Matahari sudah semakin naik dan saatnya Selena dan Rain pulang. Mereka berjalan di hutan sambil terus berpegangan tangan satu sama lain. Bercerita bagaimana keadaan Selena di saat Rain tidak ada di sisinya sementara waktu ini. Hanya satu yang bisa diucapkan Selena yaitu rindu.
“Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu. Begitu gelisah padahal kamu terbaring lemah di dalam kamarku. Setiap hari aku melihatmu tapi bukan kamu yang sedang tersenyum atau menatapku lembut. Melainkan … melihat dirimu yang berbaring dengan mata terpejam. Tak ada cahaya di wajahmu, begitu redup dan membuatku berkali-kali berusaha menguatkan diri. Mungkin saja aku akan kehilanganmu, jadi aku harus merelakan ….” Selena terdiam sebentar lalu kembali melanjutkan kalimat penutup. “Kematianmu.”
Rain tersenyum lembut dan memegang erat jemari tangan Selena yang kecil. Dia hanya ingin menunjukkan pada Selena bahwa tak perlu cemas apalagi takut karena sekarang dia
Rain mengantar Selena pulang ke rumahnya sambil terus menggenggam erat tangan gadis itu. Setiap kali berpapasan dengan manusia, mereka selalu melihat dengan tatapan sangat iri pada pasangan yang terlihat sangat sempurna itu. Bagaimana tidak, semenjak Rain menjadi vampire, aura ketampanannya yang sudah mampu memikat semua orang menjadi tambah sempurna sekarang.Seolah Rain satu-satunya lelaki yang memang pantas untuk mendampingi Selena yang kecantikannya bak dewi. Bahkan kalau ada perempuan atau laki-laki yang mencoba merebut salah satu dari mereka, bisa dipastikan bahwa itu adalah usaha yang sia-sia saja. Rain tak akan mungkin melepas Selena, pun sebaliknya.“Sudah sampai,” kata Selena berhenti di depan pintu pagar rumahnya. Dia memutar tubuh dan menghadap Rain. Lelaki itu menatap dalam kedua netranya, menunjukkan bahwa dia tak ingin berpisah walau hanya sehari saja. “Ada apa?”“Bisa tidak malam ini kamu menginap di rumahku?”
“Ceritakan pada kami semua kebenarannya, Ayah.” Selena menatap lekat ayahnya. Bukan tatapan menghakimi melainkan kepedulian sebagai seorang anak kepada orang tua yang merawatnya selama ini.John duduk di kursinya, begitu pula dengan Selena yang kembali duduk. Empat orang anak adopsi John menatap ayahnya dan bersiap menyimak penjelasan. Lelaki dengan rambut berwarna keemasan itu meletakkan kedua tangannya di atas meja lalu menunjukkan salah satu bekas luka yang ada di pergelangan tangannya. Ia tersenyum pahit seraya mengangkat lengan itu agar bisa dilihat empat anaknya.“Ini adalah luka yang Ayah dapatkan ketika perang dunia pertama,” terangnya masih mengangkat tangan kanan. “Luka yang didapat karena sempat terkena percikan ranjau yang diinjak oleh salah satu teman Ayah. Beruntung saat itu ada yang menyelamatkan. Dia menarik tangan Ayah sehingga kami berdua tergulung ke jurang. Walaupun penuh luka, setidaknya masih bisa selamat dan bernapas
Bianca tampak nakal dan liar sekarang. Dia tidak segan-segan untuk merobek kaos abu-abu yang dipakai oleh Matt. Lirikan mata gadis itu begitu genit dan sesekali dia menggigit bibir bawah dengan raut wajah menggoda.Matt tersenyum melihat bagaimana Bianca yang memancingnya. Sebenarnya Matt tidak ada niat ingin bercinta malam ini. Akan tetapi Bianca telah berhasil membangkitkan gairah prianya, sehingga tangan Matt sekarang sudah berada di bagian luar bra Bianca.“Kamu siap untuk bermain malam ini?” tanya Bianca pada Matt.“Tergantung kamu menyanggupinya atau tidak,” jawab Matt menerima tantangan Bianca.Dan tanpa Matt sadari, ternyata di tangan Bianca sudah memegang salah satu borgol. Dengan gerakan cepat dan hampir tak terlihat, Bianca sudah berhasil memborgol kedua tangan Matt. Lelaki itu langsung tertawa dan menyesal karena sudah meremahkan gadis yang rambutnya tergerai indah ini.“Sekarang … aku yang akan memi
Selena terus berlari menuju mobil yang ada di dalam garasi. Di belakangnya Rain berlari mengejarnya dengan cepat.“Ayo, Rain! Kita harus mengejar ayah!” seru Selena.“Selena, tunggu!” panggil Rain menarik tangan gadis itu, hingga Selena harus memutar badannya.“Apalagi? Kita tidak punya banyak waktu,” geram Selena berusaha berontak dari cengkeraman tangan kekasihnya.“Iya. Tahu. Tapi, apa kamu ingin pergi dengan handuk itu?”“Handuk?” ulang Selena.Rain memberikan kode dengan matanya. Barulah Selena ingat bahwa rambutnya masih terlilit handuk kecil. “Oh, sial!” umpat Selena melepaskan handuk itu kemudian melem
Arion langsung terbahak-bahak saat melihat lima vampir muda yang berhadapan dengannya. Baginya, mereka semua bukanlah tandingannya. Sementara itu John yang terkejut dengan serangan tiba-tiba dari Arion, kembali bangkit dan berdiri tegap.John berjalan dengan santai mendekati Arion yang begitu angkuh menatap dirinya. Masih dengan keadaan yang tenang dan tak ingin gegabah, John berniat ingin mengajak bicara secara baik-baik pada adiknya.“Aku tahu masa lalu kita terlalu buruk dan takkan mungkin kamu bisa melupakan apalagi memaafkanku,” kata John dengan suara khasnya yang begitu bijaksana.Arion langsung berdecih dan tersenyum sinis. “Lalu apa? Kamu ingin menjelaskan padaku tentang tujuanmu yang ingin membunuhku waktu itu?” tanya dia dengan dagu terangkat.“Dengarkan aku … aku memiliki tujuan untuk melakukan itu.”“Tujuan apa? Kalau kau benar-benar ingin melenyapkanku?!” teriak Arion yang lebih mu
John ikut menepikan mobilnya ketika sadar mobil anak-anak mereka berhenti tepat di depannya. Dengan kepala berisi pertanyaan, ia memilih untuk turun dan memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu semua anaknya sudah turun dan berdiri bersisian menghadap Danna.Wanita yang sudah merusak keharmonisan keluarganya itu tampak memprihatinkan. Wajahnya pucat dengan lingkar mata yang menghitam. Tidak terlihat lagi kecantikan di wajah itu, sebaliknya tampak mengenaskan. Tubuhnya ditutupi selimut hitam yang tergantung di bahu hingga menutupi hingga ke kaki. Sementara rambutnya tergerai dan acak-acakan seperti tak pernah bersisir selama beberapa minggu. Dia lebih tepat mirip seperti gelandangan.“Ada apa?” tanya John yang berjalan di belakang anak-anaknya. Lelaki itu belum tahu siapa yang sedang dilihat lima remaja itu.Mendengar suara John, mata Danna langsung mencari-cari sumber suara. Tangannya meraba-raba angin dengan bibir gemetar.&ldquo
“Danna, apa yang membuatmu menjadi seperti ini?” tanya John setelah duduk nyaman di sebuah kursi ruang tamu rumah wanita itu.Rasanya sangat lama dia tidak masuk ke dalam rumah ini. Semua perabotan yang ada di dalam rumah ini menjadi saksi bisu percintaan mereka berdua. Sebagaimana di setiap sudutnya John dan Danna selalu melakukan hal intim satu sama lain. Dan sekarang tempat itu terasa sangat dingin, sepi dan menyedihkan.“Mungkin ini karma atas perlakuanku pada kalian semua,” jawab Danna dengan lirih sambil menundukkan kepala.Danna duduk berseberangan dengan John yang belum memutus pandangannya dari wajah wanita itu. Karena dirinya yang buta, ia tak bsia melihat bagaimana John menatapnya dengan penuh kesedihan.“Sepertinya aku tahu siapa yang melakukan ini padamu,” ujar John lalu memegang tangan Danna.Sesuatu yang aneh dirasakan John ketika dia tidak bisa menyerap energi wanita itu lagi. Bahkan dia tidak mer
“Aku sudah melakukan sesuai apa yang kamu perintahkan,” kata Danna lalu membalikkan badan menghadap Arion. “Mana imbalanku?” lanjutnya sambil menjulurkan tangannya.Arion tersenyum sinis menatap Danna yang begitu jahat dan tak berperasaan. Satu alisnya terangkat dengan senyum miring. “Kamu benar-benar tidak mencintainya?” tanya dia dengan nada rendah.“Kamu bisa lihat buktinya ‘kan? Aku bisa membunuhnya. Apakah artinya aku mencintai dia?” Danna membalikkan pertanyaan.Arion menganggukkan kepala. Ia lalu mengeluarkan sebatang emas murni dari balik mantelnya kemudian mengulurkan pada Danna.Mata perempuan itu langsung berbinar-binar melihat cahaya berkilauan dari emas batangan itu. Tak sabar ia ingin meraih benda yang bisa membuat hidupnya sejahtera itu. Namun, baru saja dia ingin mengambil emas itu, Arion kembali menarik tangannya.“Tunggu,” katanya lalu menyembunyikan emas di balik p