Iblis: ke rmh gue
Iblis: supir gue udh di depan rmh loAku yang baru selesai mandi mendengus, membaca pesan dari Sehun yang baru sempat aku buka. Tungkai ku berjalan ke arah jendela, mengintip kearah luar. Benar saja, mobil Mercedes-Benz hitam sudah terparkir di depan rumahku.
Aku bergerak cepat mengeringkan rambutku, mengganti baju santai ku dengan yang lebih layak di lihat. Setelah cukup rapih aku segera berjalan keluar.
Karena orangtua ku sedang tidak ada di rumah, jadi aku langsung pergi tanpa pamit. Masuk ke dalam mobil yang membawaku ke tempat neraka kedua setelah sekolah.
* * *
Menginjakan kaki di rumah mewah Sehun adalah hal yang paling ku benci, namun tidak bisa ku hindari. Karena apapun yang berhubungan dengan Sebastian Hunegara adalah siksaan. Seolah Sehun akan kehabisan nafas jika sehari saja tidak membuatku menderita.
Terhitung mungkin sudah lebih dari sepuluh kali aku menginjakan kaki di rumah Sehun, rumah yang luasnya berkali - kali lipat dari rumahku. Rumah ini mewah dan sangat nyaman untuk di tempati, tapi setiap aku menginjakan kaki di sini, tidak ada oranglain selain aku, Sehun dan pembantunya. Aku penasaran, tapi aku tidak berani bertanya pada Sehun.
Aku menaiki undakan tangga menuju lantai dua karena kamar Sehun berada di lantai dua. Selama menuju ke kamar Sehun aku tidak berhenti menganggumi interior dan fasilitas mewah rumah ini, dindingnya saja lebih halus daripada kulit wajahku. Andai suasana rumah ini lebih hidup, pasti penghuni di rumah ini tidak akan kesepian.
Yang aku maksud adalah Sehun. Ya walaupun dia kejam padaku, tetap saja aku merasa kasihan padanya. Cowok iblis itu pasti merasa kesepian setiap hari karena suasana rumahnya yang selalu sepi. Aku saja tidak tau wujud siapa saja yang tinggal di kediaman rumah ini selain Sehun dan pembantunya.
Tok tok tok
Aku mengetuk pintu kamar Sehun, mengetuknya harus pakai tenaga karena pintu kamarnya terbuat dari kayu jati.
"Masuk." titah Sehun yang samar - samar aku dengar.
Mendapatkan izin dari sang empu, aku segera membuka pintu, masuk kedalam ruangan bercat abu - abu itu.
"Stop!" titah Sehun saat aku menutup pintunya.
Aku memandang Sehun dengan tatapan bertanya.
"Karena lo udah bikin gue nunggu, lo harus jalan jongkok dari situ." ujar Sehun dengan seringai jailnya.
Ini belum seberapa di banding hukuman dari Sehun yang lain, makanya tanpa protes aku segera berjalan jongkok ke arahnya. Meski dengkulku sedikit nyeri karena jarak dari pintu kamar menuju ranjang Sehun lumayan jauh, jaraknya seperti dari halaman depan rumahku ke dapur. Kamar Sehun seluas itu.
Setelah sampai di hadapan Sehun aku segera berdiri. Aku menunduk saat mendapati Sehun menatapku dengan pandangan yang tidak bisa aku artikan.
"Siapa yang suruh lo berdiri?" tanya Sehun datar.
Aku mengangkat alis, tidak menyadari kesalahanku di mata Sehun.
"Gue belum suruh lo berdiri. Balik lagi sana." titah Sehun mengusir ku dengan gelagat tubuhnya.
Dengan kaki yang masih lemas, aku kembali berjalan ke pintu kamar, berjokok lalu kembali mengulang yang ku lakukan tadi. Tapi kali ini setelah sampai di hadapan Sehun, aku masih terus berjongkok, menunggu intruksi dari Sehun selanjutnya.
"Berdiri." ujar Sehun, aku menuruti.
Tanpa aba - aba Sehun menyibak bajuku, mengangkatnya sampai di bawah dada.
"Lo beneran hamil?" tanya Sehun menatap perutku serius.
Aku diam, namun saat tatapan mata Sehun menghunusku, aku segera mengangguk meskipun ragu.
Detik berikutnya aku tersungkur di lantai dengan keras, Sehun pelakunya. Aku meringis, dengan posisi yang masih tersungkur di lantai. Tubuhku bergetar saat tubuh menjulang Sehun berdiri di depanku. Tatapan mata irit cowok itu mengintimidasi ku. Bibirku kembali meringis saat telapak kaki besar Sehun menginjak perutku, menekannya secara perlahan.
"Bukan nya kemarin gue perintah lo buat gugurin?"
"Lo dengarkan? Perintah!"
"Lo gak usah berharap ketinggian, najis tau gak punya anak dari rahim lo!"
Aku memejamkan mata, menikmati ribuan duri yang menusuk hatiku. Kenapa rasanya lebih sakit daripada saat Sehun memukuli ku hingga kebiruan? Ucapan Sehun barusan bener - benar membuatku semakin tidak berarti.
Aku semakin meringis saat kaki Sehun semakin menekan perutku. Apa anakku akan selamat setelah ini?
Apa menyiksa ku saja kurang puas untuknya hingga Sehun tega menyiksa darah dagingnya sendiri yang bahkan belum lahir ke dunia.
Sehun mengeluarkan dompet kulitnya dari saku celana yang di kenakan, melempari wajahku dengan sejumlah uang.
"Gugurin." ujar Sehun lalu beranjak ke sofa.
Berkali - kali aku menelan amarah, sabar adalah keahlianku. Dengan tertatih aku mencoba berdiri, mengumpulkan uang Sehun yang berserakan di lantai, kemudian aku taruh di atas nakas. Kalau pun harus ku guguri kandungan ini, aku tidak sudi memakai uang darinya. Meskipun di matanya aku tidak memiliki harga diri, tetap saja memakai uang yang bukan milik ku adalah hal yang tidak baik.
"Ambilin remot tivi dong." titah Sehun.
Aku menggeleng samar, padahal remot tivi hanya beberapa jengkal di hadapannya. Apa mata Sehun tidak berfungsi? Atau tubuhnya lumpuh?
Jangan meniru Sehun, malas itu sifat setan.
"Nyalain." ujar Sehun saat aku menyodorkan remot tivi. Jariku langsung menekan tombol on pada remot.
"Kerjain tugas gue. Tuh bukunya di meja belajar. Waktunya lima belas menit." titah Sehun yang membuatku segera beranjak ke meja belajarnya.
Aku membuka buku tugas milik Sehun, mengerjakan soal - soal di sana sambil berdiri, karena aku akan dapat hukuman jika duduk di kursi meja belajarnya dengan lancang. Apa aku sudah pernah mengatakan kalau Sehun ini sebenarnya salah satu murid kebanggaan SMA Senopati, bukan karena Papahnya pemilik sekolah, tapi karena Sehun pintar dan selalu menjadi anak yang namanya berada di peringkat paling atas. Bahkan dibuku tugas yang ia kerjakan sendiri nilainya tidak ada yang di bawah 90. Tapi, entah kenapa dia selalu menyuruhku untuk mengerjakan tugas rumahnya.
"Sepuluh menit lagi, pung." teriak Sehun, gerakan tanganku semakin cepat menulis jawaban. Padahal tugas Sehun di kumpulkan besok, tapi dia hanya memberiku waktu 15 menit, Sehun memang tidak bisa membiarkanku tenang sebentar saja.
"Selesai." kataku sambil menghela nafas lega.
"Ikut gue" titah Sehun beranjak keluar dari kamarnya. Aku mengikuti Sehun dari belakang.
"Lo pel lantai rumah gue, dari lantai satu sampai lantai tiga, seluruh ruangan kecuali kamar bokap gue." ujar Sehun membuat pembantunya yang berdiri tak jauh dariku tersentak kaget.
Aku mengangguk patuh seakan sudah siap mental menerima konsekuensiku jika menginjakan kaki di rumah ini. Ini alasanku menyebut rumah Sehun adalah neraka kedua setelah sekolah.
Mataku terbelalak saat Sehun mematahkan gagang kain pelnya sebelum diberikan padaku.
"Yang bersih ya." kata Sehun tersenyum dengan muka menyebalkan nya, setelah mengatakan itu Sehun kembali beranjak ke kamarnya.
Aku mendesah berat, menatap kain pel yang terpisah dari gagangnya. Kalau seperti ini aku akan menghabiskan banyak tenaga karena harus mengepel dengan cara merangkak. Berdiri saja sudah memakai banyak waktu dan tenaga apa lagi merangkak.
"Semangat!" kataku menyemangati diri sendiri. Menyedihkan.
Author POVKalau kalian penasaran dengan alasan mengapa Sehun gemar membuat Resya sengsara. Alasannya satu, karena Resya menolak cintanya.Di balik kekejaman Sehun, ada luka yang membusuk didalam hati cowok itu. Luka yang di torehkan oleh orang terkasih nya. Sehun meminta dengan baik hati Resya, namun cewek itu menolaknya mentah - mentah, jadi jangan salahkan Sehun jika mengambil segala yang ada di diri Resya dengan segala cara.Sehun kira rasa cintanya ke Resya akan memudar jika ia sudah menyicipi tubuh cewek itu. Tapi ternyata, rasa itu semakin nyata dan tumbuh. Sehun terobsesi dengan segala yang Resya miliki.Sehun bahkan sudah memaksa Resya untuk menjadi pacarnya hingga dua kali, dengan di iming - iming jika Resya mau menjadi pacarnya maka warga sekolah tidak ada lagi yang berani membully Resya, --padahal mereka semua membully Resya karena ulah Sehun.Tapi pernyataan ci
Iblis: tmpt biasa, skrng! Tidak ada hari tanpa perintah dari Sehun. Yah, kebebasan dari Sehun adalah kemustahilan bagiku. Aku yang baru saja membuka kotak bekal harus menghela nafas panjang, dengan tak rela memasukan kembali kotak bekal ku kedalam tas, padahal aku belum memakan nasi goreng buatan ibuku sesuap pun. DRT!!! Layar hapeku kembali menyala, gerakan ku semakin mencepat setelah membaca chat masuk dari Sehun melalui pop - up. Iblis: lelet lo pungIblis: klo nafsu makan gue ilang, lo yg gue makanLangkahku ki
Langkah ku terseok menyusuri lorong sekolah pagi ini, injakan kaki Sehun membuat pergelangan kakiku membiru dan lebam, akibatnya sebelah kakiku menjadi pincang. Aku berjalan menunduk, mencoba menghindari tatapan intimidasi dari murid lain. Jariku menekan tombol volume pada hape, meninggikan volume musikku yang sedang mengalun, hari ini aku sengaja ke sekolah pakai earphone supaya aku tidak dapat mendengar celaan yang mereka berikan. Dari semalam akun sosmed ku sudah penuh dengan caci maki, mereka sudah mendengar kabar kehamilan ku, maka dari itu aku tahu akan banyak rintangan besar yang ku lewati hari ini.Aku menghela nafas lega, sedikit lagi langkah ku sampai di depan kelas. Namun, baru saja aku melangkah masuk ke dalam kelas, rambutku langsung di jambak hingga tubuhku oleng dan membentur meja."DASAR PELACUR!""GAK TAU DIRI!""
Author PovErgian marah besar saat melihat berita putra tunggalnya menghamili anak gadis orang tersebar luas di media sosial. Amarah Ergian semakin memuncak setelah anak buahnya memberikan informasi tentang latar belakang perempuan yang di hamili putranya.Aresya Riana, masuk sekolah Senopati lewat jalur biasiswa. Pekerjaan Ibu sebagai pembantu rumah tangga, dan pekerjaan Ayah preman pasar.Ergian menggeleng, tak habis pikir bagaimana anaknya bisa menghamili anak dari keluarga miskin. Apa Sehun tidak berpikir dampak ke depannya? Sebagai anak dari orang petinggi negara yang setiap langkahnya di soroti kamera, harusnya Sehun lebih hati - hati dalam bertindak dan memilih lingkungan pergaulan.Mungkin tahun depan Ergian harus mengubah prosedur untuk penerima beasiswa di Senopati. Meskipun memiliki nilai bagus, tapi kalau lingkungan hidupnya berdampak buruk bagi si
Author povFrom: 081376×××××Saya akan pergi jauh dari Sehun, saya janji gak akan ketemu Sehun lagi. Saya akan menghilang dari kehidupan Sehun. Tapi saya mohon, om jangan melibatkan orangtua saya. Saya akan menganggap masalah ini tidak pernah terjadi. Walaupun semua orang udh tau, saya yakin om bisa menyelesaikan itu dan membuat citra om baik lagi. Terimakasih. -AresyaBibir Ergian menyunggingkan senyum setelah membaca pesan dari Aresya. Memiliki kekuasaan yang tinggi memang membuat siapa saja yang mencari masalah dengannya akan menciut. Terlebih dengan Aresya yang tidak ada apa-apanya."Teman aku bilang, Resya dijemput supir Papah tadi siang."Ergian menyeringai, sudah menebak kedatangan Sehun ke rumahnya pasti untu
Aku tidak pernah menyesal sudah menolak cinta Sehun. Yang aku sesali adalah kenapa aku pernah jatuh cinta dengan lelaki kejam ini!Lelaki yang katanya mencintaiku, namun terus melakukan segala cara untuk menggugurkan kandungan ku.Dengan wajah kejamnya dia memaksaku membuka mulut. Aku memberontak, menutup mulutku rapat-rapat. Sekuat mungkin aku menahan mulutku untuk tidak meminum setetes pun jamu yang Sehun sodori.PLAK!!! Sehun memenamparku, tapi kali ini tamparan nya tidak terasa menyakitkan, mungkin karena aku sudah terbiasa dengan kekerasan yang dia lakukan."BUKA MULUT LO!!!" teriak Sehun tampak frustasi. Aku menggeleng dengan mata yang melotot galak kearahnya. Mungkin aku menerima saja jika dia mau menyakiti tubuh atau batinku, tapi jangan harap aku akan diam saja ketika dia mencoba mengambil nyawa anakku juga.Tidakkah dia merasa puas dengan hanya
Author pov"Dia mempertahankan bayinya, bukan karena sayang. Tapi karena bayinya bisa di manfaatkan untuk memeras uang kamu suatu saat nanti."Sehun menghela nafas panjang, dia memijat keningnya yang berdenyut nyeri. Sehun memejam kan matanya, mencoba memahami maksud yang Ergian ucapkan."Dia sama seperti mamahmu, Sehun. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, dia akan pergi dan meninggalkan anaknya begitu saja." ujar Ergian sembari menatap Resya yang tergeletak mengenaskan di lantai.Nafas Sehun tercekat, kepalanya memutar memori ingatan terakhirnya bersama sang Mamah 10 tahun lalu. Saat itu Sehun masih duduk di bangku kelas 2 SD. Sang Mamah yang pamit ingin pergi ke pasar, tapi kenyataan nya, Mamahnya tidak pulang lagi setelah itu.Melihat kekacauan yang Sehun buat pada Resya, membuat Ergian memberang. Namun Ergian mencoba menahannya, mes
Hatiku sedikit menghangat, menemukan sifat Sehun yang dahulu ternyata masih tersisa. Sehun yang memperlakukan ku layaknya barang berharga, menyentuh ku dengan hati - hati seolah aku gelas kaca yang mudah pecah. Aku kira sifat hangatnya itu telah hilang tergantikan dengan Sehun yang selalu sarkas dan memandangku layaknya sampah. Dua sifat yang bertolak belakang itu ada dalam diri Sehun. Dan kini aku menemukan sifatnya yang dulu membuatku jatuh cinta.Dengan penuh kehati - hatian Sehun mengoleskan salep pada luka lebam ku. Luka yang dia buat, namun dia juga yang mengobati.Hembusan nafas hangat Sehun menyapu kulit pundakku, membuatku merinding tak kala bibir mungil Sehun meniup luka lebam ku yang berada dipundak. Aku membuang muka, mencoba menjauh dari wajah Sehun yang begitu dekat.