malasan. Pria itu tersinggung. "Kalau begitu, bersiaplah! Karena tim polisi akan segera menjemput Anda, Nona Viona!" Viktor membalas perkataan Viona di saluran telepon dengan nada yang ditekan pada setiap kata. Dia menatap Vasili yang d
Xandrova tidak mampu lagi membendung kesedihan di hatinya. Dia tidak sanggup menahan rasa rindu yang memuncak. "Apakah dia di sana baik-baik saja? Di mana dia tinggal? Bisakah kau membawa saya ke sana?" Xandrova bertanya sambil terisak. Dia tidak pernah tahu, lebih tepatnya dia mencoba berpura-pura bodoh saat waktu menertawakannya. "Maafkan saya, Nona Zoya. Tugas saya hanya memastikan Anda aman dan menjauhkan Anda dari Tuan Maksim. Saya tidak memiliki wewenang untuk hal lainnya." Rurik berkata dengan sopan. Dia menundukkan wajah. "Kalau begitu, saya permisi. Selamat Natal dan tahun baru untuk Anda, Nona Zoya." Rurik telah menyelesaikan tugasnya dari Viktor. Dia lega. Namun, dia tidak tega meninggalkan Xandrova dalam keadaan sedih seperti ini. Selepas kepergian Rurik, Xandrova masih terdiam. Fang meletakkan pemberian Rurik di atas nakas. Baik Fang maupun Lada, keduanya tidak berani berbicara apapun. "Kalian berdua keluarlah terlebih dahulu! Saya ingin menenangkan diri." 'Nona Z
"Itu bukan dari saya, Kakek. Maaf jika mengecewakan dugaan Kakek." Xandrova duduk di kursi yang dibawa oleh Yeva. "Silakan duduk, Nona Zoya!" Xandrova menatap Yeva sejenak. Ada beberapa hal yang dirasakan oleh Xandrova setiap kali menatap sang kepala pelayan mansion keluarga Konstantin. 'Apakah Yeva juga tahu bahwa Rurik adalah anak buah Viktor? Apakah hanya aku seorang yang tidak mengetahui keberadaan Viktor? Sebenarnya, apa yang mereka pikirkan tentang aku? Aku ini adalah Istri dari Viktor. Maka, aku berhak tahu di mana Suamiku berada.' Xandrova protes di dalam hatinya. Dia hanya bisa merenung dan berpikir apa yang harus dilakukannya sebagai seorang istri. Xandrova duduk tanpa mengucapkan terima kasih kepada Yeva. "Jika bukan kau, lalu siapa lagi?" Gennadius menatap Xandrova dengan bingung. "Apakah Anda tidak menerima sebuah kartu ucapan?" Gennadius kebingungan saat mendengarkan pertanyaan Xandrova. Dia merogoh kantong hijau tadi. "Apakah ini yang kau maksud?" Gennadius m
Perkataan Gennadius memang benar. Selama ini Xandrova jarang sekali menunjukkan rasa cintanya kepada Viktor di depan Gennadius maupun anggota keluarga Konstantin lainnya. "Kakek, meskipun sikap saya seperti itu, tetapi bukan berarti saya tidak mencintainya. Dan, bukankah Anda melihat bahwa saya kerap membela Viktor di hadapan Papa dan Mama?" Gennadius mengangguk sambil tersenyum lebar. "Kakek hanya ingin tahu perasaanmu, Zoya. Lalu, apakah kau ingin mempertahankan pernikahan mu dengan Viktor? Atau kau justru ingin kembali kepada Maksim?" "Oh, ayolah! Pertanyaan macam apa ini, Kakek?" Xandrova menjawab pertanyaan Gennadius dengan sedikit emosi. Dia sama sekali tidak ingin sang kakek menyinggung perihal Maksim. "Saya tidak pernah mencintai Maksim, Kek. Pertunangan itu terjadi karena akal-akalan Papa dan Mama saja agar saya bisa menikah dengan seorang pewaris keluarga Romanov. Bukankah Anda tahu akan hal itu?" Gennadius mengangguk. Wajahnya terlihat sedang menahan emosi. "Ya, saya
Lada mengusap pundak Xandrova lembut. Xandrova pun kembali tenang. "Zoyaku yang malang." Gennadius membuka kacamata, lalu mengusap air mata yang mengalir. Xandrova pun menempelkan wajahnya di punggung tangan Lada yang masih berada di pundak kanan. "Duduklah bersama saya, Bibi Lada!" Xandrova ingin selalu berdekatan dengan Lada. Karena dia menganggap wanita tua itu sebagai Ibu pengganti sejak Galana sibuk dengan kegiatan sosialitanya. "Ya, Nona." "Zoya, kau tahu? Kakek memintamu pergi dari sini bersama Lada agar kalian berdua selamat di bawah perlindungan Rurik. Kau tahu bahwa Lada sudah kepayahan karena usia, bukan?" Gennadius berkata dengan harapan Xandrova akan menurutinya. "Bagaimana dengan Anda, Kakek? Siapa yang akan melindungi Anda?" "Zoya, di sini masih ada Caleb, Yeva dan beberapa orang kepercayaan Kakek lainnya. Bagaimana pun juga, saya harus mempertahankan mansion ini." Gennadius kembali mengusap kedua matanya yang lembab karena air matanya menetes. "Ingat, Rurik!
Liliyana berdiri, lalu berjalan menuju ibunya yang tampak khusyuk membaca kartu pemberian Viktor beberapa detik lalu. Wajah bocah perempuan itu tampak bahagia. "Ma, apakah sekarang Tuhan telah mengabulkan doa kita berdua dengan memberikan sebuah rumah?" 'Bocah kecil yang polos! Dia belum dilumuri dosa dan kebencian. Jika aku bisa membantunya, tentu akan sangat menyenangkan.' Viktor mengatakan apa yang ada di dalam benaknya di dalam hati sambil menatap pemandangan mengharukan di hadapannya. "Benar, Lily. Tuhan Yesus sangat sayang dengan kita." Sang ibu memeluk anaknya disertai dengan tangisan kebahagiaan. "Jika benar begitu, mengapa Mama menangis?" Sang ibu mengusap lembut punggung anaknya dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. Adegan tersebut membuat Viktor semakin merasakan kehilangan kedua orang tuanya. "Maaf, Nyonya ...." "Martina. Nama saya adalah Martina, Tuan." Martina memangku anaknya. Sedangkan Viktor menatap Leonid. "Mana mantelnya?" Viktor memang sudah menyiapk