Dream is the first thing people abandon when they understand how this world works.
***
Sebulan dalam hitungan dunia manusia telah berlalu-- meski di dunia iblis baru beberapa hari saja, dan selama itu pula Felen belum terbangun dari tidurnya. Gadis berambut coklat madu dengan iris emerald itu masih betah berada dalam rangkulan sang pembuat mimpi sembari terbaring nyaman di atas ranjang empuk berseprai beludru.
Tidak menyadari bahwa terdapat seorang makhluk yang memerhatikan dengan lekat. Gaun tidurnya yang berbahan sutra tampak menerawang, memperlihatkan lekuk menggoda tubuh dewasanya yang belum terjamah siapa pun.
Ruangan itu hanya terisi oleh keheningan yang menenangkan. Terutama embusan napas Felen yang teratur memberi kedamaian pada makhluk beraura hitam di ujung ruangan. Makhluk itu adalah Leon-- Sang Iblis Agung Lucifer. Pria itu tidak pernah absen mengunjungi calon pengantinnya sejak Felen kembali ke dunia iblis dalam keadaan tidak sadark
Kau mengikat jiwaku, maka aku akan memaksamu dengan cara yang sama agar bibirmu tidak pernah mengatakan kebohongan.***"Berpakaianlah, aku akan menunjukkan sesuatu padamu."Setelah mengatakan itu, Leon bangkit. Tanpa berbalik lagi untuk melihat reaksi Felen. Pria itu meninggalkan ruang kamar bernuansa biru laut tersebut. Sementara itu, Felen yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya hanya bisa diam membisu.Namun, satu hal yang pasti adalah ketenangan Leon memberikan perasaan tidak nyaman baginya. Terlebih iblis itu mengungkit utang ciuman yang belum Felen bayarkan. Meski berciuman dengan Leon bukan hal yang pertama kali, tetap saja Felen merasa tidak sanggup untuk melakukannya. Ia masih mengingat jelas rasa ketika bibir mereka bersentuhan.Tanpa sadar Felen menyentuh bibir merah mudanya dengan gerakkan lambat, meresapi teksturnya yang lembut. Rona merah yang menghiasi pipi gadis itu semakin bertambah cerah hingga ke cuping telinga
Setiap sesuatu memiliki harga yang pantas.***"Kau ingin aku bersumpah bagaimana?"Leon menunggu Felen yang tampak tengah merangkai kata. Saat gadis itu melangkah maju agar semakin dekat dengan Leon dan meja kecil di hadapannya, bibir merah mudanya mengucapkan kalimat yang cukup mencengangkan."Aku ingin kau bersumpah untuk tidak akan pernah mengatakan kebohongan padaku-- selamanya. Tentunya atas nama Lucifer, Sang Iblis Agung dan Leoniel-- atas nama dirimu. Kalau kau melanggarnya, kau akan musnah selamanya dari dunia ini-- baik alam dunia mau pun alam baka." Felen menjelaskan dengan mendetail." ... Kau kejam, Milady."Felen memutar bola mata malas. "Kau bahkan lebih kejam dari ini, Tuan," desis gadis itu pelan, lalu kembali menyilangkan lengan. Ia tidak gentar walau Leon menatap tajam padanya. Pandangan Felen tidak sedikit pun beralih dari kedua bola mata Leon yang berpendar keperakan."Milady, kau gadis yang cukup menyebalkan dan
Derap langkah Leon yang menghampiri, membuat Felen memundurkan tubuh untuk menjauh dari pria itu. Gerakan tersebut dilakukan secara refleks karena merasakan aura mencekam yang terasa mencekik leher. Saat ini keberadaan Leon sangat mengintimidasi bagi Felen. Tubuh tinggi dan besar pria itu yang menjulang, membuat ia bagai seekor predator buas. Terutama setelah kejahilan Leon yang berakhir menyakiti lengannya."Ada apa, Felenia? Tidak biasanya kau ketakutan seperti ini akan kehadiranku."Suara rendah Leon yang bertanya penuh pengertian semakin membuat Felen tidak ingin berada dekat dengan iblis itu. Ia pun tanpa sadar memekik panik ketika jarak mereka semakin dekat, meminta Leon untuk diam di tempat semula."Stop! Jangan mendekat!"Felen tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya yang tiba-tiba melemah karena energi Leon. Padahal tadi dirinya baik-baik saja berdekatan dengan pria itu, bahkan sampai berciuman penuh gairah. Namun, Keberanian yang tadi ia mil
Awalnya Leon masih mempertimbangkan akan memasukkan Abelard dalam panggung atau tidak. Namun, setelah melihat kalau adik tiri Felen itu memiliki kemampuan unik yang jarang dimiliki manusia lain, ia memutuskan kalau Abelard akan menjadi pemain pendukung yang memiliki nama, dan mendapat peran penting dalam mendorong pemain utama untuk terjatuh dalam kehancuran."Abelard!"Teriakkan Barend menyentak Abelard dari keterpakuan. Namun, posisinya yang tengah berhadapan dengan dua iblis kuat penghuni neraka terdalam membuat ia serba salah. Aura Leon dan Satan sangat mengintimidasi meski tidak bermaksud menggertak. Melewati keduanya begitu saja bukan pilihan bijak."Pergilah," perintah Leon singkat, memberikan Abelard jalan untuk lewat.Abelard melangkah ragu melewati dua pria dengan tubuh tinggi dan besar itu setelah mendengar teriakkan tidak sabar dari Barend untuk ke sekian kalinya. Hawa dingin menyergap ketika ia berhasil lepas dari keadaan mencekam tersebut.
Ujung bibir Leon berkedut ketika suara Felen yang memanggil namanya berkali-kali terus masuk melalui telepati. Fokusnya seketika kacau, dan membuat ia membayangkan bahwa tubuh yang saat ini berada dalam kuasanya adalah Felen, calon pengantinnya. Leon menggeram kesal seraya mengentak kuat dengan lebih kasar."Kau tampak terburu-buru, My Lord. Padahal malam masih panjang." Lilith berucap seiring dengan desahan dan erangan yang menggema setelah Leon menyelesaikan kegiatannya.Tanpa menjawab pernyataan tidak penting dari Lilith, pria itu segera membenahi pakaian sekaligus menyugar kasar rambut hitam legamnya agar sedikit terlihat rapi. Suara lirih Felen yang memanggil namanya masih terdengar, membuat ia malas untuk melanjutkan acara tahunan yang menjadi kegiatan wajib dalam agenda itu. Pikiran Leon lebih terpusat pada Felen yang tengah ketakutan karena energi para iblis di sekitar, dan hal itu sangat mengganggunya."Apa kau akan menemui calon pengantin kecilmu yang
"Pestanya akan dimulai saat malam telah menjemput."Meski Leon mengatakan malam, perbedaan kentara yang Felen lihat dari langit adalah sedikit meredupnya cahaya bulan. Siang atau malam, bulan itu sendiri masih bertengger kukuh di cakrawala dengan bentuk sepuluh kali lebih besar dari bentuk bulan yang berada di dunia manusia."Kau tampak gugup, Milady." Leon kembali mengganggu Felen yang tengah duduk sembari meremas jemari di pangkuan.Saat ini Leon dan Felen berada di ruangan khusus yang disediakan khusus sebagai tamu kehormatan. Hanya mereka berdua yang berada di sana, diselimuti kecanggungan dan kegelisahan Felen yang semakin parah ketika ucapan Leon kemarin terputar ulang dalam pikirannya seperti piringan hitam di gramofon rusak."Kau pikir salah siapa aku jadi gugup seperti ini?" Felen mendesis tidak terima, dan dibalas kekehan ringan oleh Leon.Kedua ujung bibir Leon tertarik ke atas, membentuk seringai licik yang tampak menawan. Ia sangat men
"Kau tidak akan menolong calon pengantinmu itu?" Pertanyaan itu keluar dari salah satu sosok yang berdiri di depan jendela besar. Sosok itu adalah Leviathan.Leon menanggapinya dengan tawa kecil."Dia pasti bisa mengatasinya tanpa perlu bantuanku," balas Leon sembari menggoyang gelas tinggi berwarna emas yang diperuntukkan khusus untuknya.Saat ini Leon tengah berkumpul dengan pangeran neraka lain, yang juga merupakan para Lords di Devil Reign, di ruangan khusus di mana terdapat sebuah meja besar berbentuk bundar di bagian tengah. Terdapat enam iblis yang berada di dalam sana, yaitu Asmodeus, Leviathan, Mammon, Belphegor, Beelzebub, dan Leon sendiri-- Lucifer. Mereka semua menunggu kedatangan satu sosok lain, Satan.Pertemuan tersebut adalah pertemuan tahunan yang menjadi agenda rutin para pangeran kegelapan. Meski tidak banyak hal yang dibahas atau dilakukan, pertemuan tersebut tetap dilangsungkan tanpa pernah terlewat sekali pun. Perjanjian membuat mere
Litiana menggeram pelan. Ia merasa direndahkan oleh sikap arogan Felen yang menantangnya secara terang-terangan. Wajah iblis wanita itu menampakkan kemurkaan. Membuat wujud cantiknya perlahan memudar digantikan oleh seraut wajah mengerikan dengan banyak garis hitam memanjang di sekujur tubuh. Kulit putih porcelain Litiana berubah menjadi berwarna abu-abu dengan beberapa simbol merah terukir di ujung garis hitam panjang yang telah muncul sebelumnya. Dua tanduk merah kecil mencuat di kepala serta sepasang sayap hitam kemerahan terbentang di punggungnya. Aura merah gelap menguar melingkupi tubuh iblis itu.Visual Litiana yang berubah drastis membuat Felen berjengit. Bohong kalau ia mengatakan penampilan Litiana tidak menakutkan. Iblis itu membuat keberanian dan kepercayaan dirinya menciut. Felen berdecak pelan. Ia mulai membenci penampilan para iblis itu yang menipu mata."Aku tidak akan kalah darimu!" Litiana berteriak lantang, dan Felen hanya menghela napas, kemudian me