Darren menghela nafas berat, perempuan di depannya ini sangatlah sombong. Dengan seenaknya dia memotong pembicaraan orang lain.
"Aku tahu! Tidak perlu kau pertegas, dan jujur saja aku tidak tertarik dengan kau. Jadi, kau tidak perlu sombong, karena kau juga bukan wanita yang aku mau!" jawab Darren.Nana mencebik, dia pastinya tidak akan percaya dengan apa yang disampaikan oleh Darren."Semua orang menyukaiku. Bahkan semua pria berebut untuk mendapatkan hatiku," ujar Nana yang tidak mau kalah.Apalagi saat Darren mengatakan kalau tidak tertarik dengannya, Nana merasa Darren terlalu merendahkan dirinya. Dan Nana tidak percaya dengan itu.Nana hanya melihat kenyataan kalau dirinya adalah bintang. Tapi, dia tidak sadar kalau tidak semua orang mengidolakannya."Itu orang lain, aku tidak!" jawab Darren dengan tegas.Sontak saja mendengar jawaban Darren membuat emosi Nana semakin menjadi-jadi.Braaaak!Hingga"Pak, bisa kami wawancara?" Tiba-tiba beberapa orang wartawan mendatangi meja Darren.Darren menghela nafas berat saat menyadari hal itu. "Astaga, tamatlah riwayatku! Inilah yang membuat aku tidak suka bergaul dengan artis!"Darren terus membatin, dia memejamkan kepalanya dan meminta bi Inah untuk membawa Noah ke meja Amina saja. Karena dia tidak mau Naoh terekspos dan privasi Noah terganggu dengan mereka."Maaf, aku tidak bisa memberikan penjelasan apapun. Dan bahkan aku tidak mengerti mengapa kalian mau mewawancaraiku," jawab Darren mengelak pertanyaan para wartawan.Para wartawan itu tidak mau peduli, mereka terus saja mengerubuti Darren dengan menyodorkan ponsel ataupun mic dan perekam."Tapi, bapak bersama Nana. Apa benar kalau Nana akan dijodohkan dengan bapak?" tanya wartawan lagi.Sementara itu, Ayana tampak menunduk. Dia tidak mau wartawan melihatnya. Karena sudah pasti beberapa orang wartawan ada yang mengenal
"Kenapa kamu nekat menunggunya?" tanya Amina pelan.Amina merasa gaga membuat Darren melupakan Renata. Sebab yang ada di kepada Darren itu hanyalah Renata satu-satunya.Bahkan secantik apapun orang yang dikenalkan kepada Darren, itu tidak akan merubah pendiriannya. "Bahkan artispun tidak bisa menggetarkan hatimu. Ibu tidak berkata-kata lagi kalau seperti ini," ujar Amina kemudian."Hahaha."Darren malah tertawa mendengar apa yang Amina katakan. "Ibu lihat saja apa yang dia lakukan? Bahkan dia tidak bisa menahan dirinya di depan umum. Apakah ibu mau punya menantu seperti itu?" tanya Darren kepada Amina."Apa bedanya dengan Renata?" Amina menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Darren dengan bertanya kembali. Sehingga membuat Darren hanya bisa menyunggingkan senyuman nya. Darren tahu kalau saat ini Amina sedang mengujinya. "Mungkin tidak ada bedanya Nana dengan Renata. Tapi, Renata bukan arti
Di sebuah kamar hotel berbintang lima. Seorang perempuan cantik yang sedang menonton televisi, dia membulatkan matanya saat benda persegi empat berlayar datar itu sedang menayangkan pemberitaan seorang artis terkenal yang bernama Nana."Darren…," ujarnya dengan pelan, bahkan saking pelannya yang keluar dari mulutnya mirip dengan sebuah gumaman.Matanya terus menatap ke layar yang ada di depannya itu hingga berita tersebut selesai di tayangkan. Bahkan dia memperhatikan saat Nana memaki Darren, meskipun tidak ada suaranya, karena tayangan itu adalah foto hasil buruan para awak media.'[Terkonfirmasi pria yang bersama Nana itu adalah seorang pengusaha pemilik cafe yang cukup terkenal. Yang saat ini adalah seorang duda beranak satu.]'Begitulah suara seorang presenter perempuan yang sedang membacakan berita itu. "Darren masih belum menikah."Iya, perempuan itu adalah Renata yang baru saja kembali ke negeri ini setelah hampir empat tahun menghilang.Saat ini, Renata sudah berhasil menyele
"Halo…."Tut!Dengan cepat akhirnya Renata mengambil keputusan mematikan sambungan telepon tersebut."Huffft!" Renata menghela nafas berat, ada rasa yang membuncah di dadanya."Suara Darren masih sama. Dan anehnya mengapa Darren cepat sekali menjawab panggilan telepon ini?" tanya Renata sambil memandang ponselnya dengan pandangan yang bingung.Renata meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan memejamkan matanya.Dan hal yang paling membuat Renata kesal pada dirinya sendiri adalah saat dia merasa begitu senang mendengar suara Darren. "Apakah sebenarnya yang aku rindukan adalah Darren, bukan Noah?"Pertanyaan itu terlintas begitu saja di benaknya, bahkan Renata memegang dadanya untuk memastikan apa yang dia rasakan. Sebab hingga saat ini dia tidak pernah paham dengan perasaannya sendiri.Kriet!Agnes, sang karyawan kepercayaannya kembali masuk ke dalam ruangannya, dan menatap Renata dengan pandangan yang menyelidik. Sebab, wajah Renata tampak pucat."Bu Renata gapapa?" tanya Agnes de
Renata tersentak. "Tidak, bukan siapa-siapa."Renata memang tidak pernah menceritakan tentang siapa dirinya kepada Agnes. Sehingga Agnes memang tidak tahu kalau Renata berstatus janda dan memiliki seorang anak."Berpisah dengan pasangan pasti ada alasanya, tapi tidak dengan anak. Meskipun mereka terpisah jarak, pastinya hati antara ibu dan anak akan tetap terhubung," ujar Agnes lagi yang pastinya semakin membuat Renata tampak bimbang.Renata menghela nafas berat. "Kamu benar."Renata masih memilih diam, dia sedang mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.Tidak berapa lama, Renata berdiri dan mengambil tasnya yang berada diatas meja."Nes, aku pulang lebih dulu ya. Ada yang harus aku selesaikan," ujar Renata kemudian kepada Agnes.Renata memang sudah banyak berubah, dia sudah jauh lebih dewasa dan pikirannya lebih terarah. Hidup jauh dari orang-orang yang dikenalnya, dan hidup seorang diri membuat Renata lebih banyak paham arti kehidupan.Renata tidak lagi hidup bebas seperti dulu, b
Renata mundur beberapa langkah, namun dia sudah terlanjur sampai di rumah itu. Dia tidak mungkin lagi pergi, apalagi Darren sudah melihatnya.“Siapa namanya? Biar nanti saat aku laporan ke dalam mudah diketahui,” tanya bapak tersebut sebelum membuka pintu pagar tersebut.“Pak Yadi, ajak dia masuk!”Darren yang ternyata sudah berada di dekat pintu pagar itu meminta bapak yang bernama Yadi itu membukakan pintu untuk Renata. Dan Darren tampak begitu antusias menyambut kedatangan Renata sore itu.“Baik, Tuan,” jawab Yadi.Kriet! Suara pintu besi itu dibuka, dan Renata dipersilakan untuk memasuki halaman rumah yang saat ini sudah tampak sangat rapid an terawatt. Semua pembangunan sudah selesai dan sudah terlihat mewah, adem dan lebih hidup.Renata melihat ke sekeliling, begitu banyak bunga anggrek yang ditanam. Sejenak kemudian Renata tertegun, karena dia tahu anggrek adalah kesukaannya dan Darren pun tahu itu.“Renata…, kapan kamu kembali?” tanya Darren yang bahkan tidak mampu berkata-kat
Renata menghela nafas berat. "Apa kau tidak melihat dia takut denganku? Jangan menahanku, Darren. Aku tidak ingin merusak kebahagiaannya."Renata mengatakan hal itu dengan mata yang berkaca-kaca. Terlihat kalau saat ini dia sedang menahan tangisnya.Bagaimana tidak? Rasanya sangat menyakitkan melihat anak yang dilahirkan dari rahim dan dikandungnya selama sembilan bulan, dan merasa ketakutan saat melihatnya."Tapi, aku tidak menyalahkan Noah. Dia pastinya tidak mengenalku, dan semuanya salahku," lanjut Renata pelan.Darren menggeleng, dia tidak melepaskan tangannya dari tangan Renata. Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya sangat ingin memeluk Renata. Namun, dia tahu batasannya kalau saat ini mereka bukan lagi sepasang suami istri."Tidak ada yang menyalahkanmu ataupun Noah. Disini kamu hanya perlu bersabar sebentar saja untuk Noah mengenalmu. Dia butuh waktu untuk akrab dengan perlahan," ujar Darren yang masih mencoba untuk menahan Renata agar tetap tinggal."Pap-paa…," panggil Noah yang
“Klarifikasikan semuanya!” teriak Nana di ujung telepon.Darren menghela nafas berat. “Kenapa harus aku?”Darren benra-benar tidak mengerti dengan masalah yang dihadapi oleh Nana. Dan herannya mengapa malah dia yang diharuskan sibuk untuk klarifikasi. Seharusnya Nana sendirilah yang klarofikasi.“Kenapa tidak kau sendiri? Dan kau bisa menemui pacarmu menjelaskan kepadanya kalau semuanya tidak seperti itu. Lagian juga, aku muncul ke public sekarang semua orang akan semakin heran. Dikiranya aku mau pansos,” lanjut Darren lagi.Sudah pasti kalau Darren akan menolak, karena Darren tidak akan mungkin ikut campur dalam urusan Nana dan pacarnya. Karena Darren tidak mau terllau jauh ikut terseret dalam permasalahan itu.“Astaga! Susah sekali bicara dengan orang bodoh seperti kau ini!” teriak Nana lagi.Darren hanya menyunggingkan senyumannya, padahal dia tahu Nana pastinya tidak akan melihat senyumannya.“Nana, maaf ya. Aku tidak mau terlibat dalam segala urusan kamu. Sebaiknya kamu selesaika