Viona berkata dengan sangat sopan. Dia juga tersenyum ketika melihat Anne menatap ke segala arah berusaha mengenali di mana dirinya berada saat ini. "Lenin, bukankah ini sebuah penthouse?" Anne bertanya kepada sang suami. Sebagai salah seorang member sosialita, Anne tentu saja tahu tempat tinggal mewah di ibukota Rusia ini. "Benar sekali, Nyonya Anne. Di sinilah Tuan Davidoff tinggal jika sedang berada di Moskow, Rusia." Viona membenarkan dugaan Anne sembari tersenyum. Lenin tampak malu karena tidak pernah mengajak istrinya pergi ke tempat-tempat mewah seperti ini. "Apakah Mama pernah datang ke tempat seperti ini?" Maksim membukakan pintu untuk Anne. Sang mama pun tersenyum. "Tentu saja. Nenek mengajak Mama ke sini ketika menghadiri perkumpulan para Istri dari keluarga konglomerat Rusia, Maksim." Penthouse yang terletak di seberang Kremlin ini memang memiliki harga yang sangat mahal karena lokasinya yang strategis. "Letak penthouse ini berada di gedung yang sama dengan Four Se
Sementara itu, di kediaman keluarga Romanov makan malam berjalan dengan sangat tenang. Tidak ada lagi perselisihan di antara sesama anggota keluarga. Morzevich pun dapat tertawa lepas dan terlihat bahagia. Namun, siapa yang tahu akan hati kecilnya? "Saya sudah selesai makan. Terima kasih untuk makan malamnya." Viktor berkata dengan sopan. Dia menatap Leonid yang masih sibuk mengunyah hidangan penutup. "Kau makan banyak sekali, Leon. Sudah berapa lama kau tidak makan?" Viktor terheran-heran melihat Leonid yang tampak rakus. "Aku tidak pernah makan setenang ini selama tinggal di sini bertahun-tahun. Kau tahu? Tuan Lenin dan Istrinya selalu membuat selera makan ku hilang." Viktor penasaran, mengapa Leonid hanya menyebutkan 2 nama saja. "Lalu, ke mana Maksim? Apakah dia jarang sekali makan bersama di sini?" "Ya. Tuan Muda Maksim jarang berada di mansion jika tidak dipanggil pulang." Viktor mengerti ke mana arah pembicaraan Leonid. "Viktor, besok Kakek tidak ke kantor. Kau pergi s
Viktor dan Vasili menunggu Leonid menjawab semua pertanyaan. Sedangkan Leonid tetap tenang seolah hanyalah hal biasa. "Begini, Viktor." Leonid duduk di samping Viktor dengan jarak yang sangat dekat. "Perhatikan jarak mu, Leonid!" Leonid terbengong-bengong mendengar kalimat peringatan dari Viktor. Dia menggelengkan kepala. "Ya, aku tahu." Leonid dengan enggan menggeser posisi duduknya. "Tuan Lenin memberikan 1% saham Romanov Holding Company kepada Nona Viona." "Berapa harga saham pada saat itu, Leon? Dan apakah maksudmu, mereka bermain api di belakang pasangan masing-masing?" Dengan sorot mata menyala, Viktor bertanya-tanya mengenai ucapan Leonid. Dia benar-benar terkejut dan tidak habis pikir perihal wanita bernama Viona tersebut. "Take it easy, Viktor!" Leonid tertawa, lalu merendahkan nada bicaranya. Leonid yang sudah lebih tahu sejak dulu perihal gerak-gerik Lenin dan Viona sudah tidak terkejut lagi. "Kira-kira seperti itu. Padahal Tuan Lenin tahu bahwa Nona Viona adalah
Lenin menempelkan bibirnya ke dahi Anne, lalu bergegas pergi. "Oh, iya, Ann. Jangan pakai parfum itu lagi! Jika kau tidak memiliki parfum, sepulang kantor nanti aku akan membelikannya untukmu." Lenin menutup pintu ruang tidurnya tanpa menunggu Anne merespon perkataannya. Lenin berjalan menuju ruang tidur Maksim. Dia berhenti tepat di depan pintu, lalu mengetuknya. "Ya, Pa?" Maksim terkejut mendapatkan Lenin sudah rapi berpakaian. Dia teringat kejadian malam tadi di ruang tidur Viona. "Kau membaca pesan Papa malam tadi, 'kan?" Maksim tersenyum lebar. "Tentu saja. Itulah mengapa, saya sudah rapi sejak 15 menit yang lalu." Maksim menjawab dengan santai. Diamenutup pintu kamarnya. "Kalau begitu, mari sarapan dan pergi ke kantor! Ambil semua dokumen berharga yang bisa dibawa!" Lenin dan Maksim berjalan ke ruang makan. Viona sudah duduk di sana ditemani oleh pelayannya. "Di mana Nyonya Anne?" Viona tidak melihat sosok Anne datang bersama Lenin dan Maksim. "Di di kamar. Bagaiman
Leonid kembali berbisik di telinga Viktor. Namun, Viktor hanya tersenyum tipis. "Bukankah seperti itu, Tuan Muda Viktor Czar Romanov?" Maksim kembali membuka mulutnya. Dia tersenyum sarkas dan mengarahkannya kepada Viktor. 'Karena kemunculanmu, keluargaku terancam dan kini kami telah diusir dari rumah. Kini, aku akan menghancurkan reputasimu, Viktor.' Maksim berkata dengan sangat puas di dalam hati. Dia melihat beberapa orang sedang merekam kejadian tak terduga pagi ini. "Tuan Lenin dan Tuan Maksim, sebaiknya Anda berdua pergi saja dari sini! Lagipula, kehadiran Anda telah ditolak di perusahaan ini." Viona mencoba mengajak Lenin dan Maksim pergi, tetapi keduanya menolak dengan serempak. "Tidak." "Tidak." Vione geram. Dia menggertakkan giginya sambil mengarahkan kedua matanya kepada Lenin dan Maksim bergantian. "Kalau begitu, jangan buat masalah di sini!" "Kau sebaiknya diam saja, Nona! Karena ini adakah masalah keluarga Romanov." Viktor berdecih saat mendengar Maksim menyeb
Viona memberikan kunci mobil yang baru saja dia merogoh dari dalam tas tangan kepada Maksim. "Saya tidak akan lama." Viona berjalan menuju pintu masuk. Setelah melewati para penjaga di depan pintu masuk, Viona melangkah dengan penuh percaya diri seolah tak terjadi apapun. *** Viktor sibuk dengan pekerjaannya. Dia membagikan tugas kepada Veronika dan Leonid. "Veronika, kau harus tetap berada di sini sepanjang hari! Saya tidak ingin menerima tamu siapapun khusus untuk hari ini. Apakah kau paham?" Masih dengan perasaan yang sama saat Viktor bertemu dengan Veronika pertama kali. Sang tuan muda tetap tidak bisa menghilangkan kejengkelan di dalam hatinya akibat perbuatan sang nenek. "Ya, Tuan Muda." Veronika mengangguk, lalu menatap Viktor datar. "Dan, kau Leonid!" Kini, sepasang iris biru Viktor mengarah kepada Leonid. "Ajak beberapa anak buahmu untuk memeriksa ruang kerja Maksim! Ambil semua dokumen yang ada di sana dan salin semua data di komputernya! Kau paham?" Leonid pun me
"Nona, ayo pergi dari sini! Jangan sampai saya melakukan hal kasar terhadap Anda!" Viona menatap Viktor lekat-lekat. "Tuan Viktor, Anda tidak bisa mengusir saya seperti ini!" "Oh, mengapa tidak?!" Viktor menatap Viona dan Vasili bergantian. Tiba-tiba saja, terlintas ide di kepalanya. "Kalian bertiga, keluarlah dulu!" Viktor meminta ketiga pria lainnya untuk keluar dari ruang kerja Lenin. 'Apa yang ingin dilakukan oleh Tuan Muda?' Vasili mulai memikirkan tuannya. "Saya akan menawarkan kerjasama dengan Anda, Viona. Jika Anda bersedia, maka saya tidak akan mengatakan apapun perihal kejadian kali ini. Bagaimana?" Viktor tersenyum miring ketika Viona menatapnya. "Kerjasama? Kerjasama apa? Katakan saja, Tuan Muda! Saya akan bersedia apapun itu asalkan Anda menutup masalah ini di hadapan Tuan Vladimir." Viona mengerutkan dahinya ketika berbicara disertai dengan tatapan memohon. "Jadilah mata-mata untuk saya!" 'Astaga! Apakah Tuan Muda serius akan menjadikan aku sebagai mata-mata
'Tuan Lenin memang lebih tampan daripada Tuan David. Semua itu karena darah Romanov yang mengalir di dalam tubuhnya. Dia juga pintar melontarkan kata-kata manis. Ya, aku telah berkhianat terhadap Tuan David. Aku merasa bersalah karenanya.' Viona teringat apa yang telah dilakukannya malam tadi bersama Lenin. 'Bukan aku tidak ingin menolak, tetapi aku tak kuasa membentengi diriku dari kuatnya Tuan Lenin. Aku hanya bisa pasrah karena dia terlalu kuat menekanku.' Viona menekan angka-angka di mesin kartu yang disodorkan oleh kasir kepadanya. Sedangkan Lenin menunggu di depan pintu toko. "Terima kasih." Setelah melakukan pembayaran dan menerima kartu kreditnya kembali, Viona tersenyum ramah kepada penjaga toko, lalu pergi dari sana. "Ini parfummu." Viona memberikan satu kantong berisi parfum yang Lenin pilihkan untuk Anne. "Kau tenang saja, Viona! Saya tidak akan pernah lupa kebaikanmu sesuai dengan janji saya." Viona dan Lenin kembali ke mobil. Mereka melihat Maksim sedang murung.
Beberapa bulan telah berlalu sejak kematian Viktor, tetapi suasana di pagi hari mansion keluarga Romanov tetap sama. Xandrova selalu berteriak di pagi buta saat membuka kedua matanya. "Aaarrgghh!" Fang beranjak dari sofa. Dia selalu setia di sisi majikannya meskipun kini Xandrova dan Galana tinggal di mansion keluarga Romanov yang berada di distrik Dmitrovka, Moskow. "Nona, bangunlah!" seru Fang membangunkan Xandrova. "Aaaarrgghhh!" Xandrova kembali berteriak. Fang mengusap lembut punggung tangan Xandrova berharap dia akan terbangun. Brak! Pintu ruang tidur Xandrova terbuka. Galana masuk dengan wajah cemas dan tegang. Di belakangnya, Morzevich dan Vladimir berjalan dengan langkah panjang. Keduanya sama cemasnya seperti Galana. "Fang, sepertinya Nona bermimpi buruk lagi sehingga berteriak seperti ini." Vasili mendekati Fang. Setelah mendapatkan maaf, dia kembali dipercaya oleh Vladimir dan Morzevich untuk menjaga Xandrova juga cicit keluarga Romanov. "Benar, Tuan Vasili.
Morzevich mengingat janji yang telah diucapkan di depan pusara Viktor. Morzevich menghela napas panjang. Kedua matanya kmebali menatap Vasili. Dia berkata, "Pergi dari hadapan saya sekarang!"Vasili menengadahkan wajahnya yang lebam. Dia menatap Morzevich yang begitu disayanginya sejak kecil. Dia terlihat sedang menahan air mata yang mungkin saja sebentar lagi akan terjatuh. 'Ternyata Nyonya Mozza benar-benar membenciku!' Batin Vasili menjerit. Namun, dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia akhirnya berdiri."Saya permisi, Tuan dan Nyonya Besar," ucapnya sambil membungkukkan badan. Semua orang menatap kepergian Vasili. Pria itu berjalan dengan kaki yang terluka. Ya, Vladimir dan Leonid menendangnya berulang kali. Apakah seorang pengawal pribadi yang gagal menjaga tuannya pantas diperlakukan seperti itu?"Shura, apakah kau sudah membuang semua karangan bunga?!"Morzevich bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak bisa mengontrol emosinya sebagaimana Vladimir. "Tentu saja, Nyonya. Saya
Waktu terus berjalan. Beberapa hari setelah kematian Viktor, suasana duka masih sangat terasa di mansion keluarga Romanov. Mansion mewah keluarga Romanov yang biasanya hangat, kini kelam. Semua pelayan masih memakai pakaian serba hitam, begitu juga dengan keluarga inti. Vladimir tak henti-hentinya menyalahkan semua orang yang berada di ruang kerjanya. "Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Rusia, saya akan menemukan dalang di balik kematian Viktor!" Vladimir berteriak. Pria tua itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas insiden kematian sang cucu. Dia dan istrinya belum bisa berdamai dengan kejadian tersebut. "Saya pun bersumpah akan menebus kesalahan saya dengan mempertaruhkan nyawa saya sendiri, Tuan Besar! Mohon ampuni pengawal tidak berguna ini!" Vasili bersimpuh di hadapan Vladmir. Rasa penyesalan tak kunjung pergi darinya. "Vasili Rodamir! Bagaimana bisa kau membiarkan sniper berkeliaran di sekitar Viktor?! Hah?!" Buk! Buk! Buk! Entah sudah berapa kali Vasili mendapatka
Geram. Viktor geram bukan main. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomor Leonid berharap sang sahabat akan menjawab panggilannya. "Halo, Viktor! Apakah kau akhirnya akan memberikanku ucapan selamat menikah?" Nada bicara Leonid di saluran telepon terdengar sangat bahagia. Viktor menyeringai tanpa diketahui oleh Leonid. "Jangan bergurau, Leon! Kau tidak benar-benar menikah tanpa memberitahu kami, kan?" Masih dengan sikap tidak percaya, Viktor mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini tidak nyata. "Apakah kau tidak rela jika sahabat mu ini menikah dan memiliki dunianya sendiri, Viktor? Ha! Ha! Ha!" "Leon, jangan bergurau! Sudah saya katakan untuk tidak bergurau." Viktor teringat wajah Vladimir dan Morzevich yang sedang tersenyum ke arahnya. "Leon, bagaimana dengan Kakek dan Nenek? Apakah kau tidak menganggap mereka ada? Apakah kau tidak menghormati mereka?" "Viktor, Apakah kau lupa jika aku telah memberitahumu satu minggu yang lalu? Aku tahu dan aku pun mengerti bahwa ke
Viktor melihat Galana dan Xandrova terdiam. Tidak satu pun dari mereka menjawab pertanyaannya. "Tuhan mengajarkan untuk memberikan maaf kepada seseorang yang telah mengakui juga meminta maaf kepada kita. Ampunilah Papa David sebagaimana Tuhan akan mengampuninya! Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua!" Xandrova memeluk Viktor dengan erat sambil menangis sejadi-jadinya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi terhalang dengan isak tangisnya. Viktor mengambil tindakan. Dia meraih wajah istrinya dengan kedua tangan. "It's fine, Zoya. Everything has changed. Blood, tears and death to become one in our heart. Let's move on and give your best for the future!" Xandrova mengangguk berulang kali sambil berusaha melepaskan amarahnya kepada sang papa. Dia harus bangkitーsetidaknya demi sang buah hati yang mendiami rahimnya. "Aーaku telah memaafkan Papa, Viktor." "Mama juga memaafkannya. Dia adalah seorang Suami dan Papa yang terbaik di dunia ini." Baik Xandrova maupun Galana telah berkata
"Korban masih hidup! Korban masih hidup!" Salah seorang pria berteriak memecahkan ketegangan. "Sepertinya dia mengalami pendarahan hebat," sambung pria tadi saat melihat cairan merah segar tidak berhenti mengalir di bagian kepala Davidoff. Davidoff mencoba bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuhnya. Davidoff teringat Galana yang menunggu di rumah juga Xandrova anak semata wayang yang kini tinggal di kota Moskow. Kesadaran Davidoff mulai menurun. Dia membuka dan menutup kedua matanya dengan kepayahan. "Toーtolong ...." Untuk berbicara saja sepertinya sangat sulit. Dia membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Davidoff merasa tangannya sulit digerakkan. Namun meskipun begitu, dia tetap berusaha melambaikan tangan kepada siapa saja yang mungkin melihatnya. "Aーapakah aku akan mati?" Davidoff mulai kehilangan kesadaran. Dengan kepala bersandar di kemudi mobil, Davidoff pun mengembuskan napas terakhir membawa penyesalan bersamanya. *** Viktor membawa Xandrova yang sedang hamil muda
Viktor mengangguk, lalu menatap Vasili. "Biarkan aku saja yang mengambilnya." Leonid menawarkan diri. Dia langsung pergi memanggil pelayan untuk membawakan air sesuai dengan permintaan Morzevich. "Oh, ya ampun! Viktor, aku ingin minum." Xandrova berkata dengan lembut. "Aku akan menuangkan air mineral untukmu, Zoya." Xandrova menggeleng. "Tidak. Aku ingin jus kiwi dicampur dengan stroberi, Viktor." Viktor terbelalak mendengar keinginan sang istri. "Sepagi ini?! Tidak!" Viktor menolak mentah-mentah permintaan Xandrova dengan sedikit berteriak. Dia tidak bisa memenuhi permintaan Xandrova untuk kali ini. "Viktor, turuti saja apa yang minta Istrimu." Morzevich angkat bicara. Dia duduk tepat di samping Xandrova. "Apa yang dikatakan Mozza benar. Ikuti kemauan Zoya!" Vladimir duduk di sudut ruangan sambil berbicara. "Tidak sepagi ini, Kek." Viktor bersikeras menolak. Dia melihat Xandrova menangis di pelukan Morzevich. "Nek, ini air hangatnya." Morzevich segera mengompres dahi
Xandrova duduk di pangkuan Viktor. Dia juga melingkarkan kedua tangan di leher sang suami."Tidak ada apa-apa, Zoya. Aku akan pergi ke ruang tengah terlebih dahulu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai bersama Vasili. Kau beristirahatlah, Zoya!"Xandrova mengerti. Dia segera berdiri dan mengangguk."Ya, Viktor. Nek, saya akan ke kamar sekarang."Selepas kepergian Xandrova, sang nyonya Besar keluarga Romanov pun menatap cucunya."Viktor, ada apa? Jangan katakan bahwa kau baik-baik saja! Saya tahu raut wajahmu itu sedang menyimpan sesuatu.""Ini bukan hal besar, Nek. Saya akan menyelesaikannya."Viktor bangkit, lalu menatap Vasili."Ayo, Vasili!""Saya permisi, Nyonya."Morzevich pun membiarkan Viktor pergi bersama Vasili menuju ruang tengah."Vasili, sambungkan saya ke Papa David melalui panggilan video sekarang!"Viktor berdiri di jendela menatap pemandangan di luar hotel tempatnya menginap."Ya, Tuan Muda."Viktor menunggu Vasili sambil membakar cerutu. Tidak lama k
Usai mengambil beberapa potret keluarga Romanov, kini Viktor menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuk dirinya dan Xandrova."Tuan Viktor, bagaimana perasaan Anda juga Nona Zoya berada di sini, di Berlin Fashion Show?""Nyonya Morzevich, apakah Anda akan menetap di Berlin?"Morzevich tersenyum ke arah kerumunan wartawan. Dia terlihat sangat menikmati situasi ini."Berlin adalah salah satu kota yang indah di dunia. Saya dan Vladimir memiliki rencana untuk berkeliling dunia menghabiskan masa tua kami bersama. Dan Berlin merupakan salah satu kota yang masuk ke list kami. Tentu saja, saya berdiri di sini untuk memenuhi undangan langsung dari panitia penyelenggara."Gestur tubuh Morzevich meyakinkan Xandrova untuk mempelajari public speaking agar dirinya tidak demam panggung seperti sekarang ini. Xandrova menghela napas panjang.'Nenek benar-benar hebat! Beliau tidak mengalami demam panggung seperti aku. Bagaimana pun juga, aku adalah Istri sah Viktor dan aku tidak ingin membuatn