Seorang gadis tengah tersenyum senang melihat arloji di tangannya. Sebentar lagi dia akan sampai di sekolah baru yang sangat ia idam-idamkan. Memang sudah ke sekian kalinya ia berpindah sekolah. Sekolah ini harus menjadi tempat terakhir dia sampai lulus dan melanjutkan ke jenjang perkuliahan.
Gadis ini perlahan memijakkan kaki di pelataran sekolah, turun dari sebuah mobil hitam yang ayahnya kendarai.
Embusan angin pagi sangat terasa sejuk meski letak sekolah ini di ibu kota Jakarta, banyak pohon-pohon besar di wilayah sekolah. Suasana depan sekolah sangat ramai oleh anak-anak yang baru sampai. Sekolah ini benar-benar mengagumkan. Ini adalah sekolah terfavorite yang isinya adalah anak-anak berprestasi dan sering mendapatkan kemenangan di berbagai olimpiade nasional.
Kaca mobil terbuka dan seorang pria berumur kepala empat tersenyum lebar ke arah putrinya.
“Mau ayah antar ke ruang kepala sekolah?” tanyanya yang mengkhawatirkan Seila.
“Tidak usah, Ayah!” Dia enggan untuk di antar karena ini bukan kali pertama ia berpindah sekolah. Seila sudah biasa bertemu kepala sekolah dan berkenalan dengan teman baru.
“Selamat bersekolah di sekolah baru Sayang semoga kali ini betah, ya!” Kedipan sebelah mata yang terkesan genit dan manis menyemangati putri cantik dan menawan yang mengenakan seragam baru khas sekolah ini.
“Terima kasih, Ayah!” Seila mendekat dan mengecup pipi Surya.
“Dah, Sayang!” Surya melambaikan tangan.
Seila menghirup nafas dalam-dalam dan ngembuskan perlahan. Dia tersenyum melihat sebuah tas dari bahan kertas berwarna merah jambu dan bergambar hati. Tas ini berisi jaket yang merupakan milik Aksara. Pria penyelamat yang membuat hati Seila berbunga-bunga.
Kini Seila berjalan menuju ruangan kepala sekolah. Seorang guru yang ramah menyambut serta mengantarnya ke ruangan kepsek.
Di ruangan empat kali lima meter yang bernuansa serba putih dan memiliki banyak piala sebagai dekorasi ruangan, bola dunia serta gambar petinggi-petinggi sekolah dan tak lupa foto presiden serta wakil presiden yang di tempel di dinding. Seorang pria paruh baya bertubuh subur yang sedang duduk itu bangun lalu menjabat tangan Seila dan bersikap ramah.
“Kamu anak pindahan itu, ya?” tanyanya sambil memperhatikan penampilan Seila.
“Iya, Pak. Saya Seila!” Seila membalas senyuman pria yang memiliki name tag di bagian dada bertuliskan Sukma.
“Kamu di kelas IPA, ya. Nanti sama bapak bernama Bimo selaku wali kelas kamu untuk berkenalan dan mendapatkan bangku kosong.” ujarnya yang Selesai memeriksa data diri Seila.
“Bimo!” teriaknya memanggil guru yang merupakan wali kelas Seila.
“Antar nak Seila ke kelasnya, ya.” pintanya agar Seila di antar menuju kelas.
“Baik, Pak!” jawab guru bernama Bimo.
Seila berjalan melewati lorong, di balik kaca ia melihat seorang pria yang ia rindukan. Pria yang tengah membuka helm dan sudah memarkirkan motor gedenya. Pria tampan bernama Aksara tengah di kelilingi oleh para gadis. Gadis-gadis berparas cantik dan mengenakan rok agak pendek menggoda dan mengitari tubuh Aksara. Mereka membawa hadiah untuk sang idola.
Aksara yang dingin tidak menjawab atau membalas perlakuan semua gadis. Dia terkesan cuek dan malah pergi begitu saja saat di ajak bicara.
Tubuh yang tinggi dan proporsional untuk sekelas anak SMA. Kulit yang putih dan rambut yang hitam, ditunjang dengan hidung mancung dan mata yang indah.Aksara bagaikan dewa di sekolah ini yang menarik para gadis untuk mendekat dan ingin memilikinya.
Pandangan Seila dari tadi tertuju pada Aksara. kaca yang bening menampilkan jelas kegiatan pria itu. Seila berjalan pelan hingga kepalanya menabrak sesuatu.
“Aduh ….” Seila memegang kepalanya yang lumayan terasa sakit. Ternyata dia menabrak punggung pak Bimo yang berhenti menunggu langkah kaki Seila yang lamban.
“Seila, cepat sedikit jalannya!” Bimo mengomeli Seila karena gadis ini malah sibuk memperhatikan seseorang di balik kaca.
“Maaf, Pak!” Seila meminta maaf sambil tersenyum penuh kepolosan.
Hari pertama saja dia sudah di omeli oleh guru.
“Hmmm …. Lanjut jalan lagi, ya!” Bimo menuntun Seila menuju ruangan kelas IPA tiga. Kelas IPA ini terkenal di huni oleh dua orang pria tampan dan para gadis yang juga cantik dan semua isinya hampir bukan anak nakal.
Seila berdiri di samping Bimo, menyapa anak kelas yang sudah datang. Suara riuh dari kegaduhan para siswa seketika senyap saat Bimo mengetuk meja.
“Anak-anak. Kenalkan, ini Seila anak baru di kelas kita!” ujar Bimo menunjuk Seila
Semua mata tertuju pada Seila. “Hai Seila!” teriak semua siswa.
“Silahkan tempati bangku yang kosong, ya!” Bimo mempersilahkan Seila untuk duduk.
Gadis itu tengah berjalan melewati celah meja-meja untuk menduduki bangku yang kosong.
Seorang pria yang tengah terburu-buru menabraknya hingga Seila hampir terjatuh.
“Maaf!” ujarnya tanpa menoleh.
Pria itu duduk di bangku kosong dekat kaca. Dia memasang earphone di telinganya dan tidak menghiraukan Seila.
“Iya, tidak apa-apa!” Seila duduk di bangku kosong. Mereka hanya terpisah oleh celah jalan tapi masih sejajar. Seila terusn saja memandang ke arahnya. Pria ini adalah Aksara.
Gadis ini merasa beruntung karena satu kelas dengan pria yang ia kenal. Kebetulan sekali. Seila bisa mendapat teman mengobrol dan belajar.
Seorang gadis yang duduk di depan Seila menoleh ke belakang dan mengajak bersalaman.
“Hai aku Bila, Sei!” Bila tersenyum lebar pada Seila.
“Hai, Bil. Senang berkenalan denganmu!” Seila senang disini ia langsung di sapaoleh teman. Berbeda dengan di sekolah lama yang anak-anaknya terkesan sombong.
“Kau bawa apa itu, Sei?” tanya Bila yang penasaran, apa yang ada di dalam tas kertas yang Seila bawa. Terlihat manis dan menawan.
“Oh ini! Ini milik Aksara yang akan aku kembalikan,” jawab Seila.
“Hah Aksara?” Bila bergidik ngeri bahkan hanya mendengar kata nama Aksara. Pria ketua kelas ini adalah pria yang terkesan dingin, jutek dan tidak bisa di ajak bicara oleh sembarang orang.
“Kenapa dengan Aksara, Bil?” tanya Seila yang penasaran.
“Coba saja sendiri menyapa dia dan mengembalikan itu, dia cuek dan bersikap dingin.” ujar Bila yang ingin tahu bagaimana respon Aksara pada anak pindahan ini.
“Aku coba ajak bicara untuk kembalikan ini, ya!” Seila akan berusaha untuk mengajak Aksara yang tengah sibuk mendengar lagu itu untuk berbicara.
Cahaya matahari pagi menyinari bagian kelas. Menembus kaca dan menyorot wajah tampan Aksara. Pria tampan yang tengah memejamkan mata sembari menikmati alunan musik di telinganya.
Seila menutup gorden agar Aksara tidak merasa silau. Sayang sekali jika pria berkulit kulit putih itu jika kepanasan.
“Aksara!” Seila mencoba memanggil Aksara. Dia tidak mendapatkan jawaban. Mungkin volume earphone Aksara begitu kencang sehingga pria itu tidak bisa mendengar suara Seila yang begitu lembut.
“Aksara!” panggil Seila lagi tapi dia tidak kunjung mendapatkan jawaban. Bila hanya memperhatikan sembari memberikan saran agar Seila berhenti dan kembali duduk.
Seila malah mendekatkan telinganya ke telinga Aksara. Dia penasaran sekencang apa volume musik yang Aksara dengarkan sampai dia tak mendengar suara Seila.
Seila memasang telinganya agar peka untuk mendengar musik apa yang tengah Aksara putar. Dia sama sekali tidak mendengar sebuah musik.
“Aksara!” panggilnya lagi.
Tiba-tiba Aksara menoleh dan membuat Seila kaget. Wajah mereka begitu dekat hingga embusan nafas Aksara begitu terasa. Pria itu tak berkedip dan melempar tatapan tajam. Seila sampai kesulitan untuk menelan salivanya.
Brug .…
Aksara menggebrak meja dan bersikap seperti orang yang marah. “Menjauh dariku!” Matanya membulat dan tidak ada sama sekali senyuman untuk menyambut Seila.
“A- a- Aksara. Apa kau tidak mengenaliku?” tanya Seila . Mereka menjadi pusat perhatian. Betapa beraninya seorang anak baru mendekati Aksara dan mendapatkan perlakuan yang memalukan.
“Aku bilang menjauh dariku!” jawab Aksara ketus. Sepertinya hari ini mood dia sedang tidak baik.
“A- a- a- aku hanya ingin mengembalikan ini. Seila menyimpan tas berisi jaket Aksara di atas meja.
“Buang saja!” jawab Aksara. Dia kembali bersandar ke bangku dan memejamkan mata. Menyilangkan tangan di depan dada dan seolah tidak mau untuk di ganggu.
“Sini Sei. Sini!” ajak Bila. Ia takut teman barunya itu lebih di marahi lagi.
“Terima kasih jaketnya, Aksara!”
Aksara diam dan tidak menjawab perkataan Seila. Sikap aksara berbeda sekali dengan yang ia temui kemarin lusa. Sama-sama dingin tapi lebih dingin saat ini.
Jujur Seila agak kaget saat Aksara menggebrak meja. Dia kembali duduk di bangkunya dan berbincang dengan Bila.
Suasana kelas menjadi bising dan membicarakan Seila dan Aksara. Gadis itu sedikit malu karena banyak yang memperhatikannya.
Aksara bangun dari tempat duduknya. Ia meraih tas yang berisi jaket dan keluar kelas lalu mendekati tong sampah. Membuang barang itu begitu saja.
Seila dan Bila terperanga melihat aksi kejam Aksara yang membuang barang dari Seila. Padahal itu jaketnya sendiri.
“Tuh, kan, Sei. Apa gue bilang.” Bila baru saja berbicara tapi ia di tinggalkan oleh lawan bicaranya.
Seila berlari ke luar kelas dan mengambil barang yang sudah Aksara buang.
“Yah … ini aku yang cuci sendiri. Kenapa di buang?”
Semua pasang mata tertuju pada Seila dan merasa kasihan karena dia mendapatkan sambutan yang buruk dari ketua kelas.
Wajah seorang gadis terlihat sangat malu setelah mendapat perlakuan yang tidak mengenakan. Dia di perhatikan oleh seluruh siswa yang ada kelasnya. Sementara pria yang dia ajak bicara tadi menuju rooftop mungkin untuk menenangkan diri dari keramaian.
Seila yang tidak fokus karena di ajak bicara oleh Angga malah melupakan kegiatannya yang tengah membakar bahan di tabung kaca. Tangannya diam tidak bergerak, malah semakin mendekat ke api.Karena suhu tinggi dan Seila tidak menjauhkan ta
"Sei. Dia ngedipin mata ke, Lo!" Bila menepuk pundak Seila. Dia melihat bagaimana Angga tadi mengedipkan sebelah matanya ke arah Seila. Anak baru ini memang cantik. Tak heran Bila pasti mengira angga menyukai Seila. Sorot tatapan Angga saat melihat Seila sungguh berbeda.
Di atas sebuah rooftop, sepasang siswa sedang duduk menikmati embusan angin dan sejuknya cuaca siang ini. Rooftop ini seakan milik mereka berdua. Tidak akan ada siswa lain yang datang kemari untuk mengganggu mereka.Aksara mengangk
Suara rintik-rintik hujan indah serta embusan angin yang menambah kesan dingin berhasil membuat momen semakin romantis. Langit yang semula cerah kini berubah menjadi mendung. Cahayanya sangat mendukung untuk dua insan yang saling bertatapan.
Suara guru matematika sudah selesai menutup kelas. Siang ini kelas selesai lebih awal dan siswa boleh pulang sebelum bel berbunyi. Seila sudah mengirimkan pesan untuk sang ayah agar menjemputnya pulang dan dia sudah merapikan semua buku-bukunya ke dalam tas. Bila menawarkan tumpangan pulang agar mereka bisa satu kendaraan bersama, tapi Seila menolaknya. Gadis ini tidak mau ada yang tau rumahnya dimana. Dia ingin berteman tapi tidak untuk terlalu dekat sampai mengetahui latar belakang, alamat rumah serta kehidupan pribadi keluarganya. Untungnya penolakannya itu tidak membuat Bila marah.
Keadaan di dalam mobil biasanya menyenangkan. Kini suasananya menjadi dingin dan menegangkan. Gadis cantik yang duduk di bangku depan mengerucutkan bibirnya melihat seorang pria yang yang duduk di bangku belakang mobil. Gadis itu tidak suka ada orang lain di antara dia dan ayahnya. Bisa-bisa sang ayah mengira pria itu adalah kekasihnya.
Seorang gadis yang sudah pulang kini berada di halaman rumahnya. Dia sangat kesal karena ayahnya menggodanya sepanjang perjalanan tadi. Perasaan menyenangkan yang biasa ia rasakan kini beralih karena ada satu orang pria yang ikut ke dalam mobilnya tadi.
Aksara kembali merangkak di atas Seila saat dia sudah menjatuhkan sang istri di atas kasur. Dasar kelakuan ini cowok mesum, tidak cukup tapi malah minta nagih. Seila terkekeh melihat wajah mesum Aksara, begitu menggemaskan bak anak kecil. Tangan pria itu langsung melucuti pakaian sang istri. “Ahhh ....” Seila terpekik lemah saat Aksara menghisap sebelah tonjolan dadanya, lagi-lagi meninggalkan bekas kemerahan tanda kepemilikan. Seila merasakan kedua gunungnya mengencang dan menegang, panas karena remasan dan isapan konstan. “Iya begitu, Sayang!” desahannya oleh permainan mulut dan jari suaminya. Aksara kini mengambil posisi nyaman. Tonjolan besar tonggak yang lurus menantang itu ia arahkan ke wajah Seila. Pria itu menggesekkan tonggak di belahan dadanya dan menjepitnya dengan dua tonjolan gunung kembar. Aksara menggoyang pinggulnya maju mundur dengan cepat di atas tubuh Seila. Tak cukup di situ, ternyata dijepit dua gunung kembar kurang mantap. Aksara merangkak lagi hingga ca
“Sayang … mmmh. Berhenti main-mainnya, maunya itu!” Seila menunjuk milik Aksara yang sudah berdiri tegak, keras dan berurat.“Tunggu sampai hawanya semakin panas, Sayang!” Aksara masih ingin bermain-main hingga mereka puas melewati tahap pemanasan.“Eng- enggak kuat, pengen!” Dia ingin merasakan cacing berurat milik Aksara yang sepertinya bakal lezat jika dicelupkan ke dalam. Seila sudah merem melek tidak sabar menunggu cacing berurat itu mengguncang miliknya yang sudah sangat basah, basah oleh lendirnya dan basah oleh saliva pria itu.Dua jari Aksara masuk ke dalam lubang surgawi milik sang istri, menggosok gerbangnya serta mengguncang lubang tersebut hingga kaki Seila lemas tak berdaya, tangan itu berhasil membuat wanita terkapar api birahi yang menggelegar. Aksara lebarkan lagi pahanya agar tak mengganggu kegiatannya yang menyenangkan itu. Baginya melihat Seila yang tidak sabaran merupakan hiburan yang menyenangkan.Kini kocokan dua jari itu dibarengi hisapan dari bibir Aksara. Su
“Akhirnya anak ayah pulang juga. Kamu pulang ke rumah suamimu ya!” Pesawat jet sudah mendarat di landasan milik pribadi, Surya rencananya mau langsung pulang, tidak akan menginap di rumah Aksara agar memberi ruang untuk anak dan menantunya kembali harmonis. Mereka butuh waktu untuk berdua.“Iya Ayah.” Seila mengangguk paham, tidak ada gunanya juga membantah, Surya adalah orang yang paling dia turuti. Cinta pertamanya Seila adalah ayahnya sendiri. Tanpa Surya Seila bukan apa-apa, tidak akan sekuat ini dalam menghadapi cobaan.“Kalian harus meluangkan waktu untuk berdua biar bisa romantis lagi.” Ini harapan kecil seorang ayah, ingin melihat anaknya bahagia bersama pasangannya, ingin cucu-cucunya lahir sehat dan penuh kebahagiaan. Seila memeluk Ayahnya erat sebelum Surya pergi. Aksara juga melakukan hal yang sama bergantian. Aksara berbisik pada sang mertua. “Makasih banyak ya, Yah. Maafin Aksara yang udah nyakitin anak Ayah ini.” Dia masih merasa bersalah karena sempat membuat Seila k
“Sudah punya pengalaman sebelumnya merangkai bunga, Seila?” tanya anak pemilik toko bunga pada Seila. Anak itu masih remaja, kebetulan sedang libur dan kebagian jaga toko, jadi dia yang akan mengajari Seila selama masa training.“Tidak cuma aku suka liat tutorialnya gitu di youtubee!” Seila mengisi waktu luangnya kadang-kadang scroll hal-hal yang unik seperti DIY rumah dan kamar, membuat barang-barang unik dan sangat bermanfaat dari barang bekas.“Coba kamu rangkai tujuh tangkai bunga ikuti apa yang aku lakukan!” Gadis ini akan mengajarkan cara merangkai bunga, buket yang indah tergantung keterampilan orang yang membuatnya.“Harus teliti ya!” Gadis itu mengingatkan. Dia mengambil lembar demi lembar kertas buket yang bergliter dan ada juga yang jaring-jaring, tidak lupa menyiapkan pita love, gunting dan selotip.Kertas buket pun dilipat sesuai bagiannya, ada yang warna terang paling samping dan warna soft di tengah, satu persatu mengelilingi bunga dan diberikan perekat. Untuk sentuhan
“Dari mana aja lo sehari satu malam ini?” tanya Aksara ketus, ini cowok tiba-tiba udah nongol aja di parkiran rumah Bila. Aksara seperti jelangkung, datang tak diundang pulang tidak diantar. Bila jelas kaget dong, pas buka pintu pas bener Aksara nongol nodong nanya Bila habis dari mana. “Astaga, lo nongol udah kaya setan.” Bila mengusap dadanya karena tiba-tiba jantungnya seolah kena setrum mendadak. Kaget melihat Aksara, untung ganteng, kalo jelek pasti nyeremin.“Jawab!” ujar pria itu lagi agak mendesak, biarin dia ketus, nyeremin dan ngagetin, biar Bila ngaku Seila ada dimana. Pengen tahu nih, Bila bakal menyembunyikan keveradaan Seila atau tidak. “Lo nanya gue?” tanya Bila balik sambil mengedipkan matanya cepat. Dia takut kedatangan Aksara kali ini ingin menanyakan soal Seila, kemarin mamanya bilang suami Seila datang ke rumah, semalam Bila sengaja menginap menemani Seila sambil menghindari kedatangan Aksara.“Gue a- abis ada keperluan.” Bila berlagak ketus, pokoknya jangan taku
Tolong kasih bintang 5, komen dan follow aku ya, Terima kasih!“Terjadi kesalahpahaman. Aku sedang kelelahan dan Seila sedang hamil, jadi kami sama-sama sensitif.” Dua-duanya memang sedang dalam keadaan tidak baik.“Hah …. Seila sedang hamil?” Surya kaget sekaligus senang, kaget karena anaknya kabur, senang karena Seila hamil. Sekarang ibu hamil yang satu itu ada dimana? Surya merindukan Seila dan takut Seila kenapa-napa. “Anakku, kasihan sekali. Dia tidur dimana dan sudah makan belum ya?” Di rumah Seila diperlakukan seperti ratu, di rumah suaminya malah disia-siakan, Surya jadi ingin marah pada Aksara.“Kalau terjadi sesuatu pada dia bagaimana?” tanya Surya emosi, dia pegang kerah baju Aksara kanan dan kiri, matanya tajam setajam elang memandang menantunya ini.“Ayah tidak akan memaafkanmu jika Seila kenapa-napa.” Anak satu-satunya yang sangat dia jaga malah sekarang pergi tanpa kabar, tidak biasanya Seila seperti ini, seua gara-gara Aksara, dulu kecelakaan juga gara-gara Aksara.“D
"Kita udah sampai!" ujar Bila pada Sila di depan vila tua pesisir pantai bali. Sesuai tujuan mereka, akan menenangkan diri dan lari dari Aksara.Mereka sengaja berangkat menaiki kapal laut agar Aksara tidak bisa melacak keberadaan Seila karena namanya tidak terdaftar dalam lost penumpang pesawat, untung bayi yang ada di dalam perut tidak rewel.Setelah naik kapal mereka naik mobil dan sekarang sampaikan di visa pinggir pantai yang tidak ramai wisatawan."Ini nggak seburuk yang lo ceritain kok." Menurut Seila rumah ini tidak menyeramkan, malah terkesan homey, bangunan lama tapi kokoh dan asri, ya tinggal di potong2 saja rumput liatnya agar tidak terkesan seram."Ada swalayan kan, Bil? Gue pengen beli susu ibu hamil sama pengen beli kebutuhan sayuran dan persediaan lain." Saat berangkat ke sini mereka tak banyak membawa barang, cuma sedikit baju itu pun untuk Seila pakai, Bila hanya menemani satu malam saja karena besok kerja dan takut membuat Aksara curiga."Ada kok, jalan juga bisa ke
“Sekarang kita tujuannya mau ke mana Nyonya?” tanya pak supir pada Seila yang sedang duduk sambil menangis, sudah kelihatan banget kalau patah hati dan kabur dari rumah suami. Pak supir gak usah tanya lagi Seila punya masalah apa.“Ke rumah teman saya, dia di Menteng.” Ongkosnya juga paling habis seratus ribu, Seila masih punya uang lebihan seratus ribu lagi dalam bentuk cash, jika habis nanti dia ambil uang dari ATM, untung uang hasil kerjanya dia simpan baik-baik, bisa buat bekal hidup tanpa Aksara, sayangnya tidak banyak, apalagi untuk kebutuhan bayi. “Baik.”Seila melirik tas berwarna hitam yang dia beli saat pertama kali dapat uang gaji dari perusahaan Aksara. “Gak nyangka aku cuma punya ini doang, tas buluk, dompet sama kartu ATM.” Seila tidak sadar kalau dia tidak investasi berupa barang dan saham, kalau begini dia menghidupi anaknya seorang diri dari mana? Harus kerja jangan jadi pengangguran.“Tas mewah, baju mahal, uang sama kartu kredit, semuanya milik Aksara, aku nggak be
Seila dari siang sampai sore mendekorasi kamarnya agar terlihat indah, dia menggunakan lilin dan bunga mawar merah sebagai hiasan, dia juga bahkan membentuk love dengan kuntum bunga mawar tersebut. Rasa mual dan pusingnya jadi hilang karena Seila sibuk mengerjakan sesuatu, rasa senangnya juga tinggi karena tahu dia sedang mengandung.Sibuk masak dan mendekor sampai membuat Seila lupa waktu dan lupa makan lagi. Padahal dia sudah masak makan malam untuk dimakan berdua dengan Aksara. "Aksara jam segini kok belum pulang sih dia kayaknya lembur deh." Suaminya jam tujuh malam belum datang juga. Biasanya kalau lembur suka bilang-bilang."Kok dia nggak ngasih kabar? Coba telepon deh." Namun sepertinya tidak aktif, hanya ada suara operator saja yang menjawab Seila."Eh nomornya nggak aktif. Apa dia lagi selingkuh?" Mencurigakan, tidak seperti biasanya, sesibuk itukah sampai lupa memberikan kabar. Kenapa suasana hati Seila jadi tidak karuan begini."Kata orang-orang kalau suami nggak ada kaba