"Pak Al! Bapak gak apa-apa? Kalau bapak sakit, saya antar ke dokter, mumpung masih di rumah sakit," ucap Renata seraya berdiri, bersiap untuk mengantar Alghara.
Alghara sesaat membenturkan kepalanya sendiri ke tembok, seakan sakit tidak dia pedulikan lagi.
Renata tidak mengerti dengan sikap Alghara, tampak seperti orang yang tengah frustasi. Dia segera mendekati Alghara yang semakin rapuh, pikirnya memberi kekuatan mungkin bisa sedikit mengurangi kecemasan yang dirasakan Alghara.
"Ada yang bisa saya bantu, pak?"
Greep ...
Alghara memeluk Renata dalam cemas, tak terasa satu demi satu bulir-bulir bening membasahi bahu Renata.
Renata hanya bisa terdiam, tak mengerti harus berbuat seperti apa? Alghara yang garang berubah menjadi seorang yang rapuh.
"Maafkan aku, Re...," ucap Alghara dalam lirih.
"Aku sudah maafin bapak, it's ok." Renata menepuk-nepuk punggung Alghara yang masih dalam pelukannya.
Nyaman yang Alghara rasakan p
"Ini rumah kamu, Re?" Alghara memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana namun memiliki taman kecil yang tertata rapih, pot-pot kecil menghiasi garis pembatas teras rumah."Masuk dulu, Pak?""Bolehkah?" tanya Alghara berbasa-basi, namun tak ada niat jahat dibenaknya."Kalau bapak berkenan, silahkan...," ujar Renata, kakinya melangkah menuju pintu dengan aksen kayu berwarna coklat.Alghara mengekor, mengikuti Renata dari belakang. Dia hanya berpikir selama dia hidup, dia selalu diberikan fasilitas super fantastis. Namun hatinya terasa kosong dan tak pernah merasa puas. Tapi lihatlah gadis yang tengah berjalan di hadapannya ini, dengan santai memasuki ruangan yang mungkin hanya seluas dapur rumahnya dengan penuh kebahagiaan.Ceklek ...Renata membuka kunci pintu, terlihat kursi-kursi berwarna krem."Duduk Pak. Bapak mau kopi atau teh?" tawar Renata."Espresso saja," ucap Alghara menyandarkan punggungnya di kursi de
Meskipun, dalam keadaan kesal Renata pergi menuju meja kerjanya dengan wajah tersenyum ketika bertemu sahabatnya Alin. Renata tidak mau rasa sedih yang tengah dia rasakan ketahuan oleh Alin."Hai, cantik. Udah lihat meja kerja kamu belum?" Alin menggandeng Renata."Emang kenapa dengan meja kerjaku?""Lah, si Empunya cerita juga gak tahu, ya...," tukas Alin tidak percaya.Renata hanya menggelengkan kepalanya. Hari ini benar-benar membuat hatinya ingin meledak."Kalau kamu belum tahu, aku tutup mata kamu, ya." Dengan gerakan cepat, Alin menutup kedua mata Renata dengan jari-jarinya.Beberapa saat melangkah, akhirnya mereka sampai di kubikel Renata."Taaaraaaa, lihat Renata...," ucap Alin.Buket-buket bunga Orchid tertata rapih di meja kerja Renata. Sesaat terpaku seakan terhipnotis dengan pandangan yang menyejukkan mata."Ini punya siapa?" tanya Renata."Kalau di meja kerja kamu, berarti punya kamu, Re." Alin menghi
"Sudah, Mbak Re. Biar kita saja yang bereskan," ucap Rio, seorang OB gaul. Wajahnya tampan namun sayang karena masih terlalu muda, dia training di bagian OB. Ya, semoga takdir memihak padanya."Gak apa-apa, Rio. Mbak juga dah biasa ngerjain kayak gini." Tangan Renata sibuk mengelap meja yang akan dipakai meeting."Emang, Pak Bos, gak marah kalau lihat, Mbak, lap meja?""Gak, lah. Yang penting uang kita ngalir. Bener, gak?" tanya Renata yang berhasil membuat Rio terkikik.Tak ada pilihan untuk Renata pada saat ini. Selain mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya dengan senang hati."Untuk minumannya apa yang harus saya siapkan, Mbak Re?""Seperti biasa saja, Rio. Mereka bukan orang yang menuntut lebih kok...," ujar Renata yang masih sibuk mempersiapkan alat-alat untuk meeting."Kalau gitu saya cek dulu di pantry, ya, Mbak...," sela Rio.Belum Renata menjawab, tiba-tiba datang Demitrio dari belakang."Rio! Kamu ke
Dengan berat hati Renata membereskan meja kerjanya. Dalam hatinya terus mengutuk semua perbuatan bos-nya ini. "Ih, kenapa aku harus terjebak dengan manusia minus rasa seperti ini. Aku tidak ingin berada di sini. Tapi keadaan memaksaku untuk selalu mengikutinya. Ahhhh, menyebalkan!" teriak Renata seraya menghapus air matanya dengan kasar.Grep!Satu tangan telah berada di atas lengan Renata mencengkramnya dengan kasar. "Siapa yang menyebalkan, Renata Prameswari?"Mata Renata perlahan menoleh sesaat pada sumber suara. "Ahh, kenapa anda di sini?" tanya Renata seraya menggerakkan lengannya supaya terbebas dari tangan besar sang pria."Ini kantorku, Renata. Apa kamu sudah tidak ingat?Hah!" bentakan seraya melepaskan lengan Renata.Renata mendekati, "Saya tahu ini kantor anda! Dan saya bukan karyawan anda lagi! Dasar the demit!" teriak Renata.Mendengar ejekan Renata, amarah Demitrio semakin menjadi. Dengan cepat dia mendorong Renata p
"Bersihkan mulai dari lantai atas sampai bawah, tidak boleh ada satu debu yang menempel!" seru Demitrio, matanya menyasar setiap inci lekukan tangga dan barang-barang mewah yang tersusun rapih."Saya sudah bersihkan semuanya, Pak! Masa diulang lagi?" keluh Renata yang meresa terperdaya oleh atasannya."Saya katakan sekali lagi, saya tidak suka bantahan! Sekali lagi kamu mengeluh, pekerjaan kamu sebagai sekertaris di Agashi Groups hanya akan menjadi kenangan," sarkas Demitrio pada Renata.Ya, beginilah keseharian Renata bekerja sebagai sekertaris CEO muda tampan tapi memiliki perangai arogan.Demi membiayai ibunya yang terbaring karena koma, dia tidak segan mengerjakan tambahan sebagai Asisten rumah tangga di rumah bosnya sendiri."Baik, Pak bos...," ucap Renata seperti suara ejekan di telinga Demitrio."Kamu ngejek saya!""Ih, siapa yang ngejek bapak. Mana berani saya ngejek bapak!" seru Renata tidak mau kalah.
Demitrio dan Renata tengah menunggu kliennya di resto Orchid, tak berapa lama datang tiga orang laki-laki tegap dan seorang wanita cantik dengan langkah elegan mendekati Demitrio.Melihat kliennya datang Demitrio langsung berdiri menyambut, cipika-cipiki dengan wanita cantik di depan Renata yang masih begong melihat kelakuan atasannya.Renata hanya bisa meracau melihat kejadian hari ini, melihat kebiasaan sang atasan yang kadang mesum tidak tahu tempat.Ingin rasanya Renata mengakhiri sore ini, karena sudah begah dengan pemandangan yang mengotori matanya."Sudah nunggu dari tadi, Dem?" tanya seorang wanita cantik.Demitrio tersenyum manis, menatap manik indah wanita yang terus menatapnya. Demitrio mendorong kursi dan mempersilahkan kliennya untuk duduk di sampingnya, dia adalah Nyonya Velove. Nyonya Velope tertarik menanamkan modal di perusahaan Agashi Building Company."Gak
Demitrio mendekati Renata, dia terus berjalan mendekat. Renata mundur beberapa langkah, tanpa terasa bulir-bulir bening mengalir di pipi mulusnya."Tolong Pak! Jangan kayak gini...," lirih Renata. Tangan kecilnya menyilang memberi kode, supaya Demitrio menjauh.Tapi langkah Demitrio, semakin dekat dengan tubuh ramping Renata."Hah!" teriak Demitrio, mengagetkan Renata.Alhasil tubuh Renata menabrak sofa dan terpelanting ke belakang, tangan Renata refleks menyambar kimono Demitrio.Bruugh ...Tubuh kekar Demitrio ikut terjatuh di atas Renata."Kamu yang membawa sendiri tubuhku, Renata Prameswari." Tangannya mulai membelai lembut pipi mulus Renata.Dengan napas yang tak beraturan Renata terus meronta, takut, cemas, kesal kata yang ada di dalam hatinya.Begitu santai bosnya mengatakan hal itu."Maaf pak, tolong menjauh!" teriak Ren
Setelah acara selesai Demitrio menemui Nyonya Velope, yang sedari tadi duduk dengan elegan. Mereka berbincang sesaat, Demitrio hanya mengangguk setelah Nyonya Velope membisikkan sesuatu di telinganya.Demitrio memberitahukan pada Renata, kalau dia tidak bisa mengantarnya pulang. Karena hari semakin malam, Demitrio menyarankan Renata untuk tidur di hotel."Pinjam HP kamu!""Kenapa Pak?""Jangan banyak tanya!" Demitrio mengetik sesuatu di ponsel Renata."Jaga diri kamu. Jangan sampai ada seseorang yang masuk ke dalam kamar!""Ihh! Emang saya perempuan apa?" Renata menimpali dengan pertanyaan.Setelah berbincang sesaat, akhirnya Renata mengiyakan apa yang dikatakan Demitrio, dia berpikir daripada pulang ke rumah tengah malam, mending menikmati kamar super mewah. Kapan lagi dia bisa guling-guling sendiri, di atas kasur king size?Renata menuju kamar s
Dengan berat hati Renata membereskan meja kerjanya. Dalam hatinya terus mengutuk semua perbuatan bos-nya ini. "Ih, kenapa aku harus terjebak dengan manusia minus rasa seperti ini. Aku tidak ingin berada di sini. Tapi keadaan memaksaku untuk selalu mengikutinya. Ahhhh, menyebalkan!" teriak Renata seraya menghapus air matanya dengan kasar.Grep!Satu tangan telah berada di atas lengan Renata mencengkramnya dengan kasar. "Siapa yang menyebalkan, Renata Prameswari?"Mata Renata perlahan menoleh sesaat pada sumber suara. "Ahh, kenapa anda di sini?" tanya Renata seraya menggerakkan lengannya supaya terbebas dari tangan besar sang pria."Ini kantorku, Renata. Apa kamu sudah tidak ingat?Hah!" bentakan seraya melepaskan lengan Renata.Renata mendekati, "Saya tahu ini kantor anda! Dan saya bukan karyawan anda lagi! Dasar the demit!" teriak Renata.Mendengar ejekan Renata, amarah Demitrio semakin menjadi. Dengan cepat dia mendorong Renata p
"Sudah, Mbak Re. Biar kita saja yang bereskan," ucap Rio, seorang OB gaul. Wajahnya tampan namun sayang karena masih terlalu muda, dia training di bagian OB. Ya, semoga takdir memihak padanya."Gak apa-apa, Rio. Mbak juga dah biasa ngerjain kayak gini." Tangan Renata sibuk mengelap meja yang akan dipakai meeting."Emang, Pak Bos, gak marah kalau lihat, Mbak, lap meja?""Gak, lah. Yang penting uang kita ngalir. Bener, gak?" tanya Renata yang berhasil membuat Rio terkikik.Tak ada pilihan untuk Renata pada saat ini. Selain mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya dengan senang hati."Untuk minumannya apa yang harus saya siapkan, Mbak Re?""Seperti biasa saja, Rio. Mereka bukan orang yang menuntut lebih kok...," ujar Renata yang masih sibuk mempersiapkan alat-alat untuk meeting."Kalau gitu saya cek dulu di pantry, ya, Mbak...," sela Rio.Belum Renata menjawab, tiba-tiba datang Demitrio dari belakang."Rio! Kamu ke
Meskipun, dalam keadaan kesal Renata pergi menuju meja kerjanya dengan wajah tersenyum ketika bertemu sahabatnya Alin. Renata tidak mau rasa sedih yang tengah dia rasakan ketahuan oleh Alin."Hai, cantik. Udah lihat meja kerja kamu belum?" Alin menggandeng Renata."Emang kenapa dengan meja kerjaku?""Lah, si Empunya cerita juga gak tahu, ya...," tukas Alin tidak percaya.Renata hanya menggelengkan kepalanya. Hari ini benar-benar membuat hatinya ingin meledak."Kalau kamu belum tahu, aku tutup mata kamu, ya." Dengan gerakan cepat, Alin menutup kedua mata Renata dengan jari-jarinya.Beberapa saat melangkah, akhirnya mereka sampai di kubikel Renata."Taaaraaaa, lihat Renata...," ucap Alin.Buket-buket bunga Orchid tertata rapih di meja kerja Renata. Sesaat terpaku seakan terhipnotis dengan pandangan yang menyejukkan mata."Ini punya siapa?" tanya Renata."Kalau di meja kerja kamu, berarti punya kamu, Re." Alin menghi
"Ini rumah kamu, Re?" Alghara memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana namun memiliki taman kecil yang tertata rapih, pot-pot kecil menghiasi garis pembatas teras rumah."Masuk dulu, Pak?""Bolehkah?" tanya Alghara berbasa-basi, namun tak ada niat jahat dibenaknya."Kalau bapak berkenan, silahkan...," ujar Renata, kakinya melangkah menuju pintu dengan aksen kayu berwarna coklat.Alghara mengekor, mengikuti Renata dari belakang. Dia hanya berpikir selama dia hidup, dia selalu diberikan fasilitas super fantastis. Namun hatinya terasa kosong dan tak pernah merasa puas. Tapi lihatlah gadis yang tengah berjalan di hadapannya ini, dengan santai memasuki ruangan yang mungkin hanya seluas dapur rumahnya dengan penuh kebahagiaan.Ceklek ...Renata membuka kunci pintu, terlihat kursi-kursi berwarna krem."Duduk Pak. Bapak mau kopi atau teh?" tawar Renata."Espresso saja," ucap Alghara menyandarkan punggungnya di kursi de
"Pak Al! Bapak gak apa-apa? Kalau bapak sakit, saya antar ke dokter, mumpung masih di rumah sakit," ucap Renata seraya berdiri, bersiap untuk mengantar Alghara.Alghara sesaat membenturkan kepalanya sendiri ke tembok, seakan sakit tidak dia pedulikan lagi.Renata tidak mengerti dengan sikap Alghara, tampak seperti orang yang tengah frustasi. Dia segera mendekati Alghara yang semakin rapuh, pikirnya memberi kekuatan mungkin bisa sedikit mengurangi kecemasan yang dirasakan Alghara."Ada yang bisa saya bantu, pak?"Greep ...Alghara memeluk Renata dalam cemas, tak terasa satu demi satu bulir-bulir bening membasahi bahu Renata.Renata hanya bisa terdiam, tak mengerti harus berbuat seperti apa? Alghara yang garang berubah menjadi seorang yang rapuh."Maafkan aku, Re...," ucap Alghara dalam lirih."Aku sudah maafin bapak, it's ok." Renata menepuk-nepuk punggung Alghara yang masih dalam pelukannya.Nyaman yang Alghara rasakan p
"Tolo--!" teriak Renata terpotong karena bekapan tangan kekar Alghara.Renata hanya bisa berpikir untuk berteriak berharap orang yang melihatnya, datang untuk menolong. Tapi semua sia-sia, tangan Alghara dengan satu gerakan mampu membungkam mulut Renata."Ikuti aku!" bisik Alghara dengan sarkasme tepat di kuping Renata.Alghara membuka pintu mobilnya dengan cepat, dia setengah mendorong tubuh ramping Renata."Pak turunkan saya, Pak!"Renata sudah kehabisan akal untuk menghindari Alghara yang telah menyalakan mobil, Alghara tidak memperdulikan kata-kata Renata, dengan tergesa dia melajukan mobilnya.Vroom ... Vroom ...Alghara terus mengemudikan mobilnya, menyalip keramaian di jalanan kota. Dia sudah tidak memperdulikan lagi teriak kasar dari orang-orang yang meneriakinya. Dalam benaknya sekarang hanya ada keinginan untuk membawa Renata ke tempat yang menjadi favoritnya.Alghara membelokkan mobilnya ke suatu tempat yang in
Tiing ...Pintu lift menuju apartemen Demitrio terbuka, Renata langsung menuju block tempat bosnya tinggal. Sebuah apartemen mewah, lantai paling atas. Begitu luas mungkin satu helikopter bisa mendarat hanya di halamannya saja.Renata segera membuka kode untuk membuka kunci pintu yang di jaga ketat, karena CCTV terpasang di pintu depan.Renata hanya bisa menghela napas ketika melihat apartemen yang telah berubah menjadi kapal pecah, kulit kacang berserakan, baju-baju seperti terlempar dari angkasa. Berhambur entah apa yang terjadi, hanya butuh dua hari tidak tersentuh tangan Renata, apartemen mewah berubah bak tong sampah."Hadeuh pulang kerja masih aja nge-Ijah!" kata Renata kesal, tangan mungilnya cekatan membersihkan ruangan.Suka tidak suka, Renata bisa sabar dengan perjalanan hidupnya. Terperangkap bersama atasannya yang terkadang menjadi seseorang yang manis tapi bisa berubah dalam sekejap menjadi monster teraneh sejagad raya.Renata m
"Dem!" Teriak seorang wanita dengan tampilan elegan, riasan natural selalu terpoles rapih di wajah cantiknya. Walaupun usianya telah menginjak 40 tahun, tapi tak ada garis-garis penuaan di wajahnya. Seakan wanita muda yang selalu terjaga dengan indah. Renata dan Demitrio terkejut mendengar teriakan di balik pintu, Demitrio langsung menghentikan aktivitas panasnya bersama Renata. Sedangkan Renata dengan cepat berdiri dan merapikan baju yang sudah tak beraturan. "Velo?" tanya Demitrio tampak gusar karena Nyonya Velope memergoki kelakuannya. "Kenapa kamu? Takut melihat saya!" bentak Nyonya Velope dengan menenteng tas mahalnya. Dengan senyuman yang terkembang Demitrio mendekati Nyonya Velope, tanpa basa-basi, dia menarik tangan Nyonya Velope ke dalam pelukannya. Renata yang masih dalam ruangan Demitrio hanya bisa tersenyum ketus, satu tamparan mungkin layak disandangkan padanya. "Renata kamu hanya butiran debu di hati Demit
Brugh ...Alghara Fredicson mendorong Renata ke dinding, telapak tangannya dijadikan bantalan ketika kepala Renata hampir terbentur tembok.Mata Renata semakin jijik melihat perlakuan Alghara, Renata mengangkat tangannya. Setidaknya memberikan perlawanan kepada Alghara yang mulai mendominasi dirinya."Mau tampar aku lagi?" tanya Alghara. Matanya mulai menggoda, hidung mancungnya dia dekatkan dengan batang hidung Renata.Samar semilir angin halus terasa di wajah Renata, dia hanya bisa menatap tajam, pria yang tengah menggungkungnya. Renata hanya bisa mendengus kesal, perlawanan yang dia lakukan hanya lah sebuah kesia-siaan."Tolong Pak Al, saya harus kembali bekerja!" tegas Renata, mata huzelnya terus melihat tajam, menusuk ke dalam mata Alghara."Bekerja denganku saja, sekali pelayanan yang kamu berikan. Aku akan berikan segala yang kamu inginkan," ucap Alghara, yang terus memancing Renata dengan sentuhan-sentuhan halusnya. Bibir Alghara mul