Share

The Magic of Love
The Magic of Love
Author: Indah N.A

Part 1

Author: Indah N.A
last update Last Updated: 2021-04-13 14:42:13

Pletak!

Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

Aku tak tuli sehingga terdengar bisikan mereka tentangku. “Aron telah menolaknya selama sepuluh tahun” “Bisa-bisanya dia bertahan selama itu”.

Sejujurnya aku benci mendengar itu. Benci jika seseorang mengatakan aku menyukai Aron.

Dengan mata berair dan pasrah aku memunguti makanan itu dan memasukkannya kembali ke kotak makan sambil menahan tangis. Setiap orang memandangiku dengan kasihan. Dan juga aku benci itu. Seketika aku menjadi gadis lemah meski itu bukan keinginanku. Meski dalam hati aku terus saja mengatakan "Hey Irene, Jangan menangis. Bodoh!". Namun tetap saja air mata mengalir di pipiku. Dan terjebak dalam pusat perhatihan orang-orang.

“Gak usah lebay! Sudah kukatakan padamu berulang kali, menjauhlah dariku. Jangan buang waktumu hanya mengejar cintaku. Karena aku takkan pernah bisa mencintaimu. Takkan pernah,” ungkapnya. Mendengar ucapan kasarnya itu, ingin sekali kuberikan sebuah tamparan keras di pipinya dengan tangan ini. Namun, ketika berhadapan dengan pria itu. Aku seketika tak menjadi diriku lagi. Seperti ada sihir yang mengendalikan ku. Aku tak bisa melakukan apa pun yang ingin kulakukan ketika telah berhadapan dengannya.

Aron yang hanya menatap ku dengan jijik, lalu membalikkan badan dan hendak segera meninggalkanku. Aku pun menatap punggung pria sadis yang 29 cm lebih tinggi dariku.

“Padahal dengan tulus aku membuatkan ini untukmu,” kataku dengan lembut. Selalu saja seperti ini. Kulontarkan sebuah kata yang sebenarnya tak ingin kukatakan padanya.

Namun, pria itu berbalik dan berjongkok dihadapanku lalu mengangkat daguku.

“Maka berhentilah mengejarku. Aku sudah seringkali mengatakan itu padamu. Aku tak suka wanita lemah sepertimu,” ia berteriak keras sekali di wajahku dan menatapku dengan tajam. Makanan yang hampir sepenuhnya selesai ku bersihkan itu terjatuh dan berserakan lagi.

“Berhentilah bersikap manis dihadapanku. Kau membuatku jijik,” bisiknya di telingaku.

Bu Fatma menghampiri kami dengan buku yang digendongnya dan penggaris panjang digenggamannya. Ia guru mata pelajaran Matematika yang sebenarnya bel pergantian jam pelajaran baru saja berbunyi.

“Mengapa kalian berkumpul di sini? Masuk ke kelas kalian sekarang juga!” seketika lorong yang di penuhi siswa yang menyaksikan kami tadi masuk ke kelas masing masing setelah mendengar teriakan Bu Fatma.

Aron pun benar-benar meninggalkanku. Ketika ia pergi aku pun kembali ke diriku yang sebenarnya. Sangat malas diriku untuk menatap kotak makanan sialan itu.

“Dasar kotak makanan sialan!” umpatku lalu berdiri hendak masuk ke kelas tanpa membersihkan makanan berserakan di lantai itu.

Ketika aku hendak memasuki kelas Bu Fatma menghalau ku dengan penggaris lalu menunjuk ke arah lantai kotor itu. Aku menghela napas sambil mengelus-elus dada.

“Irene, belajarlah bertanggung jawab. Bersihkan itu! Bukankah itu kotak makanan kamu,” perintah Bu Fatma.

“Tapi Bu,” keluhku dengan wajah memelas.

“Gak ada tapi tapian, Bersihkan itu sekarang juga! Ibu gak mau tahu apa alasan,” teriak Bu Fatma. Sungguh ia sangat suka berteriak sehingga aku dengan refleks memegang telingaku. Dan bertanya-tanya apakah gendang telingaku baik-baik saja.

“Ah, hari ini aku sial banget,” keluhku seorang diri sambil membuang makanan kotor itu bersama kotaknya ke tong sampah. Aku memasang wajah cemberut.

Kemudian aku menuju toilet untuk mencuci tangan.

“Memangnya dia pikir aku benar-benar menyukainya selama 10 tahun. Itu sama sekali tidak benar. Itu semua gara-gara kalung bodoh ini sehingga aku tak bisa melakukan apa pun yang ingin kulakukan. Setiap aku di hadapannya, aku selalu ingin mengatakan ‘Aku membencimu’ tapi aku malah bilang cinta padanya. Dasar bodoh!” gerutuku kesal tanpa henti di depan cermin.

"Dan juga mengapa hatiku terasa sakit saat dia menolakku. Dan aku bahkan sampai menangis tadi. Siapa kau yang mengendalikanku? Apa kau punya hubungan dengan Aron? Apa kau hantu atau roh? Apa selama ini aku kerasukan?" kataku sambil memegang kalung ini.

Aku pandangi kalung yang sepuluh tahun tak pernah bisa ku pisahkan dari lingkaran leherku. Kalung ini kudapatkan dari sebuah toko Antik ketika aku berusia 8 tahun. Tanpa tahu apa akibat yang akan terjadi jika aku memakai kalung ini.

Saat itu kalung ini sangat indah untukku. Aku bahkan tak pernah merasa kesepian saat menggunakan kalung ini.

Semenjak kalung itu bersamaku. Aku bersikap baik setiap berada di hadapan Aron. Meskipun aku membencinya.

Sikapnya yang angkuh itu membuatku berpikir mungkin dia nggak akan pernah ketemu orang yang lebih baik dari diriku. Menurutku dia sangat bodoh karena menolak gadis cantik sepertiku. Andai saja aku tak dalam kendali kalung ini munkin aku sudah menolaknya dan membuatnya menyesal telah memperlakukanku dengan kasar.

Bahkan pagi ini aku bangun lebih awal dan membuatkan makanan yang sama sekali tak pernah aku masak. Sejak kalung ini bersamaku, seperti ada orang lain yang mengendalikan tubuhku. Meski ini terdengar sangat aneh. Namun tetap saja aku sudah mengalami ini selama 10 tahun. Aku menjalani kehidupan seakan-akan aku sedang dalam kutukan.

Bukankah itu hal aneh?. Aku sangat payah dalam memasak namun aku bisa memasak kari ayam dan sayuran untuknya.

Wah! aku pikir aku sudah gila.

“Apa dia sudah gila?” setiap orang akan berkata seperti itu. Menyadari bahwa aku sudah terlalu lama di dalam toilet dan bebarapa siswa memandangiku ketika aku mengomel sendiri. Aku memutuskan kembali ke kelas dan bahkan aku benci ini karena sekelas dengan pria kasar itu.

Related chapters

  • The Magic of Love   Part 2

    “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Gina sambil berbisik pelan. Dia adalah teman sebangku ku yang super menyebalkan. Sekeras apapun aku jujur padanya dia juga takkan tahu apa yang sebenarnya kukatakan. Namun malah menciptakan rumor permanen yang kuanggap seperti sebuah kesialan.Jika ditanya siapa yang menyebarkan rumor palsu bahwa aku menyukai Aron selama sepuluh tahun. Maka orang itu adalah Gina. Gadis cantik berambut panjang namun sangat polos.“Aku baik-baik saja,” balasku santai. Jika karena ditolak aku tak merasa buruk akan hal itu. Tapi jika soal dipermalukan di hadapan banyak orang aku sangat marah. Tunggu saja pembalasanku.“Huhu, aku gak tahan lagi. Aku tahu kamu nggak baik-baik saja. Tapi kamu berusaha untuk tidak membuatku khawatir. Kamu memang sangat baik,” katanya dengan nada seperti sedang menangis. Entah dia benar-benar nangis atau hanya dibuat-buat. Dia memang seperti itu, ratu drama yang buruk.“Aku nggak bohong kok!” aku berusaha meyakin

    Last Updated : 2021-04-29
  • The Magic of Love   Part 3

    Aku berusaha keras menahan rasa kantukku selama Pak Umar menjelaskan materi pelajaran sejarah. Namun mataku terpejam sekian kalinya, kepalaku terjatuh tanpa sadar. Lalu terduduk sambil menopang dagu.Pak umar hendak membagikan kelompok setelah menjelaskan materi. Aku bersikap tak peduli. Satu harapanku agar tak sekelompok dengan Arojn ataupun Viona. Karena itu akan sangat membosankan bagiku.“Kelompok satu adalah Viona, Aron, dan...” pak Umar menggoyangkan jarinya lalu menatap telitih setiap siswa yang memperhatikannya kecuali aku. Matanya terhenti menatapku.“IRENE!”“Hah?” aku terbangun dari rasa kantukku dan terlihat bingung. Terbayangkan betapa melelahkan hariku ini. Apakah hidupku tak lepas dari asupan drama setiap hari?“Irene! Kamu terlihat tak fokus. Aku pasangkan kamu dengan orang yang rajin dan pintar agar kamu bisa fokus seperti mereka. Jika kamu tak terbukti bekerja maka bapak takkan beri kamu n

    Last Updated : 2021-05-01
  • The Magic of Love   Part 4

    Cuaca dingin pagi ini membuatku menyembunyikan jemariku dibalik lengan panjang jaketku. Para siswa memasuki sekolah sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi.Aku mengecek jam dan sekitar lima menit lagi gerbang akan ditutup.Tiba-tiba saja ingatanku beralih pada peraturan sekolah ini. Bahwa siswa yang tak mengenakan dasi saat berada di sekolah akan dikenakan hukuman.Tampak dari gerbang yang jaraknya hanya 10 meter dari tempatku berdiri. Seorang pengawas berdiri dengan kayu rotan tipis di tangannya. Dan jantungku berdegup kencang tak karuan melihatnya. Karena kini aku benar-benar lupa untuk memakai dasi.Seorang gadis pendek dan juga berambut pendek sepertinya bernasib sama sepertiku berdiri di dekat gerbang. Kuputuskan untuk menghampirinya.“Apa kamu juga tak pakai dasi?” tanyaku memulai percakapan.“Iya,” jawabnya dengan suara lembut.Sebuah mobil berhenti di depan gerbang yang mudah ditebak siapa yang akan turun dari mobil itu.

    Last Updated : 2021-05-02
  • The Magic of Love   Part 5

    “Gina mana?” tanya Anna seorang siswa yang duduk di depanku sedang memasukkan buku ke dalam tasnya. Aku sedang sibuk memainkan ponsel milikku. Hanya bermain game dengan serius.“Di kantin,” jawabku singkat.“Kok kamu tumben gak sama Gina?” tanya Anna lagi. Aku pun menyimpan ponselku di saku bajuku.“Biasalah! Gina kalau sudah punya pacar, jadi aku ditinggalin,” pekikku dengan nada mengeluh. Anna hanya menertawaiku.“Ya sudah, mau ikut nggak?” ajaknya.“Ke kantin?” tanyaku dengan polos.“Ke toilet,” jawabnya ketus.“Ah nggak mau! Ngapain aku ke toilet. Memangnya aku mau ngapain ke toilet,” bantahku. Tampaknya Anna menatapku geram.“Ke kantin Irene! Nih anak bego banget,” katanya kesal sambil menarik lenganku. Lucu melihatnya seperti itu. Aku hanya tertawa sepanjang perjalanan.****Setiba di kantin, aku menunggu lama Anna yang sedang mengantri. Sedangkan aku memegangi mangkuk bakso berusaha menyei

    Last Updated : 2021-05-03
  • The Magic of Love   Part 6

    Terjadi lagi!Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.Bodohnya lagi. A

    Last Updated : 2021-05-08
  • The Magic of Love   Part 7

    Mata Irene tertuju pada foto terletak yang di atas meja disamping tempat tidur Aron. Melihat foto itu, tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang masa kecilnya.Itu adalah foto Irene kecil yang sedang berdiri di depan Aron. Mereka dulunya sangat dekat. Entah mengapa Irene bisa lupa alasan Aron bertindak kasar dan sering kali mengabaikannya padahal kala itu mereka layaknya seorang sahabat dan sulit dipisahkan. Aron bahkan selalu menjaga Irene setiap waktu.Pertanyaan yang hingga saat ini belum juga ia temukan jawabannya.Mengapa Aron tiba-tiba membenciku?.Namun, hal yang membuat Irene terkejut lagi karena ia masih menyimpan foto itu.Irene mengambil foto itu yang terletak diatas meja. Dan mengamati fotonya.“Aku cantik juga yah,”Selembar foto kecil yang melekat di belakang bingkai foto terjatuh di depan kakinya. Lalu berjongkok dan awalnya melihat foto itu tak membuatnya merasa ada hal aneh. Hanya foto Aron yang masih kecil

    Last Updated : 2021-06-04
  • The Magic of Love   Part 8

    “Baiklah anak-anak, sampai disini dulu materi yang bapak berikan. Jangan lupa tugas yang bapak kasih dikerjakan dan dikumpul tepat waktu minggu depan,” kan Pak Herman setelah mendengar suara bel istirahat berbunyi.Irene yang fokusnya teralihkan pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon rindang.Pandangannya tak lepas dari arah jendela hingga Pak Herman meninggalkan kelas.Ia berlari menghampiri gadis itu tak lain adalah Naura yang sedang memegang sesuatu namun ketika Irene menghampirinya. Naura segera menyembunyikannya.“Apa yang kau lakukan?”“Irene? Aku hanya menonton teman kelasku bermain bola,” tak heran Naura sedang mengenakan seragam olahraga. Irene Pun mengamati Dion yang mahir bermain basket.

    Last Updated : 2021-06-19

Latest chapter

  • The Magic of Love   Part 8

    “Baiklah anak-anak, sampai disini dulu materi yang bapak berikan. Jangan lupa tugas yang bapak kasih dikerjakan dan dikumpul tepat waktu minggu depan,” kan Pak Herman setelah mendengar suara bel istirahat berbunyi.Irene yang fokusnya teralihkan pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon rindang.Pandangannya tak lepas dari arah jendela hingga Pak Herman meninggalkan kelas.Ia berlari menghampiri gadis itu tak lain adalah Naura yang sedang memegang sesuatu namun ketika Irene menghampirinya. Naura segera menyembunyikannya.“Apa yang kau lakukan?”“Irene? Aku hanya menonton teman kelasku bermain bola,” tak heran Naura sedang mengenakan seragam olahraga. Irene Pun mengamati Dion yang mahir bermain basket.

  • The Magic of Love   Part 7

    Mata Irene tertuju pada foto terletak yang di atas meja disamping tempat tidur Aron. Melihat foto itu, tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang masa kecilnya.Itu adalah foto Irene kecil yang sedang berdiri di depan Aron. Mereka dulunya sangat dekat. Entah mengapa Irene bisa lupa alasan Aron bertindak kasar dan sering kali mengabaikannya padahal kala itu mereka layaknya seorang sahabat dan sulit dipisahkan. Aron bahkan selalu menjaga Irene setiap waktu.Pertanyaan yang hingga saat ini belum juga ia temukan jawabannya.Mengapa Aron tiba-tiba membenciku?.Namun, hal yang membuat Irene terkejut lagi karena ia masih menyimpan foto itu.Irene mengambil foto itu yang terletak diatas meja. Dan mengamati fotonya.“Aku cantik juga yah,”Selembar foto kecil yang melekat di belakang bingkai foto terjatuh di depan kakinya. Lalu berjongkok dan awalnya melihat foto itu tak membuatnya merasa ada hal aneh. Hanya foto Aron yang masih kecil

  • The Magic of Love   Part 6

    Terjadi lagi!Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.Bodohnya lagi. A

  • The Magic of Love   Part 5

    “Gina mana?” tanya Anna seorang siswa yang duduk di depanku sedang memasukkan buku ke dalam tasnya. Aku sedang sibuk memainkan ponsel milikku. Hanya bermain game dengan serius.“Di kantin,” jawabku singkat.“Kok kamu tumben gak sama Gina?” tanya Anna lagi. Aku pun menyimpan ponselku di saku bajuku.“Biasalah! Gina kalau sudah punya pacar, jadi aku ditinggalin,” pekikku dengan nada mengeluh. Anna hanya menertawaiku.“Ya sudah, mau ikut nggak?” ajaknya.“Ke kantin?” tanyaku dengan polos.“Ke toilet,” jawabnya ketus.“Ah nggak mau! Ngapain aku ke toilet. Memangnya aku mau ngapain ke toilet,” bantahku. Tampaknya Anna menatapku geram.“Ke kantin Irene! Nih anak bego banget,” katanya kesal sambil menarik lenganku. Lucu melihatnya seperti itu. Aku hanya tertawa sepanjang perjalanan.****Setiba di kantin, aku menunggu lama Anna yang sedang mengantri. Sedangkan aku memegangi mangkuk bakso berusaha menyei

  • The Magic of Love   Part 4

    Cuaca dingin pagi ini membuatku menyembunyikan jemariku dibalik lengan panjang jaketku. Para siswa memasuki sekolah sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi.Aku mengecek jam dan sekitar lima menit lagi gerbang akan ditutup.Tiba-tiba saja ingatanku beralih pada peraturan sekolah ini. Bahwa siswa yang tak mengenakan dasi saat berada di sekolah akan dikenakan hukuman.Tampak dari gerbang yang jaraknya hanya 10 meter dari tempatku berdiri. Seorang pengawas berdiri dengan kayu rotan tipis di tangannya. Dan jantungku berdegup kencang tak karuan melihatnya. Karena kini aku benar-benar lupa untuk memakai dasi.Seorang gadis pendek dan juga berambut pendek sepertinya bernasib sama sepertiku berdiri di dekat gerbang. Kuputuskan untuk menghampirinya.“Apa kamu juga tak pakai dasi?” tanyaku memulai percakapan.“Iya,” jawabnya dengan suara lembut.Sebuah mobil berhenti di depan gerbang yang mudah ditebak siapa yang akan turun dari mobil itu.

  • The Magic of Love   Part 3

    Aku berusaha keras menahan rasa kantukku selama Pak Umar menjelaskan materi pelajaran sejarah. Namun mataku terpejam sekian kalinya, kepalaku terjatuh tanpa sadar. Lalu terduduk sambil menopang dagu.Pak umar hendak membagikan kelompok setelah menjelaskan materi. Aku bersikap tak peduli. Satu harapanku agar tak sekelompok dengan Arojn ataupun Viona. Karena itu akan sangat membosankan bagiku.“Kelompok satu adalah Viona, Aron, dan...” pak Umar menggoyangkan jarinya lalu menatap telitih setiap siswa yang memperhatikannya kecuali aku. Matanya terhenti menatapku.“IRENE!”“Hah?” aku terbangun dari rasa kantukku dan terlihat bingung. Terbayangkan betapa melelahkan hariku ini. Apakah hidupku tak lepas dari asupan drama setiap hari?“Irene! Kamu terlihat tak fokus. Aku pasangkan kamu dengan orang yang rajin dan pintar agar kamu bisa fokus seperti mereka. Jika kamu tak terbukti bekerja maka bapak takkan beri kamu n

  • The Magic of Love   Part 2

    “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Gina sambil berbisik pelan. Dia adalah teman sebangku ku yang super menyebalkan. Sekeras apapun aku jujur padanya dia juga takkan tahu apa yang sebenarnya kukatakan. Namun malah menciptakan rumor permanen yang kuanggap seperti sebuah kesialan.Jika ditanya siapa yang menyebarkan rumor palsu bahwa aku menyukai Aron selama sepuluh tahun. Maka orang itu adalah Gina. Gadis cantik berambut panjang namun sangat polos.“Aku baik-baik saja,” balasku santai. Jika karena ditolak aku tak merasa buruk akan hal itu. Tapi jika soal dipermalukan di hadapan banyak orang aku sangat marah. Tunggu saja pembalasanku.“Huhu, aku gak tahan lagi. Aku tahu kamu nggak baik-baik saja. Tapi kamu berusaha untuk tidak membuatku khawatir. Kamu memang sangat baik,” katanya dengan nada seperti sedang menangis. Entah dia benar-benar nangis atau hanya dibuat-buat. Dia memang seperti itu, ratu drama yang buruk.“Aku nggak bohong kok!” aku berusaha meyakin

  • The Magic of Love   Part 1

    Pletak!Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status