Terperosoklah semakin dalam, dan aku akan mengulurkan lengan untuk menolongmu sebelum akhirnya kembali melepaskanmu agar terhempas ke jurung tak berdasar.
***
Langit terlihat semakin gelap, dan bergemuruh keras. Udara yang lembap serta aroma tanah dan tumbuhan yang tercium kuat menandakan hujan sebentar lagi akan mengguyur bumi. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menurunkan air yang mengendap di atas awan itu.
Arah angin yang berasal dari barat berembus kencang menyentuh pipi Felen yang tampak pucat. Gadis manusia itu menyadari kalau cuaca yang sangat buruk akan segera tiba, dan hal tersebut mungkin akan membuatnya semakin kesulitan melintasi labirin rumit dan berliku tersebut. Terutama karena Barend tengah mengejar dan mengincar nyawanya.
"Felenia!" Suara ayahnya itu kembali berteriak keras memanggil.
Felen masih diam di tempat sembari menutup mulut dengan kedua tangan. Berharap Barend tidak menemukan tempat persembunyiannya. Napas gadi
Dream is the first thing people abandon when they understand how this world works. *** Sebulan dalam hitungan dunia manusia telah berlalu-- meski di dunia iblis baru beberapa hari saja, dan selama itu pula Felen belum terbangun dari tidurnya. Gadis berambut coklat madu dengan iris emerald itu masih betah berada dalam rangkulan sang pembuat mimpi sembari terbaring nyaman di atas ranjang empuk berseprai beludru. Tidak menyadari bahwa terdapat seorang makhluk yang memerhatikan dengan lekat. Gaun tidurnya yang berbahan sutra tampak menerawang, memperlihatkan lekuk menggoda tubuh dewasanya yang belum terjamah siapa pun. Ruangan itu hanya terisi oleh keheningan yang menenangkan. Terutama embusan napas Felen yang teratur memberi kedamaian pada makhluk beraura hitam di ujung ruangan. Makhluk itu adalah Leon-- Sang Iblis Agung Lucifer. Pria itu tidak pernah absen mengunjungi calon pengantinnya sejak Felen kembali ke dunia iblis dalam keadaan tidak sadark
Kau mengikat jiwaku, maka aku akan memaksamu dengan cara yang sama agar bibirmu tidak pernah mengatakan kebohongan.***"Berpakaianlah, aku akan menunjukkan sesuatu padamu."Setelah mengatakan itu, Leon bangkit. Tanpa berbalik lagi untuk melihat reaksi Felen. Pria itu meninggalkan ruang kamar bernuansa biru laut tersebut. Sementara itu, Felen yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya hanya bisa diam membisu.Namun, satu hal yang pasti adalah ketenangan Leon memberikan perasaan tidak nyaman baginya. Terlebih iblis itu mengungkit utang ciuman yang belum Felen bayarkan. Meski berciuman dengan Leon bukan hal yang pertama kali, tetap saja Felen merasa tidak sanggup untuk melakukannya. Ia masih mengingat jelas rasa ketika bibir mereka bersentuhan.Tanpa sadar Felen menyentuh bibir merah mudanya dengan gerakkan lambat, meresapi teksturnya yang lembut. Rona merah yang menghiasi pipi gadis itu semakin bertambah cerah hingga ke cuping telinga
Setiap sesuatu memiliki harga yang pantas.***"Kau ingin aku bersumpah bagaimana?"Leon menunggu Felen yang tampak tengah merangkai kata. Saat gadis itu melangkah maju agar semakin dekat dengan Leon dan meja kecil di hadapannya, bibir merah mudanya mengucapkan kalimat yang cukup mencengangkan."Aku ingin kau bersumpah untuk tidak akan pernah mengatakan kebohongan padaku-- selamanya. Tentunya atas nama Lucifer, Sang Iblis Agung dan Leoniel-- atas nama dirimu. Kalau kau melanggarnya, kau akan musnah selamanya dari dunia ini-- baik alam dunia mau pun alam baka." Felen menjelaskan dengan mendetail." ... Kau kejam, Milady."Felen memutar bola mata malas. "Kau bahkan lebih kejam dari ini, Tuan," desis gadis itu pelan, lalu kembali menyilangkan lengan. Ia tidak gentar walau Leon menatap tajam padanya. Pandangan Felen tidak sedikit pun beralih dari kedua bola mata Leon yang berpendar keperakan."Milady, kau gadis yang cukup menyebalkan dan
Derap langkah Leon yang menghampiri, membuat Felen memundurkan tubuh untuk menjauh dari pria itu. Gerakan tersebut dilakukan secara refleks karena merasakan aura mencekam yang terasa mencekik leher. Saat ini keberadaan Leon sangat mengintimidasi bagi Felen. Tubuh tinggi dan besar pria itu yang menjulang, membuat ia bagai seekor predator buas. Terutama setelah kejahilan Leon yang berakhir menyakiti lengannya."Ada apa, Felenia? Tidak biasanya kau ketakutan seperti ini akan kehadiranku."Suara rendah Leon yang bertanya penuh pengertian semakin membuat Felen tidak ingin berada dekat dengan iblis itu. Ia pun tanpa sadar memekik panik ketika jarak mereka semakin dekat, meminta Leon untuk diam di tempat semula."Stop! Jangan mendekat!"Felen tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya yang tiba-tiba melemah karena energi Leon. Padahal tadi dirinya baik-baik saja berdekatan dengan pria itu, bahkan sampai berciuman penuh gairah. Namun, Keberanian yang tadi ia mil
Awalnya Leon masih mempertimbangkan akan memasukkan Abelard dalam panggung atau tidak. Namun, setelah melihat kalau adik tiri Felen itu memiliki kemampuan unik yang jarang dimiliki manusia lain, ia memutuskan kalau Abelard akan menjadi pemain pendukung yang memiliki nama, dan mendapat peran penting dalam mendorong pemain utama untuk terjatuh dalam kehancuran."Abelard!"Teriakkan Barend menyentak Abelard dari keterpakuan. Namun, posisinya yang tengah berhadapan dengan dua iblis kuat penghuni neraka terdalam membuat ia serba salah. Aura Leon dan Satan sangat mengintimidasi meski tidak bermaksud menggertak. Melewati keduanya begitu saja bukan pilihan bijak."Pergilah," perintah Leon singkat, memberikan Abelard jalan untuk lewat.Abelard melangkah ragu melewati dua pria dengan tubuh tinggi dan besar itu setelah mendengar teriakkan tidak sabar dari Barend untuk ke sekian kalinya. Hawa dingin menyergap ketika ia berhasil lepas dari keadaan mencekam tersebut.
Ujung bibir Leon berkedut ketika suara Felen yang memanggil namanya berkali-kali terus masuk melalui telepati. Fokusnya seketika kacau, dan membuat ia membayangkan bahwa tubuh yang saat ini berada dalam kuasanya adalah Felen, calon pengantinnya. Leon menggeram kesal seraya mengentak kuat dengan lebih kasar."Kau tampak terburu-buru, My Lord. Padahal malam masih panjang." Lilith berucap seiring dengan desahan dan erangan yang menggema setelah Leon menyelesaikan kegiatannya.Tanpa menjawab pernyataan tidak penting dari Lilith, pria itu segera membenahi pakaian sekaligus menyugar kasar rambut hitam legamnya agar sedikit terlihat rapi. Suara lirih Felen yang memanggil namanya masih terdengar, membuat ia malas untuk melanjutkan acara tahunan yang menjadi kegiatan wajib dalam agenda itu. Pikiran Leon lebih terpusat pada Felen yang tengah ketakutan karena energi para iblis di sekitar, dan hal itu sangat mengganggunya."Apa kau akan menemui calon pengantin kecilmu yang
"Pestanya akan dimulai saat malam telah menjemput."Meski Leon mengatakan malam, perbedaan kentara yang Felen lihat dari langit adalah sedikit meredupnya cahaya bulan. Siang atau malam, bulan itu sendiri masih bertengger kukuh di cakrawala dengan bentuk sepuluh kali lebih besar dari bentuk bulan yang berada di dunia manusia."Kau tampak gugup, Milady." Leon kembali mengganggu Felen yang tengah duduk sembari meremas jemari di pangkuan.Saat ini Leon dan Felen berada di ruangan khusus yang disediakan khusus sebagai tamu kehormatan. Hanya mereka berdua yang berada di sana, diselimuti kecanggungan dan kegelisahan Felen yang semakin parah ketika ucapan Leon kemarin terputar ulang dalam pikirannya seperti piringan hitam di gramofon rusak."Kau pikir salah siapa aku jadi gugup seperti ini?" Felen mendesis tidak terima, dan dibalas kekehan ringan oleh Leon.Kedua ujung bibir Leon tertarik ke atas, membentuk seringai licik yang tampak menawan. Ia sangat men
"Kau tidak akan menolong calon pengantinmu itu?" Pertanyaan itu keluar dari salah satu sosok yang berdiri di depan jendela besar. Sosok itu adalah Leviathan.Leon menanggapinya dengan tawa kecil."Dia pasti bisa mengatasinya tanpa perlu bantuanku," balas Leon sembari menggoyang gelas tinggi berwarna emas yang diperuntukkan khusus untuknya.Saat ini Leon tengah berkumpul dengan pangeran neraka lain, yang juga merupakan para Lords di Devil Reign, di ruangan khusus di mana terdapat sebuah meja besar berbentuk bundar di bagian tengah. Terdapat enam iblis yang berada di dalam sana, yaitu Asmodeus, Leviathan, Mammon, Belphegor, Beelzebub, dan Leon sendiri-- Lucifer. Mereka semua menunggu kedatangan satu sosok lain, Satan.Pertemuan tersebut adalah pertemuan tahunan yang menjadi agenda rutin para pangeran kegelapan. Meski tidak banyak hal yang dibahas atau dilakukan, pertemuan tersebut tetap dilangsungkan tanpa pernah terlewat sekali pun. Perjanjian membuat mere
"What is a being like you doing in the sanctuary of the sleeping souls?" A short boy with blond hair greeted Leon at the entrance to the Spirit Realm. Even though the child was small in stature, an aura of dexterity emanated from him, as if to emphasize to anyone who came that he was not a being to be underestimated. "Tell me your goal!" said the boy proudly. Leon sighed lazily. He was quite annoyed with the arrogant attitude of the half-hearted creature. But he refrained from destroying the place, it was all for the sake of regaining half of Felen's soul that was confined in the Spirit Realm.If Leon made such a fuss there, it was certain that he would not be able to enter and his plan to obtain Felen's soul failed. "I came to retrieve the soul of someone who was accidentally sent here," Leon answered straightforwardly. The boy's eyes narrowed sharply. He scanned Leon from top to bottom. There was nothing unusual about the man's appearance, silver hair that was almost white with
Barend yang tengah memerhatikan langit-langit, beralih menatap Felen dan Abelard, dan untuk pertama kali selama hidupnya ia memberikan senyum tulus pada kedua anaknya itu. "Terima kasih ... aku akhirnya bisa bersatu kembali dengan Aghnya."Keheningan mengambil alih. Hanya suara rintihan pelan serta napas putus-putus Barend yang terdengar. Setelah beberapa menit berlalu, tubuh Barend tidak lagi bernapas. Pria itu pergi dengan senyum damai di bibir.‘Semudah itu?’ Hati Felen menjerit pilu. Antara senang dan sedih, ia tidak bisa menentukan. Ia tertawa kosong. Belati yang berada di tangan jatuh ke lantai, menimbulkan bunyi nyaring yang menyentak Abelard dari lamunan.Secara refleks Abelard segera menahan tubuh Felen yang hampir luruh ke lantai, bergetar tak terkendali hingga membuatnya khawatir dengan keadaan psikologis gadis itu. "Felenia?" panggilnya hati-hati setelah mendudukkan Felen di kursi."Kau tahu, Abelard? Aku mempersiapkan semua
Felen mengacungkan belati ke leher Barend. Sedikit saja ia maju, leher pria itu pasti langsung robek. "Cukup. Hentikan omong kosongmu itu!" serunya keras. Air mata yang tadi berkumpul di pelupuk mata sudah leleh ke pipi.Ocehan Barend seketika terhenti.Semakin Felen membiarkan Barend berbicara, semakin pria itu mengatakan banyak hal yang membuat ia muak. "Apa yang Abelard katakan ternyata salah." Suaranya sedikit bergetar, tetapi penuh dengan ketegasan."Kau hanya memedulikan dirimu sendiri." Felen bangkit dari kursi, masih dengan belati yang mengacung kurang dari lima sentimeter di leher Barend. Perlahan ia bergerak memutari meja agar memudahkan dirinya untuk menyerang Barend apabila pria itu bertindak anarkis. Ia bisa langsung menancapkan belati tersebut jikalau hal itu terjadi.Perkataan Barend sebelumnya yang mengatakan bahwa Aghnya wanita murahan membuat Felen geram. Memang benar pria itu telah meminta maaf, tetapi permintaan maaf tersebut terdengar
Ketika Felen membuka mata, ia telah berdiri di pelataran manor keluarga Leister. Bangunan itu tampak megah, tetapi diliputi oleh kekosongan layaknya bangunan tak berpenghuni. Tak terlihat satu pun pelayan yang lalu lalang. Aura yang menguar dari bangunan tersebut juga tampak sangat suram dan gelap."Apa-apaan ini?" Leon lebih dahulu bersuara. Dahinya berkerut dalam dengan mata menyipit tajam.Bukan hanya Felen yang merasakan keanehan di manor itu, tetapi Leon juga menyadari bahwa sesuatu telah terjadi di sana. Energi hitam yang saling bertubrukan di sana terlihat sangat kacau dan aneh seolah dilakukan dengan sengaja. Terlebih, ia merasakan energi saudara-saudaranya, para pangeran kegelapan.Leon maju beberapa langkah dengan tangan terulur ke depan. Ketika tangannya menyentuh udara kosong, tiba-tiba saja muncul listrik statis yang melukai tangannya hingga melepuh. Seolah terdapat prisai tak kasat mata yang menolak kehadirannya untuk lebih dalam memasuki manor.
Rencana makan siang dengan Abelard batal dilaksanakan, dan sebagai gantinya Felen diajak sarapan bersama. Hanya mereka berdua yang berada di ruang makan tersebut. Leon memilih diam di dalam kamar bersama Gruga dengan alasan ingin memberi Felen, dan Abelard untuk berbicara berdua dengan leluasa.Sarapan Felen telah habis. Saat ini ia tengah minum teh dengan Abelard. Suasana di ruang makan sangat hening. Hanya embusan napas pelan milik Felen dan Abelard yang menjadi satu-satunya suara. Para pelayan telah lama pergi memberi ruang bagi kedua manusia itu, tetapi sejak tadi Abelard belum juga mengeluarkan suara. Meningkatkan kecemasan dalam diri Felen kian menguat. Beberapa kali ia melirik ke arah Abelard, lalu ke arah jam yang anehnya tidak berdetak. Seolah waktu terhenti di dalam ruangan itu."Aku menagih hal yang mau kau sampaikan kemarin, Abelard." Abelard tidak tampak berniat untuk segera menjelaskan perihal perkataannya waktu itu, hingga Felen berinisiatif sendiri. Sua
Felen menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Meski tidak melakukan kegiatan berat yang menguras tenaga, energinya terasa habis tak tersisa setelah berbicara panjang lebar dengan Abelard. Apalagi setelah makan siang, adiknya itu ingin mengutarakan hal lain yang tidak kalah penting. Helaan napas lelah pun tanpa bisa ditahan keluar dari sela bibir.Saat ini Felen berada di vila milik keluarga Leister. Awalnya ia menolak, dan ingin langsung menghampiri Barend. Terutama setelah mengetahui kebusukan yang telah dilakukan ayahnya itu. Namun, atas saran Abelard dan perintah Leon, Felen menunda niat tersebut.Kedua mata Felen yang tadi terpejam, terbuka perlahan. Ia melirik pada Leon yang bergeming sembari menatap keluar jendela. Tetesan air yang turun dari langit perlahan mulai membasahi bumi. Suaranya yang konstan memberi kenyamanan di ruangan yang diterpa keheningan tersebut."Aneh melihatmu hanya diam sejak tadi." Felen memecah kesunyian di antara mereka setelah meli
Hari yang dinantikan akhirnya datang juga. Jemari Felen saling meremas gugup. Saat ini perasaannya campur aduk. Ia menarik napas dalam-dalam untuk meredakan detak jantung serta kegugupannya."Ayo," ajak Leon yang sejak tadi berada di samping Felen.Mereka berada di dalam Forest of Wonders, tepat di depan The World Tree yang merupakan salah satu jalan masuk ke dunia manusia. Leon sebenarnya mengajak Felen untuk menggunakan teleportasi miliknya saja daripada melewati The World Three. Namun, atas permintaan Felen yang ingin pergi ke labirin terlebih dahulu, mereka akhirnya melewati The World Tree."Ya, ayo." Felen meraih tangan Leon yang membentang ke arahnya. Kemudian, mereka melewati sebuah portal hitam yang muncul di bagian tengah The World Tree. Portal itu terlihat mengerikan, tetapi setelah Felen masuk ke dalam, tidak ada yang berbeda atau pun spesial dari tempat itu selain warna hitam yang mendominasi.Ada rasa takut yang terselip. Imajinasi bahwa port
Di salah satu sudut di Devil Reign, terdapat sebuah area khusus yang diperuntukkan untuk utusan malaikat yang bersekolah di Academy of אשמדאי (Ashmedai) tinggal. Salah satu penghuni tersebut adalah Louisa yang saat ini tengah berkomunikasi dengan Archangel Michael. Memberikan laporan rinci tentang apa saja yang sudah terjadi di sekitar Felen."Jadi maksudmu, dia menolak tawaran untuk lepas dari Lucifer, dan lebih memilih mengambil jalan penuh duri?" Suara itu terdengar sangat lembut dan menenangkan."Ya, aku rasa percuma membujuknya lagi. Lebih baik dia dilenyapkan agar tidak semakin jatuh dalam kegelapan." Raut wajah Louisa berubah muram dan sedih. Semua itu bukan sebuah kepura-puraan. Ia benar-benar sangat sedih karena gagal membujuk Felen untuk lepas dari Leon.Sosok di hadapan Louisa terlihat sama sedihnya seperti gadis itu. "Kalau begitu aku serahkan semuanya padamu. Aku yakin kau tahu mana yang terbaik untuk teman pertamamu itu, bukan?" jawabnya penuh
Meski Leon sudah memerintah Felen untuk tidur dan beristirahat, gadis itu tidak sedikit pun bisa terlelap dengan tenang. Bahkan kedua matanya yang segar tetap terbuka semalaman tanpa sedetik pun terpejam. Akibatnya, terbentuk bayangan hitam keabuan-abuan di sekitar bawah mata. Wajah Felen terlihat sayu dengan gurat lelah dan tidak bercahaya.Felen menghela napas lelah. Ini ketiga kalinya pagi ini ia melakukan hal tersebut. Sebuah pepatah bilang bahwa kebahagiaan akan menghilang kalau ia terus menghela napas. Namun, bagi Felen kebahagiaan telah lama pergi dari kehidupannya sehingga berapa kali pun ia mendesah hal tersebut bukan masalah besar."Nona, Anda mau teh lagi?" tanya salah satu Bunny melihat cangkir milik Felen tinggal terisi sedikit."Ya, tolong." Felen membalas singkat dengan senyum tipis. Ia tengah menunggu kedatangan Leon untuk membicarakan perihal Barend seperti yang pria itu katakan tadi malam. Entah ke mana iblis itu pergi pagi-pagi sekali. Leon te