Anne mencoba mengambil alih situasi. Dia juga mencoba mendekati Xandrova agar istri Viktor tersebut luluh padanya. "Saya tidak bermaksud seperti itu, Nyonya Anne. Namun, saya tidak menyukai sikap anak Anda yang menurut saya keterlaluan." 'Apa? Dia memanggil ku dengan sebutan Nyonya? Rasanya terdengar asing bagiku!' Anne terkejut karena kini Xandrova lebih berani dari sebelumnya. Ya, apakah Xandrova sudah bukan wanita lemah lagi? Namun pada kenyataannya, dia tetap lemah saat berhadapan dengan Maksim. "Zoya, kau memanggilku apa barusan? Nyonya? Itu terdengar sangat aneh. Bukan begitu, Nyonya Galana?" Anne tertawa. Bukan karena wanita itu bahagia, tetapi lebih tepatnya tertawa mengejek. Tepat di belakang Anne, Lada pergi dari sana dengan mengendap-endap. "Oh, maafkan Zoya, Nyonya Anne. Saya jarang bersamanya sehingga dia menjadi pribadi yang kurang sopan dan kurang bisa menghargai." Galana berjalan menuju Xandrova dan mencubit lengannya. "Ayo minta maaf kepada Nyonya Anne dan Maks
Gennadius meraih tangan kiri Xandrova, lalu mengusapnya. "Makanlah, Zoya! Sup Borscht mu hampir dingin." Gennadius tertawa. Dia sangat senang bisa melihat cucunya memarahi orang-orang di sekitarnya. 'Setidaknya, tumbuhlah menjadi seorang wanita tangguh yang berkehendak sesuai hati nuranimu, Zoya!' Gennadius berseru di dalam hati meluapkan kegembiraannya. "Maafkan saya, Nona. Saya tidak ingin melihat Anda dihujat oleh Nyonya Galana juga tamunya." Lada sengaja mengatakannya di depan Gennadius. Dia berharap sang tuan besar bisa menjauhkan Xandrova dari Maksim dan ibu kandungnya sendiri. "Tidak apa-apa, Lada. Seperti yang saya katakan sebelumnya, beritahu saya jika seseorang mengganggu Zoya!" Gennadius berseru sambil menatap Lada. "Kau sudah melakukan hal yang benar, Lada. Jangan khawatirkan Zoya!" Xandrova tidak dapat berkata apapun. Dia juga terus menikmati supnya tanpa bersuara. *** Sepeninggalan Gennadius, Xandrova tidak juga keluar dari ruang tidurnya. Dia bersama Lada dan
Xandrova mengatakan apa yang menjadi bebannya selama ini. Xandrova kembali beruraian air mata. Xandrova tahu bahwa hatinya tidak bisa dipaksakan untuk melupakan sosok Viktor. "Dia adalah pria yang saya cintai pertama kali, selain Kakek." 'Kakek? Yang benar saja! Bukankah cinta pertama bagi seorang gadis adalah Ayahnya?' Fang berusaha mencari jawaban atas perkataan Xandrova. Namun, dia tidak menemukannya. "Kau tidak salah dengar, Fang. Saya memang mengatakannya dengan tulus. Karena sejak kecil, saya hanya dekat dengan Kakek. Dan, Kakek selalu mengajak saya pergi ke kantornya." Lada tersenyum sambil mengangguk ke arah Fang. "Ya, benar. Nona Zoya sedari kecil kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. Itulah sebabnya, Nona lebih akrab dengan Tuan Besar Gennadius." Akhirnya Fang mengerti arti ucapan Xandrova. Dia tersenyum tipis. "Anda tidak perlu khawatir lagi, Nona! Karena Anda tidak akan kesepian. Kami berdua selalu ada untuk Anda." Lada mengangguk setuju. "Benar, N
'Oh, apakah itu mungkin? Bahkan selama ini, David berusaha keras merebut kursi itu dari papa kandungnya sendiri.' "Bagaimana dengan Tuan David dan Nyonya Galana?" "Mereka akan saya singkirkan dengan segera. Pertama-tama, saya akan menyuruh mereka untuk menggantikan kita tinggal di paviliun kecil ini. Kemudian, saya akan membawa kedua orang tua saya tinggal di bangunan mansion utama dengan Zoya." Kedua iris biru Maksim berkaca-kaca membayangkan usahanya berhasil. "Dan, Tuan Besar Gennadius?" Pertanyaan terakhir inilah yang membuat emosi Maksim semakin membara. "Kau bertanya tentang Kakek Gennadius yang sok tahu itu?" Maksim menyeringai sambil menatap Feliks. "Tentu saja saya akan menyiksanya, lalu mengakhiri hidup Beliau." Ada kebencian mendalam yang dirasakan oleh Maksim terhadap tuan besar keluarga Konstantin. Bagaimana tidak? Sejak dahulu, Gennadius merupakan satu-satunya orang yang menentang perjodohan antara Maksim dan Xandrova. Feliks melihat sorot mata mengerikan terpan
Rurik berteriak memperingatkan Fang dan Xandrova. Keduanya segera berlari menuju pintu samping mansion yang terbuka. "Kurang ajar! Kau merusak kesenangan saya." Maksim geram. Dia melayangkan tinju ke arah Rurik. Namun lagi-lagi, sang lawan menghindar. Rurik tersenyum miring saat melihat Maksim kesal. "Saya sarankan Anda untuk mengganti kesenangan Anda, Tuan Maksim! Karena kesenangan Anda hanya akan melukai seseorang saja." Rurik mendorong Maksim hingga pria itu nyaris terjatuh. "Tuan Muda Maksim!" Feliks memanggil nama tuannya sembari berlari. Dia berdiri diantara Maksim dan Rurik. "Hentikan, Tuan Muda! Anda hanya akan memperburuk nama Anda saja!" Feliks mengingatkan sang tuan yang pemarah. "Baguslah Asisten Anda datang. Saya tidak perlu membuang tenaga lagi." Rurik pergi meninggalkan Maksim dan Feliks tanpa melepaskan pandangannya dari Maksim. *** Usai keributan di taman mansion, kini Zoya berada di dapur bersama Fang. Dia sungguh penasaran dengan pria yang sudah menolongn
Xandrova sungguh penasaran. Siapa lawan bicara Davidoff di saluran telepon? Xandrova berusaha mendengarkan dari jarak yang cukup dekat. 'Aku tetap tidak bisa mendengar pembicaraan Papa. Sebenarnya, siapa yang diajak bicara oleh Papa sehingga wajah Beliau terlihat berseri-seri?' Xandrova bertanya-tanya di dalam hati. Fang tidak senang melihatnya. Sang bodyguard berusaha mengajak pergi sang majikan. "Nona, ini bukanlah perbuatan yang terpuji. Mari kembali ke kamar Anda dan beristirahat!" "Tunggu sebentar, Fang!" Xandrova sengaja menghampiri Davidoff yang masih menelepon. Dia berdiri membelakangi Davidoff. "Baiklah. Kau jaga diri baik-baik! Malam nanti saya akan ke sana memberikan hadiah Natal untukmu." Terdengar suara Davidoff yang sangat lembut saat berbicara di saluran telepon. Tentu saja semakin membuat Xandrova mencurigainya. "Pa?" Begitu Davidoff menyudahi teleponnya, Xandrova memanggil sang papa. Davidoff berbalik. Betapa terkejutnya pria itu melihat Xandrova berdiri di ha
Ada rasa was-was yang terdengar dari suara Rurik. Namun, Viktor buru-buru mengalihkan perhatiannya agar tidak mencurigai sang mata-mata. "Terima kasih untuk laporanmu malam ini." Viktor selesai menerima panggilan telepon dari Rurik. Namun, panggilan telepon lainnya sudah menunggu untuk dijawab oleh Viktor. "Siapa lagi yang menghubungiku?" "Ya, Caleb?" Viktor kini bergantian menjawab panggilan telepon dari Caleb, sang mantan pengawalnya ketika berada di mansion keluarga Konstantin, St Petersburg, Rusia. Dia duduk di kursi yang tersedia, telat di depan pintu masuk. "Selamat malam, Tuan Muda. Maaf jika saya menghubungi Anda di waktu yang tidak tepat." Caleb terlihat ragu saat mengawali percakapan dengan tuannya. Viktor mendengar helaan napas Caleb begitu berat. Dia menduga bahwa ada hal yang tidak beres sedang terjadi di sana. "Apakah kau membawa kabar buruk juga seperti Rurik?" "Jadi, apakah Rurik sudah menghubungi Anda?" Caleb terdiam sejenak. Dia menunggu sang tuan menjawab p
"Kau benar-benar pintar merayu. Apakah Istrimu luluh dengan rayuanmu itu, Viktor?" Morzevich menepuk bahu Viktor, lalu menggandeng tangan suaminya. "Ayo, Vlad!" Viktor pun melangkah bersama Vasili mengikuti langkah Vladimir dan Morzevich. Mereka menuju mobil yang sudah siap mengantarkan kembali ke mansion keluarga Romanov. "Vasili, jangan lupa kirimkan hadiah Natal untuk Zoya dan Kakek Gennadius tepat waktu seperti yang telah saya perintahkan!" Mobil mewah milik keluarga Romanov baru saja melewati Kremlin. Viktor duduk di samping sopir yang tidak lain adalah Kendrik. Sedangkan Vladimir dan Morzevich duduk di kursi belakang. Kedua mata Viktor terfokuskan kepada bangunan megah nan cantik. "Kendrik, tempat apa itu?" "Oh, bangunan indah di seberang Kremlin ini adalah penthouse, Tuan Muda." Kendrik melirik bangunan yang ditunjuk oleh Viktor. Kemudian, dia memandangi kaca spion mobil memastikan Vasili mengikutinya dari belakang. "Penthouse?" Viktor tidak menyangka bahwa dirinya ben