Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu.
"Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu.
"Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.
Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan.
"Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu.
"Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya.
"Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.
Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu ini.
"Antar aku, gendong," pinta anak itu dengan manja.
Sudah berhari-hari mereka bebas keluar dan masuk ruangan itu sambil terus membaca kisah orang tua mereka.
Dan yang paling menyenangkan bagi Qin Lian adalah bab yang berjudul Bukit Ying walau kemudian judul itu berubah menjadi Lady of Wang.
Mungkin Qin Lang sendiri masih ragu soal judulnya atau tidak tidak bisa memilih dua judul itu.
Di sana dikisahkan bagaimana Wang Yin mendapatkan senjata ajaibnya, menciptakan Jenderal Li Wen yang hampir meninggal karena serangan brutal oleh Liu Ji.
Lagi-lagi Liu Ji. Sampai Qin Lian tidak tahu seberapa besar dia harus membenci manusia bernama Liu Ji itu dan hukuman apa yang pantas diberikan padanya.
Barangkali kematian terlalu enak.
"Tidurlah," kata Qin Yue setelah mengantar adiknya ke kamarnya sendiri.
Sejak usia tiga tahun mereka berdua sudah berpisah kamar walau salah seorang pasti kadang-kadang kabur ke kamar yang lainnya jika tidak ada yang mengetahuinya.
"Putri, apa yang Anda lakukan malam-malam begini?" tanya Lin Wen agak terkejut mendapati sang putri malah berlatih pedang di malam hari.
"Paman Ning, seharusnya aku yang bertanya, mengapa Paman ke sini malam-malam?"
Qin Yue menyarungkan pedangnya dan mendekati Lin Wen, sang Jenderal Li Wen yang legendaris itu. Konon, dia sendiri pernah membunuh ribuan orang dalam satu peperangan saja.
"Aku jaga malam, Yang Mulia," jawab Lin Wen dengan sopan.
Qin Yue tersenyum.
"Paman tidak perlu formal, terutama jika hanya ada kita saja."
Lin Wen mengangguk dengan sopan. Dia adalah tipe yang tidak enakan, setia, patuh dan selalu ada saat dibutuhkan walau dirinya hanya seorang jenderal kaku yang bisa berpikir.
"Paman, aku ingin bertanya, apakah Paman punya waktu untuk bercerita?" tanya Qin Yue memulai kisah tentang ibunya.
"Tentu saja, cerita tentang apa itu?" tanya Lin Wen agak gugup. Dia selalu gugup jika berhadapan dengan Qin Lang dan sekarang anak ini. Wajah dan auranya persis dengan Raja Qin itu sampai-sampai rasanya Lin Wen sedang berhadapan dengan orang yang sama.
"Ini soal ibuku. Ibuku orang yang seperti apa?" tanya Qin Yue memulai dengan pernyataan sederhana dan paling umum.
Lin Wen melamun sejenak lalu dia berani bercerita setelah mengumpulkan informasi di otaknya dan juga keberaniannya.
"Master adalah orang yang baik, suka membantu semua orang, menolong orang lemah. Selain itu dia periang, suka mengganggu dan menggoda Yang Mulia. Lalu sangat pandai memanah bahkan dalam kondisi mata terpejam, suka makanan pedas dan bercita rasa tinggi, lalu suka arak," kata Lin Wen tanpa rasa bersalah.
"Arak?" jerit Qin Yue agak terkejut. Fakta ini belum pernah dia temukan di dalam catatan Qin Lang yang mana pun.
"Benar, Master bisa minum arak sepanjang hari tanpa mabuk. Tapi setelah dia mengetahui dirinya mengandung kalian berdua, maksudku Putri dan Pangeran, Master berhenti mengkonsumsi arak dan makanan pedas. Setiap hari makan makanan sehat dan juga tidur teratur. Biasanya akan tidur tengah malam dan bangun agak siang," jelas Lin Wen dengan agak tersenyum mengenang masa lalu itu.
Qin Yue awalnya terharu pada penjelasan Lin Wen, tetapi akhirnya dia malah ingin tertawa.
Jelas sekali sifat adiknya itu merupakan turunan dari ibu mereka. Jadi, itulah sebabnya Qin Lang tidak pernah bisa memarahi Qin Lian. Ternyata dia sama persis dengan perempuan yang sangat dia cintai.
"Wajar saja," gumam Qin Yue tanpa sadar.
"Hm?"
Lin Wen merasa mendengar sesuatu yang tidak jelas.
"Paman, apa menurutmu adikku, Qin Lian sangat mirip dengan ibu? Maksudku selain wajahnya," tanya Qin Yue penasaran.
Lin Wen mengangguk.
"Mereka adalah bagai satu orang. Sama seperti Anda seperti satu orang dengan Yang Mulia," jelas Lin Wen.
Wajahnya bersemu merah hanya karena bercerita soal hal-hal seperti itu.
Tak disangka Jenderal Li Wen yang terkenal sangat kuat dan ganas bisa menjadi sangat pemalu dan gugup.
"Ah, jadi itu sebabnya Paman selalu gugup ketika berbicara denganku?" tanya Qin Yue berani mengambil kesimpulan.
Lin Wen tidak menjawab hanya menunduk dan mengangguk tiga kali.
"Paman dari sekarang tidak perlu seperti itu. Aku bukan ayahku. Lalu ayahku juga sebenarnya tidak sejahat itu, kan?"
Qin Yue menatap Lin Wen dengan sorotan mata meminta penjelasan.
"Ti-tidak. Tentu saja Yang Mulia tidak jahat, tidak pernah jahat. Aku tidak pernah melihat Yang Mulia marah kecuali jika itu berkaitan dengan Master," jelas Lin Wen dengan wajah sendu.
Dia membayangkan kapan lagi bisa kedua manusia itu bersatu dan membuat keributan di istana.
Dia rindu tawa dan canda Wang Yin saat bersama Qin Lang atau saat menggodanya. Dia merindukan banyak hal.
"Paman, terima kasih. Bisakah kau rahasiakan pertemuan kita malam ini? Aku khawatir ayah akan sedih jika tahu kita membicarakan ibu," jelas Qin Yue.
"Baiklah, aku tidak akan mengatakan apa pun," ucap Lin Wen berlutut menunggu tuan putri itu pergi.
Qin Yue mengambil pedangnya dan masuk ke dalam kamarnya. Sebelum dia tiba, dirinya dikejutkan oleh sosok Qin Lang yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Ayah," sapanya dengan agak canggung.
Mereka berdua adalah pendiam dan selalu kehabisan kata ketika hanya berdua saja.
Selama ini, Qin Lian adalah orang yang membuat pembicaraan mereka tidak pernah habis dan suasana menjadi hidup.
Ketika netra emas mereka saling menatap, ada perasaan aneh yang sangat sulit dijelaskan. Seperti sedang melihat diri sendiri.
"Kau dari mana?" tanya Qin Lang akhirnya setelah beberapa menit hanya diam saja.
"Berlatih," jawab anak itu dengan singkat.
"Sejauh mana latihanmu?" tanya Qin Lang lagi akhirnya menemukan topik untuk dibahas.
"Tidak buruk," jawab Qin Yue sama seperti gaya bahasa Qin Lang.
Qin Lang merasa dirinya sudah kehabisan kata-kata, entah apa lagi yang akan dia tanyakan. Dia sangat membutuhkan Qin Lian atau Wang Yin di antara mereka.
"Bagaimana kabar, Ayah," tanya Qin Yue akhirnya memberikan perhatian.
"Tidak buruk," jawabnya.
Mereka kembali terdiam dan membeku tanpa ucapan dan gerakan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Ayah," panggil Qin Lian akhirnya muncul dari kamarnya.
Pangeran itu tampak mengantuk dan masih mengucek matanya.
"Qin Lian mengapa kau keluar malam-malam?" tanya Qin Lang mengusap kepala anak itu.
"Aku bermimpi buruk. Aku juga memimpikan ibu, aku tidak mau tidur sendiri. Aku akan tidur dengan kakak," jawabnya dengan malas dan suara agak kurang jelas karena mengantuk dan kesal.
Qin Lang menggendong tubuh Qin Lian yang masih kecil dan berniat membawanya ke kamarnya.
"Kau ikutlah," kata Qin Lang menatap Qin Yue sejenak.
Anak itu tampak bingung dan canggung.
Tanpa bicara, Qin Lang menggendongnya dengan lengannya yang bebas.
Kekuatan lengan Qin Lang bukan main dan membawa dua anak sekaligus bukanlah hal berat baginya.
Meski agak terkejut, Qin Yue akhirnya menempelkan dagunya pada pundak ayahnya dan kembarannya pada pundak yang lainnya.
Walau tidak pernah terlalu romantis, Qin Lang sudah berusaha menjadi ayah dan sekaligus ibu bagi mereka selama lima tahun lebih ini.
"Aku mencintai ayah dan ibu," gumam Qin Yue dalam hatinya.
Malam itu mereka tidur bertiga seperti keluarga walau sebenarnya itu agak jarang dilakukan oleh keluarga kerajaan. Namun, siapa yang akan berniat memarahi Qin Lang?
Qin Qiu tentu akan memikirkan hal lain dibandingkan hal-hal seperti itu karena dia sendiri sudah tidak sanggup melihat keponakannya menderita seperti itu selama ini.
Bersambung ...
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Raja dan Ratu kembali ke ruangan pribadi mereka. Kedua anaknya, pangeran dan putri tentu saja begitu lekat dengan ibu mereka.Sudah tujuh tahun dua anak itu hanya melihat ibu mereka yang tertidur. Tanpa suara dan gerakan.Hari ini, keduanya bisa menyaksikan bagaimana senyuman Wang Yin yang manis, hangat dan ada aura nakal dalam artian usil. Wajar saja Qin Lang tergila-gila padanya.Deretan gigi putih itu, bibir merah tanpa riasan, lalu bagaimana bisa wajahnya seputih dan secantik itu bahkan setelah tujuh tahun tertidur saja?"Mama, aku tidak menyangka kau memang begitu cantik," kata Qin Lian masih belum bisa melepaskan pandangannya dari ibunya."Apa setelah mendapatkan kebebasan memanggil mama sekarang kau bisa mengatakan kau, huh? Katakan padaku anak nakal ini anak siapa?" goda Wang Yin sambil menggelitik perut kecil anak itu.Qin Lian terguling-guling karena merasa geli. Hari ini mereka melupakan semua sopan santun dan segala formalitas."Itu geli, itu geli, ampun Yang Mulia," pinta
Ratu Wang Yin mengalami koma berkepanjangan setelah melahirkan anak kembarnya, Qin Lian dan Qin Yue. Tidur panjang Sang Ratu masih menjadi misteri dan menjadi pertanyaan bagi banyak orang. Entah sihir apa yang telah dirapalkan pada Sang Ratu sampai-sampai dia tertidur selama itu.Qin Lang, selaku Raja yang berkuasa saat ini masih terus menunggu Ratu cantiknya bangun layaknya Phoenix yang bangkit dari kematian, karena semua tabib terbaik dari lima kerajaan sudah mengatakan, tidak ada harapan lagi. Namun baginya, Wang Yin tidak mungkin mati begitu saja. Cinta sejatinya akan bangkit, apa pun yang terjadi.Kedua anak kembar mereka--Pangeran dan Putri yang kini sudah berusia lima tahun selalu saja menanyakan kapan ibu mereka akan membuka mata dan terbangun.Qin Lang tidak tahu harus mengatakan apa lagi, tetapi dia juga tidak mau menyerah. Dia akan terus memperjuangkan cintanya. Baginya, tiada lagi orang yang akan dia cintai di dunia ini selain Sang Ratu."Wang Yin, bangunlah, aku dan anak
Suasana hutan di belakang pusat Kerajaan Yi, Hutan Larangan begitu hening dan damai. Qin Lang, pangeran kedua kerajaan Yi berjalan-jalan untuk menenangkan hatinya.Sudah berkali-kali dia menolak untuk menikah, akan tetapi ada begitu banyak tawaran dan hadiah berupa calon istri yang diberikan kepadanya.Entah bagaimana lagi cara menolaknya. Haruskah dia mengatakan kalau dirinya tidak memiliki ketertarikan?Ah, tidak mungkin!Dia bukan tidak tertarik, hanya saja belum menemukan yang menarik perhatiannya."Hey, kau ... apa yang kau lakukan di sini?"Qin Lang mendengar suara seseorang---perempuan dari tengah hutan."Siapa yang bermain-main di sini? Apakah dia seorang gadis? Bukankah tempat ini berbahaya?" gumam Qin Lang dalam hatinya."Kau sangat lucu," ucap gadis yang belum jelas wajahnya terlihat.Di tangannya, perempuan itu memegangi seekor kelinci putih yang memiliki telinga lebar dan panjang. Sangat imut."Siapa dia?" pikir Qin Lang sambil terus mendekat dengan perlahan---tanpa membua
Seusai melaksanakan hukuman mandiri mereka, kedua anak Qin Lang dan Wang Yin berlari ke kamar Qin Qiu. Ketidakpuasan dalam hati Qin Lian mendorong dirinya untuk terus bertanya soal ibunya.Sebelum pergi meninggalkan kamar Wang Yin, anak itu sempat mencium pipi ibunya dan berbisik agar perempuan itu segera bangun."Kakek!" teriak Qin Lian."Apa yang membuatmu seorang pangeran bertindak seperti ini?" tanya Qin Qiu begitu menyadari semua tamu agak terkejut dengan tingkah tidak biasa itu di kalangan bangsawan.Qin Lian membereskan pakaian dan mendadak bertingkah bagai pangeran yang terhormat."Pangeran ini mencari kakeknya karena ingin membicarakan banyak hal," ucapnya santai dengan penuh wibawa.Qin Lian adalah tipe periang dan suka membuat kekacauan seperti layaknya ibunya."Selamat datang, Pangeran," sapa mereka semua."Begini saja baru kalian menyapa aku. Tak heran ibuku tidak suka dengan semua kepalsuan dan basa-basi ini," pikir Qin Lian dalam hatinya.Tak lama kemudian, Qin Yue datan
Raja dan Ratu kembali ke ruangan pribadi mereka. Kedua anaknya, pangeran dan putri tentu saja begitu lekat dengan ibu mereka.Sudah tujuh tahun dua anak itu hanya melihat ibu mereka yang tertidur. Tanpa suara dan gerakan.Hari ini, keduanya bisa menyaksikan bagaimana senyuman Wang Yin yang manis, hangat dan ada aura nakal dalam artian usil. Wajar saja Qin Lang tergila-gila padanya.Deretan gigi putih itu, bibir merah tanpa riasan, lalu bagaimana bisa wajahnya seputih dan secantik itu bahkan setelah tujuh tahun tertidur saja?"Mama, aku tidak menyangka kau memang begitu cantik," kata Qin Lian masih belum bisa melepaskan pandangannya dari ibunya."Apa setelah mendapatkan kebebasan memanggil mama sekarang kau bisa mengatakan kau, huh? Katakan padaku anak nakal ini anak siapa?" goda Wang Yin sambil menggelitik perut kecil anak itu.Qin Lian terguling-guling karena merasa geli. Hari ini mereka melupakan semua sopan santun dan segala formalitas."Itu geli, itu geli, ampun Yang Mulia," pinta
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu."Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu."Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan."Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu."Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya."Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu
Sebelum, pernikahan Qin Lang dan Wang Yin dilaksanakan semua pihak merasa senang dan bahagia. Kecuali Liu Ji yang merasa dirinya lebih tampan dan gagah dibandingkan manusia es itu."Mengapa dia memilih pangeran biasa saja dibandingkan aku?!" teriak Liu Ji tidak terima dengan keputusan Wang Yin yang menurutnya tidak adil.Dia lebih dulu bertemu dengan gadis cantik itu. Selain itu pesonanya tidak kalah dengan Qin Lang terbukti dengan banyaknya perempuan yang rela dia jadikan selir atau sekadar tidur bersama dalam semalam saja. Kebiasaan yang sudah dia pupuk sejak usia muda sampai-sampai dia sangat percaya diri kalau dirinya jauh lebih lihai dan handal di kasur dibandingkan Qin Lang yang tidak berpengalaman.Sebenarnya, Kerajaan Kerajaan Liu sudah lama menjalin hubungan baik dengan Yi maupun Kerajaan Li.Meski Wang Yin bukanlah anak kandung Li Ren, tetapi dia disayang dan dicintai sama seperti Li Yan dan Li Wanyin kedua putrinya.Wang Yin di usia ke-17 sudah bergelar Lady of Wang dan suda
Suasana kamar pangeran mendadak riuh, Qin Lian sibuk mencari baju zirahnya dan mengenakannya.Tak hanya itu, dia juga mengambil pedangnya yang diasah dan diukir mirip seperti milik ibunya, Pedang Hong.*Pedang Hong : merah sesuai dengan warna sarungnya."Qin Lian mau ke mana?" tanya Qin Qiu terkejut.Pangeran kecil itu mengangkat pedangnya yang berwarna hitam kemerahan. Persis seperti milik Wang Yin."MEMBUNUH Liu Ji!" teriak anak itu dengan mata merah dan lengannya dengan susah payah mengangkat pedang besar itu.Tubuhnya masih kecil dan belum menguasai ilmu berpedang dengan baik. Dibandingkan kakaknya dia termasuk lambat. Namun, dalam urusan memanah, dia adalah ahlinya. Bahkan, jika matanya ditutup anak sekecil itu sudah bisa mengenai sasaran tanpa cacat.Tentu saja jaraknya disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak seusianya."Liu Ji?"Qin Qiu mengeryitkan keningnya bingung dan terkejut di saat yang bersamaan."Qin Lian, duduklah," kata Qin Yue membujuk adiknya.Dalam kondisi seperti i
Seusai melaksanakan hukuman mandiri mereka, kedua anak Qin Lang dan Wang Yin berlari ke kamar Qin Qiu. Ketidakpuasan dalam hati Qin Lian mendorong dirinya untuk terus bertanya soal ibunya.Sebelum pergi meninggalkan kamar Wang Yin, anak itu sempat mencium pipi ibunya dan berbisik agar perempuan itu segera bangun."Kakek!" teriak Qin Lian."Apa yang membuatmu seorang pangeran bertindak seperti ini?" tanya Qin Qiu begitu menyadari semua tamu agak terkejut dengan tingkah tidak biasa itu di kalangan bangsawan.Qin Lian membereskan pakaian dan mendadak bertingkah bagai pangeran yang terhormat."Pangeran ini mencari kakeknya karena ingin membicarakan banyak hal," ucapnya santai dengan penuh wibawa.Qin Lian adalah tipe periang dan suka membuat kekacauan seperti layaknya ibunya."Selamat datang, Pangeran," sapa mereka semua."Begini saja baru kalian menyapa aku. Tak heran ibuku tidak suka dengan semua kepalsuan dan basa-basi ini," pikir Qin Lian dalam hatinya.Tak lama kemudian, Qin Yue datan