'Apakah udara dingin telah mempengaruhi otak seseorang? Aku pikir, Tuan Maksim tidak akan pernah bisa berbicara seperti ini!' Feliks terkejut atas apa yang didengarnya. Namun, dia yakin bahwa tuannya sudah menjadi pribadi yang lebih baik. "Tuan Maksim, bawalah semua!" Demyan datang bersama seorang pelayan wanita. Mereka tidak datang dengan tangan kosong, melainkan dengan beberapa keranjang makanan dan minuman. "Terimalah, Tuan Maksim!" Maksim melihat keranjang-keranjang yang disodorkan oleh Demyan dan si pelayan wanita. "Tuan Muda, apakah Anda yakin akan mengambilnya?" Lagi, Feliks membuat Maksim semakin ragu akan ketulusan hati Demyan. "Anda tidak perlu ragu, Tuan Muda! Saya melakukan hal ini tulus. Apakah Anda akan membiarkan kedua orang tua Anda mati kedinginan?" Maksim menoleh ke arah mobil yang sudah menunggunya. 'Mengapa Tuan Lenin tidak keluar dari mobil? Apakah dia tidak ingin bertemu denganku?' Demyan bertanya-tanya di dalam hati. Sesekali dia menoleh ke arah mobil.
Kedua mata Anne membulat sempurna ketika mendengar nama wanita cantik yang menjadi penerus satu-satunya keluarga Konstantin. "Ya, Lenin. Apakah kita sudah sampai?" Anne membuka mata dan berusaha mengenali tempat di mana dirinya berada. "Ya, kita sudah sampai di mansion keluarga Konstantin, Ann. Ayo keluar!" Tepat di bangunan mansion utama, Davidoff dan Galana sudah berdiri menunggu pasangan Lenin dan Anne keluar dari mobil. Mereka berdua terlihat antusias menyambut tamu. "Selamat datang, Tuan Lenin dan Nyonya Anne." Davidoff tersenyum ketika melihat Lenin dan Anne berjalan menghampiri dirinya dan sang istri. "Di luar sangat dingin. Mari masuk, Nyonya Anne!" Galana menyambut dengan hangat. Mereka semua masuk dengan saling melemparkan senyum. 'Mansion yang indah. Tidak kalah indah dengan Mansion keluarga Romanov.' Anne berpikir sambil sesekali mencuri pandang ke sekelilingnya. "Perjalanan jauh pastinya sangat melelahkan, bukan?" Galana mengawali percakapan dengan Anne. Mereka
Semua orang terdiam. Namun, sebuah suara yang terdengar tiba-tiba berhasil menyingkirkan keraguan di hati semua orang yang berada di dalam ruang tidur Gennadius. "Anda tenang saja, Nona Zoya! Saya sudah menyiapkan segalanya untuk anda dan Tuan Besar Gennadius." Caleb datang dari jendela yang terbuka. Dia berjalan mendekati ranjang. Xandrova pun lantas berdiri. "Silakan ambil bagian kalian!" Caleb memberikan satu lembar obat pengencer darah untuk Gennadius kepada Xandrova, Yeva dan Fang. Ketiganya segera meraih obat tersebut dari tangan Caleb. "Apakah Anda yakin bahwa ini adalah obat-obatan Kakek?" Xandrova bertanya untuk meyakinkan diri sendiri. "Anda tidak salah beli, 'kan?" Usai puas memeriksa obat yang berada di tangannya, Xandrova akhirnya menatap Caleb. "Anda tidak perlu khawatir, Nona! Saya sudah memeriksa dengan teliti obat Tuan Besar." Xandrova akhirnya mengangguk. Kemudian, memasukkan obat tersebut ke dalam saku mantel. "Apakah Anda ingin kembali ke kamar sekarang,
"Saya pikir, apa yang dikatakan oleh Tuan Caleb tidak salah. Ada baiknya jika Tuan Viktor mengetahui keadaan mansion keluarga Konstantin yang sedang tidak baik-baik saja." Yeva memilih kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada Gennadius. Dia tidak ingin Gennadius salah paham. Yeva tidak memalingkan wajahnya sedikitpun dari sang tuan besar. "Karena cepat atau lambat, Tuan David akan menguasai seluruh kekayaan keluarga Konstantin dan Tuan Muda Viktor harus tahu akan hal itu." Gennadius terdiam. Dia mengangguk-angguk. "Jika Anda ragu atau keberatan, setidaknya lakukanlah demi Nona Zoya!" Caleb memberanikan diri untuk berbicara terus terang kepada Gennadius. "Karena Nona Zoya sangat mencintai Tuan Viktor, begitu juga sebaliknya. Nona Zoya harus selamat dari perjodohan yang akan dilakukan oleh Tuan David dan Nyonya Galana, terlebih lagi Nona Zoya harus selamat dari genggaman Tuan Maksim." Kedua tangan Gennadius menggenggam erat sprei bermotif pemandangan laut Merah. Wajahnya mera
Yeva sedikit geram dengan Gennadius. "Tolong pikirkan lagi, Tuan Besar! Karena saya sangat yakin Nona Zoya tidak akan pergi tanpa Anda." Yeva membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada Gennadius. "Saya akan tetap di sini setia kepada Anda, tidak peduli apapun yang terjadi nanti." *** Keesokan harinya, Lenin dan Anne sedang berbincang di paviliun yang berada di sebelah kanan bangunan mansion utama. Anne memakai parfum pemberian suaminya. "Lenin, apakah kau akan membiarkan aku tinggal di paviliun kecil ini?" Anne tidak pernah merasa cukup puas dengan apa yang dimilikinya. "Aku juga tidak memiliki perhiasan apapun yang melekat di tubuhku. Aku benar-benar sungguh malu di hadapan Nyonya Galana." 'Astaga! Wanita satu ini tidak pernah puas dengan apa yang telah kuberikan. Apa yang harus kulakukan?' Lenin muak mendengarkan keluhan istrinya setiap hari. Dia menghela napasnya dengan kasar. "Anne, tidak bisakah kau bersabar hingga Maksim menikahi Zoya? Karena dengan begitu, Maksi
Anne mencoba mengambil alih situasi. Dia juga mencoba mendekati Xandrova agar istri Viktor tersebut luluh padanya. "Saya tidak bermaksud seperti itu, Nyonya Anne. Namun, saya tidak menyukai sikap anak Anda yang menurut saya keterlaluan." 'Apa? Dia memanggil ku dengan sebutan Nyonya? Rasanya terdengar asing bagiku!' Anne terkejut karena kini Xandrova lebih berani dari sebelumnya. Ya, apakah Xandrova sudah bukan wanita lemah lagi? Namun pada kenyataannya, dia tetap lemah saat berhadapan dengan Maksim. "Zoya, kau memanggilku apa barusan? Nyonya? Itu terdengar sangat aneh. Bukan begitu, Nyonya Galana?" Anne tertawa. Bukan karena wanita itu bahagia, tetapi lebih tepatnya tertawa mengejek. Tepat di belakang Anne, Lada pergi dari sana dengan mengendap-endap. "Oh, maafkan Zoya, Nyonya Anne. Saya jarang bersamanya sehingga dia menjadi pribadi yang kurang sopan dan kurang bisa menghargai." Galana berjalan menuju Xandrova dan mencubit lengannya. "Ayo minta maaf kepada Nyonya Anne dan Maks
Gennadius meraih tangan kiri Xandrova, lalu mengusapnya. "Makanlah, Zoya! Sup Borscht mu hampir dingin." Gennadius tertawa. Dia sangat senang bisa melihat cucunya memarahi orang-orang di sekitarnya. 'Setidaknya, tumbuhlah menjadi seorang wanita tangguh yang berkehendak sesuai hati nuranimu, Zoya!' Gennadius berseru di dalam hati meluapkan kegembiraannya. "Maafkan saya, Nona. Saya tidak ingin melihat Anda dihujat oleh Nyonya Galana juga tamunya." Lada sengaja mengatakannya di depan Gennadius. Dia berharap sang tuan besar bisa menjauhkan Xandrova dari Maksim dan ibu kandungnya sendiri. "Tidak apa-apa, Lada. Seperti yang saya katakan sebelumnya, beritahu saya jika seseorang mengganggu Zoya!" Gennadius berseru sambil menatap Lada. "Kau sudah melakukan hal yang benar, Lada. Jangan khawatirkan Zoya!" Xandrova tidak dapat berkata apapun. Dia juga terus menikmati supnya tanpa bersuara. *** Sepeninggalan Gennadius, Xandrova tidak juga keluar dari ruang tidurnya. Dia bersama Lada dan
Xandrova mengatakan apa yang menjadi bebannya selama ini. Xandrova kembali beruraian air mata. Xandrova tahu bahwa hatinya tidak bisa dipaksakan untuk melupakan sosok Viktor. "Dia adalah pria yang saya cintai pertama kali, selain Kakek." 'Kakek? Yang benar saja! Bukankah cinta pertama bagi seorang gadis adalah Ayahnya?' Fang berusaha mencari jawaban atas perkataan Xandrova. Namun, dia tidak menemukannya. "Kau tidak salah dengar, Fang. Saya memang mengatakannya dengan tulus. Karena sejak kecil, saya hanya dekat dengan Kakek. Dan, Kakek selalu mengajak saya pergi ke kantornya." Lada tersenyum sambil mengangguk ke arah Fang. "Ya, benar. Nona Zoya sedari kecil kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. Itulah sebabnya, Nona lebih akrab dengan Tuan Besar Gennadius." Akhirnya Fang mengerti arti ucapan Xandrova. Dia tersenyum tipis. "Anda tidak perlu khawatir lagi, Nona! Karena Anda tidak akan kesepian. Kami berdua selalu ada untuk Anda." Lada mengangguk setuju. "Benar, N