“Karena aku sudah memastikannya, maka aku sudah mengambil keputusan. Selamat, kau diterima sebagai sekretarisku. Besok, kita pergi ke Rusia.”
Luna yang mendengar hal tersebut tentu saja tidak mempercayai pendengarannya. Lebih-lebih tidak percaya dengan perlakuan seperti apa yang sudah ia terima barusan. Luna mengepalkan kedua tangannya. Hilang sudah rasa takut yang Luna rasakan pada Dominik. Perempuan itu menatap Dominik dengan tatapan penuh peringatan.
“Sebaiknya Anda mendengarkan apa yang akan saya katakan. Pertama, Anda benar-benar sudah bertindak kurang ajar pada saya. Hal ini bisa saya laporkan pada pihak yang berwajib, atas tindakan pelecehan seksual. Kedua, saya sama sekali tidak melamar untuk mengisi posisi sekretaris. Ketiga, saya tidak akan pegi ke mana pun. Keempat, dengan sedikit rasa hormat yang tersisa, saya mengundurkan diri dan mencabut lamaran yang sudah saya berikan.”
Dominik yang mendengar hal tersebut malah berbalik ke mejanya dan mengambil sebuah amplop cokelat berukuran besar dan berkata, “Pertama, silakan jika ingin melaporkanku. Jika pun aku dipanggil oleh pihak berwajib, aku tinggal menjawab jika kau adalah kekasihku, dan kau tengah merajuk hingga menolak untuk mendapatkan ciuman dariku. Aku bisa menjadikan para karyawan untuk menjadi saksi.
“Kedua, kau memang tidak melamar untuk menjadi sekretaris, tetapi aku memberikannya secara cuma-cuma. Ketiga, kau jelas harus ikut ke Rusia. Keempat, kau tidak bisa mengundurkan diri. Ah, tepatnya, jika mengundurkan diri, kau harus membayar denda.”
“Denda? Denda apa yang Anda maksud? Saya sama sekali tidak mengerti dengan denda yang Anda maksud,” ucap Luna, tidak mengerti dengan denda yang Dominik bicarakan.
Dominik pun menyerahkan amplop cokelat tersebut pada Luna dan berkata, “Bacalah.”
Luna pun segera membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang menjadi isinya. Dengan teliti, Luna pun membacanya kata demi kata. Namun, setelah membacanya, Luna merasa begitu marah. Ia meremas ujung kertas yang berada di tangannya dan berseru, “Ini benar-benar penipuan!”
“Apa yang bisa kau sebut sebagai penipuan? Semuanya sejak awal sudah sangat jelas. Hanya saja, sepertinya kau sama sekali tidak memperhatikan hal yang paling penting di sana,” ucap Dominik dengan seringai yang mengerikan.
Luna benar-benar ingin menjerit dan memukuli pria yang berada di hadapannya ini. Bagaimana mungkin Luna merasa tidak frustasi, saat dirinya ternyata sudah terkena jebakan. Hal yang dimaksud oleh Luna sebagai jebakan adalah, apa yang tertulis pada kontrak magang yang berada di tangannya saat ini. Dalam kontrak tersebut disebutkan, jika Luna akan bekerja selama tiga bulang dalam masa percobaan sebelum mendapatkan evaluasi dan resmi diangkat sebagai karyawan tetap.
Hanya saja, ada hal yang terlewatkan oleh Luna. Hal yang benar-benar penting. Hal tersebut adalah, jika sampai Luna absen tanpa laporan, atau sampai mengundurkan dari posisi yang sudah didapatkan, maka harus membayar sejumlah denda. Luna benar-benar tidak habis pikir dengan hal ini. “Bagaimana mungkin ada hal seperti ini? Jelas-jelas kamu menipuku!” seru Luna sama sekali tidak mau lagi mempertahankan kesopanannya di hadapan Dominik yang menurutnya juga tidak memiliki kesopanan padanya.
“Tidak ada aksi penipuan di sini. Semuanya sudah jelas sejak awal, hanya saja, kau sama sekali tidak teliti. Atau mungkin saja tidak memperkirakan jika hal ini akan terjadi, hingga membuatmu tidak memperhatikan apa yang sebenarnya harus diperhatikan.” Dominik menarik kesimpulan dari semua yang sudah terjadi. Tentu saja, Dominik
Luna sama sekali tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh Dominik. Karena apa yang ia katakan memang benar adanya. Hal itu luput dari perhatian Luna, karena Luna merasa jika hal itu tidak akan ia butuhkan. Luna tentu saja tidak berpikir jika dirinya akan menarik lamaran pekerjaannya saat dirinya baru saja memulai masa magangnya. Karena Luna memang tidak berpikiran akan mendapatkan perlakuan seperti tadi dari Dominik.
“Sekarang bagaimana? Apa kau tetap akan mengundurkan diri? Sayang sekali padahal kau baru saja diterima. Aku tidak akan menahanmu lagi. Jika ingin mengundurkan diri, silakan. Nanti urus masalah denda yang perlu kau bayar dengan Harry. Hm, tapi aku lupa berapa denda yang harus kau bayar jika benar-benar mengundurkan diri,” ucap Dominik sembari melirik kertas yang berada di tangan Luna.
Hal itu membuat Luna semakin meremas kertas tersebut karena rasa kesal yang semakin menjadi. “Seratus juta, itu nominal dendanya. Apa sekarang Anda mengingatnya?” tanya Luna dengan nada sarkas.
Dominik tersenyum tipis dan mengangguk. “Ya, akhirnya aku mengingatnya. Seratus juta. Sepertinya tahun depan aku harus meminta Direktur cabang untuk meningkatkan nilai denda. Seratus juta terlalu sedikit untuk dijadikan denda,” ucap Dominik seperti berbicara pada dirinya sendiri. Padahal sebenarnya, saat itu Dominik tengah menggoda Luna. Tentu saja Dominik tahu jika Luna tidak akan sanggup membayar denda sebesar itu.
Luna sendiri sadar dengan apa yang tengah dilakukan oleh Dominik. Rasanya, saat ini ingin sekali Luna menjambak Dominik karena perasaan kesal yang semakin menjadi. Seratus juta? Luna sangat ingin tertawa saat ini juga. Dari mana Luna bisa mendapatkan uang sejumlah itu? Membayangkan untuk memegang uang sebanyak itu saja, Luna tidak pernah terpikirkan. Lalu sekarang tiba-tiba Luna harus mendapatkan uang sejumlah itu untuk membayar denda jika mencabut lamaran dan mengundurkan diri dari posisi yang sudah ia dapatkan.
Ayolah, Luna harus bekerja seperti apa dan selama apa hingga mendapatkan uang sebanyak itu? Belum apa-apa saat ini Luna sudah merasa pening saja. Tidak ada jalan ke luar lagi bagi Luna. Rasanya, mengadukannya pada pihak berawajib mengenai masalah penipuan yang dituduhkan oleh Luna pun, hal itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia. Ia tidak akan menang, karena dirinya yang salah karena sudah menandatangani kontrak tanpa membacanya dengan teliti.
Luna memejamkan matanya dan berkata, “Saya ikut.”
“Apa maksudmu?” tanya Dominik dengan nada main-main dan membuat Luna membuka matanya saat itu juga.
“Saya tidak jadi mengundurkan diri. Saya akan menerima posisi sekretaris yang Anda tawarkan, apa Anda puas?” tanya Luna dengan nada sarkas yang tentu saja bisa ditangkap oleh siapa pun yang mendengarnya.
Namun hal tersebut malah membuat Dominik menyeringai, karena semuanya terjadi sesuai dengan apa yang inginkan. Dominik pun mengangguk dan berkata, “Kalau begitu bersiaplah. Besok kau akan ikut denganku kembali ke Rusia.”
***
Luna duduk di sudut ranjang dengan memeluk kedua lututnya. Ia benar-benar enggan untuk meninggalkan rumah yang selama ini menjadi saksi bisu atas semua yang sudah ia lakukan selama hidup. Rumah yang juga menjadi tempat di mana dirinya memiliki begitu banyak kenangan dengan kedua orang tuanya yang sudah berpulang. Namun, Luna juga tidak mungkin lari dari apa yang sudah ia hadapi. Luna harus melakukan apa yang telah disepakatinya dengan Dominik.
Gadis satu itu menghela napas panjang dan segera turun dari ranjang. Ia mengambil koper dari atas lemari. Koper tersebut sudah dipenuhi debu, tanda jika sudah sangat lama dari terkahir kali benda itu disentuh atau terpakai. Luna membersihkannya dengan teliti, sebelum membukanya dan mulai mengepak pakaian-pakaian yang tentu saja pantas untuk dipakai untuk bekerja serta pakaian sehari-harinya. Luna juga menyiapkan sebuah figura foto keluarga yang menjadi salah satu barang wajib yang harus ia bawa.
Rasanya sangat tidak nyata bahwa besok dirinya akan pergi ke Rusia. Semakin tidak terasa nyata saat dirinya menghubungkan jika alasan kepergiannya ini adalah, Dominik. Jika saja, Dominik tidak menjebaknya, rasanya sangat mustahil bagi orang biasa seperti Luna bisa berpergian ke luar negeri seperti ini. Luna menghela napas lagi dan melanjutkan kegiatannya untuk mengepak barang.
Namun, di tengah kegiatannya tersebut, Luna mendengar suara pintu dengan yang diketuk. Luna pun meninggalkan kopernya sembari melirik jam dinding. Ini sudah jam delapan malam, Luna bertanya-tanya siapakah yang bertamu padanya di jam seperti ini. Mendengar pintu yang masih diketuk, Luna pun berteriak, “Iya, sebentar!”
Luna tiba di depan pintu utama. Ia memutar kunci dan membuka pintu sembari bertanya, “Cari siapa?”
Namun begitu melihat siapa yang mengetuk pintu, Luna mengatupkan bibirnya dan mengubah pertanyaan yang baru saja ia lemparkan. “Kenapa kamu di sini?” tanya Luna pada sosok yang barusan mengetuk pintu.
“Tentu saja untuk bertemu denganmu,” jawab sosok itu dengan suara rendah beraksen unik yang kini benar-benar melekat di telinga Luna. Benar, yang mengetuk pintu dan berdiri di hadapannya saat ini adalah Dominik. Si pria bernetra biru langit yang selalu meninggalkan kesan misterius saat berhadapan dengannya.
“Tapi kenapa? Maksudku, memangnya ada urusan apa kamu datang di malam seperti ini?” tanya Luna.
“Tentu saja menjemputmu.”
Namun, jawaban yang diberikan Dominik masih belum menjawab rasa penasaran Luna. Malah jawaban tersebut membuat Luna semakin tidak mengerti dengan maksud kehadiran Dominik ini. “Tolong jawab dengan jelas. Sebenarnya apa yang membawamu datang ke rumahku di malam seperti ini?” tanya Luna lagi meminta jawaban sejelas mungkin dari Dominik.
“Apa jawabanku tadi sama sekali tidak jelas?” tanya Dominik seakan-akan tengah mempermainkan Luna. Tentu saja hal itu membuat Luna jengkel. Namun, Luna sadar jika dirinya tidak bisa menunjukkan kejengkelannya pada Dominik. Meskipun dirinya tidak menggunakan bahasa formal di luar jam kerja, tetap saja saat ini Dominik sudah berstatus sebagai atasan yang harus mendapatkan rasa hormatnya.
Luna memejamkan matanya untuk meredam rasa marahnya sebelum menjawab, “Mungkin kamu sudah menjawabnya dengan sangat jelas, hanya saja aku yang terlalu bodoh untuk mengerti apa yang kamu maksud. Jadi, tolong jelaskan apa yang kamu maksud.”
“Karena suasana hatiku tengah baik, aku akan memberikan penjelasan.” Dominik menyunggingkan senyum aneh yang membuat Luna mulai berpikiran aneh. Rasanya, saat berhadapan dengan Dominik, Luna sama sekali tidak bisa menahan dirinya untuk berpikiran aneh. Mungkin, karena aura yang dimiliki oleh Dominik membuat Luna secara naluriah berpikir jika Dominik adalah orang yang berbahaya dan wajib untuk dihindari.
“Jadwal besok dibatalkan. Kita tidak akan pergi ke Rusia besok, tapi malam ini juga,” ucap Dominik membuat Luna membulatkan kedua matanya.
“Apa kamu gila?!”
Negeri Salju, itulah julukan negeri Rusia yang dikenal oleh dunia. Rusia yang terkenal sebagai salah satu destinasi favorit para turis. Namun, memilih waktu terbaik untuk mengunjungi negeri berjuluk Negeri Salju ini adalah hal yang terasa sangat sulit bagi sebagian besar orang. Hal itu terjadi, karena musim sering datang atau pergi tidak tepat dengan prediksi kalender musim yang sudah ditetapkan oleh instansi yang memiliki wewenang.Hanya saja, bagi Luna yang tidak pernah berkunjung ke luar negeri, kapan pun waktunya itu tidak masalah. Saat ini saja, Luna terlihat begitu takjub dengan apa yang ia lihat. Karena membutuhkan waktu yang lama untuk menempuh perjalanan hingga tiba di negeri asing ini, Luna sama
Luna tampak berbeda dengan sebuah syal tipis cantik yang menghiasi lehernya. Gadis satu itu tampak sesekali membenarkan letak syal tersebut, seakan-akan dirinya sangat enggan jika syal cantik tersebut berpindah letak sedikit saja. Sepertinya, Luna tengah menyembunyikan sesuatu di balik syal yang ia gunakan tersebut. Luna mendengkus kesal, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Luna sama sekali tidak berusaha untuk menyembunyikan ekspresi kesal yang menghiasi wajah cantiknya yang membawa kecantikan gadis Nusantara yang begitu kental. Suasana hati Luna memang sangat buruk, dan ia tidak berniat untuk menyembunyikan suasana hatinya yang buruk tersebut.Luna larut dalam pekerjaannya, sesekali ia mendapatkan tel
Luna mengurut pelipisnya yang terasa begitu tegang. Ia bangkit dari posisinya dan menyadari jika ini bukanlah kamar apartemen yang disediakan oleh Dominik untuk Luna tinggali selama dirinya tinggal di Rusia. Luna memang tidak tahu dirinya ada di mana saat ini, tetapi Luna yakin jika ini adalah ruangan milik Dominik. Selain dari kemewahan yang tampak jelas di setiap sudut ruangan yang didominasi warna gelap ini, Luna juga bisa mencium aroma khas Dominik yang pekat.Luna menunduk dan menyadari jika dirinya sudah menggunakan gaun tidur asing. Ia tidak panik dan berpikir jika Dominik yang menggantikan pakaiannya. Meskipun Dominik kurang ajar, tetapi ia yakin jika CEO panas satu itu
Luna mengamati pemandangan yang berkabut dalam diam. Di tangannya ada sebuah cangkir teh hangat yang rupanya masih mengepulkan hawa panasnya. Gadis itu menghela napas. Baru saja beberapa hari dirinya berada di Rusia, dan dirinya sudah hampir mati sebanyak dua kali. Ya, selama dua kali Luna berada di tengah-tengah area yang dihujani peluru. Sungguh gila, dan hingga saat ini Luna masih merasakan tensi ketegangannya.Padahal ini sudah pagi, sudah berjam-jam lamanya kejadian itu berlalu, tetapi Luna masih merasakan aura mencekam yang membuatnya sesak. Luna menghela napas panjang. Beruntunglah karena Dominik memberikannya libur setelah dirinya melalui berbagai kejadian mengerikan tersebut. Tentu saja, siapa pun
“Jangan marah seperti itu, Luna. Jika aku menolaknya, kau malah akan berada dalam situasi yang lebih berbahaya,” bisik Dominik pada Luna saat mereka melangkah menuju ruang VIP yang memang disediakan untuk para pelanggan yang rela menghabiskan jutaan dolar hanya untuk memenuhi hasrat berjudi mereka. Menang atau kalah adalah masalah nanti. Hal yang terpenting adalah, dahaga mereka bisa terpenuhi saat itu juga.Untuk meladeni tantangan Ignor, Dominik harus mengadakan sebuah permainan kartu yang diselenggarakan di ruangan terbaik yang ia miliki. Ini bukan hanya masalah gengsi, tetapi juga masalah keamanan. Semakin terbatas ruangan, dan semakin terbatang siapa pun yang bisa berkunjung pada ruangan t
Luna terlihat benar-benar gelisah. Seolah-olah dirinya memiliki firasat buruk jika ada hal merugikan yang akan ia hadapi. Hal ini tidak terlepas dengan apa yang sudah Dominik katakan tadi siang di kantor. Setelah mengatakan hal tersebut, Dominik melepaskannya dan mengerjakan pekerjaannya seolah-olah tidak ada hal yang terjadi. Namun, hal itu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Luna. Perempuan itu tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjannya, hingga dirinya berkali-kali mendapatkan teguran dari Harry yang memang masih bertugas untuk mengawasi kinerjanya.Luna menatap langit yang sudah menggelap. Udara dingin juga berembus dingin, mulai menyusuo dan menggigit tulang Luna hingga menyisakan ngilu dipermukaa
“Apa kau gila?!” tanya Luna dengan nada tinggi.Luna sama sekali tidak mempertahankan sikap profesionalnya di hadapan sang bos besar, walauapun saat ini dirinya dan Dominik masih berada di perusahaan dan masih dalam jam kerja. Luna terlihat begitu marah dengan napas yang terengah-engah. Dominik sendiri duduk bersandar pada meja kerjanya yang kokoh dan tampak menikmati ekspresi kemarahan yang saat ini tengah Luna tampilkan di hadapannya. Dominik bahkan terlihat tidak ragu menampilkan ekspresi senang yang tentu saja membuat Luna semakin marah saja.“Apa kau tidak ingin menjelaskan apa pun dengan ap
Luna menggigiti kuku ibu jarinya. Ia benar-benar bingung dengan apa yang tengah terjadi saat ini. Dominik menyatakan cintanya, itu sangat mengejutkan. Dan jangan pikir jika Luna tidak merasa tersentuh dengan perasaan yang diungkapkan oleh Dominik itu. Namun, Luna tidak berpikir jika dirinya harus memberikan jawaban atas lamaran yang sudah diajukan oleh Dominik. Apa lagi, saat ini Dominik sudah menekan Luna untuk segera memberikan jawaban atas lamarannya.Luna menghela napas panjang. Ia benar-benar tidak bisa berpikir jernih, apalagi saat ini dirinya tengah harus menyelesaikan setumpuk pekerjaan yang menunggunya. Kepala Luna terasa pening. Apa yang harus ia katakan pada Dominik? Tentu saja akal sehat Luna m
Bertahun-tahun lamanya, Dominik mencari keberadanaan Luna. Mencari sebagian hatinya. Namun, usahanya sia-sia. Ia tidak bisa menemukan Luna, bahkan setelah menggunakan semua kemampuan serta koneksinya. Seakan-akan Luna memang menghilang begitu saja, dan selama ini tidak pernah ada di dunia ini."Tuan, apa Anda masih akan melanjutkan pencarian ini?" tanya Harry. Pertanyaan ini wajar, mengingat Dominik melakukan pencarian ini sudah hampir dua puluh tahun lamanya. Namun semua pencarian ini tidak membuahkan hasil. Rasanya, sudah saatnya Dominik berhenti dan melanjutkan kehidupannya tanpa melihat masa lalunya.Sayangnya, pemikiran Harry berbeda dengan Dominik. Mengingat Dominik masih ingin mencari Luna. Jika memang Luna sudah meninggal, maka ia ingin menemulan makam dan melihat kerangkanya. Namun jika Luna masih hidup, maka ia ingin membawanya kembali. Dominik ingin kembali membawa Luna ke dalam pelukannya. Sebab sepeninggal Luna, semuanya terasa hampa."Tidak. Tetap lanjutkan semuanya seper
“Wah cantiknya, sudah berapa bulan?” tanya seorang nenek pada Edelia yang tengah mengajak putrinya berjalan-jalan pagi. Edelia menggendong putrinya dengan kain gendongan khusus.“Usianya baru dua bulan,” jawab Edelia dengan kebahagiaan yang tampak begitu jelas pada wajahnya yang cantik.“Pasti berat harus merawat anak sendiri. Jangan ragu untuk meminta bant
Meskipun dengan saluran pernapasannya yang hampir terputus karena Dominik yang masih mencekiknya, Ignor sama sekali tidak merasa terintimidasi. Ia menyeringai dan sedetik kemudian tertawa dengan keras dengan pertanyaan yang diajukan oleh Dominik. “Kenapa kau bertanya mengenai keberadaan Luna? Apa kau akan membawanya kembali? Untuk apa? Apa untuk menjadikannya sebagai boneka hidup pengganti Eleanor?” tanya Ignor tajam, sembari berusaha untuk melepaskan cekikan Dominik.Sayangnya, apa yang dikatakan oleh Ignor malah membuat Dominik semakin marah. Ignor sudah mengatakan sesuatu yang jelas menghabiskan seluruh stok kesabaran yang ia miliki. Dengan wajah memerah, Dominik berkata, “Kau mengatakan omong kosong. Kau tidak mengetahui apa pun, tetapi berlagak dengan betindak seolah-olah mengetahui
Setelah mengatakan hal apa yang ia perlukan, Luna pun segera mematikan sambungan telepon dan kembali menatap Dominik yang tengah terlelap dengan nyenyaknya. Luna menatap Dominik dengan sendu. Mungkin, sebelum kejadian penculikan dan mengetahui rahasia dari Ignor, Luna belum menyadari apa yang ia rasakan. Ah, bukan. Bukan belum menyadari. Luna jelas sudah menyadari hal itu sejak lama, bahwa hatinya sudah jatuh untuk pria ini. Namun, sebelumnya Luna terus menekan perasaannya karena merasa takut. Sayangnya, saat ini Luna sudah bertemu dengan ketakuta yang menjadi nyata. Pada akhirnya, Luna pun tidak lagi bisa membendung perasaannya.Luna membiarkan perasaan itu meluap begitu saja. Benar, Luna membiarkan semua
Dominik mengusap pipi Luna yang terasa dingin. Setelah Dominik menemukan Luna di tepi jalan, Luna segera dibawa oleh Dominik kembali ke kediaman Yakov. Tentu saja, Dominik sudah memanggil orang yang kompeten untuk memastikan jika kondisi Luna baik-baik saja. Dominik jelas merasa sangat cemas, apalagi dengan kondisi Luna saat dirinya ditemukan. Luna mengenakan pakaian yang rusak parah, dengan jas milik pria yang melindungi pakaiannya tersebut. Tentunya, Dominik harus memastikan jika Luna belum disentuh oleh pria mana pun. Jika hal itu terjadi, tentu saja Dominik harus menangani kondisi Luna yang pastinya memburuk, baik itu fisiknya, maupun mentalnya.Namun syukurlah, Luna tidak mengalami luka selain pada wa
Lalu tubuh yang menimpa Luna disingkirkan dengan mudah. Mayat itu kini tergeletak di atas lantai dengan kepala hancur dan darah yang tercecer di mana-mana. Luna yang awalnya berpikir seseorang yang menolongnya itu adalah Dominik, seketika terkejut saat menyadari pemikirannya yang salah. Luna segera menutupi dadanya dan memanggil orang itu dengan bibir bergetar, “Ignor.”Ignor yang mendengar Luna memanggilnya dengan lirih, mau tidak mau menyeringai pad
Luna terbangun dan sadar jika dirinya tengah dalam penyandraan. Dengan kondisi kaki dan tangan yang terikat dan mulut yang dilakban, siapa pun pasti bisa menyimpulkan hal itu dengan mudah, bukan? Meskipun ini bukanlah situasi yang baik-baik saja, tetapi Luna berusaha untuk menenangkan diri. Setidaknya, Luna tidak boleh terlihat seperti orang yang ketakutan, karena ketakutannya nanti pasti dengan mudah dimanfaatkan oleh orang yang sudah menculiknya ini. Luna merasa jika keadaan selalu tidak pernah berpihak padanya. Bahkan, saat Luna menjalankan kesehariannya seperti orang normal saja, Luna tetap terseret dalam masalah seperti ini. Luna menggerakkan sedikit tubuhnya yang memang terikat erat pada kursi yang ia tempati. Luna memang belum bisa menebak siapa yang sudah menculik dan menyekapnya ini, tetap
Hingga malam, Luna sama sekali tidak bisa beristirahat. Padahal, tubuhnya sendiri sudah menjerit meminta untuk istirahat. Namun, otak Luna terus mengulang kejadian mengerikan di mana dirinya melukai seseorang bahkan membuat orang itu mati. Luna melirik kotak berisi pisau berlumur darah kering yang ia simpan di atas nakas. Semuanya bagai mimpi buruk bagi Luna. Sejak awal, keputusan Luna untuk ikut ke Rusia. Seharusnya, Luna mendengarkan suara hatinya dan mengikuti firasatnya. Jika dirinya tidak terjebak dalam tipu muslihat Dominik, Luna tidak mungkin sampai berada di titik ini. Luna tidak mungkin terbawa arus dan menjadi seorang penjahat sama halnya dengan Dominik.Luna mendengar deru mobil, lalu melirik jam dinding. Ini jam satu pagi, dan Dominik baru kembali dari urusan pe
Setelah hampir dua minggu menghabiskan waktu bulan madu berkeliling dari satu negara ke negara lainnya, tibalah saat di mana Dominik dan Luna kembali ke Rusia. Ternyata, ada beberapa hal yang terjadi di Rusia, dan mendesak Dominik untuk segera kembali ke negerinya itu. Walaupun enggan mengakhiri acara bulan madunya secepat itu, tetapi Dominik tidak memiliki pilihan lain, selain melakukannya, karena ia tidak bisa mengabaikan pekerjaannya lebih lama daripada itu. Luna sendiri sama sekali tidak keberatan harus menyelesaikan rangkaian bulan madu mendadaknya. Ia merasa lelah dengan perjalanan tidak berujung itu, dan memilih untuk kembali dengan pekerjaannya sebagai sekretaris Dominik.Setelah tiga hari beristirahat, saat ini Luna sudah kembali aktif bekerja di perusahaan, dan menyadari jika selama ini Harry yang men