Share

Part 4

Author: Indah N.A
last update Last Updated: 2021-05-02 09:17:12

Cuaca dingin pagi ini membuatku menyembunyikan jemariku dibalik lengan panjang jaketku. Para siswa memasuki sekolah sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi.

Aku mengecek jam dan sekitar lima menit lagi gerbang akan ditutup.

Tiba-tiba saja ingatanku beralih pada peraturan sekolah ini. Bahwa siswa yang tak mengenakan dasi saat berada di sekolah akan dikenakan hukuman.

Tampak dari gerbang yang jaraknya hanya 10 meter dari tempatku berdiri. Seorang pengawas berdiri dengan kayu rotan tipis di tangannya. Dan jantungku berdegup kencang tak karuan melihatnya. Karena kini aku benar-benar lupa untuk memakai dasi.

Seorang gadis pendek dan juga berambut pendek sepertinya bernasib sama sepertiku berdiri di dekat gerbang. Kuputuskan untuk menghampirinya.

“Apa kamu juga tak pakai dasi?” tanyaku memulai percakapan.

“Iya,” jawabnya dengan suara lembut.

Sebuah mobil berhenti di depan gerbang yang mudah ditebak siapa yang akan turun dari mobil itu.

“Aron!” panggilku dengan melambaikan tangan berharap pertolongannya. 

Namun, Aron bahkan tak berbalik sedikitpun dan terus melangkah masuk ke sekolah. Dia benar benar ahli dalam mengabaikan diriku. 

“Dia memang brengsek. Baru kemarin dia bersikap baik padaku. Kini aron kembali menjadi orang yang paling ku benci,” ucapku. Gadis itu menatapku. Aku heran dengan  tingkahnya.

“AKU BENCI ARON!!” teriakku legah. Lagipula takkan ada yang mendengarnya dengan tepat.

“Dion!” teriak tiba-tiba gadis itu. Dion yang berdiri jauh di sana bersama dua sahabat idiotnya.

Apa dia mengenal Dion?

Aku bertanya-tanya. Pasalnya wajah gadis itu berseri-seri ketika menatap Dion.

Namun bukannya menghampiri gadis yang memanggilnya, Dion malah menghampiriku. Aku menatap gadis itu dalam tatapan cemburu.

“Oh, ratuku. Mengapa kamu lupa membawa dasi?” tanyanya yang langsung mengerti masalahku. Entah mengapa aku tiba-tiba merasa tak enak pada gadis yang berdiri disampingku ini.

Dion, melepas dasinya. Ia menatapku lalu memakaikan dasi itu dengan rapi di sela kerah baju putihku. 

“Kamu jangan khawatir. Aku sudah sering dihukum. Tapi aku tak tega melihat ratuku dihukum. Aku rela dihukum demi menyelamatkan ratuku,” katanya. Aku menoleh ke arah gadis itu dan merasa tak enak hati padanya..

“Eh, Naura. Kamu ngapain disini?” aku melongo mendengar pertanyaan Dion yang sama sekali tidak menyadari keberadaan Naura. Sedangkan Naura sedari tadi memandangnya.

“Hmm, aku juga lupa membawa dasi,” balas Naura.

“Oooh,”

“Eh?” aku hanya sedikit kesal tanggapan Dion yang tak memperlakukan Naura seperti dia memperlakukanku. Dia selalu bersikap acuh tak acuh pada siapapun kecuali padaku.

“Aku tak bisa meninggalkan dia sendirian di hukum,” kataku. Dion pun memanggil Ari dan Jodi.

Untungnya salah satu temannya itu menggunakan dasi dan memberikannya ke Naura. Dan gadis itu memakai dasi sendiri.

Tampak seseorang menatap kami dari kejauhan. Aron dibalik jendela di lantai dua ia berdiri tampak memperhatikan kami.

“Sejak kapan dia berdiri disitu,” batinku.

Namun aku berhenti berpikir lagi ketika Dion dan teman-teman itu dihukum. Aku dan Naura hendak berjalan masuk menuju kelas masing-masing.

“Aku mendengarmu mengatakan kau benci Aron,” pekik Naura. Aku memegang telingaku tak percaya dengan apa yang ku dengar.

Seseorang mendengar aku mengatakan ‘Aku benci Aron’. Dan tak berubah menjadi ‘Aku cinta Aron’

Apa kutukannya sudah hilang?

Tampak aku yang terlihat sangat terkejut. “Coba katakan ulang?”

“Kamu bilang kamu benci Aron,” balasnya meyakinkanku.

“Ya. Aku sangat benci Aron. Dia sangat menyebalkan dan juga sangat kasar padaku,” kataku dengan lantang dan berwajah cemberut.

“Jadi, apa kamu menyukai Dion?” tanyanya serius. Aku mulai menyadari kondisi ini.

“Eh?” meski begitu tetap saja aku terkejut mendengar pertanyaannya

“Aku menyukai Dion,” katanya. Tebakanku benar. Perasaan cinta tak dapat disembunyikan olehnya. Dari cara dia berbicara dan menatap cemburu kami tadi. Itu sudah jelas bahwa dia memang menyukai Dion.

Ting tong

Bel baru saja berbunyi. Kelasku berada di lantai dua sedangkan aku masih berada di lantai satu. Mataku melotot kaget. Dan memutuskan berlari segera menuju kelas.

“Naura, aku sama sekali tak menyukai Dion,” teriakku sebelum melangkah naik tangga. Meski dari jauh aku bisa melihat Naura yang tersenyum.

Aku baru menyadari bahwa Naura itu sekelas dengan Dion ketika ia berhenti dan masuk ke kelas.

Setiba di kelas aku merasa kelelahan sendiri karena berlari. Gina yang sedang duduk tenang di sampingku. Akupun mencoba memastikan apakah kutukannya benar-benar hilang.

“Gina, coba dengar aku,” aku memegang bahunya dan menyuruhnya berbalik melihatku. Lalu berbicara menatap serius matanya.

“Aku membenci Aron,” kataku berharap kutukan ini benar benar hilang.

“Irene!” panggilnya.

“Hmm Iya,” kataku menunggu responnya dengan penasaran.

“Ini masih pagi! Kamu tak perlu memberitahuku lagi karena semua orang kalau kamu menyukai Aron selama sepuluh tahun,” aku kembali memasang wajah tak ceria. Rasanya ingin ku jitak kepalanya itu.

Kutukannya tak hilang. Mungkin hanya Naura yang bisa mendengarnya.

Meski aku merasa sedikit kecewa setidaknya ada seorang yang bisa mendengar perkataanku dan tak terpengaruh dari kendali kalung ini.

Related chapters

  • The Magic of Love   Part 5

    “Gina mana?” tanya Anna seorang siswa yang duduk di depanku sedang memasukkan buku ke dalam tasnya. Aku sedang sibuk memainkan ponsel milikku. Hanya bermain game dengan serius.“Di kantin,” jawabku singkat.“Kok kamu tumben gak sama Gina?” tanya Anna lagi. Aku pun menyimpan ponselku di saku bajuku.“Biasalah! Gina kalau sudah punya pacar, jadi aku ditinggalin,” pekikku dengan nada mengeluh. Anna hanya menertawaiku.“Ya sudah, mau ikut nggak?” ajaknya.“Ke kantin?” tanyaku dengan polos.“Ke toilet,” jawabnya ketus.“Ah nggak mau! Ngapain aku ke toilet. Memangnya aku mau ngapain ke toilet,” bantahku. Tampaknya Anna menatapku geram.“Ke kantin Irene! Nih anak bego banget,” katanya kesal sambil menarik lenganku. Lucu melihatnya seperti itu. Aku hanya tertawa sepanjang perjalanan.****Setiba di kantin, aku menunggu lama Anna yang sedang mengantri. Sedangkan aku memegangi mangkuk bakso berusaha menyei

    Last Updated : 2021-05-03
  • The Magic of Love   Part 6

    Terjadi lagi!Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.Bodohnya lagi. A

    Last Updated : 2021-05-08
  • The Magic of Love   Part 7

    Mata Irene tertuju pada foto terletak yang di atas meja disamping tempat tidur Aron. Melihat foto itu, tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang masa kecilnya.Itu adalah foto Irene kecil yang sedang berdiri di depan Aron. Mereka dulunya sangat dekat. Entah mengapa Irene bisa lupa alasan Aron bertindak kasar dan sering kali mengabaikannya padahal kala itu mereka layaknya seorang sahabat dan sulit dipisahkan. Aron bahkan selalu menjaga Irene setiap waktu.Pertanyaan yang hingga saat ini belum juga ia temukan jawabannya.Mengapa Aron tiba-tiba membenciku?.Namun, hal yang membuat Irene terkejut lagi karena ia masih menyimpan foto itu.Irene mengambil foto itu yang terletak diatas meja. Dan mengamati fotonya.“Aku cantik juga yah,”Selembar foto kecil yang melekat di belakang bingkai foto terjatuh di depan kakinya. Lalu berjongkok dan awalnya melihat foto itu tak membuatnya merasa ada hal aneh. Hanya foto Aron yang masih kecil

    Last Updated : 2021-06-04
  • The Magic of Love   Part 8

    “Baiklah anak-anak, sampai disini dulu materi yang bapak berikan. Jangan lupa tugas yang bapak kasih dikerjakan dan dikumpul tepat waktu minggu depan,” kan Pak Herman setelah mendengar suara bel istirahat berbunyi.Irene yang fokusnya teralihkan pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon rindang.Pandangannya tak lepas dari arah jendela hingga Pak Herman meninggalkan kelas.Ia berlari menghampiri gadis itu tak lain adalah Naura yang sedang memegang sesuatu namun ketika Irene menghampirinya. Naura segera menyembunyikannya.“Apa yang kau lakukan?”“Irene? Aku hanya menonton teman kelasku bermain bola,” tak heran Naura sedang mengenakan seragam olahraga. Irene Pun mengamati Dion yang mahir bermain basket.

    Last Updated : 2021-06-19
  • The Magic of Love   Part 1

    Pletak!Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

    Last Updated : 2021-04-13
  • The Magic of Love   Part 2

    “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Gina sambil berbisik pelan. Dia adalah teman sebangku ku yang super menyebalkan. Sekeras apapun aku jujur padanya dia juga takkan tahu apa yang sebenarnya kukatakan. Namun malah menciptakan rumor permanen yang kuanggap seperti sebuah kesialan.Jika ditanya siapa yang menyebarkan rumor palsu bahwa aku menyukai Aron selama sepuluh tahun. Maka orang itu adalah Gina. Gadis cantik berambut panjang namun sangat polos.“Aku baik-baik saja,” balasku santai. Jika karena ditolak aku tak merasa buruk akan hal itu. Tapi jika soal dipermalukan di hadapan banyak orang aku sangat marah. Tunggu saja pembalasanku.“Huhu, aku gak tahan lagi. Aku tahu kamu nggak baik-baik saja. Tapi kamu berusaha untuk tidak membuatku khawatir. Kamu memang sangat baik,” katanya dengan nada seperti sedang menangis. Entah dia benar-benar nangis atau hanya dibuat-buat. Dia memang seperti itu, ratu drama yang buruk.“Aku nggak bohong kok!” aku berusaha meyakin

    Last Updated : 2021-04-29
  • The Magic of Love   Part 3

    Aku berusaha keras menahan rasa kantukku selama Pak Umar menjelaskan materi pelajaran sejarah. Namun mataku terpejam sekian kalinya, kepalaku terjatuh tanpa sadar. Lalu terduduk sambil menopang dagu.Pak umar hendak membagikan kelompok setelah menjelaskan materi. Aku bersikap tak peduli. Satu harapanku agar tak sekelompok dengan Arojn ataupun Viona. Karena itu akan sangat membosankan bagiku.“Kelompok satu adalah Viona, Aron, dan...” pak Umar menggoyangkan jarinya lalu menatap telitih setiap siswa yang memperhatikannya kecuali aku. Matanya terhenti menatapku.“IRENE!”“Hah?” aku terbangun dari rasa kantukku dan terlihat bingung. Terbayangkan betapa melelahkan hariku ini. Apakah hidupku tak lepas dari asupan drama setiap hari?“Irene! Kamu terlihat tak fokus. Aku pasangkan kamu dengan orang yang rajin dan pintar agar kamu bisa fokus seperti mereka. Jika kamu tak terbukti bekerja maka bapak takkan beri kamu n

    Last Updated : 2021-05-01

Latest chapter

  • The Magic of Love   Part 8

    “Baiklah anak-anak, sampai disini dulu materi yang bapak berikan. Jangan lupa tugas yang bapak kasih dikerjakan dan dikumpul tepat waktu minggu depan,” kan Pak Herman setelah mendengar suara bel istirahat berbunyi.Irene yang fokusnya teralihkan pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon rindang.Pandangannya tak lepas dari arah jendela hingga Pak Herman meninggalkan kelas.Ia berlari menghampiri gadis itu tak lain adalah Naura yang sedang memegang sesuatu namun ketika Irene menghampirinya. Naura segera menyembunyikannya.“Apa yang kau lakukan?”“Irene? Aku hanya menonton teman kelasku bermain bola,” tak heran Naura sedang mengenakan seragam olahraga. Irene Pun mengamati Dion yang mahir bermain basket.

  • The Magic of Love   Part 7

    Mata Irene tertuju pada foto terletak yang di atas meja disamping tempat tidur Aron. Melihat foto itu, tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang masa kecilnya.Itu adalah foto Irene kecil yang sedang berdiri di depan Aron. Mereka dulunya sangat dekat. Entah mengapa Irene bisa lupa alasan Aron bertindak kasar dan sering kali mengabaikannya padahal kala itu mereka layaknya seorang sahabat dan sulit dipisahkan. Aron bahkan selalu menjaga Irene setiap waktu.Pertanyaan yang hingga saat ini belum juga ia temukan jawabannya.Mengapa Aron tiba-tiba membenciku?.Namun, hal yang membuat Irene terkejut lagi karena ia masih menyimpan foto itu.Irene mengambil foto itu yang terletak diatas meja. Dan mengamati fotonya.“Aku cantik juga yah,”Selembar foto kecil yang melekat di belakang bingkai foto terjatuh di depan kakinya. Lalu berjongkok dan awalnya melihat foto itu tak membuatnya merasa ada hal aneh. Hanya foto Aron yang masih kecil

  • The Magic of Love   Part 6

    Terjadi lagi!Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.Bodohnya lagi. A

  • The Magic of Love   Part 5

    “Gina mana?” tanya Anna seorang siswa yang duduk di depanku sedang memasukkan buku ke dalam tasnya. Aku sedang sibuk memainkan ponsel milikku. Hanya bermain game dengan serius.“Di kantin,” jawabku singkat.“Kok kamu tumben gak sama Gina?” tanya Anna lagi. Aku pun menyimpan ponselku di saku bajuku.“Biasalah! Gina kalau sudah punya pacar, jadi aku ditinggalin,” pekikku dengan nada mengeluh. Anna hanya menertawaiku.“Ya sudah, mau ikut nggak?” ajaknya.“Ke kantin?” tanyaku dengan polos.“Ke toilet,” jawabnya ketus.“Ah nggak mau! Ngapain aku ke toilet. Memangnya aku mau ngapain ke toilet,” bantahku. Tampaknya Anna menatapku geram.“Ke kantin Irene! Nih anak bego banget,” katanya kesal sambil menarik lenganku. Lucu melihatnya seperti itu. Aku hanya tertawa sepanjang perjalanan.****Setiba di kantin, aku menunggu lama Anna yang sedang mengantri. Sedangkan aku memegangi mangkuk bakso berusaha menyei

  • The Magic of Love   Part 4

    Cuaca dingin pagi ini membuatku menyembunyikan jemariku dibalik lengan panjang jaketku. Para siswa memasuki sekolah sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi.Aku mengecek jam dan sekitar lima menit lagi gerbang akan ditutup.Tiba-tiba saja ingatanku beralih pada peraturan sekolah ini. Bahwa siswa yang tak mengenakan dasi saat berada di sekolah akan dikenakan hukuman.Tampak dari gerbang yang jaraknya hanya 10 meter dari tempatku berdiri. Seorang pengawas berdiri dengan kayu rotan tipis di tangannya. Dan jantungku berdegup kencang tak karuan melihatnya. Karena kini aku benar-benar lupa untuk memakai dasi.Seorang gadis pendek dan juga berambut pendek sepertinya bernasib sama sepertiku berdiri di dekat gerbang. Kuputuskan untuk menghampirinya.“Apa kamu juga tak pakai dasi?” tanyaku memulai percakapan.“Iya,” jawabnya dengan suara lembut.Sebuah mobil berhenti di depan gerbang yang mudah ditebak siapa yang akan turun dari mobil itu.

  • The Magic of Love   Part 3

    Aku berusaha keras menahan rasa kantukku selama Pak Umar menjelaskan materi pelajaran sejarah. Namun mataku terpejam sekian kalinya, kepalaku terjatuh tanpa sadar. Lalu terduduk sambil menopang dagu.Pak umar hendak membagikan kelompok setelah menjelaskan materi. Aku bersikap tak peduli. Satu harapanku agar tak sekelompok dengan Arojn ataupun Viona. Karena itu akan sangat membosankan bagiku.“Kelompok satu adalah Viona, Aron, dan...” pak Umar menggoyangkan jarinya lalu menatap telitih setiap siswa yang memperhatikannya kecuali aku. Matanya terhenti menatapku.“IRENE!”“Hah?” aku terbangun dari rasa kantukku dan terlihat bingung. Terbayangkan betapa melelahkan hariku ini. Apakah hidupku tak lepas dari asupan drama setiap hari?“Irene! Kamu terlihat tak fokus. Aku pasangkan kamu dengan orang yang rajin dan pintar agar kamu bisa fokus seperti mereka. Jika kamu tak terbukti bekerja maka bapak takkan beri kamu n

  • The Magic of Love   Part 2

    “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Gina sambil berbisik pelan. Dia adalah teman sebangku ku yang super menyebalkan. Sekeras apapun aku jujur padanya dia juga takkan tahu apa yang sebenarnya kukatakan. Namun malah menciptakan rumor permanen yang kuanggap seperti sebuah kesialan.Jika ditanya siapa yang menyebarkan rumor palsu bahwa aku menyukai Aron selama sepuluh tahun. Maka orang itu adalah Gina. Gadis cantik berambut panjang namun sangat polos.“Aku baik-baik saja,” balasku santai. Jika karena ditolak aku tak merasa buruk akan hal itu. Tapi jika soal dipermalukan di hadapan banyak orang aku sangat marah. Tunggu saja pembalasanku.“Huhu, aku gak tahan lagi. Aku tahu kamu nggak baik-baik saja. Tapi kamu berusaha untuk tidak membuatku khawatir. Kamu memang sangat baik,” katanya dengan nada seperti sedang menangis. Entah dia benar-benar nangis atau hanya dibuat-buat. Dia memang seperti itu, ratu drama yang buruk.“Aku nggak bohong kok!” aku berusaha meyakin

  • The Magic of Love   Part 1

    Pletak!Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status