Share

Sillvermist

last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-07 15:56:43

"Paman, lepaskan aku! Kau salah membawa orang! Aku bukan budak!" seru Zhura kepada satir yang bertugas sebagai kusir.

"Diamlah!" Dia menyahut, lalu kembali menatap ke depan.

"Hei, kau bodoh, ya?!" Zhura menghentakkan kaki beberapa kali pada lantai kereta. Peduli setan pada gadis-gadis di sebelahnya yang terganggu, ia akan berusaha keluar dari kereta buluk ini untuk mencari jalan pulang. Fakta bahwa tempat tujuan kereta ini mungkin adalah akhir riwayatnya membuat Zhura semakin gencar minta dilepaskan. "Paman, dengarkan aku! Aku hanya kebetulan lewat di hutan itu dan tidak ada hubungan apapun dengan mereka. Lihatlah, aku bahkan tidak mengenal siapapun di sini!"

Seorang gadis asing yang duduk di sampingnya menyela, "Aku juga tidak mengenal siapa pun di sini."

Mata Zhura mengerjap. Ia menutup bibir rapat-rapat menahan umpatan yang membahayakan nama baik. Di dalam kereta kini ada sepuluh gadis yang duduk bersamanya. Mereka adalah gadis-gadis yang ditangkap di hutan berkabut perak tadi. Beberapa dari mereka duduk tenang tanpa adanya ikatan, pikir Zhura mereka adalah kelompok yang pasrah dan memilih ikut dengan sukarela. Namun, tidak sedikit juga yang diikat dengan tali bau sepertinya, sebut mereka si pemberontak.

"Paman, tolong lepaskan aku! Hentikan keretanya, aku harus keluar dari sini! Minta data gadis-gadis yang harus kalian tangkap dan pastikan sendiri aku tidak termasuk di sana!" seru Zhura masih tidak menyerah.

"Diamlah, Bocah! Suara jelekmu itu mengganggu!" Sahutan ketus terdengar dari seorang gadis.

Zhura lekas menoleh ke sumber suara, seorang gadis berambut merah duduk di sisi lain kereta kini menatapnya sinis. Tubuh gadis berambut merah itu diikat dengan tali yang sama dengan yang talinya. Mendecakkan lidah, emosi Zhura kembali datang. "Berani-beraninya kau menghinaku bocah! Umurku sudah sembilan belas tahun dan dua bulan lagi menjadi dua puluh! Kau tentu tahu, aku tidak bisa disebut bocah lagi! Aku ini sudah dewasa!"

"Gila."

Karena posisi duduknya yang berada di bagian gelap, membuat Zhu dapat melihat gerakan bibir gadis merah itu. Andai tubuhnya tidak diikat, sudah ia cekik leher gadis merah hingga menjadi sebesar timun. Kenyataan dalam hidup adalah selalu ada orang yang mempunyai sifat berlawanan dengan diri sendiri, hanya saja tidak Zhura kira akan bertemu sosok semenyebalkan dia. Melihat muka lawan bicaranya yang kesal, gadis berambut merah itu menoleh dengan raut tak berdosa.

"Apa? Aku hanya bicara sendiri," ujarnya tersenyum meledek.

Zhura berdecak. Bahkan dalam kondisinya sekarang, ia masih bisa menunjukkan bakatnya dalam seni peran. "Mana mungkin kau mengucapkannya untuk dirimu sendiri! Aku tahu kau pasti menyindirku. Sebagai sesama gadis kau harusnya punya sopan santun dalam ... uhuk!" Sialnya aksi sok kerennya harus terhalangi gatalnya tenggorokan yang meradang. Jika diingat- ingat, memang belum ada makanan atau minuman yang melewati pencernaan semenjak masuk ke dunia aneh ini. Ia coba meredakan rasa tidak nyamannya dengan berdehem. Ketika ia sibuk mendalami peran sebagai orang sakit-sakitan, sudut mata menyadari gadis yang duduk di depan ternyata memperhatikan gerak-gerik konyolnya sambil tersenyum.

Ia yang mempunyai urat malu cepat-cepat menundukkan pandangan. Pada saat itu juga, sebuah tawa renyah terdengar sangat lembut seolah dilantunkan oleh bidadari surga. Terlihat gadis yang menatap Zhura tadi, dia pemilik suara tawanya. Berbeda dengan si gadis merah, tawa gadis di depan terdengar tidak dibuat-buat dan berasal dari sisi kejenakaan terdalam. "Anu...-" Zhura membuka suara, tapi terhenti saat gadis di depan menyodorkan sesuatu tepat ke wajahnya.

"Aku mempunyai sedikit air, kau mau?" tanyanya ramah.

Tenggorokannya yang terlalu kering, memaksa Zhura untuk mengangguk sebagai respon untuknya. Gadis itu tertawa sekali lagi, lalu berbaik hati membukakan tutup botol airnya. Zhura lantas menerima botol itu dengan hati-hati karena kedua tangan masih terikat. Ia gunakan kedua telapak tangan untuk mengapit botol tersebut dan meneguknya perlahan. Jika diperhatikan, ini lebih mirip wadah kecil yang ternyata dibuat dari bambu, tapi masa bodoh pada bentuknya karena ia hanya memikirkan isinya. Satu teguk, dua teguk, tiga teguk, ia tidak sadar sudah meneguknya hingga air dalam botol itu tandas.

Tenggorokan Zhura seperti mengalami musim kemarau, lalu tiba-tiba hujan deras datang membawa kesejukan. Airnya pun terasa menyegarkan. Saking puasnya minum, sendawa bahkan ikut keluar dari mulut. Beberapa di antara mereka secara gamblang menunjukkan raut terganggu, sementara sisanya memilih berbisik-bisik menggunjing. Zhura sama sekali tidak peduli, lagipula mereka orang asing.

"Terima kasih banyak." Zhura mengembalikan botolnya pada gadis di depan.

"Sama-sama." Dia menerima botolnya. Beberapa saat berlalu, suasana di dalam kereta menjadi tenang. Tak ingin membuang waktu, Zhura pun memperhatikan setiap jengkal tali yang melilitnya. Dalam kepalanya mulai memikirkan kiat-kiat melarikan diri yang baik dan benar.

"Namaku Inara," ujar gadis pemberi air.

"Eh?" Zhura mendongak, tujukan pandangan lebar.

"Namaku Inara, kalau boleh tahu siapa namamu?" Suaranya begitu halus, hingga membuat Zhura terperangah.

Jawabnya pun terbata, "Z-Zhura ... namaku Zhura."

"Zhura. Itu nama yang indah. Terdengar seperti warna," ujar gadis bernama Inara itu memperbaiki posisi duduknya. Zhura kira mereka sudah akan mengakhiri obrolan, tapi Inara ternyata sangat antusias untuk melanjutkan percakapan. "Maaf jika ini menyinggung, tapi kenapa penampilanmu terlihat berbeda dari kami semua? Maksudku, pakaian itu."

Diliriknya dengan cermat satu per satu gadis di dalam kereta. Ia naikkan pandangan hanya untuk kebanjiran heran. Keningnya mengernyit tajam saat menerka apa sebenarnya jenis pakaian yang gadis-gadis itu kenakan. Modelnya mengingatkan Zhura dengan pakaian khas penduduk kerajaan pada opera-opera yang biasa ia tonton bersama ibu di alun-alun kota. Begitu alami dan tradisional seakan tertinggal ratusan tahun dari mode pakaian yang berkembang sekarang.

Menyadari sedang diperhatikan, para gadis itu pun melihat ke arah Zhura. Tak ingin berlama-lama melangsungkan kontak mata, ia turut menatap penampilannya sendiri dan tersadar jika ia memang berbeda di antara mereka semua. Mantel cokelat, celana denim lusuh, dan sepatu bot putih yang kini sudah berubah menjadi cokelat. Suatu perasaan malu entah bagaimana datang padahal tidak ada yang salah dengan setelannya. Rasa risih pun membuncah saat mata mereka lekat memperhatikan setiap jengkal atas kepala sampai kaki Zhura seakan baru melihatnya untuk pertama kali.

Ia sadari Inara menatap sepatu botnya dengan raut penasaran, "Apakah kau sungguh bukan bagian dari kami? Kau tidak berasal dari Silvermist? Apa kau berasal dari dataran lain?" tanyanya.

"Sil  ... apa?" Seingat Zhura tidak ada nama wilayah itu di buku sejarah. Namun, saat ia bertanya, suara gelak tawa justru terdengar dari para gadis dalam kereta. Inara tidak ikut tertawa, ia justru menampilkan raut seperti orang kebingugan, "Zhura, kau sungguh tidak tahu? Sekarang kita berada di wilayah Silvermist, salah satu kerajaan terbesar di Dataran Firmest. Lihatlah, kita tengah melewati jalanan pasar."

"Pasar?" Zhura menyingkap tirai di belakang dengan menggunakan dagu. Cahaya matahari siang yang masuk lewat kacanya seketika membuat silau. Ia mengerjapkan mata untuk membiasakan diri dengan pencahayaan. Butuh beberapa detik sebelum iris hijaunya kembali melihat dengan baik, hanya untuk melebar saat melihat pemandangan yang tersaji di luar kereta mereka. Seekor minotaur tengah membeli sesuatu pada satir penjual larutan yang ia kira adalah ramuan. Matanya beralih ke sekitarnya, ada seekor centaurus berbadan gemuk tengah melihat-lihat koleksi batu dari seorang penjual bertelinga lancip. Di pasar yang mereka lalui ini, jalanan sesak dengan sosok-sosok asing yang biasanya ia temukan di cerita-cerita dongeng anak kecil.

Jika jalan yang dipenuhi makhluk-makhluk aneh itu adalah tempat yang dimaksud Inara, maka lebih baik Zhura tidak perlu melihatnya. Air yang diberikan oleh gadis itu pun rasanya sia-sia karena kekeringan kembali menghampiri tenggorokannya. Diedarkan pandangan ke pasar di mana bangunan-bangunan dibuat dengan arsitektur yang asing. Jadi benar, ini bukan mimpi, ia benar-benar sudah tersesat di dunia lain.

Zhura memperbaiki posisi duduknya, diam-diam menyembunyikan raut terkejut. "Jadi Inara, mereka semua itu bukan manusia?"

Inara yang sibuk memperhatikan keadaan ramai pasar dari jendela di belakangnya, kini menoleh kembali. Melalui jendela itu, cahaya matahari menyinari sisi wajah Inara, yang langsung membuat Zhura sadar suatu keanehan pada sosoknya. Belum sempat Zhura membuka suara untuk mengutarakan keheranan, Inara sudah lebih dulu menatapnya dengan senyum manisnya.

"Kau tahu, Zhura? Kenyataannya di kereta ini hanya kau dan Valea yang merupakan seorang manusia."

Bab terkait

  • The Cursed Journey Of Zhura   Petang

    "Zhura, sadarlah. Hari sudah malam."Di dalam tidurnya, Zhura merasakan tepukan di bahu seolah pelakunya sedang mencoba membuatnya terbangun. Sejujurnya ia sudah terjaga, tapi dirinya hanya enggan untuk membuka mata. Entah sudah berapa lama Zhura tidak istirahat, tapi tubuhnya benar-benar kelelahan. Diulurkan lengan ke sekitar pembaringan, kernyitan lantas menyusul di kening saat ia tidak menemukan bantal kesayangan."Hei, cepat bangun, Bocah!" teriak sosok lainnya dengan nada marah.Dikibaskan tangannya beberapa kali di udara seraya berkata, "Keluarlah, aku masih mengantuk. Ibu tahu, aku baru bermimpi masuk ke dunia dengan makhluk-makhluk konyol. Di sana aku bertemu dengan paman-paman mesum berkaki kambing yang tidak memakai celana dalam. Memimpikan itu semua membuat tubuhku sangat lelah, rasanya seperti aku baru saja mengikuti kompetisi ninja.""Dia orang gila, ya?" Suara familiar itu terdengar lagi, begitu samar seakan pemiliknya tengah berbisik."Pokoknya aku masih ingin tidur, to

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-10
  • The Cursed Journey Of Zhura   Rumput Kering

    "Aku terjatuh ke dalam lubang yang sangat dalam. Saat tertarik ke bawah kukira aku akan mati, tapi tubuhku justru terbawa ke dunia kalian. Lubang pada rumah kayu itu, mengarahkanku pada hutan tempat kita tertangkap para satir itu. Lalu, aku mencoba berjalan untuk mencari bantuan. Tapi, siapa sangka aku justru dikira bagian dari kalian.""Itu berarti mereka sudah salah tangkap. Dirimu tidak seharusnya berada di sini," kata Inara memperhatikan kalung yang sekarang melingkar di leher Zhura. Lalu, gadis elf itu terlihat menautkan kedua tangannya di depan dada seolah sedang memohon ampun. "Ceritamu sulit untuk dipercaya, tapi aku mengerti. Sejak di hutan, aku sadar auramu terasa berbeda. Aku sempat mengira kau berbohong saat di kereta, ternyata kau memang tidak berasal dari sini. Maafkan aku, Zhura."Udara malam berembus sedikit kencang membuat dinding tenda bergoyang. Tiupannya yang dingin teganya meninggalkan gigil pada tubuh Zhura yang bahkan sudah terbalut mantel. "Aku hanya berharap b

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-13
  • The Cursed Journey Of Zhura   Pangeran Dengan Hati

    "Tidak ada yang tahu nasib mereka. Ada yang percaya mereka sudah mati terbunuh oleh pemilik Naga Biru, penguasa dataran Hidee. Ada juga yang bilang mereka terjebak di sana.""Kenapa gadis suci harus mencari darah pemilik Naga Biru? Apakah sosok itu adalah orang yang mengutuk dunia?""Itu memang yang kami percayai selama ini. Dialah mengutuk dataran Firmest semenjak ribuan tahun. Membuat kita harus selalu mengorbankan nyawa gadis-gadis, sebelum bulan purnama merah yang akan muncul setiap enam belas musim semi," lanjut Inara.Zhura mengalihkan pandangan pada lentera kecil yang berada tak jauh dari tempatnya terduduk. Redup, itu bergoyang tertiup angin dari sela-sela tenda. "Apa yang akan terjadi jika tidak mengobankan para gadis? Dan tidak perlu mencari darah suci pemilik Naga Biru?" "Kutukannya akan datang, dataran Firmest akan tertimpa nasib buruk. Mulai dari kekeringan, pandemi, dan bencana alam. Aku pernah mendengar ceritanya dari ayahku. Saat itu, kelima kerajaan sepakat untuk men

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-15
  • The Cursed Journey Of Zhura   Permainan Maut

    "Seharusnya Putera Mahkota ada di sana juga, tapi aku tidak yakin dia akan datang. Kupikir, dia adalah orang yang tertutup dan jarang keluar. Sebenarnya ada beberapa alasan juga yang menyebabkan ia sebaiknya tidak banyak pergi bertemu orang lain. Kau tahu? Putera Mahkota itu adalah sosok yang aku ceritakan tadi malam. Yang aku dengar, perangainya pun sangat dingin dan tak berperasaan.""Sosok yang kau ceritakan semalam?" Sejujurnya Zhura tidak ingat."Mereka mulai membaca mantra!" Seorang gadis berambut cokelat yang berdiri di baris paling depan tiba-tiba berseru. Zhura lantas mengedarkan pandangan, mengolah situasi. Para gadis dari kalangan biasa terlihat panik, sementara gadis-gadis bangsawan mulai mempersiapkan senjata. Yang Zhura lakukan hanya melongo karena yang ia punya hanya peniti di baju yang kebesaran. Sekarang ia bahkan tidak memegang apapun selain doa-doa yang terus dipanjatkan. Zhura berusaha tenang tapi rasa panik terus menggelayut ketika pria dengan jubah biru gelap mul

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • The Cursed Journey Of Zhura   Ritual Pengorbanan

    Jadi seperti ini ritual pengorbanan yang mereka lakukan pada gadis-gadis. Entah itu berlari atau pun merangkak di tanah, gadis-gadis yang dipenjara ketakutan itu menangis berlumuran darah. Bahkan saat garis lembut wajah mereka penuh keringat, mereka tetap berjuang keras untuk tetap hidup. Zhura memang bukan bagian dari apapun di sini, tapi melihat berbagai penyiksaan di depannya membuat dirinya merasakan sakit hati."Sudahlah, Zhura!" Inara yang menyadari kehadiran hewan-hewan buas di sekitar mereka lantas menarik Zhura berlari ke arah rumput-rumput tinggi. Banyak tubuh-tubuh gadis yang gugur terkapar di seluruh tempat ini. Mati-matian Zhura mengabaikan itu dan menjaga pandangan yang mengabur agar hanya tertuju pada jalan. "Akh!" Sesuatu yang keras membuatnya tersandung, dan untuk pertama kalinya sejak berlari ia terjatuh.Duduk, Zhura mengusap lutut kanannya yang terasa panas akibat tergores bebatuan kecil. Bersamaan dengan itu, datang guncangan pada tanah yang samar-samar memperdeng

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • The Cursed Journey Of Zhura   Sosok Bermata Violet

    "Zhura!" seru Inara yang tergeletak di tanah. Gadis elf itu menangis, merasakan aura keberadaan Zhura yang melemah.Di tempatnya, kepala Zhura berdentang seperti gong yang dipukul berulang-ulang, pening dahsyat. Gendang telinga pun berdesing, berdengung dan tuli secara bersamaan. Yang ia rasakan selanjutnya adalah sakit yang tak karuan. Zhura menarik napas dalam saat dadanya mulai terasa sesak. Ia merasa seperti baru saja ditabrak kereta, hancur berantakan. Zhura bahkan tidak bisa memperkirakan lagi bagaimana posisi kaki dan tangannya, rasanya itu menghilang."Ah..." Sebuah cairan terasa menuruni pelipis kiri dan masuk ke helaian rambut. Bahkan sebelum Zhura memikirkannya, ia sudah tahu apa cairan panas itu. Dalam keremangan, daun telinganya yang berkedut mendengar suara Inara. Gadis elf itu terus meneriakkan namanya dengan suara parau dan kering. Sekujur tubuh Inara terluka, penuh luka robekan. Entah sudah berapa gigitan dart yang elf itu terima pada tubuhnya. Yang jelas Inara juga k

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • The Cursed Journey Of Zhura   Angin Sejuk

    Bayangan gadis-gadis yang berlarian dengan tubuh terkoyak mulai datang. Kilasan mengenai Inara dan Valea yang sedang berjuang melawan dart, menumbuhkan keprihatinan Zhura. Seharusnya ia tidak perlu mengenal mereka sejak awal. Jika Zhura tidak mengenal siapapun, keputusannya untuk pergi pasti mudah untuk dibuat. Hidupnya bukan drama di mana ia bisa menjadi protagonis utama yang harus menyelamatkan orang. Zhura hanya gadis sembilan belas tahun yang ingin bersikap egois dengan kembali ke rumah dan bertemu ibunya."Zhura, jangan khawatir, kita akan melalui ini bersama-sama." Ucapan Inara terngiang.Ia sungguh ingin pulang ke rumah, tapi ia tidak mau teman-temannya mati, bahkan meskipun mereka baru bertemu. Zhura membayang mengenai dirinya pulang ke rumah, beraktivitas seperti biasa seolah-olah ini semua tidak pernah terjadi dan melupakan Inara dan Valea. Namun, suara Inara terngiang di tempat yang sama ia letakkan keraguan. Berdengung, merasuki kepalanya bersama berbagai perasaan gundah.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • The Cursed Journey Of Zhura   Perjuangan

    "Zhura."Suara kecil terdengar mengalihkan perhatian Zhura dari mayat gadis di dekatnya. Ia lekas melarikan pandangan ke arah jam sepuluh. Di sana, seonggok tubuh gadis elf yang dikenal tergeletak mengenaskan. Tubuh gadis elf itu terbaring dengan pakaian yang robek hingga memperlihatkan bagian tubuhnya. Di sekitarnya, Valea juga tampak memprihatinkan. Gadis berambut merah itu terpejam dengan cairan merah yang keluar dari mulutnya. Mereka berdua sekarat. Hawa kehidupan padam tergantikan oleh aura keprasahan pada datangnya kematian.Zhura mengamati Valea lagi. Menurutnya gadis itu bukan jenis orang yang akan menyerah sebelum tubuhnya sampai pada batas kemampuan. Melihat kondisinya sekarang, ia pasti sudah berjuang mati-matian melawan dart yang kini berdiri di belakangnya. Makhluk itu masih berdiam di sana. Menunggu kematian Valea dengan sabar, sebelum kemudian memakan daging lawan tangguhnya dengan lahap.Gadis zamrud itu mengerjap ketika bayangan gelap menyelimuti tempat ritual dari at

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23

Bab terbaru

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kasih Tanpa Batas Waktu

    Langkah kaki menapaki satu demi satu langkah. Aroma kayu-kayuan yang samar tercium saat ia akhirnya sampai di tempat penuh pepohonan itu. Suara hewan-hewan malam lebih nyenyat karena beberapa di antaranya berhibernasi. Malam yang dingin menjadi sepi yang menghanyutkan. Seperti kunang-kunang yang terbang untuk melihat cahaya sendiri di kepingan salju, Zhura melawan segala macam kegundahan demi memastikan sendiri jawaban atas kebingungannya.Dan di sinilah ia sekarang, terpaku. Tepat seperti ingatannya, ada rumah kayu di hutan. Rumah ini kembali untuknya, atau ia yang kembali untuk rumah itu? Sesaat Zhura menarik napas panjang lalu mulai mengetuk pintunya. Tak ada seorang pun yang merespon, tapi daun pintunya terbuka sendiri. Angin bertiup dari dalam, memadamkan lenteranya. Saat itu juga ingatan kejadian-kejadian aneh kembali menyerangnya. Ditinggalkan lenteranya, mengikuti suara di kepalanya yang mengajaknya masuk lebih dalam."Ra ...?"Satu langkahnya memasuki ruangan terasa bak dentu

  • The Cursed Journey Of Zhura   Geletar Jiwa

    Tengah malam saat Zhura masih saja termenung di kamarnya. Ia terus terngiang-ngiang perkataan ibunya mengenai dunia lain yang kakeknya percayai. Lalu, sosok bermata violet yang mendatangi ibunya. Zhura yakin pernah bertemu dengannya. Tapi, kapan? Diraihnya buku tua di atas ranjang, ia membuka halaman demi halaman. Berbagai gambar dan kalimat ditampilkan di dalamnya dengan pudar. Tintanya tergerus waktu, menipis semakin tak terlihat.Gadis itu mengernyitkan kening saat melihat gambar dua ekor naga yang digambarkan kakeknya. Tak lama ia terperangah saat bayangan pertempuran besar terkilas di dinding kamarnya. Ia bergegas keluar, menapaki tangga dan berakhir di halaman rumahnya. Bulan tidak tampak, salju terlalu serakah menghujani malam. Ditatapnya gelang di sebelah tangannya, Zhura yang begitu frustasi lantas berusaha melepaskan paksa benda itu.Tapi, gagal. Gelang itu tak bisa terlepas. Kepasrahan menerjangnya, ia kelelahan menerka apa yang terjadi pada dirinya. Zhura jatuh terbaring d

  • The Cursed Journey Of Zhura   Segenggam Hati

    Beberapa hari terakhir berjalan dengan begitu melelahkan. Banyak orang mendatanginya untuk bertanya tentang keadaannya. Entah hanya untuk memenuhi rasa penasaran atau sampai dimuat di surat kabar. Kepergian Zhura yang sebenarnya hanya semalam menggegerkan seluruh warga. Mereka mulai memikirkan spekulasi yang tak berdasar seperti adanya penyihir jahat yang bersembunyi di hutan atau kemungkinan adanya kekuatan misterius yang melingkupi tempat itu. Zhura bahkan terlalu lelah untuk menjelaskan bahwa tak ada apapun yang terjadi, tapi pada kesempatan itu tak ada orang yang mendengarnya. Orang-orang itu malah semakin meningkatkan ketakutan mereka terhadap hutan tersebut. Sedikit demi sedikit rumor hutan itu menyebar, membuat tak seorang pun yang berani mendekat atau memasukinya. Satu bulan kemudian, kehebohan sudah mereda, tetap saja kawasan hutan itu nihil dari lalu lalang.Libur akhir tahun tiba, hari-hari yang ramai di desa menjadi semakin ramai. Berbagai festival dan perayaan diadakan d

  • The Cursed Journey Of Zhura   Firasat

    Aroma kayu-kayuan yang segar merisak penciumannya. Gelugutnya dingin membaur dari permukaan tempatnya terbaring. Satu dua embun menetes di wajahnya yang pucat. Pada saat matahari terbit lebih tinggi, mengantarkan kilau hangat yang membuatnya terjaga. Mata hijaunya beralih dari pohon satu ke pohon lain, ia berada di hutan. Tubuhnya segera terperanjat bangkit. Disingkirkannya salju yang menutupi sekujur tubuh seraya menatap ke sekeliling."Kenapa aku tidur di sini?"Gadis itu terlihat kebingungan, seakan-akan ia tak ingat dengan apa saja yang sudah ia lalui. Pada saat ia sibuk mencari tahu situasinya, suara langkah kaki terdengar mendekat."Hei, dia ada di sini!" Seorang yang ia kenali sebagai tetangganya mendekat, ia berteriak memanggil teman-temannya. Orang itu memperhatikan penampilan Zhura yang acak-acakan, lalu menanyainya banyak pertanyaan mengenai keadaannya. Tak lama kemudian orang-orang lain datang. Mereka tergopoh-gopoh mendekat dengan wajah lega."Zhura!" Seorang wanita paruh

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kepergian

    "Tunggu!"Arlia berbalik saat ia mendengar seseorang menyerukan namanya. Gadis itu terlonjak saat melihat Ramia mendekat dengan napas tersengal-sengal. Sepertinya ia baru saja berlari mengejarnya sampai di dermaga."Kenapa sangat mendadak? Anda benar-benar harus pergi?" tanya Ramia gusar. Di balik jubahnya, pemuda itu masih menggunakan baju tidur. Ia belum bersiap saat mendengar kabar kepergian Arlia dari Inara. Dengan keadaan seadanya, ia melajukan kudanya mengejar Arlia yang hampir saja berangkat."Aku akan pergi ... sangat jauh," ujar Arlia.Keramaian yang ada di sekitarnya tiba-tiba senyap, seluruh perhatian pemuda itu terpusat pada bagaimana Arlia kini menatapnya dengan berkaca-kaca. Sisi yang selalu disembunyikannya rapat-rapat, ini pertama kalinya Ramia melihat betapa rapuhnya sosok itu."Kau pasti sudah tahu kalau keputusannya sudah dibuat. Yang Mulia Raja memberikan keringanan hukuman karena kontribusi ayahku pada bidang pemerintahan sebelumnya. Penyesuaian sudah disetujui ol

  • The Cursed Journey Of Zhura   Perpisahan

    Keesokan harinya, orang-orang berkumpul di balai. Pagi yang hangat mengalirkan arus sendu di wajah mereka. Setelah sekian kegiatan penghormatan, kini saat untuk Zhura pergi tiba. Tepat di tengah-tengah ada pintu portal yang dibukakan oleh sepuluh orang. Mereka berdiri berhadapan di sisi jalan, di mana Zhura akan melangkah memasuki portal itu. Dipeluknya teman-teman dengan erat tanda perpisahan. Zhura menarik sudut bibirnya untuk memberikan ketenangan pada setiap pribadi yang muram."Jaga dirimu baik-baik," ujar Valea."Jangan pernah lupakan kami, ya?" Inara membuat raut sedih.Melihat tingkah temannya itu, Zhura pun menahan gelak. "Jangan khawatir. Aku pasti akan baik-baik saja dan akan selalu mengingat kalian semua.""Awas saja kalau kau ingkar janji." Valea membuat gerakan memotong leher.Tawa pecah dari bibir Zhura, ia berpindah pada Arlia. Mereka tersenyum satu sama lain sebelum kemudian berpelukan. Gadis itu terlihat lebih terbuka dan hangat, itu perkembangan yang baik.Melepaska

  • The Cursed Journey Of Zhura   Hati

    Malam perayaan dilaksanakan penuh suka cita. Spemua orang di seluruh dataran kini berdiri di bawah langit malam yang bertabur bintang. Para gadis berkumpul di tempat luas bersama ribuan orang lain. Mereka semua kini tampil selayaknya sosok anggun dengan pemerah bibir. Semua penerangan pun dimatikan, hanya ada cahaya yang berasal dari lentera masing-masing. Dengan tinta yang harum, mereka menuliskan doa pada lentera, berharap kedamaian dan kemakmuran tercurah pada dunia baru.Beberapa saat kemudian, arahan dikeluarkan. Lentera-lentera mulai diterbangkan, detik itu juga malam menjadi berkepingan emas. Zhura pun ingin menerbangkan lentera miliknya. Tapi ia hampir putus asa menuliskan tinta di lenteranya hingga itu menjadi kusut. Maklum, permukaannya mudah robek jadi ia kesulitan. Pada saat atensinya terfokus pada kegiatannya, Azhara datang. Zhura sontak terkesiap kikuk berhadapan dengan pemuda itu.Melihat gelagat istrinya, menciptakan kerutan di kening Azhara. Menyadari kecanggungannya

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kapuranta

    "Ibu, berapa orang yang kau ajak ke sini?!"Kegiatan dilanjutkan dengan ramah tamah dan jamuan. Masyarakat berkumpul menjadi satu di halaman kuil yang luas. Maklum, tamu yang datang tidak hanya dari Silvermist, melainkan dari seluruh Firmest. Valea duduk di tempat jamuan bersama sanak keluarganya yang juga hadir. Dengan tinta biru di kening yang terlihat mencolok di keramaian, gadis merah itu tampak anggun terbalut gaun putihnya. Meskipun begitu, wajah bulatnya justru terlihat sangar karena melihat apa yang dilakukan keluarganya. "Ibu tidak mungkin meninggalkan mereka di desa dan pergi hajatan meriah sendiri. Jadi kita ajak saja semua orang," jelas Shawarya abai, ia tak mengindahkan kekesalan putrinya dan malah sibuk mengurusi hidangan untuk semua keluarganya.Ayah Valea yang duduk di sisi istrinya pun mengangguk. "Benar, kita hendak mengajak seluruh desa tapi tumpangan terbatas, jadi kami hanya bisa membawa sedikit saudara."Valea memperhatikan satu per satu sanak saudaranya. Termas

  • The Cursed Journey Of Zhura   Wiwaha

    Dersik angin bertiup mengibaskan kain-kain berumbai yang dipasang menghiasi seluruh kota. Papan-papan bertuliskan ucapan selamat dipajang di setiap kediaman tanda suka cita pemiliknya. Kuil Halyziar yang menjadi tempat dilangsungkannya upacara, kini tampak memukau dengan dekorasi serta karpet besar nan tebal tergelar di ruangannya.Berbaris di kanan dan kiri altar, ratusan orang memenuhi tempat itu. Keluarga kerajaan, gadis suci, dan sisanya tamu undangan baik dari dalam atau pun luar Silvermist. Bukan hanya pakaian putih mereka yang seragam, sudah jelas tatapan mereka pun tertuju ke satu arah. Setiap sudut bibir kini menyajikan senyum sehangat mentari.Sepasang mempelai itu kini berjalan membelah kekaguman para tamu. Sinar matahari memaparkan kehangatan, tapi sedikit kegugupan justru yang membuatnya menggigil. Mengenakan jubah merah khas pengantin, Azhara dan Zhura berjalan beriringan. Bunga-bunga harum ditaburkan oleh dayang seiring langkah mereka. Sesekali kaki Zhura menginjak ujun

DMCA.com Protection Status