"Denize begitu yakin, kalau Zico adalah darah dagingku setelah aku bercerita soal donor darah waktu itu, Willy.”William mengangguk. "Saya juga sepakat dengan Tuan Danize, Tuan Al. Jika teringat pengakuan Zack sewaktu kita mengunjunginya di sel. Kalau ia tak pernah menyentuh Nyonya Bey, sejak kejadian itu sampai dia hamil." “Bey tak pernah menikah lagi …” Aldrich langsung menegapkan duduknya lebih bersemangat saat melanjutkan perkataannya. “Jadi, caraku terbebas dari pernikahan sialan dengan Veneta. Sekaligus bisa mendapatkan pewaris untuk seluruh harta kekayaanku ini. Hanya kalau Beyonce mau mengaku Zico anakku dan dia mau aku nikahi.”“Tepat sekali, Tuan.”“Peduli setan dengan disfungsi ereksi yang penting aku punya anak dan istri, betul kan?”“Tepat sekali, Tuan.”“Sejak tadi, kau terus berkata tepat-tepat. Dasar tak kreatif!” Aldrich memicingkan matanya itu, membuat William seketika terdiam dan menunduk. “Sekarang urus perjalananku ke Estado, Willy!” Pikirnya setelah Zack dip
"Paman Al, aku rindu!" Mata Zico berkaca-kaca, ia langsung mencampakkan sekrupnya ke bawah pasir dan meninggalkan Vincent yang terperangah. Ketika Zico malah beranjak menghampiri Aldrich lalu memeluk kakinya sangat erat. Pemandangan itu membuat semua orang terharu, tak terkecuali Beyonce. Hatinya berdesir melihat pertemuan anak dan ayah kandung yang—hubungan darahnya masih ia sembunyikan. Sungguh hatinya bertabuh antara gamang harus mengatakannya atau tidak? "Kau merindukanku, Sayang." Aldrich menciumi pipi Zico kanan dan kiri, dengan satu tangannya masih tersembunyi di belakang membawa sebuah buket bunga untuk sang pujaan hati. "Sangat! Kenapa Paman Al jarang mengunjungiku dan Mama?" protes Zico. "Aku sibuk sayang, maaf. Banyak pekerjaan yang harus ditangani," jawab Aldrich lalu mengusap punggung Zico. "Oh. Tapi, Paman tahu, tidak? Mama pernah mengira mobil rolls royce yang lewat depan ruko waktu itu milik Paman Al? Eh, ternyata bukan." Zico cenderung berbisik, tapi karena po
"Hadiah apa yang kau maksud?" tanya Beyonce dengan menatap tajam Vincent yang juga menatapnya penuh arti. Entah mengapa risih sekali ditatap seperti itu? Ia bahkan langsung cemberut. “Oh, hanya hadiah kecil sebagai apresiasi Bey. Tak ada yang aneh, justru hadiah itu akan membuatmu senang,” jawab Vincent berniat dengan semakin mendekati wanita itu. Melihat itu, Aldrich geram. Refleks menggeser tubuh tingginya ke depan Beyonce. Ia sengaja menghalangi jangkauan mata Vincent sehingga yang bisa dilihat hanya dirinya. "Santai Pak Jonas, kenapa kau harus emosi?" kekeh Vincent dengan seringai mengejek, maju sambil menepuk dada Aldrich pelan yang tampak memicingkan mata. Lalu ia agak mencondongkan bibirnya ke telinga Aldrich. "Kita bersaing secara sehat. Saya tak takut pada Anda, meski Anda ketua federasi sepak bola!"Dada Aldrich naik turun, mengepal tangan di kedua sisinya menahan emosi. Kurang ajar sekali pikirnya Vincent ini, berani mengajaknya bersaing. Dilihat dari kedudukan, harta, ke
“Benarkah kakimu tidak apa-apa, Al? Kau meringis, itu pasti sangat sakit.” Dia sampai berjongkok memperhatikan Aldrich yang mengurut kakinya sendiri. Untuk ini, Beyonce punya alasan khusus. Secara tak langsung—penyebab kaki kanan Aldrich menjadi terkilir karenanya. Ia merasa bersalah. Harusnya, Beyonce tak menyetujui tanding bola sialan itu. Terkilir bukan masalah sepele, butuh beberapa hari untuk berjalan normal. Iya kalau hanya terkilir? Misalkan, ternyata setelah diperiksa dokter. Kaki pria itu mengalami luka serius. Saraf terjepit atau patah? Beyonce tak sanggup membayangkan itu terjadi. Ya, otomatis dia harus bertanggung jawab dengan merawatnya—mungkin? Di sebelah Beyonce, ada Zico yang terlihat sigap mengangsurkan sebotol air putih dan meminumkannya ke mulut Aldrich dengan perhatian. Gema dan Agatha terlihat berjalan menghampiri dengan membawa minyak angin dan handuk. “Paman Al, kita ke dokter, ya?” bujuk Zico merasa kasihan. Kedua tangan mungilnya sampai ikut memijat kaki
Bisikan lembut di telinga Beyonce dari suara maskulin Aldrich yang berhembus itu sangatlah seksi.Sungguh, tak hanya membuat Beyonce mematung saja—dengan jantung bergejolak. Tapi seluruh bulu-bulu halus di kulitnya meremang begitu pesat. Kedua tangan pria itu masih anteng dan semakin hangat menyelimuti punggung terbuka Beyonce yang tangannya menggantung ke udara. Antara ragu dan terkejut tak membalas.“Maafkan kelancangan bibirku yang harus mengatakannya beribu kali. Kalau aku … masih mencintaimu, Bey. Dari dulu aku tak bisa melupakanmu, walau aku sudah berusaha.” Aldrich membenamkan kepalanya di bahu Beyonce, matanya terpejam menikmati wangi tubuh wanita itu demi menenangkan perasaannya yang tak karuan. Beyonce seketika lupa caranya berbicara, mendadak ia bisu. Suaranya terbelit dan lidahnya menjadi kelu, terdiam dalam keheningan. Hingga ketika usapan di punggungnya dari telapak besar Aldrich membuatnya tersadar. “Aku sangat menyayangimu sampai kapanpun, bahkan aku sadar diri. M
“Pak Vincent, apa yang kau lakukan?"Kepanikan itu membuat Beyonce bereaksi. Begitu cemas jika Vincent mencelakai Aldrich. Ia bangun dari tempat duduknya dan berusaha melerai. “Hentikan, Pak. Malu dilihat orang.”Tetapi Vincent tak mempedulikan imbauan Beyonce. Ia malah semakin nekat menarik kerah coat hingga leher Aldrich tercekik. “Dasar pecundang! Kau sengaja datang mengganggu acara makan malamku dengan calon kekasihku!” bentak Vincent yang tampak marah-marah. Aldrich tampak tenang menghadapi Vincent, sementara Beyonce yang ketar-ketir terlihat menarik lengan Vincent untuk menjauh dari Aldrich. “Calon kekasih dari mimpi?” remeh Aldrich, lalu melirik Beyonce dengan tersenyum hangat. “Tolong menyingkirlah sayang.”Kata ‘Sayang’ itu, cukup membuat jantung Beyonce tak berdetak. Kedua pipinya bersemburat merah dan mendadak ia menjadi penurut, kepalanya mengangguk seiring langkahnya mundur menjauhi kedua pria itu yang bersitegang. Dada Vincent terbakar mendengar panggilan itu. “Baj
Kaki telanjang bocah kecil berlarian di tepi pantai dengan tawa lepasnya. Ditemani seorang pria dewasa terkadang menangkapnya, lalu menggendongnya di atas pundak. Mereka berdua terlihat ceria dan sangat akrab layaknya Ayah dan anak."Paman Al, kita buat istana pasir, Yuk!" ajak Zico."Ayo! Siapa takut?” tantangnya segera menurunkan Zico ke bawah pasir.Zico langsung mengambil alat-alatnya dan mengeruk pasir dengan sekrup mainan yang ia ambil dari wanita cantik berbikini pantai itu.Beyonce duduk di atas kursi malas tak jauh darinya, mengawasi putra kesayangannya di kursi pantai sambil menikmati suasana sunset. Dengan meminum sebutir kelapa muda yang menyegarkan dahaga. "Jangan terlalu ke tengah pantai Zico!" teriak Beyonce nampak khawatir dengan lambaian tangan."Tenang Bey, ada aku. Kau santai saja di sana!” sahut Aldrich sekaligus melemparinya juga dengan senyuman. Beyonce pun tersenyum juga memandangi Aldrich. Sebelum ia kembali bersantai dan merasa tenang meninggalkan Zico be
"Apa kau cemburu pada sikap Jemima padaku?” tanya Aldrich lekat mengamati manik-manik berwarna kecoklatan milik Beyonce yang berkemilau.Beyonce yang gugup menggeleng, dengan matanya terpejam. Tak disangka, Aldrich mendekapnya begitu erat. Merasakan kenyamanan, Beyonce tanpa ragu menjulurkan kedua tangannya menyisip ke punggung Aldrich—membalas pelukannya. "Lalu kenapa kau seperti marah dan sedih?" bisik Aldrich sambil melihat ke bawah wajah Beyonce yang menggigit bibir bawah, gelagatnya salah tingkah."Tebakanmu salah.""Sure? Kalau begitu, tatap mataku."Aldrich menunggu wanita itu melakukan suruhannya. Tapi Beyonce diam saja, karena ia tahu kalau pria itu bisa membaca pikirannya melihat dari matanya. "Apa sebagai sahabat, aku tak boleh marah jika ada wanita genit menggodamu?" desis Beyonce beralasan kemudian. "Hanya sahabat, tidak mau lebih?" goda Aldrich gemas. "Maksudnya?" tanya Beyonce, dengan mengangkat wajahnya. Ia memandangi Aldrich sambil menggigit bibir."Jika aku m