Arion menarik satu kursi untuk Selena. Dengan anggunnya gadis itu langsung duduk dengan ekspresi tenang dan tak akan ada yang bisa membaca pikiran gadis tersebut meski Arion memiliki kemampuan untuk itu.
Setelah Selena duduk dengan nyaman, Arion ikut duduk juga di kursinya, berhadapan dengan gadis cantik itu. Meja bundar berbahan dasar kayu oak itu sudah dipenuhi dengan berbagai macam hidangan lezat yang ada di atasnya.
“Kupikir kau tahu bahwa aku tak memakan makanan manusia,” ketus Selena yang menatap sepintas herb roasted chicken di hadapannya.
Arion hanya tersenyum mendengar itu. Ia lalu menjentikkan jarinya dan seketika yang ada di atas meja langsung berubah menjadi potongan coklat hitam berbentuk ayam, minuman cokelat hitam dalam botol wine. Semua hidangan berupa cokelat kesukaan Selena.
Gadis itu terperanjat menyaksikan itu. Ia langsung menatap Arion dengan ekspresi menuntut penjelasan.
“Itu hanya ilusi mata. Semuan
Selena keluar dari rumah Arion dengan diantarkan lelaki tersebut hingga depan pintu. Wajah Selena sedikit pucat setelah berbicara dengan lelaki yang mengaku ingin menjadi suaminya itu. Bernegosiasi dengan Arion bukanlah hal yang mudah bagi Selena.Henry yang sudah membukakan pintu mobil untuk Selena, menatap tajam pada Arion yang tersenyum padanya. Tak ada niatnya ingin menyapa Arion, bahkan dia memilih untuk memberikan aura kebencian pada adik ayahnya itu.Selena tidak mengatakan apapun setelah mendekati mobil Henry. Ia langsung masuk dan duduk di samping kursi kemudi. Henry menutup pintu dan pergi menuju pintu sebelahnya.“Hati-hati di jalan, Henry,” kata Arion.Henry menghentikan langkah sebentar. Kedua tangannya mengepal lalu membalikkan badan dan memaksakan kedua sudut bibirnya terangkat. Ia lalu menjawab, “Selamat malam, Mr. Arion.”Arion tersenyum dan membiarkan Henry kembali masuk ke dalam mobil tanpa ingin membahas
Rain sudah bisa langsung menebak ke mana perginya Selena. Dia sudah menunggu gadis itu selama satu jam dalam kamar tanpa ada yang tahu seorang pun. Niat awalnya hanya ingin memberikan sesuatu pada Selena, sebuah hadiah kecil untuk sang kekasih. Tapi, fakta menyakitkan ketika dia tahu apa yang dilakukan Selena di belakangnya.“Aku tidak menyangka kalau ternyata kamu ….” Rain bahkan tidak bisa melanjutkan kalimatnya.“Rain, aku bisa menjelaskan semuanya,” lirih Selena dengan segenap kekuatan agar lidahnya yang kelu bisa digerakkan.Rain hanya tersenyum pahit. “Seharusnya kamu memiliki alasan yang masuk akal yang bisa kuterima,” bisiknya kemudian melemparkan sesuatu yang sejak tadi digenggamnya.Sebuah benda kecil dengan rantai panjang langsung terbidik pada sebuah lemari kaca berisi buku-buku milik Selena. Lemparan yang sangat kuat itu membuat kaca tersebut menjadi pecah berserakan di lantai. Selena terpekik saat t
John mendengar keributan di kamar Selena langsung keluar dari ruang kerjanya. Ia berhenti sesaat di depan pintu saat melihat Rain yang melesat keluar dengan ekspresi murka. Ingin dia dekati tapi diurungkannya ketika Matt yang memutuskan untuk mengejar lelaki itu.Sekarang John berlari menuju kamar putrinya dengan perasaan waswas.“Elle!” seru John sebelum mencapai kamar gadis itu. Dan ketika sudah berada di ambang pintu, dia melihat Selena yang terduduk dengan gaun cantik, di sisi kiri gadis itu tampak serpihan kaca yang pecah.“Elle! Apa yang terjadi?” panik John sembari bergegas menghampiri Selena.Selena tidak menjawab, dia masih terguncang atas apa yang terjadi. John melihat kembali ke serpihan kaca pecah di atas lantai dan terfokus pada sebuah kalung dengan batu ruby berkilau. Keningnya berkerut kemudian mengerti kenapa kaca lemari itu pecah berkeping-keping, tentunya karena tembakan dari kalung tersebut.John memegang
Mendengar kalimat sinis yang dilontarkan oleh Rain, Arion langsung terbahak-bahak. Ia tak ingin langsung dikalahkan oleh kalimat sederhana walau sebenarnya sangat menusuk itu.“Hahahaa. Lucu sekali!” sindirnya terus tertawa.“Jangan tertawa! Suaramu jelek!” ejek Bianca dengan jujur.Arion langsung menghentikan tawanya dan menatap kesal Bianca yang bersedekap. “Nilaimu nanti yang akan kubuat jelek, gadis nakal!” ujarnya.Bianca hanya melengos tak peduli, mengabaikan guru tampannya yang memiliki garis leher yang maskulin dengan bahu bidang itu. Terus terang saja dalam hatinya pernah berandai-andai kalau saja Arion tidak menyebalkan, tentu lah ia akan merasa senang untuk mengakui bahwa lelaki itu adalah pamannya.“Henry,” kata Arion lagi.Yang dipanggil langsung menegakkan posisi berdirinya. Sesungguhnya dia sangat ketakutan sekarang. Tentunya bukan takut pada Arion, melainkan pada keluarganya sen
Selena menceritakan semuanya pada John, tak kurang satu pun. Ia menyesal karena harus bercerita sekarang. Seharusnya sebelum dia menginjakkan kaki di rumah Arion dengan menggunakan gaun cantik itulah dia bertukar pikiran dengan keluarganya.Sekarang bukan hanya Rain yang tengah dilanda kecewa, ayahnya pun merasakan hal itu. Hanya saja John tidak menunjukkan dengan jelas bagaimana rasa kecewa yang dia rasakan sekarang.“Kamu tahu, Elle … yang membuat Ayah sedih bukan hanya karena kamu yang tidak memberitahu kami soal ini, tapi … Ayah juga sedih kalau seandainya saja terjadi sesuatu hal yang buruk padamu sewaktu bersamanya,” tutur John.Selena mengerti. Ia tidak akan menyalahkan pikiran berlebihan ayahnya. Yang patut disalahkan adalah murni dirinya sendiri. “Aku tahu kalau yang kulakukan hanyalah sebuah kebodohan, Ayah. Wajar kalau kalian marah padaku. Bahkan … Rain saja tidak sudi menatapku,” lirih Selena.John
Selena melangkah sendirian di koridor sekolah dengan pikiran melayang kemana-mana. Ini adalah pertama kalinya dia bertengkar dengan lelaki hingga membuat dirinya tidak fokus untuk melakukan apapun.“Kenapa rasanya sangat berbeda ketika bertengkar dengan saudara dan pacar. Saat bersama Matt dan Henry, aku tidak pernah kepikiran sampai seperti ini. Tapi … kalau bertengar dengan Rain membuat hatiku sesak. Huh!” gerutu Selena dengan tangan memegang tali tas ranselnya.Memikirkan Rain selama perjalanan membuatnya tidak fokus bahwa sekarang di depannya sudah berdiri Arion yang siap menyambutnya dengan senyuman.“Selamat pagi, Selena,” sapa Arion dengan ramahnya.Selena terlonjak kaget dan refleks mundur ke belakang. Ia menatap Arion yang tampak bersahabat. Di tangan lelaki itu memegang satu tas yang bisa ditebak isinya adalah buku-buku dan peralatan mengajar lainnya. Penampilan lelaki itu memang layaknya seorang guru, begitu rapi
“Selena sudah berangkat lebih awal?” tanya John yang menyetir mobil untuk mengantarkan Bianca dan Henry menuju sekolah.Henry duduk di samping John sementara Bianca sendirian di belakang sambil memasang sarung tangan kulitnya. Ia masih saja menggunakan sarung tangan itu demi terhindar dari kontak fisik dari lawan jenis. Semenjak dia bersama dengan Matt, Bianca tidak pernah lagi memburu pria.“Ya … sepertinya dia ingin menjemput Rain,” jawab Henry yang fokus pada jalanan di depan.Ayahnya hanya mengangguk dan tak menjawab. Tak lama Bianca mulai berceletuk.“Bukankah seharusnya Rain mengabaikan Selena?”Henry memutar badannya dan melihat Bianca yang memberikan senyum tanpa dosa kepadanya.“Kenapa dia harus mengabaikan Selena?” tanya Henry dengan mata menyipit.“Kenapa kamu bertanya seolah tidak tahu apa-apa?” singgung Bianca.Sekarang Henry mengerti. Ia memi
Syilea masih berada dalam kamar sambil rebahan dengan satu majalah di tangannya. Sebenarnya dia ingin ke sekolah hari ini, akan tetapi ibunya jelas melarang dan memintanya untuk istirahat sehari lagi. Meski berat hati, Syilea akhirnya setuju dan mengalah untuk tidak melihat SMA Valley hari ini.Sambil mendengarkan musik yang dimainkan dengan volume sedang, ia terus membolak balikkan lembaran majalah. Bosan, tentu saja. Tapi, dia tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada kegiatan lain kecuali duduk atau rebahan di atas tempat tidurnya.Saat sedang fokus menatap majalah yang menampilkan foto-foto para gadis kurus dengan kaki jenjang dan pakaian indah, Syilea dikejutkan oleh sesuatu.Tuk! Tuk! Tuk! Sumber suara berasal dari jendela kacanya yang tertutup rapat.Syilea melihat ke arah jendela dengan pandangan heran. Ia menyibak selimut yang menutupi bagian paha hingga ke jari kakinya lalu turun dari tempat tidur.“Apa itu?” gumam Syilea yang berja