Suasana kamar pangeran mendadak riuh, Qin Lian sibuk mencari baju zirahnya dan mengenakannya.
Tak hanya itu, dia juga mengambil pedangnya yang diasah dan diukir mirip seperti milik ibunya, Pedang Hong.
*Pedang Hong : merah sesuai dengan warna sarungnya.
"Qin Lian mau ke mana?" tanya Qin Qiu terkejut.
Pangeran kecil itu mengangkat pedangnya yang berwarna hitam kemerahan. Persis seperti milik Wang Yin.
"MEMBUNUH Liu Ji!" teriak anak itu dengan mata merah dan lengannya dengan susah payah mengangkat pedang besar itu.
Tubuhnya masih kecil dan belum menguasai ilmu berpedang dengan baik. Dibandingkan kakaknya dia termasuk lambat. Namun, dalam urusan memanah, dia adalah ahlinya. Bahkan, jika matanya ditutup anak sekecil itu sudah bisa mengenai sasaran tanpa cacat.
Tentu saja jaraknya disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak seusianya.
"Liu Ji?"
Qin Qiu mengeryitkan keningnya bingung dan terkejut di saat yang bersamaan.
"Qin Lian, duduklah," kata Qin Yue membujuk adiknya.
Dalam kondisi seperti ini, biasanya hanya kakaknyalah yang akan berhasil membujuk anak itu.
"Tidak mau, Liu Ji sudah membuat ibu menderita, dia harus mati," teriaknya dengan lantang sampai mengejutkan pelayan yang sedang berjaga.
Mendengar keributan itu, dua panglima kebanggaan Kerajaan Yi Lan datang tepat waktu.
"Pangeran, Putri dan Pangeran Kedua Lan," sapa mereka kepada Qin Qiu dan keduanya cucunya.
Qin Qiu adalah Pangeran Kedua Lan sejak dulu hingga sekarang. Dia tidak pernah berniat menjadi raja atau lainnya.
Menjadi pangeran baginya adalah takdir dan jalan hidupnya.
"Kalian berdua di sini, baguslah, kalian bantu aku," kata Qin Lian dengan semangat.
Meskipun dia masih anak-anak, tentu saja panglima akan tetap patuh pada sang pangeran.
"Baik, Pangeran, apa yang bisa kami lakukan untuk Anda?" tanya Jenderal Li Wen dan Jenderal Penghancur Jindan serentak dengan sopan.
"Kalian ikut aku untuk membunuh Liu Ji," kata pangeran kecil itu dengan suara lantang dan dia terlihat nyaris menangis.
Qin Yue memegangi adiknya dan memeluknya dengan perlahan.
"Dia sudah mati," katanya pelan.
"Benar, dia sudah mati," kata Qin Qiu menimpali.
Qin Lian menatap keduanya bergantian.
"Kalian berbohong, kalian berbohong, di catatan ayah tidak disebutkan kalau dia mati selain ayah menutup kerajaan dan menguncinya sejak ibu jatuh koma!"
Qin Lian menjerit dan menangis tersedu-sedu mengenang kisah menyedihkan itu.
Tak ada yang berani berbicara atau membujuknya dalam kondisi seperti itu kecuali kakaknya yang terus memeluknya agar amarahnya mereda.
"A Lian, dia sudah mati," katanya lagi seolah mengucapkan berkali-kali bisa membius pendengarnya---seperti mantra.
Qin Lian terdiam untuk beberapa saat dirinya belum percaya kalau Liu Ji sialan itu sudah mati. Dia harus memastikannya sendiri.
"Harusnya kutanya pada Ling Wen. Kakek tua itu pasti tahu sesuatu," gumamnya pelan.
Qin Qiu mendadak panik begitu nama lelaki itu disebutkan. Dia berharap sahabatnya sudah jauh sehingga tidak terkena murka sang pangeran yang sedang mengamuk ini.
"Liu Ji, kau harus mati!" teriak Qin Lian dengan suara lantang sambil mengacungkan pedangnya ke atas.
Tak disangka Qin Lang sudah berdiri tegak tepat di depannya.
Qin Lian terkejut dan mundur beberapa langkah.
"Ayah, maafkan A Lian dia hanya anak-anak," pinta Qin Yue langsung bersujud di hadapan ayahnya.
"Lalu kau bukan anak-anak?" jawab Qin Lang dengan nada dingin.
Dua jenderal kebingungan harus mengatakan apa.
"Maaf, Yang Mulia, hamba izin menjelaskan. Kami hanya sedang bermain drama," kata Wen Xiu berbohong.
"Drama lakon, iya betul," kata Qin Qiu sambil mengelus jenggotnya dengan perlahan karena gugup.
"Drama?"
Qin Lang berjalan semakin mendekat dan mengambil kloningan Pedang Hong dari tangan anaknya.
"Kau tahu ini pedang apa?" tanyanya masih dengan suara dingin.
"Pe-pedang, mirip milik ibu," jawab anak itu dengan gugup.
"Kau tahu ini berharga?" tanya Qin Lang lagi.
Qin Lian meneguk ludahnya dua kali sebelum mampu menjawab pertanyaan ayahnya.
"Ta-tahu, sama seperti ibu," ucapnya dan langsung menangis tersedu-sedu membayangkan wajah ibunya yang masih tertidur cantik.
"Qin Lian jangan menangis, kau akan melukai ayah," kata Qin Yue memeluk adiknya.
Qin Lang menghela napasnya sebelum berucap, "Kalian berdua ikut aku," katanya.
Qin Lian dan Qin Yue mengikuti Qin Lang ke ruangan belajar, sementara yang lainnya hanya bisa terdiam bagai orang bodoh dengan mulut menganga.
"Mengapa kau berbohong? Apa kau mendadak bodoh?!" protes Jenderal Li Wen pada Peleleh Elixir.
"Daripada kau? Hanya diam? Masih bagus aku bisa berkata-kata walau tidak tahu apa yang terjadi," katanya membela dirinya.
"Berbohong mendapatkan hukuman mati," tegas Qin Qiu.
"Maka Tuan juga akan ikut mati," kata Peleleh Elixir dengan santai.
"Kau!" teriak Qin Qiu dengan suara tertahan.
Sementara ayah dan anak itu masuk ke dalam ruangan belajar, mereka hanya bisa menanti dengan gelisah di depan pintu.
Di dalam sana, Qin Lian sudah tidak menangis karena diberikan camilan dan minuman kesukaannya.
Meski hidungnya sudah mengeluarkan cairan bening beberapa kali karena kebanyakan menangis, anak itu masih bisa makan dengan lahap.
"Sudah sampai mana kalian baca?" tanya Qin Lang tiba-tiba.
"Ma-maksudnya? Maksud Ayah apa?" tanya Qin Lian mendadak merasa lehernya tercekik makanan enak itu.
"Mn?"
Qin Lang menatap keduanya bergantian.
"Sampai Liu Ji datang saat ulang tahun Ayah. Ibu terpaksa melahirkan secara paksa dan mendadak. Lalu Ibu, Ibu seperti itu karena melindungi Ayah dari serangan Peleleh Elixir," jelas Qin Yue.
"Jadi, Peleleh Elixir adalah musuh?" ucapannya Qin Lian penuh keraguan.
"Dia kena sihir," kata Qin Yue menjelaskan.
"Analisa yang bagus," kata Qin Lang memuji anaknya.
Qin Yue dan Qin Lian berlutut di hadapan Qin Lang.
"Ayah, maafkan kami. Kami hanya penasaran dengan ibu dan kami merindukannya dan berharap segera bangun," jelas Qin Yue menyadari kebodohan mereka.
Qin Lang menyuruh keduanya duduk kembali dengan posisi yang baik.
"Lalu, kami minta maaf sudah mengintip catatan Ayah, itu ideku, aku yang salah jangan salahkan kakak. Kalau mendapatkan hukuman, maka akulah yang harus dihukum," kata Qin Lian dengan sangat yakin.
Melihat anaknya Qin Lang serasa melihat Wang Yin kecil yang selalu bertindak bagai pahlawan. Lihat saja, dia bahkan rela mengorbankan dirinya yang hamil demi melindungi Qin Lang.
Anak dan ibu benar-benar foto copy yang sempurna, hanya berbeda jenis kelamin saja.
"Lain kali tanyakan saja padaku," ucap Qin Lang.
Kedua anaknya terkejut dan merasa senang di saat yang bersamaan.
Mereka sebenarnya memang lebih tertarik mendengar cerita langsung dari ayahnya, tetapi Qin Lian khawatir apakah ayahnya benar-benar bisa bercerita dengan baik? Sedangkan berbicara saja dia sangat minim.
"Tidak perlu, Ayah menulis saja dan kami membaca," kata Qin Lian dengan agak canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Benar, kami akan izin jika ingin membacanya," imbuh Qin Yue membela adiknya dan mengerti kegelisahan anak kecil itu.
Mereka tidak bisa membayangkan Qin Lang bercerita atau mereka akan menebak-nebak lalu Qin Lang hanya mengatakan, iya, tidak, benar atau salah.
Itu sangatlah membosankan.
"Aku tidak bisa membayangkan mengapa Ibu bisa menyukai manusia es," pikir Qin Lian dalam hatinya.
"Jangan mengejeknya kau akan dimarahi Ibu," jawab Qin Yue padanya.
Tentu saja keduanya berkomunikasi lewat batin saja. Konon, anak kembar memang memiliki kemampuan seperti itu.
Masih sibuk dengan komunikasi dua arah itu, mereka terkejut dengan ucapan ayahnya.
"Tidak perlu meminta izin, sejak awal aku sudah tahu kalian membacanya," ujar Qin Lang setelah menyesap tehnya dengan anggun.
Keduanya terdiam cukup lama, memang benar mana mungkin Qin Lang yang sangat teliti itu bisa melewatkan hal sesederhana itu.
"Istirahatlah," kata Qin Lang lalu hendak pergi keluar.
"Ayah," panggil Qin Lian dan Qin Lang berhenti melangkah.
Dari sudut matanya dia menatap keduanya.
"Terima kasih," ucap anak itu dengan sikap sempurna.
"Ayah," panggil Qin Yue lagi ketika dia hendak pergi.
Kali ini Qin Yue yang sepertinya tidak rela melepaskan ayah mereka. Pastilah dia berduka pikirnya.
"Ada apa?" tanya Qin Lang membalik tubuhnya.
"Apakah Liu Ji masih hidup?" tanya Qin Lian.
Qin Lang tidak menjawab dan dia sepertinya akan pergi lagi.
"Ayah," panggil Qin Yue dengan suara parau.
Qin Lang terdiam cukup lama.
"Katakanlah," ujarnya sambil berbalik dengan mata memerah akibat menahan air matanya.
"Boleh aku memeluk Ayah?" tanya gadis kecil itu dengan air mata bercucuran.
Qin Lang mendekat dan memeluk kedua anaknya.
Kedua bocah itu menangis tersedu-sedu di pundak ayahnya.
Mereka berpelukan cukup lama sampai mereka melepaskannya.
Setelah mengantar anaknya ke kamar berbeda, Qin Lang menyapa Wang Yin di kamarnya.
"Wang Yin, maafkan aku. Seandainya kau ada mereka tidak akan kekurangan pelukan dan kasih sayang," ujarnya sambil menangis tanpa suara tetapi air matanya terus mengucur sebagai ganti ribuan kata yang tidak terucap.
Kepedihan kadangkala tersembunyi di balik diamnya seseorang.
Hari ini Qin Lang berniat untuk lebih hangat lagi kepada anak-anaknya.
Mungkin dia terlalu fokus menunggu Wang Yin sampai melupakan dua anak yang butuh perhatian ayah dan ibunya.
Sebelum tidur, Qin Lang menatap lukisan dirinya dan Wang Yin..
"Selamat malam Wang Yin," ucapnya lalu memeluk bayang-bayang indah perempuan itu dan membayangkan senyuman manisnya yang selalu membuat hari Qin Lang cerah.
Bersambung ...
Sebelum, pernikahan Qin Lang dan Wang Yin dilaksanakan semua pihak merasa senang dan bahagia. Kecuali Liu Ji yang merasa dirinya lebih tampan dan gagah dibandingkan manusia es itu."Mengapa dia memilih pangeran biasa saja dibandingkan aku?!" teriak Liu Ji tidak terima dengan keputusan Wang Yin yang menurutnya tidak adil.Dia lebih dulu bertemu dengan gadis cantik itu. Selain itu pesonanya tidak kalah dengan Qin Lang terbukti dengan banyaknya perempuan yang rela dia jadikan selir atau sekadar tidur bersama dalam semalam saja. Kebiasaan yang sudah dia pupuk sejak usia muda sampai-sampai dia sangat percaya diri kalau dirinya jauh lebih lihai dan handal di kasur dibandingkan Qin Lang yang tidak berpengalaman.Sebenarnya, Kerajaan Kerajaan Liu sudah lama menjalin hubungan baik dengan Yi maupun Kerajaan Li.Meski Wang Yin bukanlah anak kandung Li Ren, tetapi dia disayang dan dicintai sama seperti Li Yan dan Li Wanyin kedua putrinya.Wang Yin di usia ke-17 sudah bergelar Lady of Wang dan suda
Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu."Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu."Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan."Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu."Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya."Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Raja dan Ratu kembali ke ruangan pribadi mereka. Kedua anaknya, pangeran dan putri tentu saja begitu lekat dengan ibu mereka.Sudah tujuh tahun dua anak itu hanya melihat ibu mereka yang tertidur. Tanpa suara dan gerakan.Hari ini, keduanya bisa menyaksikan bagaimana senyuman Wang Yin yang manis, hangat dan ada aura nakal dalam artian usil. Wajar saja Qin Lang tergila-gila padanya.Deretan gigi putih itu, bibir merah tanpa riasan, lalu bagaimana bisa wajahnya seputih dan secantik itu bahkan setelah tujuh tahun tertidur saja?"Mama, aku tidak menyangka kau memang begitu cantik," kata Qin Lian masih belum bisa melepaskan pandangannya dari ibunya."Apa setelah mendapatkan kebebasan memanggil mama sekarang kau bisa mengatakan kau, huh? Katakan padaku anak nakal ini anak siapa?" goda Wang Yin sambil menggelitik perut kecil anak itu.Qin Lian terguling-guling karena merasa geli. Hari ini mereka melupakan semua sopan santun dan segala formalitas."Itu geli, itu geli, ampun Yang Mulia," pinta
Ratu Wang Yin mengalami koma berkepanjangan setelah melahirkan anak kembarnya, Qin Lian dan Qin Yue. Tidur panjang Sang Ratu masih menjadi misteri dan menjadi pertanyaan bagi banyak orang. Entah sihir apa yang telah dirapalkan pada Sang Ratu sampai-sampai dia tertidur selama itu.Qin Lang, selaku Raja yang berkuasa saat ini masih terus menunggu Ratu cantiknya bangun layaknya Phoenix yang bangkit dari kematian, karena semua tabib terbaik dari lima kerajaan sudah mengatakan, tidak ada harapan lagi. Namun baginya, Wang Yin tidak mungkin mati begitu saja. Cinta sejatinya akan bangkit, apa pun yang terjadi.Kedua anak kembar mereka--Pangeran dan Putri yang kini sudah berusia lima tahun selalu saja menanyakan kapan ibu mereka akan membuka mata dan terbangun.Qin Lang tidak tahu harus mengatakan apa lagi, tetapi dia juga tidak mau menyerah. Dia akan terus memperjuangkan cintanya. Baginya, tiada lagi orang yang akan dia cintai di dunia ini selain Sang Ratu."Wang Yin, bangunlah, aku dan anak
Raja dan Ratu kembali ke ruangan pribadi mereka. Kedua anaknya, pangeran dan putri tentu saja begitu lekat dengan ibu mereka.Sudah tujuh tahun dua anak itu hanya melihat ibu mereka yang tertidur. Tanpa suara dan gerakan.Hari ini, keduanya bisa menyaksikan bagaimana senyuman Wang Yin yang manis, hangat dan ada aura nakal dalam artian usil. Wajar saja Qin Lang tergila-gila padanya.Deretan gigi putih itu, bibir merah tanpa riasan, lalu bagaimana bisa wajahnya seputih dan secantik itu bahkan setelah tujuh tahun tertidur saja?"Mama, aku tidak menyangka kau memang begitu cantik," kata Qin Lian masih belum bisa melepaskan pandangannya dari ibunya."Apa setelah mendapatkan kebebasan memanggil mama sekarang kau bisa mengatakan kau, huh? Katakan padaku anak nakal ini anak siapa?" goda Wang Yin sambil menggelitik perut kecil anak itu.Qin Lian terguling-guling karena merasa geli. Hari ini mereka melupakan semua sopan santun dan segala formalitas."Itu geli, itu geli, ampun Yang Mulia," pinta
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu."Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu."Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan."Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu."Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya."Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu
Sebelum, pernikahan Qin Lang dan Wang Yin dilaksanakan semua pihak merasa senang dan bahagia. Kecuali Liu Ji yang merasa dirinya lebih tampan dan gagah dibandingkan manusia es itu."Mengapa dia memilih pangeran biasa saja dibandingkan aku?!" teriak Liu Ji tidak terima dengan keputusan Wang Yin yang menurutnya tidak adil.Dia lebih dulu bertemu dengan gadis cantik itu. Selain itu pesonanya tidak kalah dengan Qin Lang terbukti dengan banyaknya perempuan yang rela dia jadikan selir atau sekadar tidur bersama dalam semalam saja. Kebiasaan yang sudah dia pupuk sejak usia muda sampai-sampai dia sangat percaya diri kalau dirinya jauh lebih lihai dan handal di kasur dibandingkan Qin Lang yang tidak berpengalaman.Sebenarnya, Kerajaan Kerajaan Liu sudah lama menjalin hubungan baik dengan Yi maupun Kerajaan Li.Meski Wang Yin bukanlah anak kandung Li Ren, tetapi dia disayang dan dicintai sama seperti Li Yan dan Li Wanyin kedua putrinya.Wang Yin di usia ke-17 sudah bergelar Lady of Wang dan suda
Suasana kamar pangeran mendadak riuh, Qin Lian sibuk mencari baju zirahnya dan mengenakannya.Tak hanya itu, dia juga mengambil pedangnya yang diasah dan diukir mirip seperti milik ibunya, Pedang Hong.*Pedang Hong : merah sesuai dengan warna sarungnya."Qin Lian mau ke mana?" tanya Qin Qiu terkejut.Pangeran kecil itu mengangkat pedangnya yang berwarna hitam kemerahan. Persis seperti milik Wang Yin."MEMBUNUH Liu Ji!" teriak anak itu dengan mata merah dan lengannya dengan susah payah mengangkat pedang besar itu.Tubuhnya masih kecil dan belum menguasai ilmu berpedang dengan baik. Dibandingkan kakaknya dia termasuk lambat. Namun, dalam urusan memanah, dia adalah ahlinya. Bahkan, jika matanya ditutup anak sekecil itu sudah bisa mengenai sasaran tanpa cacat.Tentu saja jaraknya disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak seusianya."Liu Ji?"Qin Qiu mengeryitkan keningnya bingung dan terkejut di saat yang bersamaan."Qin Lian, duduklah," kata Qin Yue membujuk adiknya.Dalam kondisi seperti i
Seusai melaksanakan hukuman mandiri mereka, kedua anak Qin Lang dan Wang Yin berlari ke kamar Qin Qiu. Ketidakpuasan dalam hati Qin Lian mendorong dirinya untuk terus bertanya soal ibunya.Sebelum pergi meninggalkan kamar Wang Yin, anak itu sempat mencium pipi ibunya dan berbisik agar perempuan itu segera bangun."Kakek!" teriak Qin Lian."Apa yang membuatmu seorang pangeran bertindak seperti ini?" tanya Qin Qiu begitu menyadari semua tamu agak terkejut dengan tingkah tidak biasa itu di kalangan bangsawan.Qin Lian membereskan pakaian dan mendadak bertingkah bagai pangeran yang terhormat."Pangeran ini mencari kakeknya karena ingin membicarakan banyak hal," ucapnya santai dengan penuh wibawa.Qin Lian adalah tipe periang dan suka membuat kekacauan seperti layaknya ibunya."Selamat datang, Pangeran," sapa mereka semua."Begini saja baru kalian menyapa aku. Tak heran ibuku tidak suka dengan semua kepalsuan dan basa-basi ini," pikir Qin Lian dalam hatinya.Tak lama kemudian, Qin Yue datan