Darren tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Martano, bahkan wajah itu penuh intimidasi seperti yang dia temui sore kemarin.
"Tapi, akuu--"
"Diam!"Martano membentak Darren, hingga membuat bukan hanya Darren yang terdiam, melainkan semua orang yang berada disana. Baru kali ini mereka mendengar kemarahan Martano yang selama ini terlihat tidak peduli dengan karyawan rendahan seperti mereka."Aku benar tidak mengambil apapun!" jawab Darren dengan tegas. Dia tidak terima dituduh sembarangan. "Bahkan aku saja tidak tahu apa yang kalian maksud, aku baru saja duduk di sini dengan semua tugas yang kau berikan!"Kali ini Darren benar-benar tidak bisa menahan dirinya, dia diam dengan semua beban berlebihan yang harus dia kerjakan selama ini, namun jika sudah menyangkut harga dirinya dengan tuduhan pencurian dia tidak akan diam saja!"Kenapa reaksimu sangat berlebihan?" tanya Martano tersenyum sinis ke arah Darren. "Kau memberikan reaksi seolah-olah kau tahu berkas apa yang hilang."Darren menghela nafas berat, dia benar-benar melihat kalau ini adalah sesuatu yang direncanakan. Karena dia melihat Martano begitu tenang dan selalu tersenyum mengejek ke arahnya; "Ini menyangkut harga diri! Aku tidak terima dengan tuduhan sebagai pencuri. Bagiku kejujuran dalam melakukan sesuatu adalah hal yang paling utama, pantang bagiku mencuri dan merugikan orang lain!"Mata Darren menatap Martano dengan nyalang, seolah dia sedang menyinggung sang mertua yang telah menghancurkan kehidupan mereka demi harta dan kekuasaan."Apa maksudmu?!" tanya Martano setelah beberapa saat terdiam.Darren tidak menjawab, dia hanya melengos mendengar pertanyaan Martano. Bahkan perseteruan itu terlihat menjadi seperti masalah keluarga, karena sejak tadi yang terus bernicara adalah Darren dan Martano, menantu dan mertua.Darren mengumpat dalam hatinya; "Sepertinya dia tahu siapa aku sebenarnya. Tatapannya sangat mencurigakan.""Kenapa hanya diam? Kembalikan berkas itu dan aku akan memaafkanmu, mengingat kau adalah menantuku," ucap Martano kemudian.Darren menggeleng; "Aku tidak pernah mengambil apapun! Periksa saja sendiri kalau tidak percaya."Martano memerintahkan kepada dua orang satpam yang baru saja menyusulnya untuk memeriksa semua barang-barang milik Darren, seperti loker dan juga tas pribadinya."Kenapa hanya aku?" tanya Darren keheranan karena dua orang sekuriti itu seolah-olah sudah begitu paham kalau hanya Darren yang harus diperiksa."Karena hanya kau yang mengambilnya!" jawab Martano kesal.Darren benar-benar dibuay marah, dia diperlakukan dengan tidak benar. Mereka seenaknya menggeledah dan membongkar lokernya, namun rekan-rekannya yang lain tetap aman dan hanya jadi penonton."Ini tidak adil! Kalian memperlakukanku dengan tidak adil! Katakan apa sebenarnya yang kalian inginkan!" teriak Darren marah dan membanting semua barang-barang yang ada, bahkan yang di meja pak Kodir juga.Braaaak!"Seandainya kau mengaku sejak awal, hal seperti ini tidak mungkin terjadi!" Kali ini suara pak Kodir - managernya, menggema di dalam ruangan yang sempit itu."Apa ada bukti aku melakukannya?" tantang Darren kemudian. Saat ini Darren sudah siap kehilangan pekerjaannya, dia pastikan kalau orang-orang yang menyakitinya akan menyesal kelak."Rekaman CCTV sedang di-copy dan siap-siap saja kau akan masuk penjara. Sebelum hal itu terjadi, mengaku akan lebih memudahkan semuanya," jawab Martano kemudian mendekati Darren dan berdiri tepat di depannya, hingga jarak mereka hanya beberapa centimeter saja."Aku tidak akan tinggal diam, dan kalian akan menyesal telah melakukan ini kepadaku!" jawab Darren marah.Namun, tiba-tiba Martano mendekati bibirnya ke telinga Darren, sepertinya akan mengatakan sesuatu."Jangan mencoba untuk mencari tahu sesuatu yang akan merugikan dirimu sendiri. Jadilah penurut dan tandatangani surat yang nanti aku tawarkan!" bisik Martano dintrlinga Darren.Darren terdiam, dia mengepalkan tangannya. Ingin sekali rasanya dia menghajar lelaki paruh baya itu. Setelahnya, Martano kembali memerintah anak buahnya. "Bawa dia ke ruanganku!" ****Darren membelalakkan matanya mendengar apa yang diperintahkan oleh Martano. "Brengsek! Apa yang dia rencanakan sebenarnya?" tanya Darren dalam hatinya, karena saat ini Darren sangat yakin kalau Martano memiliki tujuan tertentu.Dia dibuat seperti seorang pencuri, Darren mengumpat dalam hatinya; "Aku tidak akan memaafkanmu!" Martano berjalan meninggalkan ruangan itu dengan santai seolah tidak terjadi hal apapun disana."Ikut kami!" Dua orang satpam tadi menyeret Darren ke ruangan bos, mengikuti langkah kaki Martano yang tersenyum penuh kemenangan. Seolah-olah dia akan mendapatkan sesuatu yang besar dari menantunya itu.Darren benar-benar marah, dia diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi, seolah-olah dia adalah seorang pendosa. Bahkan harus diseret seperti itu. Padahal dia tidak akan kabur, dia juga ingin tahu apa yang terjadi dan apa mau sang mertua."Aku bisa jalan sendiri," ujar Darren memberontak ketika dua petugas keamanan itu mengapit tangannya dengan keras."Diam! Jangan ba
"Kau!"Martano berteriak marah melihat Darren merobek kertas tersebut. "Apa yang kau lakukan? Kau benar-benar ingin mati?" Darren menatap tajam ke arah Martano. Kali ini dia tidak akan takut dengan apapun; "Kenapa aku harus menandatangani sesuatu yang tidak aku mengerti? Kalau aku memiliki perusahaan aku tidak mungkin berada disini sebagai cleaning service!"Ternyata Darren tidak mengakui kalau dia adalah ahli waris PT. Daze. Iya, kertas bermaterai yang diberikan oleh Martano itu isinya adalah pemindahan hak dari ahli waris yang sah Daze kepada Martano. Dan jelas kalau Martano sebenarnya tahu siapa Darren, mungkin karena nama Darren mengandung Zervano. Dan saat ini Darren tahu, kalau Martano masih berusaha untuk mendapatkan hak itu secara legal, padahal mereka sudah merubah namanya. Dan bisa jadi itu adalah upaya dari Martano untuk menguasai Daze sepenuhnya dari Buston."Jangan main-main denganku!" teriak Martano menarik leher baju Darren. "Kau adalah anak dari Rudi Zervano, kan?"
"Hahaha!"Darren malah tertawa mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Kodir. Sedangkan rekan kerja yang lainnya hanya saling berbisik, tidak berani bertanya kepada Darren secara langsung; "Apa yang terjadi dengan Darren?"Darren mendekat ke arah pak Kodir, membuat lelaki dengan tubuh sedikit sintal itu merasa takut. Apalagi pandangan Darren sangat menakutkan, seolah ingin menelannya hidup-hidup."Sejak kapan kau merencanakan ini bersama dia?" tanya Darren dengan dingin. Ruangan dengan pendingin ruangan yang menyala itu bahkan terasa menjadi panas."Aku tidak mengerti maksudmu," jawab Kodir memilih duduk pada kursinya.Darren tersenyum menyeringai; "Jangan pura-pura bego! Kau sengaja pagi ini memintaku menggantikan Radi membersihkan ruangan itu, sedangkan hari ini Radi masuk kerja. Apa yang kalian rencanakan?" Darren berjalan menuju pintu ruangan dan mengunci pintu ruangan itu. Ceklek!Dan Darren mencabut kuncinya lalu mengantonginya. Yang lainnya hanya terdiam duduk saling pandan
"Astaga, dasar pengecut!" Darren terus saja mengumpat. Dia sangat kesal dengan apa yang Martano lakukan, hal itu tidak gentle.Kodir yang menangkap kertas yang dilemparkan Darren tampak sedang membaca isinya, kemudian bergumam; "Dipecat gitu aja?"Darren tersenyum sinis ke arah Kodir. "Harusnya apa? Setelah salah orang dan mencemarkan nama baik seseorang, harusnya kalian apakan aku ini?" tanya Darren lagi dengan lantang membuat Kodir terdiam."Bu-bukan begitu," jawab Kodir tergagap."Apa?!" tanya Darren dengan berteriak sambil membereskan semua barang-barangnya.Rekan-rekannya hanya bisa melihat apa yang terjadi, karena mereka juga tidak menyangka kalau Darren dipecat, dan tidak ada pernyataan resmi apakah Darren yang mencuri atau tidak. "Tapi, kalau melihat bagaimana Darren berani melawan dan marah itu artinya bukan Darren pelakunya," bisik mereka.Darren melihat ke arah mereka dengan menarik kedua sudut bibirnya hingga tersenyum sempurna; "Tidak ada satu berkas pun yang hilang, kita
Suara seorang perempuan mengagetkan langkah kaki Darren yang akan menaiki tangga. "Upps."Ternyata Gia, mama mertuanya menyadari kedatangannya. Sehingga dia menatap Darren dengan tatapan tajam sambil berkacak pinggang. "Kenapa tidak menjawab?!""Mama," sapa Darren."Jangan panggil aku seperti itu! Cukup jawab pertanyaanku saja!" bentak Gia kepada sang menantu.Darren menyunggingkan senyumannya. "Papa telah memecatku. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain pulang."Sontak saja, jawaban yang diberikan oleh Darren itu membuat Gia membelalakkan matanya. Dia tidak percaya kalau sang suami melakukan hal itu; "Jangan bohong! Tidak mungkin kau dipecat. Kalau kau dipecat, itu artinya kau akan menjadi benalu di rumah ini!" "Memangnya yang aku lakukan setiap hari mengerjakan pekerjaan rumah itu tidak ada artinya, Ma?" tanya Darren menahan kesalnya.Darren mencoba menahan emosinya, kekesalannya kepada Martano belum tersalurkan dan tiba di rumah, Gia pun sama membuatnya kesal."Kalau menurut
"Jangan bercanda, karena itu tidak lucu!" teriak Gia sambil terkekeh.Dia merasa kalau mimpi Darren terlalu muluk, sebab dia tahu bagaimana kehidupan Darren yang miskin dan tidak akan bisa menghidupi Renata.Darren hanya bisa menggelengkan kepalanya; "Aku tidak pernah berbohong dan juga tidak akan melucu. Aku akan membawa Renata keluar dari rumah ini, dan kalian tidak akan bisa mendikte aku ataupun Renata lagi!" jawab Darren dengan tegas.Darren juga tahu, kalau sebenarnya kehidupan Renata bersama kedua orang tuanya juga tidak baik-baik saja, Renata sering dijadikan umpan untuk memancing rekan bisnis Martano. Walaupun belum sampai ke tahap di jual, tapi Renata sering diajak untuk menemui rekannya sebagai pajangan. Dan juga Renata harus mengikuti kemauan mereka, bahkan jurusan kuliah saja mereka yang mengatur. Dan keluarga Martano merasa kecolongan ketika Renata hamil, karena selama ini mereka memberikan Renata kebebasan, tapi bukan berarti Renata melakukan hubungan dengan sembarang o
"Papa?" tanya Renata yang seolah tidak percaya dengan kedatangan Martano yang lebih cepat dari biasanya.Renata menggelengkan kepalanya; "Bahkan bukan hanya Darren yang dipecat dari pekerjaannya yang pulang lebih awal, yang memecatnya pun pulangnya tidak seperti bisa. Ada apa ini?" Renata terkekeh melihat hal itu. "Apakah papa yang mengantar Darren pulang?" tanya Renata lagi."Papa dibuat stress dengan lelaki gila ini, papa butuh istirahat. Dan ternyata di rumah malah bertemu lagi hal-hal seperti ini. Pertengkaran, dan bahkan dia mau mengajak kamu keluar dari rumah ini," jawab Martano kemudian.Darren masih memilih diam, dia ingin tahu apa yang akan dilanjutkan oleh sang ayah mertua."Tidak ada seorangpun yang boleh membawa Renata keluar dari rumah ini!" bentak Martano kemudian."Kenapa?" tanya Darren menatap Martano dengan tajam."Dia anakku! Dan akan selamanya berada di rumah ini!" jawab Martano.Renata membulatkan matanya kesal mendengar apa yang Martano katakan. "Tapi, Renata mau
Tap!Renata menghentikan langkahnya, dan kemudian tersenyum ke arah Martano; "Itu lebih baik daripada aku terus dijadikan jaminan."Martano membelalakkan matanya mendengar jawaban yang diberikan oleh Renata. Bahkan giginya gemerutuk; "Kau mau dihapus sebagai ahli waris?" tanya Martano kemudian."Renata tidak butuh itu," jawab Renata kemudian menarik kopernya dan melangkah dengan pasti meninggalkan rumah besar itu.Gia tampak semakin panik, ketika melihat Renata pergi tanpa lagi melihat ke belakang. "Renata! Kau akan menyesal!" teriak Gia mengejar Renata, namun tangan Gia di tahan oleh Martano. Walaupun Gia berteriak agar Renata tidak meninggalkan mereka, namun sang suami tetap membiarkan Renata pergi bersama Darren. Dan tangannya terkepal marah, menatap tajam dengan mata memerah ke arah Darren."Atas nama Darren?" sebuah taksi berhenti di depan keduanya tepat saat mereka baru saja keluar dari pagar rumah Martano.Darren menganggukkan kepalanya, kemudian memasukkan tas ke dalam taksi d