“Klarifikasikan semuanya!” teriak Nana di ujung telepon.Darren menghela nafas berat. “Kenapa harus aku?”Darren benra-benar tidak mengerti dengan masalah yang dihadapi oleh Nana. Dan herannya mengapa malah dia yang diharuskan sibuk untuk klarifikasi. Seharusnya Nana sendirilah yang klarofikasi.“Kenapa tidak kau sendiri? Dan kau bisa menemui pacarmu menjelaskan kepadanya kalau semuanya tidak seperti itu. Lagian juga, aku muncul ke public sekarang semua orang akan semakin heran. Dikiranya aku mau pansos,” lanjut Darren lagi.Sudah pasti kalau Darren akan menolak, karena Darren tidak akan mungkin ikut campur dalam urusan Nana dan pacarnya. Karena Darren tidak mau terllau jauh ikut terseret dalam permasalahan itu.“Astaga! Susah sekali bicara dengan orang bodoh seperti kau ini!” teriak Nana lagi.Darren hanya menyunggingkan senyumannya, padahal dia tahu Nana pastinya tidak akan melihat senyumannya.“Nana, maaf ya. Aku tidak mau terlibat dalam segala urusan kamu. Sebaiknya kamu selesaika
“Apakah mungkin seperti itu?” tanya Darren yang seolah sedang terbebani dengan perkataan Amina.Amina menganggukkan kepalanya. “Semua bisa saja terjadi. Buktinya dia meninggalkan kamu dengan tanpa pikir panjang. Dan Sekarang begitupun saat dia kembali.”Darren menggelengkan kepalanya. “Renata tidak seperti itu.”Darren meyakinkan dalam hatinya kalau Renata tidak akan berbuat seperti itu kepadanya. Darren merasa, walaupun kebersamaan mereka cukup singkat, tapi sedikit banyaknya dia sudah mengenal Renata.“Kenapa kamu begitu yakin? Bukankah kamu mengenal dia setelah kamu menikahinya? Hanya beberapa bulan waktu yang kalian habiskan bersama, dan dalam beberapa waktu itu apakah kamu yakin sudah sangat mengenalnya?” tanya Amina.Darren menganggukkan kepalanya.“Tidak penting aku mengenalnya baru atau sudah lama. Yang penting aku yakin dengan Renata, kalau Renata tidak akan melakukan hal itu,” jawab Darren dengan yakin.Amina hanya bisa menghela nafas berat. walaupun dia masih belum rela ras
“Eh… kalian sudah selesai bermain?” tanya Darren yang tidak menjawab pertanyaan Renata alah menyunggingkan senyuman lebarnya.Renata hanya menganggukkan kepalanya, dia sedikit merasa terbebani dengan umpatan dari Darren itu. Sebab dia merasa kalau dia sudah mengganggu Darren. Sedangkan Noah telah berlari masuk ke dalam pelukan Darren, sepertinya Noah benar-benar sudah lelah sehingga dia hanya diam di dalam pelukan sang ayah.“Kamu sangat lelah?” tanya Darren kepada Noah sambil tergelak.Renata melihat ke arah Darren, menuntut penjelasan dari Darren, karena dia masih belum puas tanpa mendapatkan jawaban.“Kau belum menjawab pertanyaanku? Apakah aku mengganggu? Kenapa kau tampak marah-marah?” tanya Renata lagi.Darren memberikan kode kepada Renata untuk memelankan suaranya sebab Noah sepertinya mulai mengantuk. “Bukan kamu. Ada seorang teman yang terus menggangguku.”“Kenapa kau tidak bekerja? Bukannya katanya sekarang kau sudah jadi pengusaha café?” tanya Renata lagi.Darren menggeleng
“Astaga, ini siapa yang mengizinkan orang seperti ini masuk?” tanya Darren sembari berjalan menuju ke arah pintu untuk memastikan siapa yang datang dan mencarinya.“Dia terdengar marah-marah,” ujar Renata yang mengikuti langkah kaki Darren. Karena Renata sebenarnya sudah mau berpamitan untuk pulang. Bagi Renata, waktu hari ini bersama Noah sangat berarti.“Iya, dan herannya kenapa dia bisa masuk,” kekeh Darren yang sama sekali tidak merasa takut, Darren bahkan sudah sedikit mengenal suaranya. Namun, Darren belum pasti.Baru saja Darren berada di ruang tamu dan belum sempat menuju pintu seseorang sudah berdiri dengan berkacak pinggang. Seperti dugaannya, orang itu adalah Nana.Nana datang dengan berkacak pinggang, menggunakan kacamata hitam dan tangannya yang menenteng tas kecil. Dia menatap Darren dengan tatapan yang tajam, apalagi saat melihat ada Renata yang menyusul di belakang Darren. Nana semakin emosi, dia merasa kalau Darren sengaja mau menghancurkan karirnya.Di belakang Nana,
“Hah? Berani banget kau bilang seperti itu kepadaku?” tanya Nana kepada Renata.Mungkin Nana tidak menyangka kalau ternyata ada orang yang berani kepadanya, bahkan Renata dengan lantangnya mengatakan dia tidak mengenal Nana.“Memangnya kenapa? Kau siapa aku harus takut?” tanya Renata tetap tidak bergeming di tempatnya.Darren menahan tawa dalam hatinya, dia melihat raut wajah Nana yang sangat tidak mengenakkan mendengar Renata berbicara seperti itu.“Ku tidak kenal aku? Memangnya di rumahmu tidak ada televisi?” tanya Nana kemudian kepada Renata.“Tidak ada! Aku tidak butuh TV, karena tidak ada acara yang berbobot,” jawab Renata lantang.Nana menghela nafas, tangannya terkepal. Nana benar-benar ingin menghabiskan Renata sepertinya. Bahkan Nuna memperhatikan Renata dari bawah hingga atas. Mungkin mereka sangat heran karena ada orang yang tidak mengenal Nana.Bahkan terlihat dari wajah Renata itu dia tidaklah bohong. Dan itu wajar kalau Renata tidak mengenal Nana, sebab selama ini Renata
"Kenapa? Banyak pekerjaan lain yang harus aku kerjakan. Jadi, aku tidak punya waktu untuk mengurus masalahmu," jawab Darren santai sambil melihat ke arah Nana.Mendengar pengusiran dari Darren, kali ini Nuna yang berdiri di depan Nana. Sebagai seorang manager pastinya dia bertanggung jawab terhadap Nana, karena tujuan mereka mendatangi rumah Darren juga awalnya untuk mencari solusi bersama. Bukan malah bertengkar seperti ini."Darren, mohon maaf sebelumnya kalau aku mencampuri kalian. Disini selain sebagai manager, aku juga sebagai kakaknya Nana. Sebaiknya kita cari solusinya bersama-sama yang sama-sama menguntungkan," ujar Nuna pelan.Darren melihat ke arah Nuna, ada rasa kasihan sebenarnya. Namun, Darren juga sudah terlanjur marah kepada Nana."Solusi apa? Rasanya aku tidak akan memiliki solusi yang tepat untuk masalah ini, sebab aku bukanlah seseorang dari kalangan artis. Dan juga wartawan sudah melihat sendiri apa yang Nana lakukan," jawab Darren sambil menggelengkan kepalanya.Nu
Darren menggelengkan kepalanya. "Yang bilang gratis siapa? Kamu bisa beli atau sewa bangunan itu tergantung dengan kemampuanmu.""Lihat saja nanti, aku mau pikirkan lagi," jawab Renata cuek.Darren menganggukkan kepalanya, dia tahu dengan sifat Renata yang tidak akan mudah mengalah. Apalagi dengan bantuan Darren, dia takkan mudah menerimanya. Gengsi Renata terlalu tinggi."Hubungi aku kalau kau membutuhkannya. Tapi, jangan lama-lama. Takutnya sudah didahului orang lain. Karena yang memanage itu juga bukan aku, tapi dibantu Daffa," ujar Darren menjelaskan kepada Renata.Memang ada beberapa bisnis Darren dibantu oleh Daffa dalam mengaturnya. Karena Darren tidak akan sanggup kalau bekerja sendirian. Dan bangunan toko itu adalah uji coba dari Darrren. Dia ingin belajar merambah bisnis property. "Oke."Renata menjawab singkat dan tampak terdiam memperhatikan arus jalan yang cukup padat.Darren mengantarkan Renata hingga tepat di depan hotel, seperti sopir taksi. Bahkan tidak ada lagi pemb
“Namanya Darren Zervano,” jawab lelaki dengan setelan jas sambil menatap layar kaca dengan tatapan yang tajam.“Nama orang tuanya? Bukankah dia pernah menjadi karyawan dan juga menantumu?” tanya lelaki beruban itu lagi.Dua orang itu adalah Martano dan Buston. Mereka bertemu di sebuah ruangan pribadi di rumah Buston yang terletak di sebuah perumahan elit. Buston baru saja kembali ke negeri ini untuk keperluan pribadi, yaitu melihat cucunya yang baru lahir.Selama ini Bustin menetap di luar negeri, namun tetap menjalin hubungan dengan Martano. Sehingga saat kembali ke tanah air, keduanya pasti menyempatkan diri untuk bertemu.Banyak bisnis gelap yang mereka jalani, dan sebagai pelaksana lapangannya tentu saja Martano, sedangkan Buston akan memantau dari kejauhan.“Iya. Tapi, data dan surat menyurat yang dimilikinya menyatakan dia bukanlah anak Rudi. Ayahnya bernama Arif dan ibunya bernama Amina,” jawab Martano kemudian.Iya, saat ini keduanya sedang memantau berita mengenai Darren. Dan
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.