Suasana hutan di belakang pusat Kerajaan Yi, Hutan Larangan begitu hening dan damai. Qin Lang, pangeran kedua kerajaan Yi berjalan-jalan untuk menenangkan hatinya.
Sudah berkali-kali dia menolak untuk menikah, akan tetapi ada begitu banyak tawaran dan hadiah berupa calon istri yang diberikan kepadanya.
Entah bagaimana lagi cara menolaknya. Haruskah dia mengatakan kalau dirinya tidak memiliki ketertarikan?
Ah, tidak mungkin!
Dia bukan tidak tertarik, hanya saja belum menemukan yang menarik perhatiannya.
"Hey, kau ... apa yang kau lakukan di sini?"
Qin Lang mendengar suara seseorang---perempuan dari tengah hutan.
"Siapa yang bermain-main di sini? Apakah dia seorang gadis? Bukankah tempat ini berbahaya?" gumam Qin Lang dalam hatinya.
"Kau sangat lucu," ucap gadis yang belum jelas wajahnya terlihat.
Di tangannya, perempuan itu memegangi seekor kelinci putih yang memiliki telinga lebar dan panjang. Sangat imut.
"Siapa dia?" pikir Qin Lang sambil terus mendekat dengan perlahan---tanpa membuat suara.
"Namamu adalah Telinga Putih," kata perempuan itu lagi berbicara pada kelinci imut itu.
"Jelas telinganya memang putih," komentar Qin Lang pada pemberian nama yang jelek atau tidak kreatif itu.
"Kau suka? Hm, sudah kuduga kau akan suka. Semua orang memang akan suka denganku."
Gadis itu tertawa-tawa senang sambil menggelitik kelincinya dengan sesukanya.
Tanpa sadar seseorang ikut tersenyum melihat tingkahnya yang lucu dan senyumannya yang semanis kata-kata indah dalam buku puisi peninggalan nenek moyang.
"Apa yang kau lakukan di sini? Mengintip?" teriak perempuan itu sambil memeluk kelincinya dengan erat.
"Ti-tidak," jawab Qin Lang canggung.
Haruskah dia mengatakan kalau seharusnya dialah yang bertanya apa yang dilakukan gadis kecil seperti itu di jam sekarang.
Lalu, ini masih daerah kekuasaan mereka. Haruskah dia jujur kalau dia adalah pangeran kedua?
Ah, tidak! Dia lebih tertarik untuk mengetahui siapa perempuan itu.
"Lalu? Apa yang kau lakukan? Kalau kau tidak mengatakan aku akan berteriak bahwa kau seorang mesum dan penguntit," kata perempuan berbaju hitam dan merah itu.
Rambutnya hanya diikat setengah dan matanya yang abu-abu keunguan membuat wajahnya yang oval dan cantik tampak semakin indah. Apalagi kulitnya sangat putih, pinggang ramping dan juga ...
Bibirnya begitu kecil, merah dan berisi. Sangat menggoda.
Baru kali ini Qin Lang memperhatikan seseorang sampai ke bagian paling rinci.
"Mungkinkah dia bukan manusia?" gumam Qin Lang pelan.
Bukannya menjawab pertanyaan gadis itu, dia malah sibuk mengagumi pemandangan indah yang belum pernah dia lihat.
"Memang aku bukan manusia. Aku adalah Dewi, kau tahu?"
Perempuan itu tersenyum dengan sangat manis.
"Katakan. Katakan siapa namamu," pinta Qin Lang kehabisan akan dan kata-kata.
Untuk pertama kalinya dia merasa tak berdaya seperti itu.
"Panggil saja aku Wang Yin, orang-orang mengenal aku sebagai anak ajaib. Lalu, aku adalah seorang yang kau cari selama ini," balas Wang Yin lalu menghilang di tengah hutan.
Dia sengaja bermain-main seperti itu untuk menggoda lelaki dingin yang aneh itu.
"Wang Yin!" teriak Qin Lang.
Sayangnya perempuan itu menghilang begitu saja.
"Namaku, Qin Lang!" teriaknya lagi seolah berharap gadis itu masih mendengarnya.
Sejak kejadian itu, Qin Lang selalu berkunjung ke tempat yang sama setiap sore.
Dia berharap perempuan yang pernah dia temui itu bisa bertemu dengannya lagi.
Lima tahun berlalu, tidak ada hasil dan Qin Lang masih terus datang ke tempat itu. Kadang, dia juga mencari ke tempat lain di sekitar hutan.
Satu-satunya yang dia lakukan adalah merawat si Telinga Putih karena perempuan itu entah sengaja atau tidak meninggalkannya untuk dirinya.
���������
"Ah, ini tidak benar. Mengapa Ibu tega dan Ayah begitu bodoh?"
Qin Lian memprotes isi buku harian yang mereka baca dengan diam-diam.
Qin Lian dan Qin Yue sudah berusia lima tahun dan keduanya sudah bisa membaca.
Sejak lahir, ibu mereka tidak pernah bangun hingga saat ini.
Kepedihan hati Qin Lang membuat dirinya semakin pendiam walau kepada kedua anaknya masih tetap berkomunikasi sebisanya.
"Kau jangan marah-marah, itu bukan seperti yang kau pikirkan. Kurasa ayah sangat romantis dan setia," jelas Qin Yue pada adiknya.
Mereka adalah anak kembar yang berbeda usia tiga menit saja.
"Mengapa bisa romantis? Itu meninggalkan dan membuat seseorang menunggu. Bagaimana hal itu bisa menjadi hal romantis?"
Qin Lian kebingungan dengan penjelasan kakaknya. Barangkali perempuan memang lebih cepat dewasa dan lebih sensitif soal perasaan.
"Lihat saja. Ayah kita masih menunggunya sejak dulu. Sekarang juga masih menunggu. Bukankah itu hal yang manis?"
Qin Lian mendengarkan penjelasan itu dengan sangat serius walau otaknya yang belum berkembang sempurna tidak mampu mencerna informasi itu.
Anak ini benar-benar memiliki kepekaan mengatasi langit biru, seperti ibunya.
"Ah, aku tidak mengerti. Aku lapar," katanya.
"Apa hubungannya lapar dan tidak mengerti?"
Qin Yue tersenyum dan memberikannya beberapa makanan yang sudah disiapkan oleh pelayan kerajaan.
"Pokoknya begitulah. Aku lapar," kata anak itu dengan santai.
Masih sibuk dengan urusan mereka, pelayan mengumumkan Yang Mulia datang.
Qin Yue dengan gerakan cepat mengubah posisi buku yang mereka curi kembali ke tempatnya semula.
Qin Lian juga pura-pura belajar dengan serius.
"Ayah datang," sapa keduanya dengan sopan.
"Mn, bagaimana pelajaran kalian?" tanya Qin Lang.
"Lancar," jawab Qin Yue dengan sopan.
Qin Lang berjalan dan mendekati kedua anaknya untuk memeriksa kondisi mereka.
"Ayah, apa kabar?" tanya Qin Yue dengan penuh perhatian.
Qin Lang menatapnya agak lama.
"Baik saja," jawabnya akhirnya.
Ujung mata Qin Lang menatap buku harian yang setiap hari dia tulis.
Dia menyadari ada yang berubah dari posisinya, tetapi dia diam saja.
"Apa yang kau pelajari hari ini?" tanya Qin Lang pada Qin Lian.
"Penantian," jawab anak itu lalu menutup mulutnya karena sadar sudah keceplosan.
Mana ada pelajaran semacam itu untuk anak usia lima tahun.
Qin Yue merasa ingin menghilang atau terbang menjadi burung saja saat ini. Adiknya itu sangat payah, sangat latah dan suka berbicara sesukanya.
"Mn?"
Alis Qin Lang naik sebelah dan berharap ada penjelasan lebih lanjut.
"Ah, itu puisi sastra," jelas Qin Lian pura-pura.
"Sastra?" tanya Qin Lang merasa tidak pernah mendengarnya.
Mungkinkah ada buku kerajaan yang belum pernah dia baca?
"Mn, tapi bukunya tidak ada. Aku hanya membayangkan kalau nanti akan ada. Maksudku, mungkin saja aku akan menjadi penulisnya."
Qin Lian bicara semakin tidak jelas sikapnya mirip seperti ibunya dan Qin Yue merasa sudah sakit kepala melihat kembarannya yang sangat tidak jelas itu.
"Bagaimana?" tanya Qin Lang meminta penjelasan lebih lanjut.
"Aku ingin membuat buku tentang ayah dan ibu. Penantian panjang yang akan berujung dengan kebahagiaan."
Qin Lian menceritakan idenya dengan sangat senang, sementara Qin Lang berbeda. Jika anak itu senang, maka dia sendiri merasa seperti berduka.
Hatinya berdecit sakit dan air matanya menetes pelan dan tipis dari kedua sudut matanya.
"Ayah," panggil Qin Yue yang menyadari hal itu.
Qin Lang tidak menjawab bahkan ketika anaknya menghapus air matanya.
Dia terus mengingat dan membayangkan Wang Yin bisa sadar dan kembali ceria seperti dahulu.
"Wang Yin, kapan kau akan kembali?" lirih Qin Lang dalam hatinya.
Walau tidak mengatakan apa pun, Qin Lang kembali tanpa suara dan kedua anak itu menghukum diri mereka dengan berlutut di hadapan tubuh ibunya yang belum sadar juga.
"Ibu, maafkan kami sudah membuat ayah menangis."
Qin Yue berlutut dengan penuh penyesalan.
"Ibu, maafkan itu salahku. Tidak seharusnya aku mengarang, tapi kurasa bakatku ini dari Ibu," tawa Qin Lian pecah bahkan dalam kondisi seperti itu.
Qin Yue menatapnya pelan, seperti tatapan tipis Qin Lang.
"Ah, aku sangat penasaran denganmu. Kurasa akan sangat menyenangkan memiliki ibu seperti aku dan kakak yang beku dan ayah yang kaku akan kita buat menderita. Ibu ayo bangun. Aku juga ingin dipeluk," kata Qin Lian lagi dengan tawa dan tangis di saat yang bersamaan.
Dia tertawa dan terus bercanda walau hatinya juga sakit dan air matanya menetes tak terkendali.
Anak itu benar-benar sesuatu.
Dari kejauhan, Qin Qiu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sikap ajaib Qin Lian yang benar-benar mirip seperti Wang Yin dulunya.
Mungkin itu jugalah yang membuat Qin Lang menangis dan berduka untuk cintanya, dia sangat merindukan Wang Yin.
Bersambung ...
Seusai melaksanakan hukuman mandiri mereka, kedua anak Qin Lang dan Wang Yin berlari ke kamar Qin Qiu. Ketidakpuasan dalam hati Qin Lian mendorong dirinya untuk terus bertanya soal ibunya.Sebelum pergi meninggalkan kamar Wang Yin, anak itu sempat mencium pipi ibunya dan berbisik agar perempuan itu segera bangun."Kakek!" teriak Qin Lian."Apa yang membuatmu seorang pangeran bertindak seperti ini?" tanya Qin Qiu begitu menyadari semua tamu agak terkejut dengan tingkah tidak biasa itu di kalangan bangsawan.Qin Lian membereskan pakaian dan mendadak bertingkah bagai pangeran yang terhormat."Pangeran ini mencari kakeknya karena ingin membicarakan banyak hal," ucapnya santai dengan penuh wibawa.Qin Lian adalah tipe periang dan suka membuat kekacauan seperti layaknya ibunya."Selamat datang, Pangeran," sapa mereka semua."Begini saja baru kalian menyapa aku. Tak heran ibuku tidak suka dengan semua kepalsuan dan basa-basi ini," pikir Qin Lian dalam hatinya.Tak lama kemudian, Qin Yue datan
Suasana kamar pangeran mendadak riuh, Qin Lian sibuk mencari baju zirahnya dan mengenakannya.Tak hanya itu, dia juga mengambil pedangnya yang diasah dan diukir mirip seperti milik ibunya, Pedang Hong.*Pedang Hong : merah sesuai dengan warna sarungnya."Qin Lian mau ke mana?" tanya Qin Qiu terkejut.Pangeran kecil itu mengangkat pedangnya yang berwarna hitam kemerahan. Persis seperti milik Wang Yin."MEMBUNUH Liu Ji!" teriak anak itu dengan mata merah dan lengannya dengan susah payah mengangkat pedang besar itu.Tubuhnya masih kecil dan belum menguasai ilmu berpedang dengan baik. Dibandingkan kakaknya dia termasuk lambat. Namun, dalam urusan memanah, dia adalah ahlinya. Bahkan, jika matanya ditutup anak sekecil itu sudah bisa mengenai sasaran tanpa cacat.Tentu saja jaraknya disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak seusianya."Liu Ji?"Qin Qiu mengeryitkan keningnya bingung dan terkejut di saat yang bersamaan."Qin Lian, duduklah," kata Qin Yue membujuk adiknya.Dalam kondisi seperti i
Sebelum, pernikahan Qin Lang dan Wang Yin dilaksanakan semua pihak merasa senang dan bahagia. Kecuali Liu Ji yang merasa dirinya lebih tampan dan gagah dibandingkan manusia es itu."Mengapa dia memilih pangeran biasa saja dibandingkan aku?!" teriak Liu Ji tidak terima dengan keputusan Wang Yin yang menurutnya tidak adil.Dia lebih dulu bertemu dengan gadis cantik itu. Selain itu pesonanya tidak kalah dengan Qin Lang terbukti dengan banyaknya perempuan yang rela dia jadikan selir atau sekadar tidur bersama dalam semalam saja. Kebiasaan yang sudah dia pupuk sejak usia muda sampai-sampai dia sangat percaya diri kalau dirinya jauh lebih lihai dan handal di kasur dibandingkan Qin Lang yang tidak berpengalaman.Sebenarnya, Kerajaan Kerajaan Liu sudah lama menjalin hubungan baik dengan Yi maupun Kerajaan Li.Meski Wang Yin bukanlah anak kandung Li Ren, tetapi dia disayang dan dicintai sama seperti Li Yan dan Li Wanyin kedua putrinya.Wang Yin di usia ke-17 sudah bergelar Lady of Wang dan suda
Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu."Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu."Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan."Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu."Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya."Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Raja dan Ratu kembali ke ruangan pribadi mereka. Kedua anaknya, pangeran dan putri tentu saja begitu lekat dengan ibu mereka.Sudah tujuh tahun dua anak itu hanya melihat ibu mereka yang tertidur. Tanpa suara dan gerakan.Hari ini, keduanya bisa menyaksikan bagaimana senyuman Wang Yin yang manis, hangat dan ada aura nakal dalam artian usil. Wajar saja Qin Lang tergila-gila padanya.Deretan gigi putih itu, bibir merah tanpa riasan, lalu bagaimana bisa wajahnya seputih dan secantik itu bahkan setelah tujuh tahun tertidur saja?"Mama, aku tidak menyangka kau memang begitu cantik," kata Qin Lian masih belum bisa melepaskan pandangannya dari ibunya."Apa setelah mendapatkan kebebasan memanggil mama sekarang kau bisa mengatakan kau, huh? Katakan padaku anak nakal ini anak siapa?" goda Wang Yin sambil menggelitik perut kecil anak itu.Qin Lian terguling-guling karena merasa geli. Hari ini mereka melupakan semua sopan santun dan segala formalitas."Itu geli, itu geli, ampun Yang Mulia," pinta
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu."Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu."Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan."Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu."Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya."Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu
Sebelum, pernikahan Qin Lang dan Wang Yin dilaksanakan semua pihak merasa senang dan bahagia. Kecuali Liu Ji yang merasa dirinya lebih tampan dan gagah dibandingkan manusia es itu."Mengapa dia memilih pangeran biasa saja dibandingkan aku?!" teriak Liu Ji tidak terima dengan keputusan Wang Yin yang menurutnya tidak adil.Dia lebih dulu bertemu dengan gadis cantik itu. Selain itu pesonanya tidak kalah dengan Qin Lang terbukti dengan banyaknya perempuan yang rela dia jadikan selir atau sekadar tidur bersama dalam semalam saja. Kebiasaan yang sudah dia pupuk sejak usia muda sampai-sampai dia sangat percaya diri kalau dirinya jauh lebih lihai dan handal di kasur dibandingkan Qin Lang yang tidak berpengalaman.Sebenarnya, Kerajaan Kerajaan Liu sudah lama menjalin hubungan baik dengan Yi maupun Kerajaan Li.Meski Wang Yin bukanlah anak kandung Li Ren, tetapi dia disayang dan dicintai sama seperti Li Yan dan Li Wanyin kedua putrinya.Wang Yin di usia ke-17 sudah bergelar Lady of Wang dan suda
Suasana kamar pangeran mendadak riuh, Qin Lian sibuk mencari baju zirahnya dan mengenakannya.Tak hanya itu, dia juga mengambil pedangnya yang diasah dan diukir mirip seperti milik ibunya, Pedang Hong.*Pedang Hong : merah sesuai dengan warna sarungnya."Qin Lian mau ke mana?" tanya Qin Qiu terkejut.Pangeran kecil itu mengangkat pedangnya yang berwarna hitam kemerahan. Persis seperti milik Wang Yin."MEMBUNUH Liu Ji!" teriak anak itu dengan mata merah dan lengannya dengan susah payah mengangkat pedang besar itu.Tubuhnya masih kecil dan belum menguasai ilmu berpedang dengan baik. Dibandingkan kakaknya dia termasuk lambat. Namun, dalam urusan memanah, dia adalah ahlinya. Bahkan, jika matanya ditutup anak sekecil itu sudah bisa mengenai sasaran tanpa cacat.Tentu saja jaraknya disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak seusianya."Liu Ji?"Qin Qiu mengeryitkan keningnya bingung dan terkejut di saat yang bersamaan."Qin Lian, duduklah," kata Qin Yue membujuk adiknya.Dalam kondisi seperti i
Seusai melaksanakan hukuman mandiri mereka, kedua anak Qin Lang dan Wang Yin berlari ke kamar Qin Qiu. Ketidakpuasan dalam hati Qin Lian mendorong dirinya untuk terus bertanya soal ibunya.Sebelum pergi meninggalkan kamar Wang Yin, anak itu sempat mencium pipi ibunya dan berbisik agar perempuan itu segera bangun."Kakek!" teriak Qin Lian."Apa yang membuatmu seorang pangeran bertindak seperti ini?" tanya Qin Qiu begitu menyadari semua tamu agak terkejut dengan tingkah tidak biasa itu di kalangan bangsawan.Qin Lian membereskan pakaian dan mendadak bertingkah bagai pangeran yang terhormat."Pangeran ini mencari kakeknya karena ingin membicarakan banyak hal," ucapnya santai dengan penuh wibawa.Qin Lian adalah tipe periang dan suka membuat kekacauan seperti layaknya ibunya."Selamat datang, Pangeran," sapa mereka semua."Begini saja baru kalian menyapa aku. Tak heran ibuku tidak suka dengan semua kepalsuan dan basa-basi ini," pikir Qin Lian dalam hatinya.Tak lama kemudian, Qin Yue datan