"Saya pikir, apa yang dikatakan oleh Tuan Caleb tidak salah. Ada baiknya jika Tuan Viktor mengetahui keadaan mansion keluarga Konstantin yang sedang tidak baik-baik saja." Yeva memilih kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada Gennadius. Dia tidak ingin Gennadius salah paham. Yeva tidak memalingkan wajahnya sedikitpun dari sang tuan besar. "Karena cepat atau lambat, Tuan David akan menguasai seluruh kekayaan keluarga Konstantin dan Tuan Muda Viktor harus tahu akan hal itu." Gennadius terdiam. Dia mengangguk-angguk. "Jika Anda ragu atau keberatan, setidaknya lakukanlah demi Nona Zoya!" Caleb memberanikan diri untuk berbicara terus terang kepada Gennadius. "Karena Nona Zoya sangat mencintai Tuan Viktor, begitu juga sebaliknya. Nona Zoya harus selamat dari perjodohan yang akan dilakukan oleh Tuan David dan Nyonya Galana, terlebih lagi Nona Zoya harus selamat dari genggaman Tuan Maksim." Kedua tangan Gennadius menggenggam erat sprei bermotif pemandangan laut Merah. Wajahnya mera
Yeva sedikit geram dengan Gennadius. "Tolong pikirkan lagi, Tuan Besar! Karena saya sangat yakin Nona Zoya tidak akan pergi tanpa Anda." Yeva membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada Gennadius. "Saya akan tetap di sini setia kepada Anda, tidak peduli apapun yang terjadi nanti." *** Keesokan harinya, Lenin dan Anne sedang berbincang di paviliun yang berada di sebelah kanan bangunan mansion utama. Anne memakai parfum pemberian suaminya. "Lenin, apakah kau akan membiarkan aku tinggal di paviliun kecil ini?" Anne tidak pernah merasa cukup puas dengan apa yang dimilikinya. "Aku juga tidak memiliki perhiasan apapun yang melekat di tubuhku. Aku benar-benar sungguh malu di hadapan Nyonya Galana." 'Astaga! Wanita satu ini tidak pernah puas dengan apa yang telah kuberikan. Apa yang harus kulakukan?' Lenin muak mendengarkan keluhan istrinya setiap hari. Dia menghela napasnya dengan kasar. "Anne, tidak bisakah kau bersabar hingga Maksim menikahi Zoya? Karena dengan begitu, Maksi
Anne mencoba mengambil alih situasi. Dia juga mencoba mendekati Xandrova agar istri Viktor tersebut luluh padanya. "Saya tidak bermaksud seperti itu, Nyonya Anne. Namun, saya tidak menyukai sikap anak Anda yang menurut saya keterlaluan." 'Apa? Dia memanggil ku dengan sebutan Nyonya? Rasanya terdengar asing bagiku!' Anne terkejut karena kini Xandrova lebih berani dari sebelumnya. Ya, apakah Xandrova sudah bukan wanita lemah lagi? Namun pada kenyataannya, dia tetap lemah saat berhadapan dengan Maksim. "Zoya, kau memanggilku apa barusan? Nyonya? Itu terdengar sangat aneh. Bukan begitu, Nyonya Galana?" Anne tertawa. Bukan karena wanita itu bahagia, tetapi lebih tepatnya tertawa mengejek. Tepat di belakang Anne, Lada pergi dari sana dengan mengendap-endap. "Oh, maafkan Zoya, Nyonya Anne. Saya jarang bersamanya sehingga dia menjadi pribadi yang kurang sopan dan kurang bisa menghargai." Galana berjalan menuju Xandrova dan mencubit lengannya. "Ayo minta maaf kepada Nyonya Anne dan Maks
Gennadius meraih tangan kiri Xandrova, lalu mengusapnya. "Makanlah, Zoya! Sup Borscht mu hampir dingin." Gennadius tertawa. Dia sangat senang bisa melihat cucunya memarahi orang-orang di sekitarnya. 'Setidaknya, tumbuhlah menjadi seorang wanita tangguh yang berkehendak sesuai hati nuranimu, Zoya!' Gennadius berseru di dalam hati meluapkan kegembiraannya. "Maafkan saya, Nona. Saya tidak ingin melihat Anda dihujat oleh Nyonya Galana juga tamunya." Lada sengaja mengatakannya di depan Gennadius. Dia berharap sang tuan besar bisa menjauhkan Xandrova dari Maksim dan ibu kandungnya sendiri. "Tidak apa-apa, Lada. Seperti yang saya katakan sebelumnya, beritahu saya jika seseorang mengganggu Zoya!" Gennadius berseru sambil menatap Lada. "Kau sudah melakukan hal yang benar, Lada. Jangan khawatirkan Zoya!" Xandrova tidak dapat berkata apapun. Dia juga terus menikmati supnya tanpa bersuara. *** Sepeninggalan Gennadius, Xandrova tidak juga keluar dari ruang tidurnya. Dia bersama Lada dan
Xandrova mengatakan apa yang menjadi bebannya selama ini. Xandrova kembali beruraian air mata. Xandrova tahu bahwa hatinya tidak bisa dipaksakan untuk melupakan sosok Viktor. "Dia adalah pria yang saya cintai pertama kali, selain Kakek." 'Kakek? Yang benar saja! Bukankah cinta pertama bagi seorang gadis adalah Ayahnya?' Fang berusaha mencari jawaban atas perkataan Xandrova. Namun, dia tidak menemukannya. "Kau tidak salah dengar, Fang. Saya memang mengatakannya dengan tulus. Karena sejak kecil, saya hanya dekat dengan Kakek. Dan, Kakek selalu mengajak saya pergi ke kantornya." Lada tersenyum sambil mengangguk ke arah Fang. "Ya, benar. Nona Zoya sedari kecil kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. Itulah sebabnya, Nona lebih akrab dengan Tuan Besar Gennadius." Akhirnya Fang mengerti arti ucapan Xandrova. Dia tersenyum tipis. "Anda tidak perlu khawatir lagi, Nona! Karena Anda tidak akan kesepian. Kami berdua selalu ada untuk Anda." Lada mengangguk setuju. "Benar, N
'Oh, apakah itu mungkin? Bahkan selama ini, David berusaha keras merebut kursi itu dari papa kandungnya sendiri.' "Bagaimana dengan Tuan David dan Nyonya Galana?" "Mereka akan saya singkirkan dengan segera. Pertama-tama, saya akan menyuruh mereka untuk menggantikan kita tinggal di paviliun kecil ini. Kemudian, saya akan membawa kedua orang tua saya tinggal di bangunan mansion utama dengan Zoya." Kedua iris biru Maksim berkaca-kaca membayangkan usahanya berhasil. "Dan, Tuan Besar Gennadius?" Pertanyaan terakhir inilah yang membuat emosi Maksim semakin membara. "Kau bertanya tentang Kakek Gennadius yang sok tahu itu?" Maksim menyeringai sambil menatap Feliks. "Tentu saja saya akan menyiksanya, lalu mengakhiri hidup Beliau." Ada kebencian mendalam yang dirasakan oleh Maksim terhadap tuan besar keluarga Konstantin. Bagaimana tidak? Sejak dahulu, Gennadius merupakan satu-satunya orang yang menentang perjodohan antara Maksim dan Xandrova. Feliks melihat sorot mata mengerikan terpan
Rurik berteriak memperingatkan Fang dan Xandrova. Keduanya segera berlari menuju pintu samping mansion yang terbuka. "Kurang ajar! Kau merusak kesenangan saya." Maksim geram. Dia melayangkan tinju ke arah Rurik. Namun lagi-lagi, sang lawan menghindar. Rurik tersenyum miring saat melihat Maksim kesal. "Saya sarankan Anda untuk mengganti kesenangan Anda, Tuan Maksim! Karena kesenangan Anda hanya akan melukai seseorang saja." Rurik mendorong Maksim hingga pria itu nyaris terjatuh. "Tuan Muda Maksim!" Feliks memanggil nama tuannya sembari berlari. Dia berdiri diantara Maksim dan Rurik. "Hentikan, Tuan Muda! Anda hanya akan memperburuk nama Anda saja!" Feliks mengingatkan sang tuan yang pemarah. "Baguslah Asisten Anda datang. Saya tidak perlu membuang tenaga lagi." Rurik pergi meninggalkan Maksim dan Feliks tanpa melepaskan pandangannya dari Maksim. *** Usai keributan di taman mansion, kini Zoya berada di dapur bersama Fang. Dia sungguh penasaran dengan pria yang sudah menolongn
Xandrova sungguh penasaran. Siapa lawan bicara Davidoff di saluran telepon? Xandrova berusaha mendengarkan dari jarak yang cukup dekat. 'Aku tetap tidak bisa mendengar pembicaraan Papa. Sebenarnya, siapa yang diajak bicara oleh Papa sehingga wajah Beliau terlihat berseri-seri?' Xandrova bertanya-tanya di dalam hati. Fang tidak senang melihatnya. Sang bodyguard berusaha mengajak pergi sang majikan. "Nona, ini bukanlah perbuatan yang terpuji. Mari kembali ke kamar Anda dan beristirahat!" "Tunggu sebentar, Fang!" Xandrova sengaja menghampiri Davidoff yang masih menelepon. Dia berdiri membelakangi Davidoff. "Baiklah. Kau jaga diri baik-baik! Malam nanti saya akan ke sana memberikan hadiah Natal untukmu." Terdengar suara Davidoff yang sangat lembut saat berbicara di saluran telepon. Tentu saja semakin membuat Xandrova mencurigainya. "Pa?" Begitu Davidoff menyudahi teleponnya, Xandrova memanggil sang papa. Davidoff berbalik. Betapa terkejutnya pria itu melihat Xandrova berdiri di ha