Di dalam kamar yang ditempati Freya, wanita muda itu tampak berbaring ditemani seorang perawat yang mulai memasang infus. “Suara ribut-ribut apa di luar, Suster?” Freya tak dapat melihatnya lantaran terhalang pintu yang tertutup. Hal itu sengaja dilakukan Raiden yang tidak ingin Freya tahu, tadi Beyonce sempat mendatanginya ke kamar untuk menghalanginya melakukan tindakan terlarang tersebut.“Dad juga belum kembali dari toilet?” tambahnya lagi saat perasaan nya mulai gelisah. Sebenarnya Freya juga ragu dan takut melakukan ini. Ya, selain ini pertama kali juga melibatkan nyawa. “Maaf, Nona. Saya kurang tahu soal itu," jawab suster sembari tersenyum. Freya mengangguk paham. Perawat sejak tadi bersamanya dan sama sekali belum keluar, jadi ia pasti tak tahu soal keributan itu.“Eh, tapi kalau tidak salah …," jeda sang perawat mengingat-ingat. "Tidak salah apa, Sus?" Freya yang melamun karena banyak pikiran pun lalu menanyakan itu. "Mm, sepertinya keluarga pasien di kamar pavil
Raiden menyeringai dengan suaranya yang tegas dan bernada mengolok. "Yang dikatakan Beyonce benar! Sayangnya kematianmu tidak akan pernah membuatku puas Zico!"Aldrich dan Beyonce mengatupkan bibir lalu berpikir sama. Kenapa sekarang Raiden bersikap jahat? Apa dia mau membalas dendam atas nama Freya? "Lalu hal apa yang Tuan minta supaya aku bisa bersatu dengan Freya?" "Meski ku minta Beyonce menikah denganku. Barulah kau bisa menikahi Freya!"Tantangan dari Raiden membuat Zico tersentak mundur, berat dia melakukannya saat melihat wajah Aldrich menunjukan kesedihan. Sedangkan di sana Beyonce diam-diam mengusap lelehan matanya saat tak sengaja tertangkap mata Freya. "Co, lakukan saja permintaan Tuan Raiden," suruh Aldrich, baginya saat ini adalah kebahagiaan anak-anaknya. "Lagi pula, aku dan Bey juga sudah lama berpisah. Tinggal meresmikannya di pengadilan."Beyonce tak tahan lagi membungkus rapat sudut matanya yang terus dihujani tangisan. Ia tahu jika Aldrich kebalikannya. "Dad
“Al, sudah seminggu ini aku nge—gym di pusat kebugaranmu. Tapi kenapa tidak ada perubahan sama sekali, ya?” desis Beyonce penuh kecewa pada Aldrich, sahabatnya itu.“Sabar, Bey. Semuanya butuh proses,” sahut Aldrich. Beyonce yang memberengut kesal lalu berjalan ke arah cermin di tempat gym itu. Ia mematut dirinya dari pantulan cermin. “Ya ampun! Apakah ini aku?” Beyonce mengasihani dirinya sendiri.Aldrich hanya meliriknya sekilas sebelum kembali serius pada pekerjaannya. “Gendutnya aku?” Beyonce meraba wajahnya. Pipinya masih tampak chubby dan dagunya berlipat–lipat.Kemudian ia menyentuh perutnya yang sedikit bergelambir jika membungkuk. Terlebih pahanya itu yang membesar, sudah seperti ibu-ibu yang pernah melahirkan anak sepuluh. Sungguh! Rasanya Beyonce muak dan ingin menangis histeris saat melihat bentuk tubuhnya sendiri. Tapi tidak mungkin, karena di tempat gym terdapat banyak orang. Bisa–bisa dia dikira orang tak waras.Padahal dua hari lagi, dia akan menikah dengan tunang
“Menikah denganmu?” Beyonce tertegun menatap Aldrich yang mematung dan seperti orang linglung. Menyadari salah bicara, Aldrich mulai gusar. Sementara itu, Beyonce tiba–tiba menertawainya dengan terpingkal–pingkal. “Kau selalu sukses menghiburku dengan candaanmu ini, Al,” tukas Beyonce dengan enteng. ‘Apa? Dia bilang hanya candaan?’ batin Aldrich mendera kecewa. Beyonce tak tahu, kalau ajakan menikah yang diucapkan Aldrich tulus dari lubuk hatinya. Bahkan bisa dinyatakan kode keras, tetapi sayangnya sahabatnya itu tidak kunjung peka. “Mungkin di dalam mimpi … aku menjadi suamimu,” sahut Aldrich ikut tertawa kecut demi menyembunyikan rasa malu. “Lagi pula, kenapa Zack itu bertambah aneh sekarang? Mana ada dalam waktu seminggu dan terkesan dadakan, lalu dia menyuruhmu untuk mengecilkan badan? Semua butuh proses, Bey sayang. Tidak ada yang instan.” “Kau benar, Al. Tapi bagaimana lagi? Lihatlah pahaku ini terlalu besar dan kendur, bukan? Berbeda ukurannya sewaktu aku fitting gaun p
Tapi karena Beyonce terlalu aktif bergerak. Alhasil gelas itu bergoyang-goyang, tangan Aldrich sulit mengimbangi gelas itu karena Beyonce memeluknya dari depan dengan erat. “Bey, kumohon lepaskan pelukanmu?” pintanya dengan lembut, sekesal dan semarah–marahnya Aldrich kepada Beyonce. Ia tak tega berkata kasar atau membentak. “Tidak, tidak.” Beyonce semakin menggodanya. “Oh, ya ampun! Kenapa kau mabuk, sih? Kalau begini aku yang rugi. Lebih baik setelah ini aku mengantarmu pulang,” putus Aldrich, tidak mungkin seatap berdua dengan kondisi Beyonce yang mabuk. Begini saja Beyonce sudah membuat Aldrich panas dingin, apalagi jika dibiarkan tinggal lama di rumahnya yang sepi hanya berdua. Bisa–bisa Aldrich lepas kendali, kendati Aldrich hanya tinggal sendiri di rumahnya karena kedua orang tuanya sudah lama meninggal.“Jangan salahkan aku, Al. Tapi salahkan, Zack. Dia tak mau mengangkat teleponku lagi setelah dia marah, bahkan dia mematikan teleponku. Sungguh menyebalkan, bukan?” keluhny
Beyonce tersenyum geli terkadang juga terdengar kekehan dari bibir plump-nya, menanti saat-saat Aldrich benar membuka celananya. Ternyata pria itu membuktikan kesungguhannya, dengan mata yang enggan berkedip menatap Beyonce. Aldrich melepas celana, tapi kemudian ia cepat sadar sehingga ia pun kembali menaikkan celananya. “Bey, ini salah! Sadarlah, kau sedang mabuk. Aku memaklumi kegilaanmu itu, tapi asal kau tahu kalau aku memang normal. Bukan seperti yang kau tuduhkan! Aku tak mau jika kau menyesal nantinya setelah aku benar melakukannya!” elak Aldrich bersikukuh, melenggang pergi meninggalkan Beyonce di ruang tamu. “Salah? Kenapa dipakai kembali? Ah! Jangan-jangan kau memang benar Al, haha ….” Tawa wanita itu sangat keras, tapi Aldrich sengaja menulikan telinganya, meski hatinya bergejolak dituduh sembarangan. “Al, tunggu aku!” Beyonce terus mengejar Aldrich sampai ke ruang khusus yang biasa digunakan berolahraga. Kakinya tiba-tiba tercekat, matanya terbeliak penuh dengan t
Zack mendadak mencemaskan Beyonce malam itu, bukan dalam artian sesungguhnya. Rindu atau khawatir, melainkan mempunyai tujuan lain. Pria itu mencarinya karena Beyonce susah dihubungi, sementara itu dirinya terus ditagih oleh pihak catering untuk melunasi sisa pembayarannya yang sudah jatuh tempo. Demi menuruti gengsinya, Beyonce harus merogoh koceknya terlalu dalam. Hampir 75% biaya pernikahan mereka berdua, Beyonce lah yang menanggung. Meskipun sebenarnya Zack memiliki tabungan tapi ia tak mau mengeluarkannya. Entah apa yang ada dalam pemikiran pria itu?“Sial! Nomor Aldrich juga tak aktif!” kesal Zack begitu pusing, ia menduga kedua sahabat itu tengah sibuk bepergian sampai lupa waktu. Ya, Beyonce lebih sering menghabiskan waktunya berdua bersama Aldrich sahabatnya. Dibandingkan bersama Zack, kekasihnya sendiri. Tidak bisa disalahkan juga karena Zack hampir tak ada waktu berduaan dengannya dan hanya Aldrich lah yang bisa mengerti perasaan wanita itu. ***Kornea matanya memerah
“Jawab jalang!” bentak Zack menggetarkan seluruh tubuh Beyonce.“A–aku ….”PLAKK!PLAKK!“Aaarghh!” jeritnya sambil menangis tersedu–sedu. Zack menampar pipinya begitu keras, sampai bunyi tamparannya menggema.Ruangan itu vvip. Jadi, Zack leluasa menyiksanya karena hanya ada mereka berdua di sana. Sementara itu, Beyonce tak bisa melawannya.Karena pria brengsek itu tak membiarkan Beyonce bergeser barang sedetik, ataupun meraih tombol otomatis untuk memanggil tenaga medis ke sana. Langkah–langkah Beyonce terawasi, bagaikan seorang narapidana saja. Tidak sedikitpun rasa iba terbesit di hati Zack, melihat Beyonce kesakitan karena cekikannya. Setelah cintanya berubah menjadi sebuah kebencian membara semenjak tahu Beyonce sudah diperkosa oleh Aldrich. “Kau masih belum mau menjawab, jalang!” bentak Zack begitu marah dengan kedua mata melotot. “Mati saja kau!”Beyonce menggeleng karena tak sanggup bicara, dengan kondisinya yang tercekik. ‘Ampun, ampun! Ya, aku setuju. Lepaskan aku dulu