"Itu bukan dari saya, Kakek. Maaf jika mengecewakan dugaan Kakek." Xandrova duduk di kursi yang dibawa oleh Yeva. "Silakan duduk, Nona Zoya!" Xandrova menatap Yeva sejenak. Ada beberapa hal yang dirasakan oleh Xandrova setiap kali menatap sang kepala pelayan mansion keluarga Konstantin. 'Apakah Yeva juga tahu bahwa Rurik adalah anak buah Viktor? Apakah hanya aku seorang yang tidak mengetahui keberadaan Viktor? Sebenarnya, apa yang mereka pikirkan tentang aku? Aku ini adalah Istri dari Viktor. Maka, aku berhak tahu di mana Suamiku berada.' Xandrova protes di dalam hatinya. Dia hanya bisa merenung dan berpikir apa yang harus dilakukannya sebagai seorang istri. Xandrova duduk tanpa mengucapkan terima kasih kepada Yeva. "Jika bukan kau, lalu siapa lagi?" Gennadius menatap Xandrova dengan bingung. "Apakah Anda tidak menerima sebuah kartu ucapan?" Gennadius kebingungan saat mendengarkan pertanyaan Xandrova. Dia merogoh kantong hijau tadi. "Apakah ini yang kau maksud?" Gennadius m
Perkataan Gennadius memang benar. Selama ini Xandrova jarang sekali menunjukkan rasa cintanya kepada Viktor di depan Gennadius maupun anggota keluarga Konstantin lainnya. "Kakek, meskipun sikap saya seperti itu, tetapi bukan berarti saya tidak mencintainya. Dan, bukankah Anda melihat bahwa saya kerap membela Viktor di hadapan Papa dan Mama?" Gennadius mengangguk sambil tersenyum lebar. "Kakek hanya ingin tahu perasaanmu, Zoya. Lalu, apakah kau ingin mempertahankan pernikahan mu dengan Viktor? Atau kau justru ingin kembali kepada Maksim?" "Oh, ayolah! Pertanyaan macam apa ini, Kakek?" Xandrova menjawab pertanyaan Gennadius dengan sedikit emosi. Dia sama sekali tidak ingin sang kakek menyinggung perihal Maksim. "Saya tidak pernah mencintai Maksim, Kek. Pertunangan itu terjadi karena akal-akalan Papa dan Mama saja agar saya bisa menikah dengan seorang pewaris keluarga Romanov. Bukankah Anda tahu akan hal itu?" Gennadius mengangguk. Wajahnya terlihat sedang menahan emosi. "Ya, saya
Lada mengusap pundak Xandrova lembut. Xandrova pun kembali tenang. "Zoyaku yang malang." Gennadius membuka kacamata, lalu mengusap air mata yang mengalir. Xandrova pun menempelkan wajahnya di punggung tangan Lada yang masih berada di pundak kanan. "Duduklah bersama saya, Bibi Lada!" Xandrova ingin selalu berdekatan dengan Lada. Karena dia menganggap wanita tua itu sebagai Ibu pengganti sejak Galana sibuk dengan kegiatan sosialitanya. "Ya, Nona." "Zoya, kau tahu? Kakek memintamu pergi dari sini bersama Lada agar kalian berdua selamat di bawah perlindungan Rurik. Kau tahu bahwa Lada sudah kepayahan karena usia, bukan?" Gennadius berkata dengan harapan Xandrova akan menurutinya. "Bagaimana dengan Anda, Kakek? Siapa yang akan melindungi Anda?" "Zoya, di sini masih ada Caleb, Yeva dan beberapa orang kepercayaan Kakek lainnya. Bagaimana pun juga, saya harus mempertahankan mansion ini." Gennadius kembali mengusap kedua matanya yang lembab karena air matanya menetes. "Ingat, Rurik!
Liliyana berdiri, lalu berjalan menuju ibunya yang tampak khusyuk membaca kartu pemberian Viktor beberapa detik lalu. Wajah bocah perempuan itu tampak bahagia. "Ma, apakah sekarang Tuhan telah mengabulkan doa kita berdua dengan memberikan sebuah rumah?" 'Bocah kecil yang polos! Dia belum dilumuri dosa dan kebencian. Jika aku bisa membantunya, tentu akan sangat menyenangkan.' Viktor mengatakan apa yang ada di dalam benaknya di dalam hati sambil menatap pemandangan mengharukan di hadapannya. "Benar, Lily. Tuhan Yesus sangat sayang dengan kita." Sang ibu memeluk anaknya disertai dengan tangisan kebahagiaan. "Jika benar begitu, mengapa Mama menangis?" Sang ibu mengusap lembut punggung anaknya dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. Adegan tersebut membuat Viktor semakin merasakan kehilangan kedua orang tuanya. "Maaf, Nyonya ...." "Martina. Nama saya adalah Martina, Tuan." Martina memangku anaknya. Sedangkan Viktor menatap Leonid. "Mana mantelnya?" Viktor memang sudah menyiapk
Sementara itu, situasi di mansion keluarga Konstantin sungguh berbeda. Seluruh anggota keluarga Konstantin memasang topeng mereka masing-masing, begitu pula dengan Lenin dan keluarganya. "Pa, rencana besar kita kali ini jangan sampai gagal." Maksim berbisik di telinga Davidoff. Papa dari Xandrova tersebut pun membalas dengan anggukan. "Kau tenang saja, Maksim. Saya tidak akan gagal lagi." "Saya harap demikian. Ingatlah berapa Rubel yang sudah saya keluarkan untuk Anda!" 'Astaga! Apakah Maksim sedang mengancamku? Berani sekali dia? Memangnya dia pikir, dia siapa?!' Davidoff geram dengan sikap Maksim. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain. "Kau cantik sekali, Zoya!" Semua mata tertuju pada Xandrova yang baru saja keluar dari ruang tidur Gennadius. Dia tidak sendirian, melainkan bersama Gennadius dan para pengikutnya. "Saya akan membantu Anda, Tuan Besar." Maksim berjalan menuju Gennadius yang berada di kursi roda sambil tersenyum. Bukan senyum tulus atau semacamnya, tetapi sen
Otak Maksim bekerja dengan cepat menghapal wajah pria bernama Reganzolf. Dia juga mengatur rencana untuk ke depannya. 'Aku bisa memanfaatkan kedekatan Viona untuk mendapatkan apa yang aku inginkan.' Maksim kembali merencanakan sesuatu. Dia berdiri, lalu berusaha mendekati Davidoff. "Selamat Natal dan Tahun Baru juga untuk Anda semua." Semua orang mendengar Gennadius membalas ucapan Reganzolf. "Oh, saya tidak melihat Suami Anda, Nona Zoya. Di mana Tuan Muda Viktor? Saya ingin sekali bertemu dengan pria cerdas yang pekerja keras sepertinya." Kalimat tanya yang berakhir dengan kalimat pujian segera meluncur dari mulut Reganzolf. Tentu saja membuat hati Maksim terbakar. "Suami saya sedang pergi dinas, Tuan Reganzolf." Xandrova menjawab pertanyaan Reganzolf tanpa canggung. Ya, Xandrova berhasil menjawab pertanyaan dengan penuh percaya diri. "Ya, benar. Viktor sedang berada di Moskow. Saya mengirimnya ke sana." Jawaban menohok yang dilontarkan oleh Gennadius hampir membuat semua or
"Bagus. Kalau begitu, Gale akan menjemput kalian. Kemudian, pergilah dengan selamat ke bandar udara Pulkovo! Dan, saya sendiri yang akan menjemput kalian di bandar udara internasional Domodedovo." Rurik lega mendengarnya. Dia tersenyum tipis. "Baik, Tuan Muda. Saya akan menutup teleponnya." Sesuai dengan perkataan Rurik, sambungan telepon pun terputus. Dia segera menghubungi Gale seperti perintah tuannya. "Tuan Rurik, Anda di mana? Apakah Anda membawa Nona Zoya beserta pelayan wanitanya?" Suara Gale yang berat membuat Rurik mengenalinya. "Benar, Tuan Gale. Saya membawa Nona Zoya dan Nyonya Lada." "Kami sudah menunggu Anda di tempat yang sudah ditentukan. Datanglah dengan selamat!" Pria di seberang saluran telepon berkata dengan gelisah. Namun, Rurik dengan tenang menjawabnya. "Tentu saja. Saya akan datang dengan membawa Nona Zoya dan Nyonya Lada dengan selamat." Rurik melepaskan earphone bluetooth di telinga kirinya. Dia menggaruknya sebentar. Namun, ia tidak melepaskan earph
Lada berteriak dan mencoba untuk bangun. Sedangkan Xandrova menahan tubuhnya agar tidak terpelanting untuk kali kedua. "Nona, bertahanlah!" Lada kembali berteriak. Mobil yang ditumpanginya pun menabrak pembatas jalan hingga berputar. "Nona, bertahanlah! Karena terdapat satu mobil sengaja menabrak kita dari belakang dan saya menghindari mobil merah di depan yang sengaja berhenti di depan. Saya sedang mencoba untuk mengendalikan mobil ini." Rurik berteriak tanpa mengurangi fokusnya. Xandrova berpegangan pada kursi mobil. Ia memejamkan mata seraya merapal doa di dalam hatinya. 'Tuhan, tolong ampuni segala dosaku. Jika di malam Natal ini adalah hari terakhir ku hidup di dunia, maka aku akan menyerahkan takdirku kepadamu.' Xandrova menangis. Lada tahu itu. Wanita tuan tersebut segera mendekati Xandrova sebisa mungkin. "Nona, kemarilah!" Tangan kiri Lada meraih tangan Xandrova. Pelayan setia itu lantas memeluknya. 'Tuhan, tolong jagalah Viktor dan berikan dia kebahagiaan yang abadi.