Mendengar kalimat sinis yang dilontarkan oleh Rain, Arion langsung terbahak-bahak. Ia tak ingin langsung dikalahkan oleh kalimat sederhana walau sebenarnya sangat menusuk itu.
“Hahahaa. Lucu sekali!” sindirnya terus tertawa.
“Jangan tertawa! Suaramu jelek!” ejek Bianca dengan jujur.
Arion langsung menghentikan tawanya dan menatap kesal Bianca yang bersedekap. “Nilaimu nanti yang akan kubuat jelek, gadis nakal!” ujarnya.
Bianca hanya melengos tak peduli, mengabaikan guru tampannya yang memiliki garis leher yang maskulin dengan bahu bidang itu. Terus terang saja dalam hatinya pernah berandai-andai kalau saja Arion tidak menyebalkan, tentu lah ia akan merasa senang untuk mengakui bahwa lelaki itu adalah pamannya.
“Henry,” kata Arion lagi.
Yang dipanggil langsung menegakkan posisi berdirinya. Sesungguhnya dia sangat ketakutan sekarang. Tentunya bukan takut pada Arion, melainkan pada keluarganya sen
Selena menceritakan semuanya pada John, tak kurang satu pun. Ia menyesal karena harus bercerita sekarang. Seharusnya sebelum dia menginjakkan kaki di rumah Arion dengan menggunakan gaun cantik itulah dia bertukar pikiran dengan keluarganya.Sekarang bukan hanya Rain yang tengah dilanda kecewa, ayahnya pun merasakan hal itu. Hanya saja John tidak menunjukkan dengan jelas bagaimana rasa kecewa yang dia rasakan sekarang.“Kamu tahu, Elle … yang membuat Ayah sedih bukan hanya karena kamu yang tidak memberitahu kami soal ini, tapi … Ayah juga sedih kalau seandainya saja terjadi sesuatu hal yang buruk padamu sewaktu bersamanya,” tutur John.Selena mengerti. Ia tidak akan menyalahkan pikiran berlebihan ayahnya. Yang patut disalahkan adalah murni dirinya sendiri. “Aku tahu kalau yang kulakukan hanyalah sebuah kebodohan, Ayah. Wajar kalau kalian marah padaku. Bahkan … Rain saja tidak sudi menatapku,” lirih Selena.John
Selena melangkah sendirian di koridor sekolah dengan pikiran melayang kemana-mana. Ini adalah pertama kalinya dia bertengkar dengan lelaki hingga membuat dirinya tidak fokus untuk melakukan apapun.“Kenapa rasanya sangat berbeda ketika bertengkar dengan saudara dan pacar. Saat bersama Matt dan Henry, aku tidak pernah kepikiran sampai seperti ini. Tapi … kalau bertengar dengan Rain membuat hatiku sesak. Huh!” gerutu Selena dengan tangan memegang tali tas ranselnya.Memikirkan Rain selama perjalanan membuatnya tidak fokus bahwa sekarang di depannya sudah berdiri Arion yang siap menyambutnya dengan senyuman.“Selamat pagi, Selena,” sapa Arion dengan ramahnya.Selena terlonjak kaget dan refleks mundur ke belakang. Ia menatap Arion yang tampak bersahabat. Di tangan lelaki itu memegang satu tas yang bisa ditebak isinya adalah buku-buku dan peralatan mengajar lainnya. Penampilan lelaki itu memang layaknya seorang guru, begitu rapi
“Selena sudah berangkat lebih awal?” tanya John yang menyetir mobil untuk mengantarkan Bianca dan Henry menuju sekolah.Henry duduk di samping John sementara Bianca sendirian di belakang sambil memasang sarung tangan kulitnya. Ia masih saja menggunakan sarung tangan itu demi terhindar dari kontak fisik dari lawan jenis. Semenjak dia bersama dengan Matt, Bianca tidak pernah lagi memburu pria.“Ya … sepertinya dia ingin menjemput Rain,” jawab Henry yang fokus pada jalanan di depan.Ayahnya hanya mengangguk dan tak menjawab. Tak lama Bianca mulai berceletuk.“Bukankah seharusnya Rain mengabaikan Selena?”Henry memutar badannya dan melihat Bianca yang memberikan senyum tanpa dosa kepadanya.“Kenapa dia harus mengabaikan Selena?” tanya Henry dengan mata menyipit.“Kenapa kamu bertanya seolah tidak tahu apa-apa?” singgung Bianca.Sekarang Henry mengerti. Ia memi
Syilea masih berada dalam kamar sambil rebahan dengan satu majalah di tangannya. Sebenarnya dia ingin ke sekolah hari ini, akan tetapi ibunya jelas melarang dan memintanya untuk istirahat sehari lagi. Meski berat hati, Syilea akhirnya setuju dan mengalah untuk tidak melihat SMA Valley hari ini.Sambil mendengarkan musik yang dimainkan dengan volume sedang, ia terus membolak balikkan lembaran majalah. Bosan, tentu saja. Tapi, dia tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada kegiatan lain kecuali duduk atau rebahan di atas tempat tidurnya.Saat sedang fokus menatap majalah yang menampilkan foto-foto para gadis kurus dengan kaki jenjang dan pakaian indah, Syilea dikejutkan oleh sesuatu.Tuk! Tuk! Tuk! Sumber suara berasal dari jendela kacanya yang tertutup rapat.Syilea melihat ke arah jendela dengan pandangan heran. Ia menyibak selimut yang menutupi bagian paha hingga ke jari kakinya lalu turun dari tempat tidur.“Apa itu?” gumam Syilea yang berja
Syilea merasa dirinya tidak aman berada di rumah sendirian. Kejadian burung gagak hitam yang menjadi tamu tak diundang itu membuat hatinya sedikit cemas kalau nanti akan terjadi hal aneh lagi.Dengan bergegas dan terburu-buru, Syilea meraih jaketnya dan berjalan menuju pintu keluar. Dia sudah memutuskan untuk pergi ke toko buku sekarang demi menyelamatkan dirinya yang ketakutan.Sepatu sneakers sudah mengambil alih posisi sandal rumah yang sejak tadi dipakainya. Tak lupa mengunci pintu, ia langsung pergi ke tempat yang tidak membuatnya sendirian.Lima menit sudah Syilea berjalan dengan langkah besar. Sesekali dia menoleh ke belakang dan merasa ada yang tengah mengikutinya.Itu hanya perasaanku saja. Tidak mungkin akan terjadi hal buruk ketika aku berada di luar seperti sekarang. Aku harus teriak kalau ada hal yang aneh, batin Syilea sembari menenangkan hatinya.“Lea!” panggil seseorang tiba-tiba saja dari belakangnya.Ti
John duduk berhadapan dengan Stefan di sebuah rumah kecil berdinding kayu. Memakan waktu dua jam untuk menghampiri rumah yang terletak di dalam hutan, kota tetangga. John mendapatkan alamat Stefan saat dirinya mencoba berinteraksi lewat telepati dengan lelaki tua itu tdai malam. Dan sekarang di sini lah dia berada, ruang tamu kecil dengan dua kursi dan satu meja kecil persegi.“Apa yang membawamu kemari?” tanya Stefan dengan suara berat yang khas.“Kupikir Arion tidak akan melepaskanku begitu saja. Setelah dia mencoba membunuhku sekarang dia membuat masalah lain,” jawab John dengan nada lelah.Tentu saja pikiran John sangat lelah. Semenjak kehadiran Arion di Breavork, kehidupannya yang damai dan tenang sebelumnya menjadi penuh dengan masalah. Tidak ada dalam satu hari pun ketenangan yang dia rasakan. Arion benar-benar berniat menghancurkan keluarganya.“Masalah apalagi yang dibuatnya?” tanya Stefan tenang.&ldquo
Setelah mendengar saran dari Stefan, John langsung mengobrak abrik ruang kerjanya. Buku-buku begitu berantakan di lantai. Setelah membuka satu buku, dia membuka buku lainnya untuk mencari sesuatu, informasi tentang para penyihir.Dahulu kala vampir, manusia dan penyihir hidup berdampingan. Penuh kedamaian dan tidak ada perselisihan awalnya. Hingga pada akhirnya ketika sifat serakah manusia mulai menjadi dominan, maka terpecahlah tiga bangsa tersebut.“Semoga ada artikel yang memuat tentang penyihir bernama Erika itu. Aku harus menemukannya sebelum Arion semakin menjadi-jadi,” gumam John yang terus membuka lembaran demi lembaran kertas usang.Di waktu bersamaan, dia mendengar suara pintu yang terbuka. John mencium aroma wangi yang bisa ditebak milik siapa bau tersebut, ia mengernyit kemudian langsung bergegas keluar untuk menemui makhluk tersebut.Selena berjalan dengan tenang menuju tangga. Ia ingin langsung ke kamarnya setelah tadi menenangka
“Harus memahami sebelum mempelajari,” bisik Selena ketika di tangannya sudah memegang satu buku yang mereka cari. Sebenarnya di dalam buku tersebut tidak menyebutkan satu nama penyihir pun, akan tetapi ada beberapa petunjuk yang bisa mereka dapatkan.Selena tercenung sesaat, kembali lagi dia memikirkan cerita John tentang penyihir yang harus mereka temukan. Hanya itu satu-satunya cara untuk mematahkan mantra yang diucapkan Arion pada dirinya. Selena tak ingin menjadi istri vampir yang memang terlihat sangat keren dan seksi itu.“Ayah … lihat!” Selena langsung menunjuk salah satu nama desa yang dikatakan sebagai tempat tinggal para penyihir sesepuh. Ia membawa buku tersebut pada ayahnya dengan hati yang dipenuhi harapan.John membaca sebaris kalimat yang tertulis, ia lalu tersenyum dan menatap Selena. “Kita akan ke sana setelah yang lain pulang sekolah.”Selena mengangguk antusias. Ia tak ingin membuang-buang wakt