Share

Bab 28. Suapi Aku!

Penulis: Ahza Rumaisha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-29 21:27:05

Aaron berhenti sebentar sebelum masuk. Ia memandang Rosene yang berdiri di dekat pintu seraya membungkuk memberi hormat. Kemudian ia menatap Ben dan itu merupakan sebuah kode.

Pria itu mengangguk kemudian segera menyingkir dari sana. Disusul kemudian beberapa pengawal yang mengikutinya. Rosene segera menjalankan tugas.

"Mari, Tuan." Rosene meraih mantel dari tangan Aaron. Kemudian mengikuti langkah Aaron menuju ke kamar. Sesuai kebiasaan. Setelah pulang bekerja, Aaron akan membersihkan diri kemudian bersantap malam. Tetapi, Rosene perlu juga menanyakan apakah Aaron sudah makan di luar.

Sialnya Aaron belum makan dan Rosene harus menyiapkan itu semua, jelas ia melayani Aaron. Berta bilang, ia harus melayani Aaron seperti seorang suami. Yang benar saja, Aaron bukan suaminya. Tetapi, ia harus melakukannya.

Tiba di kamar, Aaron berdiri menghadap Rosene. Gadis itu memandangnya sebentar. Kemudian ia berdehem. Ia nyaris lupa bila ia harus membantu membuka maupun memasang busana Aaron.

Ro
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Mafia: Last Mission    Bab 29. Misi Dimulai

    Masalah sudah teratasi dan Berta bersedia menyimpan rahasia. Rosene menghela napas lega. Terlalu dini baginya untuk bersikap santai. Ini masih belum apa-apa. Ia sama sekali belum tahu apa-apa tentang Dare Devil. Ia harus bisa menggali informasi lebih jauh lagi. Tugas terakhir, ia harus memastikan Aaron telah beristirahat dengan tenang barulah ia bisa tidur. Ia akan kembali ke kamar Aaron. "Kau istirahat saja." Berta menegur. "Masih ada tugas terakhir." "Serahkan saja padaku." Rosene memandang Berta. Kalau bukan karena tujuan, jelas Rosene akan berkata iya. Ia harus memanfaatkan sedikit waktu yang ada. "Aku harus melakukannya." "Baiklah." Sepatu bertumit tinggi yang sempat ia lepas kembali dipakai. Sebenarnya ia pegal karena terus menyesuaikan kakinya dengan sepatu tinggi itu. Sepatu boot lebih nyaman. Tetapi, mau bagaimana lagi. Ternyata di dalam kamar Aaron ada Ben. Jelas ia tidak bisa masuk sembarangan. Kemudian seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Rosene membungkuk

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • The Mafia: Last Mission    Bab 30. Permainan Kematian

    Ini pertama kalinya Rosene menginjakkan kaki di markas besar Dare Devil. Gugup itu jelas ia rasakan. Ia adalah seorang musuh yang tidak sepantasnya berada di sarang lawan. Tetapi, ini harus ia lakukan untuk menggali informasi mengenai Dare Devil. Dari luar, Bangunan ini memang nampak biasa. Malah terlihat seperti rumah kebanyakan penduduk lokal. Namun siapa sangka, begitu ia masuk, Rosene malah berada di lantai puncak. Di bagian sudut ruangan itu terdapat sebuah tangga. Rosene mengikuti langkah Aaron mendekati tangga yang menuju ke ruang bawah. Begitu Rosene sampai, semua mata tertuju pada dirinya. Aura permusuhan begitu kental memenuhi ruangan yang bernuansa gelap itu. Bola mata Rosene memindai seisi ruangan. Baik pria maupun wanita semua mengenakan pakaian serba hitam. Hampir tidak ada bedanya, yang pria kebanyakan memiliki sebuah seni di lengan sedang yang wanita di leher. Kepala jaguar bermata iblis sebagai simbol dari klan mereka. Rosene menelan ludah. Mendadak ia jadi ragu.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • The Mafia: Last Mission    Bab 31. Ujian Kedua

    Ruangan seketika hening tanpa suara. Asap mengepul dari moncong senjata api yang dipegang Rosene. Ia terpaku di tempat disusul dengan hembusan napas yang tidak beraturan. Jantungnya berdegup kencang di detik-detik terakhir permainan. Rosene yang sempat pesimis kalah segera membalikkan keadaan sampai ia berhasil memenangkan pertandingan. Seluruh anggota Dare Devil jelas kaget. Mereka semua mematung di tempat, melihat salah satu anggota terbaik Dare Devil terkapar dengan luka tembak di dahi. Mereka tidak menyangka bila Luca akan kalah. Sang pemimpin tertinggi klan pun sama halnya. Pria itu tersenyum miring. Ia sudah menduga bila Rosene bukanlah wanita biasa. Dia memiliki kemampuan di atas rata-rata. Sebagai seorang wanita, dia terlalu tangguh dan kaku. Namun, di lain sisi, Rosene juga terlihat sadis dan cantik di saat yang bersamaan. Suara tepuk tangan terdengar memecah keheningan. Kemudian riuh terdengar dari para anggota. Itu karena Aaron yang memulai. Tubuh yang telah terkapar itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03
  • The Mafia: Last Mission    Bab 32. Menang

    Rosene memegang perut yang terkena tendangan. Jangan ditanya lagi rasanya. Seketika ia merasakan mual hebat. Rosene memandang pria yang mendapatkan julukan si sapi gila. Dia terlihat bangga dengan menepuk-nepuk dadanya. Ya, dia memang berhak bangga karena tubuhnya yang kuat. Penonton bersorak meneriakkan nama Cow. Itu karena mereka dari klan yang sama dengan pria itu. "Ini tidak bisa dibiarkan." Rosene tidak akan bisa mengalahkan pria itu dengan kekuatan saja. Ia butuh strategi. Ya otak cerdasnya harus ia manfaatkan. "Majulah, Pecundang. Beraninya melawan perempuan." Rosene mencoba memprovokasi si sapi gila. Tetapi, dia malah tertawa. "Aku lebih bersemangat melawan wanita. Majulah manis." Rosene mengumpat dalam hati. Rupanya si sapi gila itu tidak terprovokasi. Malah dirinya yang jadi kesal sendiri. Aaron memperhatikan pertandingan. Cow memang punya kekuatan super gila. Aaron sendiri pernah merasakan pukulannya ketika berlatih bersama pria itu. Orang yang memiliki kemampuan bela

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-04
  • The Mafia: Last Mission    Bab 33. Belajar Menembak

    Si sapi gila seketika tidak bergerak. Setelah itu barulah Rosene menjatuhkan diri ke samping. Napasnya terengah-engah, tubuhnya telentang sembari menatap langit-langit ruangan. Pertarungan hidup dan mati selesai dengan Rosene yang keluar sebagai pemenang. Bisakah Rosene berbangga hati sekarang. Pasalnya ia telah berhasil mengalahkan si pria raksasa itu. Bukan hanya kalah tapi tewas. Tubuh besar itu ditarik keluar arena. Rosene pun diperkenankan untuk turun. Aaron menyambutnya dengan senyuman. Sebuah senyum sinis dan tatapan mata yang tajam. Mungkin dia kesal karena Rosene dapat mengalahkan dua anak buah terbaiknya itu. "Kau menang, bagus. Tapi ini bukan akhir." Aaron mengatakannya dengan senyum sinisnya. Rosene terpaku beberapa saat jangan bilang kalau masih ada ujian lagi. "Oh aku suka tatapanmu itu, Sayang. Kemarilah." Aaron mengulurkan tangan dan Rosene menyambutnya. Aaro maju, mengikis jarak antara mereka dan membuat bibir berdekatan dengan indera pendengar milik Rosene. Mani

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • The Mafia: Last Mission    Bab 34. Jangan Sampai Ketahuan

    Rosene tersentak. Ini yang tidak ia suka. Buka baju sembarangan, memang dirinya ini apa. Mudah saja menyuruh wanita buka baju. Tetapi Rosene tidak akan melakukannya. "Saya bisa sendiri, Tuan." "Jangan membantahku!" Aaron sedikit menekan ucapannya yang sukses membuat Rosene bungkam. Aaron memulai dari wajah. Sudut bibir Rosene pecah dan meninggalkan jejak merah di sana. Sayang sekali kulit putih mulus itu harus ternoda. Meski begitu, tak mengurangi sedikitpun aura kecantikan di wajah Rosene. Aaron terus menekan bagian itu sampai-sampai tidak sadar kalau ia memperhatikan Rosene terlalu lama. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Aaron bukan tipe pria yang suka basa-basi. Tapi Rosene memberikan Aaron kesulitan tersendiri. Wanita yang dingin tak tersentuh. Aaron sangat tertantang untuk menaklukkan wanita yang seperti itu. Ia bosan dengan tipe wanita yang agresif. Meski tidak menampik ia juga suka. Tetapi, wanita dengan kesan angkuh juga sangat menggoda. "Kau bersihkan saja sendiri."

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-08
  • The Mafia: Last Mission    Bab 35. Devil House

    Rosene merasa Dejavu. Ia pernah mendengar kalimat yang seperti ini. Tepatnya dari mulut Markus dan ia menolaknya mentah-mentah. Jelas kali ini pun sama halnya. Entah untuk yang satu ini, Rosene sangat berat untuk menyerahkannya. Terlebih pada pria seperti Aaron yang tidak cukup puas hanya dengan satu wanita. Ia ingin pria biasa yang bisa menerima dirinya tanpa syarat. Menemani hidupnya sampai tua. Rosene ingin memulai semua dari nol. Mengubur masalalu yang kelam ini serta melupakan semua yang pernah terjadi. Lalu ia akan menebus semua dosa yang pernah ia lakukan di kemudian hari. "Tuan," panggil Rosene memberanikan diri memandang pria yang duduk berseberangan dengan dirinya. "Apakah Anda selalu begini? Apa setiap wanita yang masuk di kediaman Anda harus Anda tiduri terlebih dahulu." "Jaga ucapanmu!" Ben tidak terima karena sang atasan direndahkan. "Tenang, Ben." Aaron menurunkan satu kaki yang bertumpu pada kaki lainnya dan membuat tubuhnya maju ke depan. "Harta, tahta dan wanita

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-10
  • The Mafia: Last Mission    Bab 36. Mati Seketika

    Tantangan cermin sudah terlewati, tetapi Rosene masih saja melihat bayangan dirinya di sana. Permainan macam apa ini? Kenapa wajah wanita itu begitu mirip dengan dirinya? Bukan hanya wajah tapi perawakan serta kostum yang dia pakai. Begitu persis secara menyeluruh. Rambutnya juga begitu persis. Tatapan matanya apalagi. Rosene seperti melihat gambaran dirinya yang bengis."Siapa kamu?" Pertanyaan reflek itu dibalas senyum sinis oleh wanita itu. "Aku adalah dirimu." Bahkan suaranya begitu sama. Rosene mendengkus. Senjata api disimpan kembali. Ini akan menjadi pertarungan adu fisik melihat tidak adanya senjata di tangan. Tetapi tidak menampik bila wanita itu menyembunyikannya dibalik jaket seperti miliknya. Ia lebih suka begini dari pada melesatkan tembakan. Setidaknya lawannya kali ini seimbang. Wanita dengan wanita. "Lawan aku jika kau ingin keluar dari gedung ini." Wanita itu menantang. Tidak ada pilihan. Pertarungan tidak dapat dihindari. Rosene memasang kuda-kuda. Wanita itu pun

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-12

Bab terbaru

  • The Mafia: Last Mission    Bab 117. Sumpah Rosene

    Seorang pria botak dengan gambar ular melingkar di lehernya tengah menatap penuh kemenangan. Rosene pernah melihat wajah itu beberapa kali karena dia cukup terkenal di dunia bawah. Frank–tangan kanan sekaligus orang kepercayaan Luis–pemimpin Black Devil. Pria dengan sejuta talenta dan pandai mengendalikan berbagai macam senjata. Didukung oleh kemampuan beladiri yang cukup tinggi. Dia setara dengan Ben yang dimiliki Dare Devil. Sial sekali, Rosene bertemu pria ini di sini. "Siapa mereka, Tuan?" tanya salah satu anak buah. "Dasar bodoh, kalian tidak lihat. Mereka wanita. Selama ini Tuan selalu membutuhkan wanita. Karena di sini tidak ada wanita cantik sebaiknya kita bawa mereka." "Tapi, Tuan. Mereka sedang mengandung." Si pria botak mengalihkan pandangan pada perut kedua wanita di hadapannya. "Itu bukan masalah besar, bukankah wanita hamil memiliki rasa yang sedikit berbeda. Aku rasa Tuan tidak masalah." Telinga Rosene memanas, begitu juga hati dan pikirannya seolah terbakar amara

  • The Mafia: Last Mission    Bab 116. Penguasa Pulau

    Lupakan sejenak soal pencarian calon mempelai pengantin yang hilang. Kini saat Aaron kembali fokus pada tujuan klan yaitu, menjadi penguasa dunia bawah. Sudah tidak diragukan lagi. Informasi yang Nick berikan memang sangat akurat. Aaron cukup puas dengan kinerja anak buahnya yang satu ini. Dan menurut Aaron, Nick adalah salah satu bawahan yang paling berpengaruh besar terhadap stabilitas wilayah kekuasaan Dare Devil karena posisinya sebagai agen rahasia. "Kerja bagus, Nick," kata Aaron dengan kedua tangan memegangi teropong yang dia tempelkan di dekat kedua mata. Nampak aktifitas yang dilaporkan Nick tengah berlangsung saat ini. Dan Aaron sangat benci dengan para penghianat. "Jadi apa kita langsung serang saja, Tuan?" Ben meminta persetujuan dari atasannya. "Kita bagi dua tim," kata Aaron. "Bukankah Nick bilang mereka memiliki markas rahasia di Pulau Lemnos? Kita harus serang secara bersamaan. Dan buat mereka terkejut dengan aksi kita." "Baik, Tuan." Mendapat perintah begitu, Be

  • The Mafia: Last Mission    Bab 115. Sebuah Pulau

    Ini pertama kalinya Janeth berkunjung di kediaman resmi seorang Aaron Salvatore. Janeth jelas tidak tahu alasannya dipanggil kemari. Namun, saat di perjalanan Ben melakukan sesuatu yang perlahan mulai membuatnya mengerti. Dari memerintahkan dirinya untuk berganti pakaian dan berias. Jelas saja pikiran Janeth tidak jauh-jauh soal itu. Dan benar saja. Begitu sampai, Ben langsung menggiringnya menuju kamar pribadi pria itu. Namun, sebelum itu Ben harus memberikan peringatan kepada wanita itu. "Aku peringatkan, sebaiknya jangan mengeluarkan kata-kata apapun." Janeth melihat Ben. Tatapannya menyiratkan sebuah pertanyaan. Dan Ben perlu menjawab itu. "Kau akan tahu setelah berada di dalam. Terakhir kali aku mengingatkanmu, jaga bicaramu." "Ya baiklah." Pintu dibuka, Janeth melangkah memasuki kamar sang Tuan. Aroma maskulin seketika menguar. Aroma yang sedikit asing bagi Janeth, atau karena ia terlalu terobsesi dengan aroma parfum Jack. Hanya sekedar mengingatkan kalau Janeth belum bisa

  • The Mafia: Last Mission    Bab 114. Bermain Dengan Janeth

    Secara pribadi, Aaron memang tidak membenci pria ini. Hanya saja ia enggan saling berhadapan seperti ini. Terlebih mengingat apa yang pernah dia lakukan terhadap dirinya dan ibunya. Aaron tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata. Terlalu panjang dan rumit. Dan semua terjadi begitu saja tanpa bisa dicegah. Aaron tumbuh tanpa sosok seorang ayah. Wajar kalau dia jadi membenci sosok itu karena kejadian di masalalu. "Aaron, aku dengar Mommymu sakit. Jadi aku datang kemari." "Bagaimana kau bisa tahu." Aaron mendengkus. Ini pasti karena si mulut ember Markus. "Dia bukan hanya sakit, tapi tengah koma." Mathius menutup mulutnya yang terbuka. Ia memang telah mendengar tentang penyakit istri pertamanya. Dan ia turut prihatin atas hal itu, bagaimanapun ia pernah menjalin kasih dengan wanita itu. Terlebih telah diberi anak bersama. "Nak, izinkan aku melihatnya?" "Kami tidak ada lagi hubungan denganmu."Mathius sudah menduga ia akan mengalami penolakan. Tetapi ia tidak akan menerimanya begitu s

  • The Mafia: Last Mission    Bab 113. Koma

    Aaron melepaskan tembakan sebanyak dua kali dan membuat sang wanita terkapar dengan luka tembak di perut. Ia benci wanita yang lebih banyak bicara dari pada kerja, tidak tahu diri, dan juga serakah. Mendengar suara tembakan, Ben segera melesat masuk dan seketika terdiam melihat pemandangan yang tersedia di depan mata. Aroma anyir darah menyeruak memasuki indera penciumannya. Tak perlu bertanya mengapa Aaron melakukannya. Rupanya sang wanita panggilan telah mengabaikan peringatannya dan membuat Aaron kesal. Sudah dia bilang kalau Aaron tengah sensitif saat ini. "Lain kali, cari tahu dulu sebelum mencari wanita. Aku benci wanita yang suka menjelekkan wanita lain. Ckkk beraninya dia menghina kekasihku." Aaron melemparkan senjata apinya di sofa lalu ia kembali menjatuhkan diri di sana. "Kalian cepat bereskan ini. Buang mayatnya di tempat biasa." Ben memberi perintah pada bawahannya. Dua orang penjaga yang siap siaga di depan kamar Aaron segera masuk setelah mendapat perintah. "Aku bu

  • The Mafia: Last Mission    Bab 112. Kebiasaan Lama

    Kebiasaan lama itu kambuh. Semenjak ada Rosene, Aaron bahkan tidak pernah menginginkan wanita lain di ranjangnya. Cukup dengan Rosene yang bisa memuaskannya. Aaron tidak butuh wanita lain lagi. Bahkan karena saking cintanya, ia menuruti perintah wanita itu membubarkan haremnya. Sejak saat itu, Aaron mulai serius terhadap hubungannya dengan Rosene. Ia mulai memberikan perhatian yang tak biasa ia berikan pada wanita lain. Mencintai, menyayangi dan untuk pertama kalinya jantung Aaron berdebar saat sedang bersama wanita, yaitu Rosene. Itu sebabnya ia yakin untuk memperistri wanita itu. Namun, lihatlah apa yang dia perbuat. Wanita itu justru mempermainkannya, membuatnya malu dan juga marah. Dengan cara lari dari pernikahan. Hidupnya kacau setelah wanita itu pergi. Tidak peduli soal klan, dan mengabaikan masalah pekerjaan. Aaron terlihat sangat prustasi. Kini Ben dan yang lain mengerti, begitu besar pengaruh Rosene bagi kehidupan pemimpin mereka. Dan ini pertama kali mereka melihat tuann

  • The Mafia: Last Mission    Bab 111. Prustasi

    Butuh waktu 2 hari untuk sampai ke tempat tujuan dengan menggunakan jalur air. Ini untuk mengurangi resiko pada Melanie yang tengah mengandung sebab usia kandungan masih dalam tahap trimester pertama. Begitu kapal berlabuh, Rosene dan Melanie segera mencari lokasi yang ada di dalam secarik kertas yang diberikan Samantha. Benar saja, begitu memasuki wilayah yang memiliki daratan yang sedikit kering itu, keduanya diminta untuk menyebutkan sebuah kode. Itu karena keduanya adalah pendatang. Dan Rosene heran, kenapa kodenya malah nama ibunya Aaron? Ia tidak heran kalau sebuah wilayah memiliki kode khusus. Biasanya berupa simbol, atau kata sandi huruf-huruf Romawi ataupun angka. "Kita berada di mana?" tanya Melanie yang sedikit asing dengan wilayah ini. "Yunani," jawab Rosene yang seketika membuat Melanie kaget. "Kau serius?" Rosene memandang sang adik. "Apa wajahku terlihat seperti pembohong? Sudahlah ayo jalan. Aku sudah lapar." Rosene melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Mere

  • The Mafia: Last Mission    Bab 110. Sandera

    Pertanyaan itu jelas menimbulka huru-hara yang berasal dari kursi para jemaat. Suasana bahagia berubah menjadi tegang. Para tamu tidak mengerti dengan apa yang terjadi tiba-tiba. Harusnya janji suci pernikahan berlangsung, ini malah sebaliknya. Mempelai pengantin pria, menghentikan pernikahannya sendiri. Mathius berdiri dari duduknya. "Nak, ada apa?""Dia bukan calon istriku." Semua tatapan tertuju pada wanita bergaun pengantin yang berdiri seperti patung itu. Di balik cadar itu, ia dapat melihat semua perhatian mengarah padanya. Rencana baru saja dimulai."Ben, buka penutup wajahnya." Aaron memerintah. Yang dipanggil maju ke depan, sementara para tamu sibuk dengan pikiran masing-masing yang mayoritas dipenuhi tanda tanya. Ben mendekati wanita itu, tangannya mencoba meraih veil yang menutupi wajah. Namun, tangannya malah ditahan. Ben yang tidak siap jelas tidak dapat menghindar kala wanita itu memelintir tangannya ke belakang. "Angkat tangan. Atau kepala pria ini meledak." Wanita

  • The Mafia: Last Mission    Bab 109. Aku Harus Pergi

    Bagai petir di siang bolong. Melanie jelas saja kaget mendengar pertanyaan semacam itu dilontarkan oleh Samantha. Apa maksudnya ini? Apa mungkin Samantha telah mengetahui fakta yang sebenarnya? Kalau anak yang dirinya kandung bukanlah milik Aaron. "Nyo-nyonya apa maksud Anda?" Melanie mencoba mengelak. Sebisa mungkin ia harus mempertahankan kebohongannya, setidaknya sampai rencana yang disusun Rosene datang. "Jangan pura-pura bodoh. Jawab saja, anak siapa yang kau kandung itu?" Samantha menunjuk bagian perut rata Melanie. Gadis 25 tahun itu menggeleng. "Apa Nyonya meragukan saya?" Melanie berkaca-kaca. "Kau terlihat ketakutan? Apa yang kau sembunyikan sebenarnya? Kau sengaja ingin menjebak anakku." "Tidak, Nyonya." Melanie menjatuhkan diri di bawah kaki Samantha. Ia berlutut, dengan kepala menengadah ke atas. "Nyonya ampuni saya, saya tidak bermaksud ...." Melanie berkata sembari bercucuran air mata. Ucapannya terbata-bata. Tatapan Samantha dingin ke depan. Ia bahkan enggan meman

DMCA.com Protection Status