Liliyana berdiri, lalu berjalan menuju ibunya yang tampak khusyuk membaca kartu pemberian Viktor beberapa detik lalu. Wajah bocah perempuan itu tampak bahagia. "Ma, apakah sekarang Tuhan telah mengabulkan doa kita berdua dengan memberikan sebuah rumah?" 'Bocah kecil yang polos! Dia belum dilumuri dosa dan kebencian. Jika aku bisa membantunya, tentu akan sangat menyenangkan.' Viktor mengatakan apa yang ada di dalam benaknya di dalam hati sambil menatap pemandangan mengharukan di hadapannya. "Benar, Lily. Tuhan Yesus sangat sayang dengan kita." Sang ibu memeluk anaknya disertai dengan tangisan kebahagiaan. "Jika benar begitu, mengapa Mama menangis?" Sang ibu mengusap lembut punggung anaknya dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. Adegan tersebut membuat Viktor semakin merasakan kehilangan kedua orang tuanya. "Maaf, Nyonya ...." "Martina. Nama saya adalah Martina, Tuan." Martina memangku anaknya. Sedangkan Viktor menatap Leonid. "Mana mantelnya?" Viktor memang sudah menyiapk
Sementara itu, situasi di mansion keluarga Konstantin sungguh berbeda. Seluruh anggota keluarga Konstantin memasang topeng mereka masing-masing, begitu pula dengan Lenin dan keluarganya. "Pa, rencana besar kita kali ini jangan sampai gagal." Maksim berbisik di telinga Davidoff. Papa dari Xandrova tersebut pun membalas dengan anggukan. "Kau tenang saja, Maksim. Saya tidak akan gagal lagi." "Saya harap demikian. Ingatlah berapa Rubel yang sudah saya keluarkan untuk Anda!" 'Astaga! Apakah Maksim sedang mengancamku? Berani sekali dia? Memangnya dia pikir, dia siapa?!' Davidoff geram dengan sikap Maksim. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain. "Kau cantik sekali, Zoya!" Semua mata tertuju pada Xandrova yang baru saja keluar dari ruang tidur Gennadius. Dia tidak sendirian, melainkan bersama Gennadius dan para pengikutnya. "Saya akan membantu Anda, Tuan Besar." Maksim berjalan menuju Gennadius yang berada di kursi roda sambil tersenyum. Bukan senyum tulus atau semacamnya, tetapi sen
Otak Maksim bekerja dengan cepat menghapal wajah pria bernama Reganzolf. Dia juga mengatur rencana untuk ke depannya. 'Aku bisa memanfaatkan kedekatan Viona untuk mendapatkan apa yang aku inginkan.' Maksim kembali merencanakan sesuatu. Dia berdiri, lalu berusaha mendekati Davidoff. "Selamat Natal dan Tahun Baru juga untuk Anda semua." Semua orang mendengar Gennadius membalas ucapan Reganzolf. "Oh, saya tidak melihat Suami Anda, Nona Zoya. Di mana Tuan Muda Viktor? Saya ingin sekali bertemu dengan pria cerdas yang pekerja keras sepertinya." Kalimat tanya yang berakhir dengan kalimat pujian segera meluncur dari mulut Reganzolf. Tentu saja membuat hati Maksim terbakar. "Suami saya sedang pergi dinas, Tuan Reganzolf." Xandrova menjawab pertanyaan Reganzolf tanpa canggung. Ya, Xandrova berhasil menjawab pertanyaan dengan penuh percaya diri. "Ya, benar. Viktor sedang berada di Moskow. Saya mengirimnya ke sana." Jawaban menohok yang dilontarkan oleh Gennadius hampir membuat semua or
"Bagus. Kalau begitu, Gale akan menjemput kalian. Kemudian, pergilah dengan selamat ke bandar udara Pulkovo! Dan, saya sendiri yang akan menjemput kalian di bandar udara internasional Domodedovo." Rurik lega mendengarnya. Dia tersenyum tipis. "Baik, Tuan Muda. Saya akan menutup teleponnya." Sesuai dengan perkataan Rurik, sambungan telepon pun terputus. Dia segera menghubungi Gale seperti perintah tuannya. "Tuan Rurik, Anda di mana? Apakah Anda membawa Nona Zoya beserta pelayan wanitanya?" Suara Gale yang berat membuat Rurik mengenalinya. "Benar, Tuan Gale. Saya membawa Nona Zoya dan Nyonya Lada." "Kami sudah menunggu Anda di tempat yang sudah ditentukan. Datanglah dengan selamat!" Pria di seberang saluran telepon berkata dengan gelisah. Namun, Rurik dengan tenang menjawabnya. "Tentu saja. Saya akan datang dengan membawa Nona Zoya dan Nyonya Lada dengan selamat." Rurik melepaskan earphone bluetooth di telinga kirinya. Dia menggaruknya sebentar. Namun, ia tidak melepaskan earph
Lada berteriak dan mencoba untuk bangun. Sedangkan Xandrova menahan tubuhnya agar tidak terpelanting untuk kali kedua. "Nona, bertahanlah!" Lada kembali berteriak. Mobil yang ditumpanginya pun menabrak pembatas jalan hingga berputar. "Nona, bertahanlah! Karena terdapat satu mobil sengaja menabrak kita dari belakang dan saya menghindari mobil merah di depan yang sengaja berhenti di depan. Saya sedang mencoba untuk mengendalikan mobil ini." Rurik berteriak tanpa mengurangi fokusnya. Xandrova berpegangan pada kursi mobil. Ia memejamkan mata seraya merapal doa di dalam hatinya. 'Tuhan, tolong ampuni segala dosaku. Jika di malam Natal ini adalah hari terakhir ku hidup di dunia, maka aku akan menyerahkan takdirku kepadamu.' Xandrova menangis. Lada tahu itu. Wanita tuan tersebut segera mendekati Xandrova sebisa mungkin. "Nona, kemarilah!" Tangan kiri Lada meraih tangan Xandrova. Pelayan setia itu lantas memeluknya. 'Tuhan, tolong jagalah Viktor dan berikan dia kebahagiaan yang abadi.
Vladimir menarik lengan Viktor dengan kasar. Kemudian, meninju bagian perutnya. "Apakah kau tidak bisa melihat dan memahami situasi?!" Baru kali pertama bagi Viktor mendapatkan tinju dari seorang Vladimir. Viktor tidak tahu, lebih tepatnya sang tuan muda keluarga Romanov tidak ingat siapa Vladimir di masa lalu. "Vladimir, hentikan!" Morzevich histeris. Orang-orang di sana bukan tidak melihat kejadian mencengangkan yang terjadi diantara sang tuan besar dan tuan muda keluarga Romanov. Namun, mereka tidak berani ikut campur urusan keluarga Romanov. "Mengapa kalian hanya diam saja?! Leon, mengapa kau tidak mencoba untuk melerai mereka?!" Morzevich memandangi semua orang di sana yang terpaku dengan perkelahian antara kakek dan cucu. "Leon?!" Dan sekali lagi, Morzevich memanggil nama pria yang diasuhnya. "Maーmaaf, saya tidak berani melerai Kakek dan Viktor, Nek." "Kami pun memiliki pemikiran yang sama seperti Tuan Leonid, Nyonya Besar." Para penjaga pun menjawab dengan cepat saat
"Astaga!" Detik itu juga, Vladimir memegangi jantungnya. "Vlad!" Morzevich berteriak saat Vladimir kehilangan kendali atas kesehatannya. Morzevich berdiri, lalu mengusap bahu Vladimir. "Bertahanlah!" Usai berkata demikian, Morzevich berteriak memanggil para penjaga. "Penjaga! Cepat bawa Vladimir ke kamar! Dan kau, Shura!" Morzevich membulatkan matanya. Dia panik. Ya, sungguh panik. "Panggilkan Dokter keluarga Romanov!" "Baik, Nyonya Besar." Shura meraih ponsel dari saku. Sedangkan satu orang penjaga mendorong kursi roda yang baru saja diambilkan oleh Leonid. "Hati-hati!" Leonid berseru mengingatkan para penjaga. Sementara itu, Morzevich melangkah mengikuti suaminya sambil melirik Viktor tajam. 'Apakah aku baru saja berbuat satu kesalahan fatal sehingga membuat Kakek seperti ini? Malam Natal yang seharusnya indah dan damai, kini hancur karena ulahku. Tuhan, apa yang sudah aku lakukan kepada Kakek?' Hati Viktor terluka ketika melihat Vladimir mengaduh kesakitan. Dia juga te
Boris tersudut. Tidak ada yang bisa dilakukannya, bahkan berlari sekali pun tak akan bisa. "Tuan Muda, tolong jangan seperti ini! Mari bicarakan baik-baik!" "Kau terlalu munafik. Ajakanmu barusan tidak berlaku lagi bagi saya." Viktor masih bersikap tenang. Dia mengeluarkan cerutu dan membakarnya. 'Aku sudah menjawab pertanyaan Tuan Muda. Lalu, mau apalagi dia sekarang?' Boris membatin sambil menerapkan sikap waspada. "Jadi, Anda ingin mengatakan sejujurnya atau tidak, Dokter?" Viktor menikmati cerutunya. Dia menatap Boris dalam-dalam. "Viktor, hentikan!" Leonid berlari dari arah belakang Viktor. Sang tuan muda tidak menoleh ke belakangnya. 'Sial! Untuk apa Leon datang ke sini? Mengganggu kesenangan ku saja.' Viktor geram. Dia mengutarakannya di dalam hati. "Viktor, Nenek mencarimu." Viktor tidak menggubris ucapan Leonid. Dia terus menikmati cerutunya. "Cepatlah, Dokter! Saya tidak memiliki banyak waktu lagi." Boris dan Leonid terkesiap. Keduanya terdiam ketika Viktor ber
Beberapa bulan telah berlalu sejak kematian Viktor, tetapi suasana di pagi hari mansion keluarga Romanov tetap sama. Xandrova selalu berteriak di pagi buta saat membuka kedua matanya. "Aaarrgghh!" Fang beranjak dari sofa. Dia selalu setia di sisi majikannya meskipun kini Xandrova dan Galana tinggal di mansion keluarga Romanov yang berada di distrik Dmitrovka, Moskow. "Nona, bangunlah!" seru Fang membangunkan Xandrova. "Aaaarrgghhh!" Xandrova kembali berteriak. Fang mengusap lembut punggung tangan Xandrova berharap dia akan terbangun. Brak! Pintu ruang tidur Xandrova terbuka. Galana masuk dengan wajah cemas dan tegang. Di belakangnya, Morzevich dan Vladimir berjalan dengan langkah panjang. Keduanya sama cemasnya seperti Galana. "Fang, sepertinya Nona bermimpi buruk lagi sehingga berteriak seperti ini." Vasili mendekati Fang. Setelah mendapatkan maaf, dia kembali dipercaya oleh Vladimir dan Morzevich untuk menjaga Xandrova juga cicit keluarga Romanov. "Benar, Tuan Vasili.
Morzevich mengingat janji yang telah diucapkan di depan pusara Viktor. Morzevich menghela napas panjang. Kedua matanya kmebali menatap Vasili. Dia berkata, "Pergi dari hadapan saya sekarang!"Vasili menengadahkan wajahnya yang lebam. Dia menatap Morzevich yang begitu disayanginya sejak kecil. Dia terlihat sedang menahan air mata yang mungkin saja sebentar lagi akan terjatuh. 'Ternyata Nyonya Mozza benar-benar membenciku!' Batin Vasili menjerit. Namun, dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia akhirnya berdiri."Saya permisi, Tuan dan Nyonya Besar," ucapnya sambil membungkukkan badan. Semua orang menatap kepergian Vasili. Pria itu berjalan dengan kaki yang terluka. Ya, Vladimir dan Leonid menendangnya berulang kali. Apakah seorang pengawal pribadi yang gagal menjaga tuannya pantas diperlakukan seperti itu?"Shura, apakah kau sudah membuang semua karangan bunga?!"Morzevich bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak bisa mengontrol emosinya sebagaimana Vladimir. "Tentu saja, Nyonya. Saya
Waktu terus berjalan. Beberapa hari setelah kematian Viktor, suasana duka masih sangat terasa di mansion keluarga Romanov. Mansion mewah keluarga Romanov yang biasanya hangat, kini kelam. Semua pelayan masih memakai pakaian serba hitam, begitu juga dengan keluarga inti. Vladimir tak henti-hentinya menyalahkan semua orang yang berada di ruang kerjanya. "Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Rusia, saya akan menemukan dalang di balik kematian Viktor!" Vladimir berteriak. Pria tua itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas insiden kematian sang cucu. Dia dan istrinya belum bisa berdamai dengan kejadian tersebut. "Saya pun bersumpah akan menebus kesalahan saya dengan mempertaruhkan nyawa saya sendiri, Tuan Besar! Mohon ampuni pengawal tidak berguna ini!" Vasili bersimpuh di hadapan Vladmir. Rasa penyesalan tak kunjung pergi darinya. "Vasili Rodamir! Bagaimana bisa kau membiarkan sniper berkeliaran di sekitar Viktor?! Hah?!" Buk! Buk! Buk! Entah sudah berapa kali Vasili mendapatka
Geram. Viktor geram bukan main. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomor Leonid berharap sang sahabat akan menjawab panggilannya. "Halo, Viktor! Apakah kau akhirnya akan memberikanku ucapan selamat menikah?" Nada bicara Leonid di saluran telepon terdengar sangat bahagia. Viktor menyeringai tanpa diketahui oleh Leonid. "Jangan bergurau, Leon! Kau tidak benar-benar menikah tanpa memberitahu kami, kan?" Masih dengan sikap tidak percaya, Viktor mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini tidak nyata. "Apakah kau tidak rela jika sahabat mu ini menikah dan memiliki dunianya sendiri, Viktor? Ha! Ha! Ha!" "Leon, jangan bergurau! Sudah saya katakan untuk tidak bergurau." Viktor teringat wajah Vladimir dan Morzevich yang sedang tersenyum ke arahnya. "Leon, bagaimana dengan Kakek dan Nenek? Apakah kau tidak menganggap mereka ada? Apakah kau tidak menghormati mereka?" "Viktor, Apakah kau lupa jika aku telah memberitahumu satu minggu yang lalu? Aku tahu dan aku pun mengerti bahwa ke
Viktor melihat Galana dan Xandrova terdiam. Tidak satu pun dari mereka menjawab pertanyaannya. "Tuhan mengajarkan untuk memberikan maaf kepada seseorang yang telah mengakui juga meminta maaf kepada kita. Ampunilah Papa David sebagaimana Tuhan akan mengampuninya! Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua!" Xandrova memeluk Viktor dengan erat sambil menangis sejadi-jadinya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi terhalang dengan isak tangisnya. Viktor mengambil tindakan. Dia meraih wajah istrinya dengan kedua tangan. "It's fine, Zoya. Everything has changed. Blood, tears and death to become one in our heart. Let's move on and give your best for the future!" Xandrova mengangguk berulang kali sambil berusaha melepaskan amarahnya kepada sang papa. Dia harus bangkitーsetidaknya demi sang buah hati yang mendiami rahimnya. "Aーaku telah memaafkan Papa, Viktor." "Mama juga memaafkannya. Dia adalah seorang Suami dan Papa yang terbaik di dunia ini." Baik Xandrova maupun Galana telah berkata
"Korban masih hidup! Korban masih hidup!" Salah seorang pria berteriak memecahkan ketegangan. "Sepertinya dia mengalami pendarahan hebat," sambung pria tadi saat melihat cairan merah segar tidak berhenti mengalir di bagian kepala Davidoff. Davidoff mencoba bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuhnya. Davidoff teringat Galana yang menunggu di rumah juga Xandrova anak semata wayang yang kini tinggal di kota Moskow. Kesadaran Davidoff mulai menurun. Dia membuka dan menutup kedua matanya dengan kepayahan. "Toーtolong ...." Untuk berbicara saja sepertinya sangat sulit. Dia membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Davidoff merasa tangannya sulit digerakkan. Namun meskipun begitu, dia tetap berusaha melambaikan tangan kepada siapa saja yang mungkin melihatnya. "Aーapakah aku akan mati?" Davidoff mulai kehilangan kesadaran. Dengan kepala bersandar di kemudi mobil, Davidoff pun mengembuskan napas terakhir membawa penyesalan bersamanya. *** Viktor membawa Xandrova yang sedang hamil muda
Viktor mengangguk, lalu menatap Vasili. "Biarkan aku saja yang mengambilnya." Leonid menawarkan diri. Dia langsung pergi memanggil pelayan untuk membawakan air sesuai dengan permintaan Morzevich. "Oh, ya ampun! Viktor, aku ingin minum." Xandrova berkata dengan lembut. "Aku akan menuangkan air mineral untukmu, Zoya." Xandrova menggeleng. "Tidak. Aku ingin jus kiwi dicampur dengan stroberi, Viktor." Viktor terbelalak mendengar keinginan sang istri. "Sepagi ini?! Tidak!" Viktor menolak mentah-mentah permintaan Xandrova dengan sedikit berteriak. Dia tidak bisa memenuhi permintaan Xandrova untuk kali ini. "Viktor, turuti saja apa yang minta Istrimu." Morzevich angkat bicara. Dia duduk tepat di samping Xandrova. "Apa yang dikatakan Mozza benar. Ikuti kemauan Zoya!" Vladimir duduk di sudut ruangan sambil berbicara. "Tidak sepagi ini, Kek." Viktor bersikeras menolak. Dia melihat Xandrova menangis di pelukan Morzevich. "Nek, ini air hangatnya." Morzevich segera mengompres dahi
Xandrova duduk di pangkuan Viktor. Dia juga melingkarkan kedua tangan di leher sang suami."Tidak ada apa-apa, Zoya. Aku akan pergi ke ruang tengah terlebih dahulu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai bersama Vasili. Kau beristirahatlah, Zoya!"Xandrova mengerti. Dia segera berdiri dan mengangguk."Ya, Viktor. Nek, saya akan ke kamar sekarang."Selepas kepergian Xandrova, sang nyonya Besar keluarga Romanov pun menatap cucunya."Viktor, ada apa? Jangan katakan bahwa kau baik-baik saja! Saya tahu raut wajahmu itu sedang menyimpan sesuatu.""Ini bukan hal besar, Nek. Saya akan menyelesaikannya."Viktor bangkit, lalu menatap Vasili."Ayo, Vasili!""Saya permisi, Nyonya."Morzevich pun membiarkan Viktor pergi bersama Vasili menuju ruang tengah."Vasili, sambungkan saya ke Papa David melalui panggilan video sekarang!"Viktor berdiri di jendela menatap pemandangan di luar hotel tempatnya menginap."Ya, Tuan Muda."Viktor menunggu Vasili sambil membakar cerutu. Tidak lama k
Usai mengambil beberapa potret keluarga Romanov, kini Viktor menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuk dirinya dan Xandrova."Tuan Viktor, bagaimana perasaan Anda juga Nona Zoya berada di sini, di Berlin Fashion Show?""Nyonya Morzevich, apakah Anda akan menetap di Berlin?"Morzevich tersenyum ke arah kerumunan wartawan. Dia terlihat sangat menikmati situasi ini."Berlin adalah salah satu kota yang indah di dunia. Saya dan Vladimir memiliki rencana untuk berkeliling dunia menghabiskan masa tua kami bersama. Dan Berlin merupakan salah satu kota yang masuk ke list kami. Tentu saja, saya berdiri di sini untuk memenuhi undangan langsung dari panitia penyelenggara."Gestur tubuh Morzevich meyakinkan Xandrova untuk mempelajari public speaking agar dirinya tidak demam panggung seperti sekarang ini. Xandrova menghela napas panjang.'Nenek benar-benar hebat! Beliau tidak mengalami demam panggung seperti aku. Bagaimana pun juga, aku adalah Istri sah Viktor dan aku tidak ingin membuatn