Setelah acara selesai Demitrio menemui Nyonya Velope, yang sedari tadi duduk dengan elegan. Mereka berbincang sesaat, Demitrio hanya mengangguk setelah Nyonya Velope membisikkan sesuatu di telinganya.
Demitrio memberitahukan pada Renata, kalau dia tidak bisa mengantarnya pulang. Karena hari semakin malam, Demitrio menyarankan Renata untuk tidur di hotel.
"Pinjam HP kamu!"
"Kenapa Pak?"
"Jangan banyak tanya!" Demitrio mengetik sesuatu di ponsel Renata.
"Jaga diri kamu. Jangan sampai ada seseorang yang masuk ke dalam kamar!"
"Ihh! Emang saya perempuan apa?" Renata menimpali dengan pertanyaan.
Setelah berbincang sesaat, akhirnya Renata mengiyakan apa yang dikatakan Demitrio, dia berpikir daripada pulang ke rumah tengah malam, mending menikmati kamar super mewah. Kapan lagi dia bisa guling-guling sendiri, di atas kasur king size?
Renata menuju kamar sendirian karena Demitrio telah berlalu bersama Nyonya Velope.
Tap ... Tap ... Tap ...
Renata merasa ada yang mengikutinya dari belakang, dengan cepat Renata membalikkan tubuhnya.
Grep ...
Tubuh Renata jatuh dalam pelukan Alghara, karena dia terus mengikuti Renata dari belakang.
"Kena kamu!" Alghara mengeratkan pelukannya.
"Lepas!" Mata Renata melotot, membentak Alghara.
"Aku suka perempuan yang penuh tantangan, melawanlah sesukamu. Aku ingin tahu seberapa kuat kamu melawan Alghara Fredicson?" Seringai licik tercipta di wajah tampannya.
"Aku bilang lepas! Pak, jangan pakai kuasa bapak untuk melemahkan kaum hawa," bentak Renata menjelaskan.
Alghara makin mengeratkan pelukan, membenamkan kepalanya di bahu Renata.
Renata terus berontak, apa memang seperti ini, orang-orang yang dekat dengan Demitrio? Menganggap cinta hanya sebatas nafsu dan rasa suka sesaat.
Tangan Alghara menangkup wajah Renata, mata Renata melihat tajam ke arah Alghara. Pandangan yang menurut seorang Alghara, semakin menantang.
Cup ... Satu sentuhan mendarat di bibir tipis Renata. Tangan Renata, repleks menampar keras tepat di wajah tampan Alghara.
Karena merasa terhina, Alghara mengangkat tubuh Renata seperti mengangkat karung beras.
Sepanjang perjalanan Renata terus meronta, Alghara membuka pintu kamar Presidential Suite dengan kasar.
Menghempaskan tubuh Renata, Renata bangkit dan berlari menuju pintu. Alghara menarik dan mengangkat pinggang ramping Renata.
"Mau kemana? Urusan kita belum selesai!" bentak Alghara, membalikan tubuh Renata.
"Saya tidak tahu, kalau orang yang terlihat berpendidikan seperti anda, bisa berprilaku buas seperti ini!" sarkas Renata, matanya tajam melotot ke arah Alghara.
Alghara mulai menaiki tubuh dan menindih Renata, dengan kekuatan tersisa Renata mendorong tubuh kekar Alghara. Satu hentakan super dahsyat, membuat Alghara terjungkal.
"Sudah aku katakan! Jangan seperti ini!"
bentak Renata.Duugh ...Kepala Alghara membentur pinggiran kasur, dia tidak bergerak sama sekali.
Renata mulai bingung, apa yang harus dilakukan selain menelepon bossnya.
Renata mengambil ponsel dari tas,
"Halo ... Pak tolong...," ucap Renata dengan cemas.
Tanpa Renata sadari, Alghara mengambil ponsel dan melemparnya kesembarang tempat. Memotong pembicaraan Renata dengan Demitrio.
"Pak Alghara! Anda benar-benar lancang!" teriak Renata.
Renata berdiri dan mengambil ponsel yang tergeletak di atas karpet tebal. Kakinya melangkah meninggalkan kamar terlaknat.
Alghara berlari mencegah Renata pergi, berdiri menghalangi pintu hotel. Tangan Renata mencoba membuka palang tangan kekar Alghara yang masih terbalut dengan jas hitam.
"Tolong temani aku malam ini," lirih Alghara.
***
Brak ... Pintu Presidential Suite di buka kasar oleh Demitrio.
Demitrio melihat Renata dan Alghara di depan pintu, dia langsung menarik tubuh Renata dan melangkah membawanya pergi.
Tanpa Demitrio sadari, Alghara memukulnya dari belakang.
Perkelahian antara Demitrio dan Alghara tidak dapat dihentikan, keduanya saling beradu jotos. Renata berteriak menghentikan mereka, tetapi tidak didengar oleh keduanya.
Bugh ... Bugh ...
Darah segar mengalir dari pelipis Demitrio, pukulan Alghara tepat mengenainya.
Orang-orang di sekitar hotel mulai terganggu dengan ulah mereka. Akhirnya perkelahian Demitrio dan Alghara bisa dihentikan, setelah Alghara tanpa sengaja menonjok punggung Renata.
Pada saat itu, Renata bingung bagaimana menghentikan mereka? Renata menghalangi pukulan Alghara dengan berdiri menghadap Demitrio.
"Argh...," tubuh kecil Renata terhunyung, ke arah Demitrio.
Melihat Renata yang terhunyung, tangan Alghara menarik tubuh Renata dari belakang. Tapi Demitrio menahan tubuh Renata dengan tangan kekarnya.
Renata hanya terdiam, melihat perselisihan diantara mereka berdua.
Tepatnya seperti anak-anak yang memperebutkan permen yang mereka inginkan.Dengan perlahan Alghara melepaskan tangannya dari tubuh Renata.
"Maaf! Aku gak sengaja...," suaranya parau bergetar.
Demitrio memandang Alghara dengan tatapan yang sangat tajam.
"Puas kamu, Al! Sudah aku bilang jangan dekati Perempuanku!" bentak Demitrio.
***
Setelah sampai di kamar, Demitrio mendudukkan Renata di kasur king size.
"Mana yang sakit, aku kasih obat biar gak terlalu lebam," tawar Demitrio.
Demitrio mendekati Renata, matanya melihat ke arah punggung Renata. Renata risih dengan perhatian bossnya.
"Tidak usah pak! Saya baik-baik saja...,"
"Bapak ... Kenapa bisa langsung datang ke kamar Pak Al?" tanya Renata
"Bukannya kamu yang menelpon, minta tolong...,"
"Maaf ya, Pak. Gara-gara saya, bapak gagal kencan dengan Nyonya Velope...," lirih Renata.
Demitrio hanya tersenyum mendengar penuturan sekertaris cantiknya. Baru kali ini Demitrio tertarik dengan Renata, selama dua tahun bekerja dengannya, Renata selalu berpenampilan kaku.
"Tidak apa-apa, jangan terlalu dipikirkan," ucap Demitrio, suaranya semakin melembut.
Darah yang mengucur dari pelipis Demitrio, telah mengering. Renata pergi melewati Demitrio yang masih terpaku.
Renata membawa handuk yang telah dibasahi dengan air hangat, mendekati Demitrio. Tangannya mulai membersihkan darah, yang ada di pelipis Demitrio.
Perhatian dan sentuhan Renata sesaat memaku Demitrio, melayang membayangkan kebersamaan dengan Renata. Sekertaris yang kaku, kini berubah menjadi putri kerajaan dongeng.
Wangi parfum dari tangan Renata, membuat kerja jantung Demitrio tak beraturan.
"Oh sheet! Kenapa jadi kayak gini? Tenangkan hati, Dem. Kamu kuat untuk tidak menyentuhnya," kata Demitrio membatin.
Dengan teliti Renata terus membersihkan tetesan darah, tangannya makin terasa seperti sentuhan yang mengantarkan hati Demitrio menuju tempat tak terbatas.
Tanpa sadar Demitrio menarik Renata dalam pangkuannya, Renata terkejut dengan perlakuan bossnya.
Renata berusaha beranjak dari pangkuan Demitrio, namun tangan kekar Demitrio menahannya.
"Biarkan begini, Renata Prameswari. Sebentar saja, aku hanya ingin membenamkan segala penatku di malam ini," lirih Demitrio, suaranya makin serak.
Demitrio membenamkan kepalanya di atas bahu Renata, nyaman yang Demitrio rasakan.
Entah apa yang ada di benak Renata, tangannya mulai membelai rambut hitam Demitrio.
Demitrio merasakan sentuhan yang tulus dari Renata, seperti sentuhan seorang ibu yang selalu didambakan Demitrio.
Sedari kecil Demitrio dipisahkan dari ibunya, hanya karena kasta yang berbeda. Demitrio kecil hanya bisa menangis ketika ibunya, dipaksa pergi dari rumah neneknya.
"Jangan berhenti, Re," ucap Demitrio, matanya mulai berkaca-kaca.
Renata merasa aneh dengan perubahan pada bos arogannya, kini tampak rapuh. Tak ada kata kasar dan sikap pongah, yang ada hanya kata lirih yang menyentuh hati Renata.
Malam terasa hangat, sehangat kebersamaan Demitrio Agashi dan Renata Prameswari.Demitrio enggan melepaskan pelukannya, dia memangku Renata ala bridal styleke atas kasur king size.Dengan lembut Demitrio menurunkan Renata, tangan kanannya membelai lembut wajah Renata yang terpaku dengan perlakuannya. Baru kali ini Renata merasakan nyaman sentuhan seorang pria, karena selama ini Renata selalu menutup diri dengan penampilan yang tampak kaku."Aku menginginkanmu, Re." Suara Demitrio semakin serak dan tercekat. Bibirnya mulai menyentuh bibir tipis Renata.Renata yang tak terbiasa, hanya bisa diam terpaku."Kamu belum pernah melakukannya, Re?" tanya Demitrio, melihat wajah tegang Renata."Sudah satu kali, itupun sama bapak tadi sore," kata Renata dengan suara tercekat.Demitrio mulai melumat bibir Renata yang terasa manis, Renata tak membero
Renata terbangun dari tidur lelapnya dan terkejut dengan pemandangan punggung Demitrio, tanpa sehelai kain menutupinya. Dan yang lebih membuat Renata terkejut lagi, Demitrio tertidur di sampingnya."Bapak bangun!" teriak Renata. Tak ada pergerakan berarti dari Demitrio yang masih tetap tertidur pulas.Mata Renata langsung mengarah pada tubuhnya, jangan-jangan malam hari bosnya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, batin Renata bergumam.Tapi Renata sedikit lega, karena baju tidurnya masih terpasang rapi. Dia beranjak dari ranjang untuk membersihkan diri."Ehm...." Tangan Demitrio memeluk tubuh Renata.Renata terbelalak dengan kelakuan atasannya ini, dia langsung membawa guling untuk dijadikan senjata."Ciaaattt terima ini!" Renata berteriak dan memukuli Demitrio yang masih tertidur."Aduh ... Apa sih?" tanya Demitrio kesal dan terbangun karena ulah Renata.Tapi apa yang dilakukan Renata setelah Demitrio terbangun, dia
Dalam perjalanan menuju kantor, baik Renata dan Demitrio tidak ada yang mengeluarkan sepatah katapun, mereka sibuk dengan pemikirannya sendiri.Untuk mengurangi suasana horor dalam mobil, Demitrio sengaja memutar lagu rock dengan volume yang sangat keras.Dia hanya ingin mendengar protes Renata, yang masih diam membisu.Musik terus menghentak menggetarkan seisi dalam mobil, Renata hanya diam walaupun suara musik terdengar memekakkan telinga. Demitrio semakin kesal dengan sikap Renata yang berubah menjadi gunung es, diam tak bergerak. Matanya kosong melihat jalanan yang telah ramai dengan mobil-mobil egoisme.Dengan kasar Demitrio mematikan sound musik di mobilnya."Re! Tolong jangan bikin saya bingung," ketus Demitrio membuka obrolan dengan Renata yang masih terdiam seribu bahasa.Tak ada umpatan atau teguran dari seorang Renata, biasanya dia yang selalu menghiasi telinga Demitrio dengan suara ketusnya."Renata Prameswari, bicara!" 
Brugh ...Alghara Fredicson mendorong Renata ke dinding, telapak tangannya dijadikan bantalan ketika kepala Renata hampir terbentur tembok.Mata Renata semakin jijik melihat perlakuan Alghara, Renata mengangkat tangannya. Setidaknya memberikan perlawanan kepada Alghara yang mulai mendominasi dirinya."Mau tampar aku lagi?" tanya Alghara. Matanya mulai menggoda, hidung mancungnya dia dekatkan dengan batang hidung Renata.Samar semilir angin halus terasa di wajah Renata, dia hanya bisa menatap tajam, pria yang tengah menggungkungnya. Renata hanya bisa mendengus kesal, perlawanan yang dia lakukan hanya lah sebuah kesia-siaan."Tolong Pak Al, saya harus kembali bekerja!" tegas Renata, mata huzelnya terus melihat tajam, menusuk ke dalam mata Alghara."Bekerja denganku saja, sekali pelayanan yang kamu berikan. Aku akan berikan segala yang kamu inginkan," ucap Alghara, yang terus memancing Renata dengan sentuhan-sentuhan halusnya. Bibir Alghara mul
"Dem!" Teriak seorang wanita dengan tampilan elegan, riasan natural selalu terpoles rapih di wajah cantiknya. Walaupun usianya telah menginjak 40 tahun, tapi tak ada garis-garis penuaan di wajahnya. Seakan wanita muda yang selalu terjaga dengan indah. Renata dan Demitrio terkejut mendengar teriakan di balik pintu, Demitrio langsung menghentikan aktivitas panasnya bersama Renata. Sedangkan Renata dengan cepat berdiri dan merapikan baju yang sudah tak beraturan. "Velo?" tanya Demitrio tampak gusar karena Nyonya Velope memergoki kelakuannya. "Kenapa kamu? Takut melihat saya!" bentak Nyonya Velope dengan menenteng tas mahalnya. Dengan senyuman yang terkembang Demitrio mendekati Nyonya Velope, tanpa basa-basi, dia menarik tangan Nyonya Velope ke dalam pelukannya. Renata yang masih dalam ruangan Demitrio hanya bisa tersenyum ketus, satu tamparan mungkin layak disandangkan padanya. "Renata kamu hanya butiran debu di hati Demit
Tiing ...Pintu lift menuju apartemen Demitrio terbuka, Renata langsung menuju block tempat bosnya tinggal. Sebuah apartemen mewah, lantai paling atas. Begitu luas mungkin satu helikopter bisa mendarat hanya di halamannya saja.Renata segera membuka kode untuk membuka kunci pintu yang di jaga ketat, karena CCTV terpasang di pintu depan.Renata hanya bisa menghela napas ketika melihat apartemen yang telah berubah menjadi kapal pecah, kulit kacang berserakan, baju-baju seperti terlempar dari angkasa. Berhambur entah apa yang terjadi, hanya butuh dua hari tidak tersentuh tangan Renata, apartemen mewah berubah bak tong sampah."Hadeuh pulang kerja masih aja nge-Ijah!" kata Renata kesal, tangan mungilnya cekatan membersihkan ruangan.Suka tidak suka, Renata bisa sabar dengan perjalanan hidupnya. Terperangkap bersama atasannya yang terkadang menjadi seseorang yang manis tapi bisa berubah dalam sekejap menjadi monster teraneh sejagad raya.Renata m
"Tolo--!" teriak Renata terpotong karena bekapan tangan kekar Alghara.Renata hanya bisa berpikir untuk berteriak berharap orang yang melihatnya, datang untuk menolong. Tapi semua sia-sia, tangan Alghara dengan satu gerakan mampu membungkam mulut Renata."Ikuti aku!" bisik Alghara dengan sarkasme tepat di kuping Renata.Alghara membuka pintu mobilnya dengan cepat, dia setengah mendorong tubuh ramping Renata."Pak turunkan saya, Pak!"Renata sudah kehabisan akal untuk menghindari Alghara yang telah menyalakan mobil, Alghara tidak memperdulikan kata-kata Renata, dengan tergesa dia melajukan mobilnya.Vroom ... Vroom ...Alghara terus mengemudikan mobilnya, menyalip keramaian di jalanan kota. Dia sudah tidak memperdulikan lagi teriak kasar dari orang-orang yang meneriakinya. Dalam benaknya sekarang hanya ada keinginan untuk membawa Renata ke tempat yang menjadi favoritnya.Alghara membelokkan mobilnya ke suatu tempat yang in
"Pak Al! Bapak gak apa-apa? Kalau bapak sakit, saya antar ke dokter, mumpung masih di rumah sakit," ucap Renata seraya berdiri, bersiap untuk mengantar Alghara.Alghara sesaat membenturkan kepalanya sendiri ke tembok, seakan sakit tidak dia pedulikan lagi.Renata tidak mengerti dengan sikap Alghara, tampak seperti orang yang tengah frustasi. Dia segera mendekati Alghara yang semakin rapuh, pikirnya memberi kekuatan mungkin bisa sedikit mengurangi kecemasan yang dirasakan Alghara."Ada yang bisa saya bantu, pak?"Greep ...Alghara memeluk Renata dalam cemas, tak terasa satu demi satu bulir-bulir bening membasahi bahu Renata.Renata hanya bisa terdiam, tak mengerti harus berbuat seperti apa? Alghara yang garang berubah menjadi seorang yang rapuh."Maafkan aku, Re...," ucap Alghara dalam lirih."Aku sudah maafin bapak, it's ok." Renata menepuk-nepuk punggung Alghara yang masih dalam pelukannya.Nyaman yang Alghara rasakan p
Dengan berat hati Renata membereskan meja kerjanya. Dalam hatinya terus mengutuk semua perbuatan bos-nya ini. "Ih, kenapa aku harus terjebak dengan manusia minus rasa seperti ini. Aku tidak ingin berada di sini. Tapi keadaan memaksaku untuk selalu mengikutinya. Ahhhh, menyebalkan!" teriak Renata seraya menghapus air matanya dengan kasar.Grep!Satu tangan telah berada di atas lengan Renata mencengkramnya dengan kasar. "Siapa yang menyebalkan, Renata Prameswari?"Mata Renata perlahan menoleh sesaat pada sumber suara. "Ahh, kenapa anda di sini?" tanya Renata seraya menggerakkan lengannya supaya terbebas dari tangan besar sang pria."Ini kantorku, Renata. Apa kamu sudah tidak ingat?Hah!" bentakan seraya melepaskan lengan Renata.Renata mendekati, "Saya tahu ini kantor anda! Dan saya bukan karyawan anda lagi! Dasar the demit!" teriak Renata.Mendengar ejekan Renata, amarah Demitrio semakin menjadi. Dengan cepat dia mendorong Renata p
"Sudah, Mbak Re. Biar kita saja yang bereskan," ucap Rio, seorang OB gaul. Wajahnya tampan namun sayang karena masih terlalu muda, dia training di bagian OB. Ya, semoga takdir memihak padanya."Gak apa-apa, Rio. Mbak juga dah biasa ngerjain kayak gini." Tangan Renata sibuk mengelap meja yang akan dipakai meeting."Emang, Pak Bos, gak marah kalau lihat, Mbak, lap meja?""Gak, lah. Yang penting uang kita ngalir. Bener, gak?" tanya Renata yang berhasil membuat Rio terkikik.Tak ada pilihan untuk Renata pada saat ini. Selain mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya dengan senang hati."Untuk minumannya apa yang harus saya siapkan, Mbak Re?""Seperti biasa saja, Rio. Mereka bukan orang yang menuntut lebih kok...," ujar Renata yang masih sibuk mempersiapkan alat-alat untuk meeting."Kalau gitu saya cek dulu di pantry, ya, Mbak...," sela Rio.Belum Renata menjawab, tiba-tiba datang Demitrio dari belakang."Rio! Kamu ke
Meskipun, dalam keadaan kesal Renata pergi menuju meja kerjanya dengan wajah tersenyum ketika bertemu sahabatnya Alin. Renata tidak mau rasa sedih yang tengah dia rasakan ketahuan oleh Alin."Hai, cantik. Udah lihat meja kerja kamu belum?" Alin menggandeng Renata."Emang kenapa dengan meja kerjaku?""Lah, si Empunya cerita juga gak tahu, ya...," tukas Alin tidak percaya.Renata hanya menggelengkan kepalanya. Hari ini benar-benar membuat hatinya ingin meledak."Kalau kamu belum tahu, aku tutup mata kamu, ya." Dengan gerakan cepat, Alin menutup kedua mata Renata dengan jari-jarinya.Beberapa saat melangkah, akhirnya mereka sampai di kubikel Renata."Taaaraaaa, lihat Renata...," ucap Alin.Buket-buket bunga Orchid tertata rapih di meja kerja Renata. Sesaat terpaku seakan terhipnotis dengan pandangan yang menyejukkan mata."Ini punya siapa?" tanya Renata."Kalau di meja kerja kamu, berarti punya kamu, Re." Alin menghi
"Ini rumah kamu, Re?" Alghara memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana namun memiliki taman kecil yang tertata rapih, pot-pot kecil menghiasi garis pembatas teras rumah."Masuk dulu, Pak?""Bolehkah?" tanya Alghara berbasa-basi, namun tak ada niat jahat dibenaknya."Kalau bapak berkenan, silahkan...," ujar Renata, kakinya melangkah menuju pintu dengan aksen kayu berwarna coklat.Alghara mengekor, mengikuti Renata dari belakang. Dia hanya berpikir selama dia hidup, dia selalu diberikan fasilitas super fantastis. Namun hatinya terasa kosong dan tak pernah merasa puas. Tapi lihatlah gadis yang tengah berjalan di hadapannya ini, dengan santai memasuki ruangan yang mungkin hanya seluas dapur rumahnya dengan penuh kebahagiaan.Ceklek ...Renata membuka kunci pintu, terlihat kursi-kursi berwarna krem."Duduk Pak. Bapak mau kopi atau teh?" tawar Renata."Espresso saja," ucap Alghara menyandarkan punggungnya di kursi de
"Pak Al! Bapak gak apa-apa? Kalau bapak sakit, saya antar ke dokter, mumpung masih di rumah sakit," ucap Renata seraya berdiri, bersiap untuk mengantar Alghara.Alghara sesaat membenturkan kepalanya sendiri ke tembok, seakan sakit tidak dia pedulikan lagi.Renata tidak mengerti dengan sikap Alghara, tampak seperti orang yang tengah frustasi. Dia segera mendekati Alghara yang semakin rapuh, pikirnya memberi kekuatan mungkin bisa sedikit mengurangi kecemasan yang dirasakan Alghara."Ada yang bisa saya bantu, pak?"Greep ...Alghara memeluk Renata dalam cemas, tak terasa satu demi satu bulir-bulir bening membasahi bahu Renata.Renata hanya bisa terdiam, tak mengerti harus berbuat seperti apa? Alghara yang garang berubah menjadi seorang yang rapuh."Maafkan aku, Re...," ucap Alghara dalam lirih."Aku sudah maafin bapak, it's ok." Renata menepuk-nepuk punggung Alghara yang masih dalam pelukannya.Nyaman yang Alghara rasakan p
"Tolo--!" teriak Renata terpotong karena bekapan tangan kekar Alghara.Renata hanya bisa berpikir untuk berteriak berharap orang yang melihatnya, datang untuk menolong. Tapi semua sia-sia, tangan Alghara dengan satu gerakan mampu membungkam mulut Renata."Ikuti aku!" bisik Alghara dengan sarkasme tepat di kuping Renata.Alghara membuka pintu mobilnya dengan cepat, dia setengah mendorong tubuh ramping Renata."Pak turunkan saya, Pak!"Renata sudah kehabisan akal untuk menghindari Alghara yang telah menyalakan mobil, Alghara tidak memperdulikan kata-kata Renata, dengan tergesa dia melajukan mobilnya.Vroom ... Vroom ...Alghara terus mengemudikan mobilnya, menyalip keramaian di jalanan kota. Dia sudah tidak memperdulikan lagi teriak kasar dari orang-orang yang meneriakinya. Dalam benaknya sekarang hanya ada keinginan untuk membawa Renata ke tempat yang menjadi favoritnya.Alghara membelokkan mobilnya ke suatu tempat yang in
Tiing ...Pintu lift menuju apartemen Demitrio terbuka, Renata langsung menuju block tempat bosnya tinggal. Sebuah apartemen mewah, lantai paling atas. Begitu luas mungkin satu helikopter bisa mendarat hanya di halamannya saja.Renata segera membuka kode untuk membuka kunci pintu yang di jaga ketat, karena CCTV terpasang di pintu depan.Renata hanya bisa menghela napas ketika melihat apartemen yang telah berubah menjadi kapal pecah, kulit kacang berserakan, baju-baju seperti terlempar dari angkasa. Berhambur entah apa yang terjadi, hanya butuh dua hari tidak tersentuh tangan Renata, apartemen mewah berubah bak tong sampah."Hadeuh pulang kerja masih aja nge-Ijah!" kata Renata kesal, tangan mungilnya cekatan membersihkan ruangan.Suka tidak suka, Renata bisa sabar dengan perjalanan hidupnya. Terperangkap bersama atasannya yang terkadang menjadi seseorang yang manis tapi bisa berubah dalam sekejap menjadi monster teraneh sejagad raya.Renata m
"Dem!" Teriak seorang wanita dengan tampilan elegan, riasan natural selalu terpoles rapih di wajah cantiknya. Walaupun usianya telah menginjak 40 tahun, tapi tak ada garis-garis penuaan di wajahnya. Seakan wanita muda yang selalu terjaga dengan indah. Renata dan Demitrio terkejut mendengar teriakan di balik pintu, Demitrio langsung menghentikan aktivitas panasnya bersama Renata. Sedangkan Renata dengan cepat berdiri dan merapikan baju yang sudah tak beraturan. "Velo?" tanya Demitrio tampak gusar karena Nyonya Velope memergoki kelakuannya. "Kenapa kamu? Takut melihat saya!" bentak Nyonya Velope dengan menenteng tas mahalnya. Dengan senyuman yang terkembang Demitrio mendekati Nyonya Velope, tanpa basa-basi, dia menarik tangan Nyonya Velope ke dalam pelukannya. Renata yang masih dalam ruangan Demitrio hanya bisa tersenyum ketus, satu tamparan mungkin layak disandangkan padanya. "Renata kamu hanya butiran debu di hati Demit
Brugh ...Alghara Fredicson mendorong Renata ke dinding, telapak tangannya dijadikan bantalan ketika kepala Renata hampir terbentur tembok.Mata Renata semakin jijik melihat perlakuan Alghara, Renata mengangkat tangannya. Setidaknya memberikan perlawanan kepada Alghara yang mulai mendominasi dirinya."Mau tampar aku lagi?" tanya Alghara. Matanya mulai menggoda, hidung mancungnya dia dekatkan dengan batang hidung Renata.Samar semilir angin halus terasa di wajah Renata, dia hanya bisa menatap tajam, pria yang tengah menggungkungnya. Renata hanya bisa mendengus kesal, perlawanan yang dia lakukan hanya lah sebuah kesia-siaan."Tolong Pak Al, saya harus kembali bekerja!" tegas Renata, mata huzelnya terus melihat tajam, menusuk ke dalam mata Alghara."Bekerja denganku saja, sekali pelayanan yang kamu berikan. Aku akan berikan segala yang kamu inginkan," ucap Alghara, yang terus memancing Renata dengan sentuhan-sentuhan halusnya. Bibir Alghara mul