Share

Part 6

Penulis: Indah N.A
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-08 11:22:03

Terjadi lagi!

Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.

“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.

Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.

“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.

Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.

Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.

Bodohnya lagi. Aku memastikan pria yang lebih tinggi dariku ini agar tak terkena setetes pun air hujan. Saking tingginya aku memegangi payung sambil berjinjit. Namun aku yang basah kuyup karena hanya memayungi tamu tak diundang ini.

“Aku sangat senang kamu datang,” kataku riang.

Tapi bohong. Haha.

“Bodoh!” katanya datar dan belalu melewatiku. Namun ia melepas jaket yang dikenakannya lalu melemparnya padaku.

Mengapa ia malah baik lagi hari ini. Hatinya mudah sekali berubah.  Dia sangat sulit ditebak.

Sebenarnya Aron sudah seperti anak di rumah ini. Jika dia datang dan Ibu ada di rumah maka dia akan lebih dimanja. Dia bahkan tanpa izin bebas keluar masuk ke rumah ini.

“Cepat ganti bajumu,” perintahnya. Aku menatapnya kesal karena seenaknya menyuruhku.

“Nyonya Mellie ingin kamu ikut makan bersama,” katanya membuatku mulai paham.

Nyonya Mellie adalah Ibu Aron. Sejak pertama kali aku bertemu dengannya, tak pernah sekalipun aku mendengarnya memanggil wanita itu dengan sebutan ibu.

Jadi saat itu kupikir Nyonya Mellie adalah ibu angkat Aron. Namun saat aku bertanya pada ibuku. Bahwa ia juga tak tahu.

Ya sudah. Aku tak begitu suka mencampuri urusan orang. Jadi aku tak bertanya padanya.

****

Rumah tempat Aron tinggal itu juga begitu mewah. Namun tak ada satupun foto keluarga yang terpajang di dinding rumah itu. Sepertinya keluarga ini tak harmonis.

Namun terdapat foto mesra Nyonya Melie dan Ayahnya Aro tau suaminya. Disekitar kerah kemeja putihnya. Seperti dia mengenakan kalung yang mirip dengan yang kugunakan. Apakah ini kebetulan?.

Saat melangkah menuju dapur terdengar suara yang aku kenal.

“Alexa,” kataku. Tampak tante Mellie sedang berbincang pada Alexa. Keluarga Aron juga sangat dekat dengan keluarga Alexa.

“Eh Irene sudah datang,” Tante Mellie memanggilku yang sedang memasak untuk makan malam bersama Alexa.

Sejujurnya aku tak pandai memasak karena ibu tak pernah mengajariku. Dia sangat sibuk sehingga tak banyak waktu yang kumiliki saat bersamanya. Namun telingaku sepertinya akan pecah mendengar pujian tentang Alexa yang bertubi-tubi.

Jadi aku hanya menonton mereka. Sepertinya Alexa mencoba mencuri hati Ibunya Aron. Dan terlihat jelas usahanya berhasil. Dia hanya harus membuat Aron menyukainya.

Tante Mellie tampak memiliki wajah yang mempesona. Karena ia tak tampak tua diumurnya yang seumuran dengan Ibuku. Wanita itu masih tampak seperti wanita 20 tahun di umurnya yang ke 40 tahun. Dia sangat cantik.

****

Sebelum makan malam itu dimulai. Ayah Aron  akan  makan bersama kami. Ia menarik kursi untuk diduduki Istrinya itu layaknya seorang ratu. Hingga saat ini dia selalu melayani istrinya. Seperti menaruh nasi di piring dan memberinya makanan kesukaannya. Dan sangat peduli pada istrinya.

Dan mereka bahkan selalu bertingkah mesra.

“Wah mesra sekali,” sahut Alexa yang duduk di sebelahku.

Namun aku tak merasa begitu. Seharusnya seorang Istri yang melayani suaminya. Namun dia hanya duduk saat Suaminya bersamanya.

Entah apakah ini hanya perasaanku. Nasibku dan ayah Aron sama persis. Ia seperti terkendali oleh kalung yang dipakainya.

Bahkan Ayah Aron selalu menatapku. Meski aku merasa aneh. Namun, seperti ada yang ingin dikatakannya namun sulit ia lontarkan.

Aron duduk di hadapanku. Alexa memberinya juga makanan kesukaannya. Dia juga memanjakan pria itu.

“Aku harap aku juga bisa seperti Ibu dan Ayah Aron,” kata Alexa namun Aron tak berkutik sedikitpun. Entah mengapa aku merasa senang dia terabaikan. Aku tersenyum tipis menahan tawa.

Wanita yang duduk di sampingku ini tak menyerah sedikitpun untuk menarik perhatian Aron. Namun Aron lebih bersikap dingin kepadanya. Setidaknya Aron lebih peduli kepadaku.

Aron menaruh ayam ada di piringnya ke piringku. Aku menatapnya heran. Tapi karena aku suka ayam maka tak ada larangan untuk menolak.

“Alexa kamu tampak serasi dengan Aron,” kata Tante Mellie. Membuatku tersedak oleh makanan yang kukunyah.

Tampak wajah Aron yang tak senang iya meletakkan sendok dengan keras di piring hingga berbunyi.

“Jangan pedulikan urusanku,” sinis Aron.

“Aron! bicara yang sopan pada Ibumu,” teriak Ayahnya pada Aron. Namun Aron hanya bersikap acuh tak acuh.

Terdengar bisikan kecil di telingaku. “Masa bodoh”

Suasananya berubah menjadi tegang dan hening. Sedangkan aku merasa sedang dalam masalah.

Rasanya aku akan terus menggeliat seperti cacing kepanasan di tempat dudukku ini. Sementara keadaan hening dan tegang membuatku tak nyaman untuk mengatakan sesuatu.

“Aku mau buang air kecil,” bisikku pada Aron. Wajah marah Aron berubah tenang saat melihatku. Karena ia tersenyum tipis ketika aku berbicara.

“Pergilah!” katanya.

Aku segera pergi mencari toilet rumah ini. Lalu aku masuk ke kamar Aron karena ia memiliki kamar mandi yang lebih dekat dari ruang makan.

Ketika aku mulai merasa legah setelah keluar dari kamar mandi. Kupandangi setiap pajangan yang ada di kamar Aron.

Aku tertuju pada sebuah foto lama di atas meja sebelah kasurnya. Ingatanku mulai kembali memutar ke masa lalu.

Bab terkait

  • The Magic of Love   Part 7

    Mata Irene tertuju pada foto terletak yang di atas meja disamping tempat tidur Aron. Melihat foto itu, tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang masa kecilnya.Itu adalah foto Irene kecil yang sedang berdiri di depan Aron. Mereka dulunya sangat dekat. Entah mengapa Irene bisa lupa alasan Aron bertindak kasar dan sering kali mengabaikannya padahal kala itu mereka layaknya seorang sahabat dan sulit dipisahkan. Aron bahkan selalu menjaga Irene setiap waktu.Pertanyaan yang hingga saat ini belum juga ia temukan jawabannya.Mengapa Aron tiba-tiba membenciku?.Namun, hal yang membuat Irene terkejut lagi karena ia masih menyimpan foto itu.Irene mengambil foto itu yang terletak diatas meja. Dan mengamati fotonya.“Aku cantik juga yah,”Selembar foto kecil yang melekat di belakang bingkai foto terjatuh di depan kakinya. Lalu berjongkok dan awalnya melihat foto itu tak membuatnya merasa ada hal aneh. Hanya foto Aron yang masih kecil

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • The Magic of Love   Part 8

    “Baiklah anak-anak, sampai disini dulu materi yang bapak berikan. Jangan lupa tugas yang bapak kasih dikerjakan dan dikumpul tepat waktu minggu depan,” kan Pak Herman setelah mendengar suara bel istirahat berbunyi.Irene yang fokusnya teralihkan pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon rindang.Pandangannya tak lepas dari arah jendela hingga Pak Herman meninggalkan kelas.Ia berlari menghampiri gadis itu tak lain adalah Naura yang sedang memegang sesuatu namun ketika Irene menghampirinya. Naura segera menyembunyikannya.“Apa yang kau lakukan?”“Irene? Aku hanya menonton teman kelasku bermain bola,” tak heran Naura sedang mengenakan seragam olahraga. Irene Pun mengamati Dion yang mahir bermain basket.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • The Magic of Love   Part 1

    Pletak!Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • The Magic of Love   Part 2

    “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Gina sambil berbisik pelan. Dia adalah teman sebangku ku yang super menyebalkan. Sekeras apapun aku jujur padanya dia juga takkan tahu apa yang sebenarnya kukatakan. Namun malah menciptakan rumor permanen yang kuanggap seperti sebuah kesialan.Jika ditanya siapa yang menyebarkan rumor palsu bahwa aku menyukai Aron selama sepuluh tahun. Maka orang itu adalah Gina. Gadis cantik berambut panjang namun sangat polos.“Aku baik-baik saja,” balasku santai. Jika karena ditolak aku tak merasa buruk akan hal itu. Tapi jika soal dipermalukan di hadapan banyak orang aku sangat marah. Tunggu saja pembalasanku.“Huhu, aku gak tahan lagi. Aku tahu kamu nggak baik-baik saja. Tapi kamu berusaha untuk tidak membuatku khawatir. Kamu memang sangat baik,” katanya dengan nada seperti sedang menangis. Entah dia benar-benar nangis atau hanya dibuat-buat. Dia memang seperti itu, ratu drama yang buruk.“Aku nggak bohong kok!” aku berusaha meyakin

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29
  • The Magic of Love   Part 3

    Aku berusaha keras menahan rasa kantukku selama Pak Umar menjelaskan materi pelajaran sejarah. Namun mataku terpejam sekian kalinya, kepalaku terjatuh tanpa sadar. Lalu terduduk sambil menopang dagu.Pak umar hendak membagikan kelompok setelah menjelaskan materi. Aku bersikap tak peduli. Satu harapanku agar tak sekelompok dengan Arojn ataupun Viona. Karena itu akan sangat membosankan bagiku.“Kelompok satu adalah Viona, Aron, dan...” pak Umar menggoyangkan jarinya lalu menatap telitih setiap siswa yang memperhatikannya kecuali aku. Matanya terhenti menatapku.“IRENE!”“Hah?” aku terbangun dari rasa kantukku dan terlihat bingung. Terbayangkan betapa melelahkan hariku ini. Apakah hidupku tak lepas dari asupan drama setiap hari?“Irene! Kamu terlihat tak fokus. Aku pasangkan kamu dengan orang yang rajin dan pintar agar kamu bisa fokus seperti mereka. Jika kamu tak terbukti bekerja maka bapak takkan beri kamu n

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • The Magic of Love   Part 4

    Cuaca dingin pagi ini membuatku menyembunyikan jemariku dibalik lengan panjang jaketku. Para siswa memasuki sekolah sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi.Aku mengecek jam dan sekitar lima menit lagi gerbang akan ditutup.Tiba-tiba saja ingatanku beralih pada peraturan sekolah ini. Bahwa siswa yang tak mengenakan dasi saat berada di sekolah akan dikenakan hukuman.Tampak dari gerbang yang jaraknya hanya 10 meter dari tempatku berdiri. Seorang pengawas berdiri dengan kayu rotan tipis di tangannya. Dan jantungku berdegup kencang tak karuan melihatnya. Karena kini aku benar-benar lupa untuk memakai dasi.Seorang gadis pendek dan juga berambut pendek sepertinya bernasib sama sepertiku berdiri di dekat gerbang. Kuputuskan untuk menghampirinya.“Apa kamu juga tak pakai dasi?” tanyaku memulai percakapan.“Iya,” jawabnya dengan suara lembut.Sebuah mobil berhenti di depan gerbang yang mudah ditebak siapa yang akan turun dari mobil itu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • The Magic of Love   Part 5

    “Gina mana?” tanya Anna seorang siswa yang duduk di depanku sedang memasukkan buku ke dalam tasnya. Aku sedang sibuk memainkan ponsel milikku. Hanya bermain game dengan serius.“Di kantin,” jawabku singkat.“Kok kamu tumben gak sama Gina?” tanya Anna lagi. Aku pun menyimpan ponselku di saku bajuku.“Biasalah! Gina kalau sudah punya pacar, jadi aku ditinggalin,” pekikku dengan nada mengeluh. Anna hanya menertawaiku.“Ya sudah, mau ikut nggak?” ajaknya.“Ke kantin?” tanyaku dengan polos.“Ke toilet,” jawabnya ketus.“Ah nggak mau! Ngapain aku ke toilet. Memangnya aku mau ngapain ke toilet,” bantahku. Tampaknya Anna menatapku geram.“Ke kantin Irene! Nih anak bego banget,” katanya kesal sambil menarik lenganku. Lucu melihatnya seperti itu. Aku hanya tertawa sepanjang perjalanan.****Setiba di kantin, aku menunggu lama Anna yang sedang mengantri. Sedangkan aku memegangi mangkuk bakso berusaha menyei

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03

Bab terbaru

  • The Magic of Love   Part 8

    “Baiklah anak-anak, sampai disini dulu materi yang bapak berikan. Jangan lupa tugas yang bapak kasih dikerjakan dan dikumpul tepat waktu minggu depan,” kan Pak Herman setelah mendengar suara bel istirahat berbunyi.Irene yang fokusnya teralihkan pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon rindang.Pandangannya tak lepas dari arah jendela hingga Pak Herman meninggalkan kelas.Ia berlari menghampiri gadis itu tak lain adalah Naura yang sedang memegang sesuatu namun ketika Irene menghampirinya. Naura segera menyembunyikannya.“Apa yang kau lakukan?”“Irene? Aku hanya menonton teman kelasku bermain bola,” tak heran Naura sedang mengenakan seragam olahraga. Irene Pun mengamati Dion yang mahir bermain basket.

  • The Magic of Love   Part 7

    Mata Irene tertuju pada foto terletak yang di atas meja disamping tempat tidur Aron. Melihat foto itu, tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang masa kecilnya.Itu adalah foto Irene kecil yang sedang berdiri di depan Aron. Mereka dulunya sangat dekat. Entah mengapa Irene bisa lupa alasan Aron bertindak kasar dan sering kali mengabaikannya padahal kala itu mereka layaknya seorang sahabat dan sulit dipisahkan. Aron bahkan selalu menjaga Irene setiap waktu.Pertanyaan yang hingga saat ini belum juga ia temukan jawabannya.Mengapa Aron tiba-tiba membenciku?.Namun, hal yang membuat Irene terkejut lagi karena ia masih menyimpan foto itu.Irene mengambil foto itu yang terletak diatas meja. Dan mengamati fotonya.“Aku cantik juga yah,”Selembar foto kecil yang melekat di belakang bingkai foto terjatuh di depan kakinya. Lalu berjongkok dan awalnya melihat foto itu tak membuatnya merasa ada hal aneh. Hanya foto Aron yang masih kecil

  • The Magic of Love   Part 6

    Terjadi lagi!Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.Bodohnya lagi. A

  • The Magic of Love   Part 5

    “Gina mana?” tanya Anna seorang siswa yang duduk di depanku sedang memasukkan buku ke dalam tasnya. Aku sedang sibuk memainkan ponsel milikku. Hanya bermain game dengan serius.“Di kantin,” jawabku singkat.“Kok kamu tumben gak sama Gina?” tanya Anna lagi. Aku pun menyimpan ponselku di saku bajuku.“Biasalah! Gina kalau sudah punya pacar, jadi aku ditinggalin,” pekikku dengan nada mengeluh. Anna hanya menertawaiku.“Ya sudah, mau ikut nggak?” ajaknya.“Ke kantin?” tanyaku dengan polos.“Ke toilet,” jawabnya ketus.“Ah nggak mau! Ngapain aku ke toilet. Memangnya aku mau ngapain ke toilet,” bantahku. Tampaknya Anna menatapku geram.“Ke kantin Irene! Nih anak bego banget,” katanya kesal sambil menarik lenganku. Lucu melihatnya seperti itu. Aku hanya tertawa sepanjang perjalanan.****Setiba di kantin, aku menunggu lama Anna yang sedang mengantri. Sedangkan aku memegangi mangkuk bakso berusaha menyei

  • The Magic of Love   Part 4

    Cuaca dingin pagi ini membuatku menyembunyikan jemariku dibalik lengan panjang jaketku. Para siswa memasuki sekolah sebelum bel jam mata pelajaran pertama berbunyi.Aku mengecek jam dan sekitar lima menit lagi gerbang akan ditutup.Tiba-tiba saja ingatanku beralih pada peraturan sekolah ini. Bahwa siswa yang tak mengenakan dasi saat berada di sekolah akan dikenakan hukuman.Tampak dari gerbang yang jaraknya hanya 10 meter dari tempatku berdiri. Seorang pengawas berdiri dengan kayu rotan tipis di tangannya. Dan jantungku berdegup kencang tak karuan melihatnya. Karena kini aku benar-benar lupa untuk memakai dasi.Seorang gadis pendek dan juga berambut pendek sepertinya bernasib sama sepertiku berdiri di dekat gerbang. Kuputuskan untuk menghampirinya.“Apa kamu juga tak pakai dasi?” tanyaku memulai percakapan.“Iya,” jawabnya dengan suara lembut.Sebuah mobil berhenti di depan gerbang yang mudah ditebak siapa yang akan turun dari mobil itu.

  • The Magic of Love   Part 3

    Aku berusaha keras menahan rasa kantukku selama Pak Umar menjelaskan materi pelajaran sejarah. Namun mataku terpejam sekian kalinya, kepalaku terjatuh tanpa sadar. Lalu terduduk sambil menopang dagu.Pak umar hendak membagikan kelompok setelah menjelaskan materi. Aku bersikap tak peduli. Satu harapanku agar tak sekelompok dengan Arojn ataupun Viona. Karena itu akan sangat membosankan bagiku.“Kelompok satu adalah Viona, Aron, dan...” pak Umar menggoyangkan jarinya lalu menatap telitih setiap siswa yang memperhatikannya kecuali aku. Matanya terhenti menatapku.“IRENE!”“Hah?” aku terbangun dari rasa kantukku dan terlihat bingung. Terbayangkan betapa melelahkan hariku ini. Apakah hidupku tak lepas dari asupan drama setiap hari?“Irene! Kamu terlihat tak fokus. Aku pasangkan kamu dengan orang yang rajin dan pintar agar kamu bisa fokus seperti mereka. Jika kamu tak terbukti bekerja maka bapak takkan beri kamu n

  • The Magic of Love   Part 2

    “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Gina sambil berbisik pelan. Dia adalah teman sebangku ku yang super menyebalkan. Sekeras apapun aku jujur padanya dia juga takkan tahu apa yang sebenarnya kukatakan. Namun malah menciptakan rumor permanen yang kuanggap seperti sebuah kesialan.Jika ditanya siapa yang menyebarkan rumor palsu bahwa aku menyukai Aron selama sepuluh tahun. Maka orang itu adalah Gina. Gadis cantik berambut panjang namun sangat polos.“Aku baik-baik saja,” balasku santai. Jika karena ditolak aku tak merasa buruk akan hal itu. Tapi jika soal dipermalukan di hadapan banyak orang aku sangat marah. Tunggu saja pembalasanku.“Huhu, aku gak tahan lagi. Aku tahu kamu nggak baik-baik saja. Tapi kamu berusaha untuk tidak membuatku khawatir. Kamu memang sangat baik,” katanya dengan nada seperti sedang menangis. Entah dia benar-benar nangis atau hanya dibuat-buat. Dia memang seperti itu, ratu drama yang buruk.“Aku nggak bohong kok!” aku berusaha meyakin

  • The Magic of Love   Part 1

    Pletak!Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status