"Dari bank mengurus kartu ATM yang terblokir," jawab Darren pelan.
Martano tersenyum sinis, dia tahu kalau menantunya ini berbohong. Dan entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang ditutupi oleh Darren; "Seharian?" tanyanya menyelidik."Antriannya panjang.""Bantu Zahir perbaiki mobilku, tadi sempat mogok di jalan!" perintah Martano sambil melenggang pergi meninggalkan Darren yang membulatkan matanya. Sekarang dia diminta jadi montir.Darren benar-benar seperti dikerjain oleh orang-orang di rumah itu. Semua pekerjaan dia harus bisa kerjakan.Darren tidak menjawab, dia langsung menuju ke halaman belakang tempat dimana Zahir, montir pribadi keluarga Martano sedang mengecek kondisi mobil mewah itu. Dan seharusnya tidak perlu lagi Darren yang ikut campur, toh Dareen sama sekali tidak tahu masalah otomotif. Namun, Darren tidak ambil pusing tanpa banyak bicara dan tidak berganti pakaian dia membantu Zahir semampunya.Setelah beberapa saat, akhirnya selesai juga masalah pada mobil tersebut, bahkan baju Darren beberapa bagian terkena oli kotor."Kau bau sekali, buang pakaian yang kau pakai! Atau jangan masuk kamar ini!" teriak Renata saat Darren baru saja masuk ke kamar mereka. Dan sepertinya Renata yang sedang hamil itu membenci bau oli, sehingga dia tampak sangat tersiksa dan menahan muntahnya. "Dasar orang kampung!""Iya."Darren hanya menurut, membuang pakaiannya masuk ke dalam kotak sampah dengan kesal. Sehingga membuat Renata tampak keheranan melihat Darren yang tidak banyak bicara dan menurut saja. "Dia seperti orang kesurupan."**Keesokan harinya, Darren kembali masuk ke kantor seperti biasanya. Sesuai dengan arahan dari Arras, dia mengerjakan semua pekerjaan yang menjadi tugasnya."Ternyata pura-pura tidak tahu dan menahan amarah atas apa yang mereka lakukan itu begitu sulit," gumam Darren saat kembali membersihkan ruangan Martano. Entah mengapa, tiba-tiba sang manajer kembali memintanya membersihkan ruangan mertuanya itu, padahal orang yang seharusnya bertugas disana itu sudah masuk kerja. "Dan ruangan ini sama seperti sebelum-sebelumnya."Kali ini Darren membersihkan ruangan itu dengan cepat, meskipun ada rasa penasaran untuk mencari lebih banyak bukti disana, namun ditahannya; "Saat ini belum waktu tepat, jangan gegabah."Darren bergumam dalam hatinya; "Bahkan saat ini aku belum memiliki rencana apapun."Dia pikir setelah menyelesaikan tugas yang menumpuk semua selesai, ketidakhadirannya kemarin tidak dipermasalahkan. Ternyata Darren salah, dia mendapatkan tugas tambahan hanya karena dia absen sehari."Gaji kamu dipotong sehari karena mangkir!" ujar sang manajer.Darren terkejut bukan main, entah berapa banyak lagi gaji yang bakal dia terima. Dipotong menggantikan vas bunga kesayangan ibu mertua. Dan sekarang di potong lagi."Benar-benar luar biasa. Aku bekerja bak sapi perah, dan dengan seenaknya potong gaji. Bertahanlah, Darren," ujar Darren pada dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa menyemangatinya selain dirinya sendiri. Bahkan semua teman-temannya menertawakannya, seolah hanya Darren-lah yang tidak boleh membuat kesalahan.Mau tidak mau Darren harus menerimanya.Disaat Darren dan beberapa teman yang lainnya sedang berkumpul menunggu waktu istirahat, tiba-tiba manager datang ke ruangan dengan amarah yang memuncak.Braaak!Manager yang bernama Kodir itu langsung menggebeak meja dengan wajah yang memerah; "Kalian semua mendapatkan masalah!" tunjuknya yang membuat semua orang kebingungan."Terutama kau!" Kali ini tangannya langsung mengarahkan ke arah Darren, dan sontak semua orang melihat ke arahnya dengan penasaran."Aku? Ada apa?"****
"Aku? Ada apa?" tanya Darren kebingungan sambil menunjuk dirinya sendiri, namun matanya terus memperhatikan Kodir.Kodir mengangguk percaya diri; "Ada berkas penting yang hilang di ruangan pak Martano. Dan orang yang terakhir kali masuk kesana adalah kau!"Darren diam membeku mendengar tuduhan yang ditujukan kepadanya itu. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar."Entah kapan berkas itu hilang, yang jelas kau adalah orang yang paling tertuduh. Sekarang mengaku saja sebelum masalah ini dibawa ke pihak berwajib!" sambung Kodir dengan wajah yang berapi-api, bahkan matanya mengintimidasi.Darren tidak terima dengan tuduhan itu, namun dia juga harus menahan dirinya agar semua tidak menjadi boomerang baginya. "Apa yang harus aku akui? Aku tidak mengambil atau menghilangkan apapun, aku hanya merapikan semua yang berantakan diatas meja sesuai dengan tugas kita seharusnya.""Jangan menyangkal!" tiba-tiba sebuah suara dari arah pintu membuat semua orang terdiam. Dan tidak berapa lama terlih
Darren membelalakkan matanya mendengar apa yang diperintahkan oleh Martano. "Brengsek! Apa yang dia rencanakan sebenarnya?" tanya Darren dalam hatinya, karena saat ini Darren sangat yakin kalau Martano memiliki tujuan tertentu.Dia dibuat seperti seorang pencuri, Darren mengumpat dalam hatinya; "Aku tidak akan memaafkanmu!" Martano berjalan meninggalkan ruangan itu dengan santai seolah tidak terjadi hal apapun disana."Ikut kami!" Dua orang satpam tadi menyeret Darren ke ruangan bos, mengikuti langkah kaki Martano yang tersenyum penuh kemenangan. Seolah-olah dia akan mendapatkan sesuatu yang besar dari menantunya itu.Darren benar-benar marah, dia diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi, seolah-olah dia adalah seorang pendosa. Bahkan harus diseret seperti itu. Padahal dia tidak akan kabur, dia juga ingin tahu apa yang terjadi dan apa mau sang mertua."Aku bisa jalan sendiri," ujar Darren memberontak ketika dua petugas keamanan itu mengapit tangannya dengan keras."Diam! Jangan ba
"Kau!"Martano berteriak marah melihat Darren merobek kertas tersebut. "Apa yang kau lakukan? Kau benar-benar ingin mati?" Darren menatap tajam ke arah Martano. Kali ini dia tidak akan takut dengan apapun; "Kenapa aku harus menandatangani sesuatu yang tidak aku mengerti? Kalau aku memiliki perusahaan aku tidak mungkin berada disini sebagai cleaning service!"Ternyata Darren tidak mengakui kalau dia adalah ahli waris PT. Daze. Iya, kertas bermaterai yang diberikan oleh Martano itu isinya adalah pemindahan hak dari ahli waris yang sah Daze kepada Martano. Dan jelas kalau Martano sebenarnya tahu siapa Darren, mungkin karena nama Darren mengandung Zervano. Dan saat ini Darren tahu, kalau Martano masih berusaha untuk mendapatkan hak itu secara legal, padahal mereka sudah merubah namanya. Dan bisa jadi itu adalah upaya dari Martano untuk menguasai Daze sepenuhnya dari Buston."Jangan main-main denganku!" teriak Martano menarik leher baju Darren. "Kau adalah anak dari Rudi Zervano, kan?"
"Hahaha!"Darren malah tertawa mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Kodir. Sedangkan rekan kerja yang lainnya hanya saling berbisik, tidak berani bertanya kepada Darren secara langsung; "Apa yang terjadi dengan Darren?"Darren mendekat ke arah pak Kodir, membuat lelaki dengan tubuh sedikit sintal itu merasa takut. Apalagi pandangan Darren sangat menakutkan, seolah ingin menelannya hidup-hidup."Sejak kapan kau merencanakan ini bersama dia?" tanya Darren dengan dingin. Ruangan dengan pendingin ruangan yang menyala itu bahkan terasa menjadi panas."Aku tidak mengerti maksudmu," jawab Kodir memilih duduk pada kursinya.Darren tersenyum menyeringai; "Jangan pura-pura bego! Kau sengaja pagi ini memintaku menggantikan Radi membersihkan ruangan itu, sedangkan hari ini Radi masuk kerja. Apa yang kalian rencanakan?" Darren berjalan menuju pintu ruangan dan mengunci pintu ruangan itu. Ceklek!Dan Darren mencabut kuncinya lalu mengantonginya. Yang lainnya hanya terdiam duduk saling pandan
"Astaga, dasar pengecut!" Darren terus saja mengumpat. Dia sangat kesal dengan apa yang Martano lakukan, hal itu tidak gentle.Kodir yang menangkap kertas yang dilemparkan Darren tampak sedang membaca isinya, kemudian bergumam; "Dipecat gitu aja?"Darren tersenyum sinis ke arah Kodir. "Harusnya apa? Setelah salah orang dan mencemarkan nama baik seseorang, harusnya kalian apakan aku ini?" tanya Darren lagi dengan lantang membuat Kodir terdiam."Bu-bukan begitu," jawab Kodir tergagap."Apa?!" tanya Darren dengan berteriak sambil membereskan semua barang-barangnya.Rekan-rekannya hanya bisa melihat apa yang terjadi, karena mereka juga tidak menyangka kalau Darren dipecat, dan tidak ada pernyataan resmi apakah Darren yang mencuri atau tidak. "Tapi, kalau melihat bagaimana Darren berani melawan dan marah itu artinya bukan Darren pelakunya," bisik mereka.Darren melihat ke arah mereka dengan menarik kedua sudut bibirnya hingga tersenyum sempurna; "Tidak ada satu berkas pun yang hilang, kita
Suara seorang perempuan mengagetkan langkah kaki Darren yang akan menaiki tangga. "Upps."Ternyata Gia, mama mertuanya menyadari kedatangannya. Sehingga dia menatap Darren dengan tatapan tajam sambil berkacak pinggang. "Kenapa tidak menjawab?!""Mama," sapa Darren."Jangan panggil aku seperti itu! Cukup jawab pertanyaanku saja!" bentak Gia kepada sang menantu.Darren menyunggingkan senyumannya. "Papa telah memecatku. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain pulang."Sontak saja, jawaban yang diberikan oleh Darren itu membuat Gia membelalakkan matanya. Dia tidak percaya kalau sang suami melakukan hal itu; "Jangan bohong! Tidak mungkin kau dipecat. Kalau kau dipecat, itu artinya kau akan menjadi benalu di rumah ini!" "Memangnya yang aku lakukan setiap hari mengerjakan pekerjaan rumah itu tidak ada artinya, Ma?" tanya Darren menahan kesalnya.Darren mencoba menahan emosinya, kekesalannya kepada Martano belum tersalurkan dan tiba di rumah, Gia pun sama membuatnya kesal."Kalau menurut
"Jangan bercanda, karena itu tidak lucu!" teriak Gia sambil terkekeh.Dia merasa kalau mimpi Darren terlalu muluk, sebab dia tahu bagaimana kehidupan Darren yang miskin dan tidak akan bisa menghidupi Renata.Darren hanya bisa menggelengkan kepalanya; "Aku tidak pernah berbohong dan juga tidak akan melucu. Aku akan membawa Renata keluar dari rumah ini, dan kalian tidak akan bisa mendikte aku ataupun Renata lagi!" jawab Darren dengan tegas.Darren juga tahu, kalau sebenarnya kehidupan Renata bersama kedua orang tuanya juga tidak baik-baik saja, Renata sering dijadikan umpan untuk memancing rekan bisnis Martano. Walaupun belum sampai ke tahap di jual, tapi Renata sering diajak untuk menemui rekannya sebagai pajangan. Dan juga Renata harus mengikuti kemauan mereka, bahkan jurusan kuliah saja mereka yang mengatur. Dan keluarga Martano merasa kecolongan ketika Renata hamil, karena selama ini mereka memberikan Renata kebebasan, tapi bukan berarti Renata melakukan hubungan dengan sembarang o
"Papa?" tanya Renata yang seolah tidak percaya dengan kedatangan Martano yang lebih cepat dari biasanya.Renata menggelengkan kepalanya; "Bahkan bukan hanya Darren yang dipecat dari pekerjaannya yang pulang lebih awal, yang memecatnya pun pulangnya tidak seperti bisa. Ada apa ini?" Renata terkekeh melihat hal itu. "Apakah papa yang mengantar Darren pulang?" tanya Renata lagi."Papa dibuat stress dengan lelaki gila ini, papa butuh istirahat. Dan ternyata di rumah malah bertemu lagi hal-hal seperti ini. Pertengkaran, dan bahkan dia mau mengajak kamu keluar dari rumah ini," jawab Martano kemudian.Darren masih memilih diam, dia ingin tahu apa yang akan dilanjutkan oleh sang ayah mertua."Tidak ada seorangpun yang boleh membawa Renata keluar dari rumah ini!" bentak Martano kemudian."Kenapa?" tanya Darren menatap Martano dengan tajam."Dia anakku! Dan akan selamanya berada di rumah ini!" jawab Martano.Renata membulatkan matanya kesal mendengar apa yang Martano katakan. "Tapi, Renata mau