"Apa yang kau lakukan di atas sana?" Pertanyaan itu membuat seorang gadis kecil yang tengah duduk di cabang sebuah pohon menundukkan kepalanya. Dia ingin melihat temannya yang berada di bawah. Mata biru Crystal berbinar melihat mahkota bunga yang berada di tangan Chloe. Tampaknya Chloe sudah berhasil menyelesaikannya. Crystal dan Chloe bermain di bukit belakang kediaman keluarga Mars. Kali ini tanpa Neil. Mereka berdua sengaja tidak mengajaknya karena tak ingin bocah itu mengganggu mereka. Chloe mengatakan ingin membuat mahkota bunga seperti milik Crystal. Sementara itu, Crystal lebih memilih untuk memanjat salah satu pohon besar yang ada di bukit, dia ingin membuktikan kata-kata Papa yang mengatakan istana tidak terlihat dari atas bukit, dan ternyata Papa benar. Istana tidak tampak sedikit pun, meski hanya bayangan atapnya. "Mahkota bungamu sudah selesai?" Crystal balas bertanya tanpa menghiraukan wajah Chloe yang menekuk karena tak dijawab pertanyaannya. Dengan sekali lompatan,
"Ini sudah yang kesekian kali aku memergokimu mengintip kami latihan. Apa yang kau inginkan?" Pertanyaan George menggelegar di taman bagian selatan yang sepi. Sore ini hanya ada dirinya dan Alexant yang berlatih. Jenderal Wallace menemani Raja Henry pergi ke suatu tempat bersama Perdana Menteri Nicholas Baige. Entah ke mana mereka tidak tahu, yang pasti mereka diminta untuk berlatih sendirian –hanya untuk sore ini karena besok jenderal sudah akan kembali. George sudah melihatnya, gadis berambut pirang sepinggang itu selalu mengintip mereka berlatih sejak beberapa hari yang lalu. Berlindung di atas pohon, bersembunyi di antara cabang dan daun-daunnya yang rimbun. Entah apa yang diinginkannya, tetapi sebagai seorang pengawal yang bertugas menjaga keselamatan putra mahkota, gerak-gerik gadis itu sangat mencurigakan di matanya. Sementara itu, Beatrice mengerut ketakutan. Dia tidak menyangka jika apa yang dilakukannya akan ketahuan. Dia tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin melihat saja.
Istana ini sangat luas, banyak barang-barang indah dan mewah di dalamnya, juga taman-taman yang ditumbuhi bunga aneka warna. Terdapat air mancur besar pada setiap taman. Namun, tidak ada seorang pun dari penghuni istana yang mendekatinya, mereka takut airnya akan menciprati pakaian dan sepatu mereka jika berjalan melewatinya. Mereka lebih memilih untuk berjalan di lorong istana daripada menikmati indahnya taman. Padahal istana ini memiliki taman yang sangat indah, tetapi ditelantarkan begitu saja. Maksudnya, bukan tidak dirawat, melainkan tidak dinikmati keindahannya. Mungkin karena tidak adanya ratu di istana ini sehingga taman dan tempat-tempat indah lainnya kurang diminati, mereka terabaikan. Beatrice Llyod berlari seorang diri mengitari taman. Dia sedang mengejar seekor kupu-kupu yang sejak tadi menari seolah menggodanya. Sudah beberapa kali dia berusaha menangkapnya, tetapi tak pernah berhasil. Kupu-kupu itu selalu lolos dari kungkungan tangannya yang mungil. Seandainya saja di
Alexant terkejut melihat reaksi Selena. Dikiranya Selena akan mengkhawatirkan putrinya seperti khawatir kepadanya, ternyata sebaliknya. Selena justru menghardik putrinya dan menuduhnya dengan kejam. "A ... aku tidak melakukan apa-apa, Mama." Beatrice menggeleng. Wajahnya semakin mengerut menahan sakit yang semakin menjadi di bagian lengannya. Cengkeraman mamanya terlalu kuat, ditambah cengkeramannya yang sedikit mengenai luka terbuka di sikunya. Rasanya sangat perih. "Di ... dia yang mendorongku sampai terkena dinding kolam air mancur.""Jangan beralasan!" hardik Selena. Mata birunya membelalak. "Pasti kau yang sudah mengajak Pangeran Alexant ke sana. Selama ini dia baik-baik saja. Seperti kuduga sebelumnya, kedatanganmu ke sini hanyalah malapetaka!""Selena!" Sudah cukup, ia tidak bisa membiarkannya lagi. Alexant berdiri, menjauhi sofa yang tadi didudukinya, dan menghampiri Selena. Tangannya membuka cengkeraman kuat Selena di lengan kanan Beatrice. "Apa yang kau lakukan pada putri
Seorang anak kecil sangat jarang memiliki perasaan peka dan kasihan. Akan tetapi, tidak bagi Alexant. Meskipun tidak mengenal dan baru mengetahui nama Beatrice baru tadi siang, dia bersimpati pada gadis itu. Beatrice tidak mendapatkan kasih sayang dari Selena, bahkan sepertinya Selena membencinya, sangat terlihat dari tatapan dan sikap Selena yang tidak peduli dengan keadaannya. Selena lebih mengkhawatirkannya daripada putrinya sendiri yang mengalami luka lebih parah. Beatrice lebih membutuhkan pertolongan medis dibandingkan dengannya. Ia hanya mengalami luka dan memar di bagian pelipis. Sementara itu, Beatrice selain luka di pelipis juga mendapatkan luka tambahan di siku. Kedua lukanya juga lebih besar dari lukanya, harus segera diobati jika tidak ingin infeksi. Saat ini, Alexant sedang berada di dalam kamarnya. Ia bahkan melewatkan latihan bersama George karena merasa kurang enak badan. Bukannya sakit, ia hanya merasa malas saja. Alexant tahu jika ini bukan dirinya. Tidak biasan
Alexant sudah memutuskan untuk meminta bantuan George mencari keberadaan putri Selena. Semoga saja George tidak sedang sibuk atau apa pun itu namanya. Akan sangat memakan waktu jika harus mencari sendirian karena ia tidak mungkin bertanya pada para prajurit ataupun pelayan. Namun, George bisa melakukannya. Peraturan kerajaan memang sedikit aneh dan tidak masuk akal bagi Alexant. Sedikit memberatkan kedua belah pihak –pelayan dan majikannya– di mana keduanya tidak boleh bertegur sapa. Bahkan pelayan tidak boleh menyentuh keluarga kerajaan. Jika pelayan memiliki banyak peraturan, maka prajurit sedikit longgar. Mereka tidak akan dihukum hanya karena menyentuh keluarga kerajaan, apalagi dalam keadaan terdesak. Oleh sebab itu, kemarin saat ia terluka seorang prajurit membantu memapahnya. Meskipun ia merasa tidak memerlukannya, tetapi –mungkin– prajurit itu merasa jika menolongnya adalah suatu kewajiban bagi mereka. Alexant merasa ia sangat mujur hari ini. Di balik hilangnya konsentrasi
Mencari bukanlah sesuatu yang disukai Alexant, apalagi jika tidak menemukan setelah beberapa lama mencari. Sungguh, ia hampir merasa putus asa. Seandainya saja Fasha tidak keluar dari kamarnya beberapa detik lagi, mungkin ia akan melampiaskan kekesalannya pada orang-orang di sekitarnya, entah malam nanti atau besok. Masalahnya, ia tidak ingin terus penasaran yang hanya akan membuat konsentrasinya terbelah. Ia ingin bersungguh-sungguh memikirkan pelajaran dan apa yang menjadi tugasnya, bukan memikirkan sesuatu yang tidak penting seperti Beatrice Llyod. "Ya ... Yang Mulia, apa yang Anda lakukan di sini?" Fasha bertanya dengan gugup. Peristiwa lebih dari dua minggu yang lalu kembali terbayang, saat Beatrice menabrak Alexant tanpa sengaja. Kemarahan Alexant kembali berlarian di pelupuk matanya, membuatnya sedikit ketakutan. Alexant menaikkan sebelah alisnya. Sebenarnya ia merasa sangat lega melihat Fasha bersama Beatrice, tetapi tak ditunjukkannya di depan dua perempuan itu. Ia hanya m
Fasha masih gemetar. Tangannya yang menggenggam tangan Beatrice masih berkeringat. Ia terlalu senang dengan kenyataan bahwa Alexant ternyata mengenalnya. Berpuluh tahun dia tinggal dan bekerja di sini, bahkan dia rela tidak menikah hanya untuk mendampingi Selena, dia tidak pernah berpikir jika putra mahkota mengenalnya. Dia tidak pernah tahu jika putra mahkota juga memperhatikannya. Sungguh, ini seperti mimpi, dan dia tidak ingin terbangun. Seandainya saja Beatrice tidak memekik karena terlalu gembira, dia tidak akan mungkin kembali ke alam sadar. Fasha meliriknya, tersenyum melihat wajah bahagianya. Beatrice berhak mendapatkannya –perhatian Alexant, setelah tidak mendapatkan apa pun dari ibunya. "Kau pasti sangat senang."Beatrice mendongak menatap Fasha. Kepala pirangnya mengangguk. Dia belum bisa menjawabnya, masih ingin tersenyum saja. Fasha menggeleng pelan beberapa kali. Senyum kembali menghiasi bibirnya. Dia memaklumi, sebagai seorang yang tidak pernah memiliki seorang teman
Hutan di gunung Bond masih liar, tak ada seorang pun dari penduduk Namira yang berani memasukinya. Gunung Bond sendiri merupakan tempat terlarang bagi mereka karena tidak ada orang yang pernah kembali jika menginjakkan kaki ke gunung paling tinggi di Namira. Fasha sudah pernah mendengar akan hal itu, juga gosip yang diembuskan oleh para prajurit dan warga tentang adanya mahluk mengerikan yang mendiami dan menjaga gunung Bond. Dia yakin, alasan kenapa orang-orang yang tidak pernah pulang lagi itu disebabkan mereka tersesat. Orang-orang itu tidak bisa menemukan jalan pulang karena hutan di gunung ini yang terlalu lebat. Jika memang ada makhluk buas seperti yang dikatakan orang-orang itu, pastilah sekarang mereka sudah berada di dalam perutnya. Buktinya, sampai sekarang mereka yang berada di sini baik-baik saja. Hanya saja, mereka tidak bisa pulang karena tidak bisa menemukan jalan pulang lagi. Prajurit yang membawa mereka ke sini sudah pulang. Prajurit itu juga yang sudah membawa Ime
Bukit pelangi. Begitu Crystal dan teman-temannya menyebut bukit yang terletak di belakang kediaman keluarga Mars. Bukit itu tidak terlalu terjal jika ditempuh melewati jalan setapak yang berada di samping kanan kediaman keluarga Mars. Jalan yang beberapa hari ini selalu dilalui oleh Alexant untuk mencapai bukit, sampai-sampai ia hafal dengan kondisi jalan itu. Batu-batu kerikil yang tersebar di sepanjang jalan membuat jalanan selebar satu meter itu seperti jalanan menuju taman. Ilalang yang tumbuh di kanan dan kirinya membuat jalan tak terlihat dari jauh. Bisa dikatakan jalan ini tersembunyi, termasuk dari sinar matahari. Meskipun sudah hafal di luar kepala, Alexant tetap berusaha memetakan pemandangan terakhir jalan setapak ini, di dalam memori otaknya. Sesekali ia memejamkan mata, tetapi lebih banyak menarik napas dan mengembuskannya melalui mulut, tanpa suara karena ia tak ingin George yang selalu setia mengikuti ke mana pun ia pergi, mendengar suara desahan napasnya. Ia tak ing
"Bisakah kita tidak kembali ke istana hari ini, George?" Pertanyaan pertama Alexant setelah keheningan menguasai mereka beberapa saat lamanya. "Bisakah kita terus berada di sini dalam dua tahun ini? Masalahnya aku ...." Jeda. Ia mengibaskan kedua tangan dengan kacau. "Aku masih belum ingin pulang, aku tidak bisa. Aku tidak ingin meninggalkan Crystal lagi.""Saya pikir tidak bisa seperti itu, Yang Mulia!" George berseru mendengar permintaan Alexant. "Baginda Raja...!"Alexant memotong perkataan George dengan mengangkat tangan kanannya. Ia tak ingin mendengar apa pun saat ini, apalagi yang berhubungan dengan istana. Berbicaralah padanya tentang Crystal atau katakan padanya jika mereka tidak ke mana-mana, tetap di sini saja maka ia akan membiarkan. "Untuk apa kau berdiri di sana, George?" tanya Alexant datar. Tangannya memijit pelipis kemudian mengusap wajah. "Masuklah!" pintanya sambil menggerakkan kepala meminta sahabat sekaligus pengawal pribadinya untuk masuk. Tak perlu diminta dua
Tak ada seorang pun yang ingin berpisah dari orang yang dicintai. Apalagi, jika baru saja bertemu setelah berpisah selama tujuh tahun. Alexant memeluk Cristal erat, rasanya tak ingin melepaskannya. Seandainya saja bisa, pasti dia akan membawanya ke istana sekatang juga. Persetan dengan peraturan bodoh kerajasn yang tidak memperbolehkan seorang putra mahkota menikah sebelum naik takhta. Ia tidak memerlukan takhta, tidak juga menginginkannya. Ia hanya menginginkan Crystal dan menghabiskan waktu hingga tua bersamanya. "Kenapa kau harus pulang dengan cepat? Apakah perburuan prajuritmu sudah selesai?" Crystal mendongak menatap Alexant saat bertanya. Meskipun saat ini dia duduk di pangkuannya, Alexant tetap lebih tinggi darinya. Ia memang sudah membohongi Crystal tentang perburuan itu, dan itu bukanlah sesuatu yang baik, Alexant menyadarinya. Hanya saja, saat itu ia tidak memiliki alasan lain lagi yang bisa digunakan untuk bisa berada di sampingnya. Alexant tak ingin berbohong, tetapi j
Pagi datang lebih cepat saat kita berada di tempat yang lebih tinggi, Beatrice merasakannya. Sudah dua hari ini dia menyaksikan matahari terbit lebih awal dari biasanya saat dia masih di istana. Hari jadi terasa lebih panjang dan semakin membosankan. Tak ada gadis seusianya di sini, yang ada hanya Nenek dan Bibi Fasha. Prajurit yang waktu itu pergi bersama mereka juga sudah tidak terlihat lagi, sepertinya dia hanya mengantarkan saja, tidak menetap di sini bersama mereka. Tidak apa-apa, dia justru mensyukurinya. Daripada prajurit itu juga ikut tinggal di sini bersama mereka akan membuat dia ketakutan saja. Selama ini hanya Alexant, laki-laki yang dekat dengannya. Dia tidak memercayai yang lainnya. Pengalaman buruk saat ayahnya masih hidup membekas sampai sekarang. Meskipun ayahnya tidak pernah berbuat kasar, tetapi Ayah selalu mabuk. Bahkan Ayah tewas karena mabuknya itu. Ayah yang sudah sakit keras terlalu banyak meminum alkohol sampai nyawanya tak tertolong. Kejadian itu membuatnya
"Bisakah kita tetap berada di sini beberapa hari lagi?" George dan Jerome Walker, prajurit yang memimpin tugas di Rainbow Hill, sudah menduga jika Alexant akan bertanya seperti itu. Cepat atau lambat dia pasti akan menanyakannya, seolah waktu satu minggu bersama Crystal masih kurang saja baginya. George memutar bola mata jengah. "Kupikir tidak bisa." Ia memalingkan muka hanya untuk menyembunyikan senyumnya. "Kita harus segera kembali ke istana, Yang Mulia. Sepuluh hari merupakan waktu yang lama bagi seorang pangeran meninggalkan istana." Alexant mendengkus kesal. "Aku baru beberapa hari di sini, George!" erangnya kesal. "Baru satu minggu, belum sepuluh hari seperti yang kau katakan.""Ditambah tiga hari selama perjalanan kita menuju ke sini, Yang Mulia.""Astaga!" Alexant memotong perkataan George tiba-tiba. Kepalanya langsung terasa berdenyut nyeri, dadanya panas seakan terbakar. "Lama di perjalanan tidak dihitung!" Ia mengibaskan kedua tangannya. "Lagi pula, George, kenapa kita h
Sejak dia tinggal di istana, Nenek juga tidak lagi bekerja. Mama secara rutin mengirimkan uang untuknya, juga untuk membayar pekerjaan gadis pelayan yang menemani Nenek. Sebab, tidak lagi bekerja di perkebunan tomat, Nenek tidak lagi memasak sup tomat. Sekarang makanan di rumahnya sudah berbeda, berbagai hidangan selalu tersedia di meja saat tiba waktu makan. Kehidupan Nenek lebih terjamin. Beatrice mensyukurinya, dia merasa sangat senang karena Nenek bahagia. "Kita ada di mana, Nek?" tanya Beatrice dengan alis berkerut tajam. Matanya menatap liar sekeliling kamar. Dugaannya jika dia tidak sedang berada di rumah Nenek, semakin kuat. Keadaan kamar ini berbeda, lebih sederhana dibandingkan dengan kamar tidurnya di rumah nenek. Tidak ada perabotan apa-apa selain sebuah meja dan kursi yang kelihatannya sudah tua. "Apakah kita di rumah Nenek?" Imelda tersenyum melihat kepanikan di wajah cucu tersayangnya. Dia sendiri juga awalnya kaget ketika bangun tidur menemukan dirinya di tempat yang
Kicauan burung yang terdengar tajam di telinga membangunkan Beatrice dari tidurnya. Dia membuka mata perlahan, mengerjap beberapa kali untuk membiasakan penglihatannya pada cahaya yang masuk. Alam tampak terang benderang di tangkap indra penglihatannya.Beatrice mengucek mata untuk memastikan. Dia menggerakkan kepala ke arah kanan, segera memejamkan mata dan menaikkan tangan untuk melindungi wajahnya dari paparan sinar matahari. Hangat terasa, tetapi juga sangat menyilaukan. Keadaan yang berbeda setiap dia bangun pagi pada biasanya. Beatrice menjauhkan tangan, duduk perlahan. Sepasang alisnya berkerut merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Mulutnya tanpa sadar mengeluarkan ringisan. Dia baru bangun tidur, bahkan nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Apa yang terjadi tadi malam masih belum diingat semuanya, masih samar-samar. Pagi ini dia merasa ada yang aneh. Entah keadaan kamarnya yang terasa jauh lebih terang dari biasanya –sinar matahari langsung masuk tanpa halangan apa pun– juga s
Beatrice mencoba untuk tidur lagi, dan berharap saat terbangun nanti semuanya hanya mimpi. Dia akan tetap berada di istana, berbaring di ranjang empuknya, di kamarnya bersama Bibi Fasha. Sayangnya, Beatrice tidak dapat tidur lagi. Meskipun sudah memejamkan mata, tetapi pikirannya tetap melayang ke mana-mana. Dia berusaha keras mengosongkan pikiran, tetap saja tidak bisa. Alexant memenuhi pikirannya. Dadanya bergemuruh, keringat membasahi sekujur tubuhnya yang terikat. Belum lagi dia berada di atas kereta kuda yang melaju kencang. Siapa yang dapat tidur dalam keadaan seperti dirinya saat ini? Air mata terus mengalir membasahi pipi Beatrice. Dalam hati dia terus berdoa semoga dia bisa keluar dari kereta ini dan bertemu dengan Alexant. Dia yakin Bibi Fasha berbohing saat mengatakan padanya tentang Alexant. Tidak mungkin Alexant memiliki gadis lain selain dirinya, hubungan mereka sangat dekat. Alexant selalu jujur padanya, jika ada seorang gadis yang mendekatinya, dia pasti akan berceri