Hal ini adalah kali ke-3 Lenin dan keluarga tiba di mansion keluarga Romanov setelah dua sebelumnya kedatangan mereka ditolak mentah-mentah atas perintah Viktor. Feliks sangat enggan turun dari mobil. Namun melihat kegigihan Maksim, akhirnya dia pun turun. "Ayo, Feliks!" Maksim menutup pintu mobil, lalu berjalan menuju gerbang besar dan berharap akan terbuka. "Tuan Muda, cuaca semakin dingin, bagaimana jika Anda tunggu saya di dalam mobil saja?" Feliks memberikan saran. Namun, Maksim tidak mendengarkannya. Dia terus berjalan hingga mencapai gerbang. "Mereka pasti melihat kita dari kamera CCTV yang terpasang, Feliks." 'Astaga! Tuan Muda tidak mendengarkan perkataanku dan dia masih berharap keluarga Romanov menerima kedatangannya.' Feliks menarik napas dalam-dalam. Dia tidak ingin mematahkan semangat dan harapan sang tuan walaupun mustahil. Maksim menekan bel berulang kali sambil berharap gerbang terbuka dan dia dapat membawa kedua orang tuanya masuk dan menghangatkan tubuh mereka
'Apakah udara dingin telah mempengaruhi otak seseorang? Aku pikir, Tuan Maksim tidak akan pernah bisa berbicara seperti ini!' Feliks terkejut atas apa yang didengarnya. Namun, dia yakin bahwa tuannya sudah menjadi pribadi yang lebih baik. "Tuan Maksim, bawalah semua!" Demyan datang bersama seorang pelayan wanita. Mereka tidak datang dengan tangan kosong, melainkan dengan beberapa keranjang makanan dan minuman. "Terimalah, Tuan Maksim!" Maksim melihat keranjang-keranjang yang disodorkan oleh Demyan dan si pelayan wanita. "Tuan Muda, apakah Anda yakin akan mengambilnya?" Lagi, Feliks membuat Maksim semakin ragu akan ketulusan hati Demyan. "Anda tidak perlu ragu, Tuan Muda! Saya melakukan hal ini tulus. Apakah Anda akan membiarkan kedua orang tua Anda mati kedinginan?" Maksim menoleh ke arah mobil yang sudah menunggunya. 'Mengapa Tuan Lenin tidak keluar dari mobil? Apakah dia tidak ingin bertemu denganku?' Demyan bertanya-tanya di dalam hati. Sesekali dia menoleh ke arah mobil.
Kedua mata Anne membulat sempurna ketika mendengar nama wanita cantik yang menjadi penerus satu-satunya keluarga Konstantin. "Ya, Lenin. Apakah kita sudah sampai?" Anne membuka mata dan berusaha mengenali tempat di mana dirinya berada. "Ya, kita sudah sampai di mansion keluarga Konstantin, Ann. Ayo keluar!" Tepat di bangunan mansion utama, Davidoff dan Galana sudah berdiri menunggu pasangan Lenin dan Anne keluar dari mobil. Mereka berdua terlihat antusias menyambut tamu. "Selamat datang, Tuan Lenin dan Nyonya Anne." Davidoff tersenyum ketika melihat Lenin dan Anne berjalan menghampiri dirinya dan sang istri. "Di luar sangat dingin. Mari masuk, Nyonya Anne!" Galana menyambut dengan hangat. Mereka semua masuk dengan saling melemparkan senyum. 'Mansion yang indah. Tidak kalah indah dengan Mansion keluarga Romanov.' Anne berpikir sambil sesekali mencuri pandang ke sekelilingnya. "Perjalanan jauh pastinya sangat melelahkan, bukan?" Galana mengawali percakapan dengan Anne. Mereka
Semua orang terdiam. Namun, sebuah suara yang terdengar tiba-tiba berhasil menyingkirkan keraguan di hati semua orang yang berada di dalam ruang tidur Gennadius. "Anda tenang saja, Nona Zoya! Saya sudah menyiapkan segalanya untuk anda dan Tuan Besar Gennadius." Caleb datang dari jendela yang terbuka. Dia berjalan mendekati ranjang. Xandrova pun lantas berdiri. "Silakan ambil bagian kalian!" Caleb memberikan satu lembar obat pengencer darah untuk Gennadius kepada Xandrova, Yeva dan Fang. Ketiganya segera meraih obat tersebut dari tangan Caleb. "Apakah Anda yakin bahwa ini adalah obat-obatan Kakek?" Xandrova bertanya untuk meyakinkan diri sendiri. "Anda tidak salah beli, 'kan?" Usai puas memeriksa obat yang berada di tangannya, Xandrova akhirnya menatap Caleb. "Anda tidak perlu khawatir, Nona! Saya sudah memeriksa dengan teliti obat Tuan Besar." Xandrova akhirnya mengangguk. Kemudian, memasukkan obat tersebut ke dalam saku mantel. "Apakah Anda ingin kembali ke kamar sekarang,
"Saya pikir, apa yang dikatakan oleh Tuan Caleb tidak salah. Ada baiknya jika Tuan Viktor mengetahui keadaan mansion keluarga Konstantin yang sedang tidak baik-baik saja." Yeva memilih kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada Gennadius. Dia tidak ingin Gennadius salah paham. Yeva tidak memalingkan wajahnya sedikitpun dari sang tuan besar. "Karena cepat atau lambat, Tuan David akan menguasai seluruh kekayaan keluarga Konstantin dan Tuan Muda Viktor harus tahu akan hal itu." Gennadius terdiam. Dia mengangguk-angguk. "Jika Anda ragu atau keberatan, setidaknya lakukanlah demi Nona Zoya!" Caleb memberanikan diri untuk berbicara terus terang kepada Gennadius. "Karena Nona Zoya sangat mencintai Tuan Viktor, begitu juga sebaliknya. Nona Zoya harus selamat dari perjodohan yang akan dilakukan oleh Tuan David dan Nyonya Galana, terlebih lagi Nona Zoya harus selamat dari genggaman Tuan Maksim." Kedua tangan Gennadius menggenggam erat sprei bermotif pemandangan laut Merah. Wajahnya mera
Yeva sedikit geram dengan Gennadius. "Tolong pikirkan lagi, Tuan Besar! Karena saya sangat yakin Nona Zoya tidak akan pergi tanpa Anda." Yeva membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada Gennadius. "Saya akan tetap di sini setia kepada Anda, tidak peduli apapun yang terjadi nanti." *** Keesokan harinya, Lenin dan Anne sedang berbincang di paviliun yang berada di sebelah kanan bangunan mansion utama. Anne memakai parfum pemberian suaminya. "Lenin, apakah kau akan membiarkan aku tinggal di paviliun kecil ini?" Anne tidak pernah merasa cukup puas dengan apa yang dimilikinya. "Aku juga tidak memiliki perhiasan apapun yang melekat di tubuhku. Aku benar-benar sungguh malu di hadapan Nyonya Galana." 'Astaga! Wanita satu ini tidak pernah puas dengan apa yang telah kuberikan. Apa yang harus kulakukan?' Lenin muak mendengarkan keluhan istrinya setiap hari. Dia menghela napasnya dengan kasar. "Anne, tidak bisakah kau bersabar hingga Maksim menikahi Zoya? Karena dengan begitu, Maksi
Anne mencoba mengambil alih situasi. Dia juga mencoba mendekati Xandrova agar istri Viktor tersebut luluh padanya. "Saya tidak bermaksud seperti itu, Nyonya Anne. Namun, saya tidak menyukai sikap anak Anda yang menurut saya keterlaluan." 'Apa? Dia memanggil ku dengan sebutan Nyonya? Rasanya terdengar asing bagiku!' Anne terkejut karena kini Xandrova lebih berani dari sebelumnya. Ya, apakah Xandrova sudah bukan wanita lemah lagi? Namun pada kenyataannya, dia tetap lemah saat berhadapan dengan Maksim. "Zoya, kau memanggilku apa barusan? Nyonya? Itu terdengar sangat aneh. Bukan begitu, Nyonya Galana?" Anne tertawa. Bukan karena wanita itu bahagia, tetapi lebih tepatnya tertawa mengejek. Tepat di belakang Anne, Lada pergi dari sana dengan mengendap-endap. "Oh, maafkan Zoya, Nyonya Anne. Saya jarang bersamanya sehingga dia menjadi pribadi yang kurang sopan dan kurang bisa menghargai." Galana berjalan menuju Xandrova dan mencubit lengannya. "Ayo minta maaf kepada Nyonya Anne dan Maks
Gennadius meraih tangan kiri Xandrova, lalu mengusapnya. "Makanlah, Zoya! Sup Borscht mu hampir dingin." Gennadius tertawa. Dia sangat senang bisa melihat cucunya memarahi orang-orang di sekitarnya. 'Setidaknya, tumbuhlah menjadi seorang wanita tangguh yang berkehendak sesuai hati nuranimu, Zoya!' Gennadius berseru di dalam hati meluapkan kegembiraannya. "Maafkan saya, Nona. Saya tidak ingin melihat Anda dihujat oleh Nyonya Galana juga tamunya." Lada sengaja mengatakannya di depan Gennadius. Dia berharap sang tuan besar bisa menjauhkan Xandrova dari Maksim dan ibu kandungnya sendiri. "Tidak apa-apa, Lada. Seperti yang saya katakan sebelumnya, beritahu saya jika seseorang mengganggu Zoya!" Gennadius berseru sambil menatap Lada. "Kau sudah melakukan hal yang benar, Lada. Jangan khawatirkan Zoya!" Xandrova tidak dapat berkata apapun. Dia juga terus menikmati supnya tanpa bersuara. *** Sepeninggalan Gennadius, Xandrova tidak juga keluar dari ruang tidurnya. Dia bersama Lada dan
Beberapa bulan telah berlalu sejak kematian Viktor, tetapi suasana di pagi hari mansion keluarga Romanov tetap sama. Xandrova selalu berteriak di pagi buta saat membuka kedua matanya. "Aaarrgghh!" Fang beranjak dari sofa. Dia selalu setia di sisi majikannya meskipun kini Xandrova dan Galana tinggal di mansion keluarga Romanov yang berada di distrik Dmitrovka, Moskow. "Nona, bangunlah!" seru Fang membangunkan Xandrova. "Aaaarrgghhh!" Xandrova kembali berteriak. Fang mengusap lembut punggung tangan Xandrova berharap dia akan terbangun. Brak! Pintu ruang tidur Xandrova terbuka. Galana masuk dengan wajah cemas dan tegang. Di belakangnya, Morzevich dan Vladimir berjalan dengan langkah panjang. Keduanya sama cemasnya seperti Galana. "Fang, sepertinya Nona bermimpi buruk lagi sehingga berteriak seperti ini." Vasili mendekati Fang. Setelah mendapatkan maaf, dia kembali dipercaya oleh Vladimir dan Morzevich untuk menjaga Xandrova juga cicit keluarga Romanov. "Benar, Tuan Vasili.
Morzevich mengingat janji yang telah diucapkan di depan pusara Viktor. Morzevich menghela napas panjang. Kedua matanya kmebali menatap Vasili. Dia berkata, "Pergi dari hadapan saya sekarang!"Vasili menengadahkan wajahnya yang lebam. Dia menatap Morzevich yang begitu disayanginya sejak kecil. Dia terlihat sedang menahan air mata yang mungkin saja sebentar lagi akan terjatuh. 'Ternyata Nyonya Mozza benar-benar membenciku!' Batin Vasili menjerit. Namun, dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia akhirnya berdiri."Saya permisi, Tuan dan Nyonya Besar," ucapnya sambil membungkukkan badan. Semua orang menatap kepergian Vasili. Pria itu berjalan dengan kaki yang terluka. Ya, Vladimir dan Leonid menendangnya berulang kali. Apakah seorang pengawal pribadi yang gagal menjaga tuannya pantas diperlakukan seperti itu?"Shura, apakah kau sudah membuang semua karangan bunga?!"Morzevich bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak bisa mengontrol emosinya sebagaimana Vladimir. "Tentu saja, Nyonya. Saya
Waktu terus berjalan. Beberapa hari setelah kematian Viktor, suasana duka masih sangat terasa di mansion keluarga Romanov. Mansion mewah keluarga Romanov yang biasanya hangat, kini kelam. Semua pelayan masih memakai pakaian serba hitam, begitu juga dengan keluarga inti. Vladimir tak henti-hentinya menyalahkan semua orang yang berada di ruang kerjanya. "Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Rusia, saya akan menemukan dalang di balik kematian Viktor!" Vladimir berteriak. Pria tua itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas insiden kematian sang cucu. Dia dan istrinya belum bisa berdamai dengan kejadian tersebut. "Saya pun bersumpah akan menebus kesalahan saya dengan mempertaruhkan nyawa saya sendiri, Tuan Besar! Mohon ampuni pengawal tidak berguna ini!" Vasili bersimpuh di hadapan Vladmir. Rasa penyesalan tak kunjung pergi darinya. "Vasili Rodamir! Bagaimana bisa kau membiarkan sniper berkeliaran di sekitar Viktor?! Hah?!" Buk! Buk! Buk! Entah sudah berapa kali Vasili mendapatka
Geram. Viktor geram bukan main. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomor Leonid berharap sang sahabat akan menjawab panggilannya. "Halo, Viktor! Apakah kau akhirnya akan memberikanku ucapan selamat menikah?" Nada bicara Leonid di saluran telepon terdengar sangat bahagia. Viktor menyeringai tanpa diketahui oleh Leonid. "Jangan bergurau, Leon! Kau tidak benar-benar menikah tanpa memberitahu kami, kan?" Masih dengan sikap tidak percaya, Viktor mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini tidak nyata. "Apakah kau tidak rela jika sahabat mu ini menikah dan memiliki dunianya sendiri, Viktor? Ha! Ha! Ha!" "Leon, jangan bergurau! Sudah saya katakan untuk tidak bergurau." Viktor teringat wajah Vladimir dan Morzevich yang sedang tersenyum ke arahnya. "Leon, bagaimana dengan Kakek dan Nenek? Apakah kau tidak menganggap mereka ada? Apakah kau tidak menghormati mereka?" "Viktor, Apakah kau lupa jika aku telah memberitahumu satu minggu yang lalu? Aku tahu dan aku pun mengerti bahwa ke
Viktor melihat Galana dan Xandrova terdiam. Tidak satu pun dari mereka menjawab pertanyaannya. "Tuhan mengajarkan untuk memberikan maaf kepada seseorang yang telah mengakui juga meminta maaf kepada kita. Ampunilah Papa David sebagaimana Tuhan akan mengampuninya! Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua!" Xandrova memeluk Viktor dengan erat sambil menangis sejadi-jadinya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi terhalang dengan isak tangisnya. Viktor mengambil tindakan. Dia meraih wajah istrinya dengan kedua tangan. "It's fine, Zoya. Everything has changed. Blood, tears and death to become one in our heart. Let's move on and give your best for the future!" Xandrova mengangguk berulang kali sambil berusaha melepaskan amarahnya kepada sang papa. Dia harus bangkitーsetidaknya demi sang buah hati yang mendiami rahimnya. "Aーaku telah memaafkan Papa, Viktor." "Mama juga memaafkannya. Dia adalah seorang Suami dan Papa yang terbaik di dunia ini." Baik Xandrova maupun Galana telah berkata
"Korban masih hidup! Korban masih hidup!" Salah seorang pria berteriak memecahkan ketegangan. "Sepertinya dia mengalami pendarahan hebat," sambung pria tadi saat melihat cairan merah segar tidak berhenti mengalir di bagian kepala Davidoff. Davidoff mencoba bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuhnya. Davidoff teringat Galana yang menunggu di rumah juga Xandrova anak semata wayang yang kini tinggal di kota Moskow. Kesadaran Davidoff mulai menurun. Dia membuka dan menutup kedua matanya dengan kepayahan. "Toーtolong ...." Untuk berbicara saja sepertinya sangat sulit. Dia membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Davidoff merasa tangannya sulit digerakkan. Namun meskipun begitu, dia tetap berusaha melambaikan tangan kepada siapa saja yang mungkin melihatnya. "Aーapakah aku akan mati?" Davidoff mulai kehilangan kesadaran. Dengan kepala bersandar di kemudi mobil, Davidoff pun mengembuskan napas terakhir membawa penyesalan bersamanya. *** Viktor membawa Xandrova yang sedang hamil muda
Viktor mengangguk, lalu menatap Vasili. "Biarkan aku saja yang mengambilnya." Leonid menawarkan diri. Dia langsung pergi memanggil pelayan untuk membawakan air sesuai dengan permintaan Morzevich. "Oh, ya ampun! Viktor, aku ingin minum." Xandrova berkata dengan lembut. "Aku akan menuangkan air mineral untukmu, Zoya." Xandrova menggeleng. "Tidak. Aku ingin jus kiwi dicampur dengan stroberi, Viktor." Viktor terbelalak mendengar keinginan sang istri. "Sepagi ini?! Tidak!" Viktor menolak mentah-mentah permintaan Xandrova dengan sedikit berteriak. Dia tidak bisa memenuhi permintaan Xandrova untuk kali ini. "Viktor, turuti saja apa yang minta Istrimu." Morzevich angkat bicara. Dia duduk tepat di samping Xandrova. "Apa yang dikatakan Mozza benar. Ikuti kemauan Zoya!" Vladimir duduk di sudut ruangan sambil berbicara. "Tidak sepagi ini, Kek." Viktor bersikeras menolak. Dia melihat Xandrova menangis di pelukan Morzevich. "Nek, ini air hangatnya." Morzevich segera mengompres dahi
Xandrova duduk di pangkuan Viktor. Dia juga melingkarkan kedua tangan di leher sang suami."Tidak ada apa-apa, Zoya. Aku akan pergi ke ruang tengah terlebih dahulu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai bersama Vasili. Kau beristirahatlah, Zoya!"Xandrova mengerti. Dia segera berdiri dan mengangguk."Ya, Viktor. Nek, saya akan ke kamar sekarang."Selepas kepergian Xandrova, sang nyonya Besar keluarga Romanov pun menatap cucunya."Viktor, ada apa? Jangan katakan bahwa kau baik-baik saja! Saya tahu raut wajahmu itu sedang menyimpan sesuatu.""Ini bukan hal besar, Nek. Saya akan menyelesaikannya."Viktor bangkit, lalu menatap Vasili."Ayo, Vasili!""Saya permisi, Nyonya."Morzevich pun membiarkan Viktor pergi bersama Vasili menuju ruang tengah."Vasili, sambungkan saya ke Papa David melalui panggilan video sekarang!"Viktor berdiri di jendela menatap pemandangan di luar hotel tempatnya menginap."Ya, Tuan Muda."Viktor menunggu Vasili sambil membakar cerutu. Tidak lama k
Usai mengambil beberapa potret keluarga Romanov, kini Viktor menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuk dirinya dan Xandrova."Tuan Viktor, bagaimana perasaan Anda juga Nona Zoya berada di sini, di Berlin Fashion Show?""Nyonya Morzevich, apakah Anda akan menetap di Berlin?"Morzevich tersenyum ke arah kerumunan wartawan. Dia terlihat sangat menikmati situasi ini."Berlin adalah salah satu kota yang indah di dunia. Saya dan Vladimir memiliki rencana untuk berkeliling dunia menghabiskan masa tua kami bersama. Dan Berlin merupakan salah satu kota yang masuk ke list kami. Tentu saja, saya berdiri di sini untuk memenuhi undangan langsung dari panitia penyelenggara."Gestur tubuh Morzevich meyakinkan Xandrova untuk mempelajari public speaking agar dirinya tidak demam panggung seperti sekarang ini. Xandrova menghela napas panjang.'Nenek benar-benar hebat! Beliau tidak mengalami demam panggung seperti aku. Bagaimana pun juga, aku adalah Istri sah Viktor dan aku tidak ingin membuatn