Langkah ku terseok menyusuri lorong sekolah pagi ini, injakan kaki Sehun membuat pergelangan kakiku membiru dan lebam, akibatnya sebelah kakiku menjadi pincang. Aku berjalan menunduk, mencoba menghindari tatapan intimidasi dari murid lain. Jariku menekan tombol volume pada hape, meninggikan volume musikku yang sedang mengalun, hari ini aku sengaja ke sekolah pakai earphone supaya aku tidak dapat mendengar celaan yang mereka berikan.
Aku menghela nafas lega, sedikit lagi langkah ku sampai di depan kelas. Namun, baru saja aku melangkah masuk ke dalam kelas, rambutku langsung di jambak hingga tubuhku oleng dan membentur meja.
"DASAR PELACUR!"
"GAK TAU DIRI!"
"PECUN LO!"
"SEKOLAH GRATIS MASIH AJA OPEN BO!"
"KEBELET JADI NYONYA BESAR YA? MAKANYA NGEJEBAK SEHUN."
Beberapa teman ku berlomba - lomba menarik - narik seragam ku, menjambak dan juga mencakar wajahku. Aku menjerit, mencoba untuk memberontak, tapi tidak bisa, bahkan anak laki - laki ikut menahan pergelangan kaki dan tanganku.
Aku menangis, melirih meminta tolong, namun reaksi mereka malah tertawa dan merasa puas dengan keadaanku. Mereka semakin mendesak ku, berebut untuk melukai tubuhku. Beberapa murid juga berlomba untuk mengabadikan momen menyakitkan ini.
"Jangan merekam, aku nggak mau ibu sakit hati melihat ini.." lirihku dalam hati.
"jadi gais, ini adalah sosok pecun nya Senopati, kalau kalian berminat buat booking dia silahkan hubungi nomor di bawah ini." ujar Joana berbicara kearah kamera foto yang sedang menyorot tubuhku. Berlagak seperti reporter yang menjadikan ku objek beritanya.
"Jangan..." lirihku saat Juan menarik seragam ku hingga robek dan terlepas dari tubuhku.
Tanganku memberontak, berusaha untuk menutupi tubuhku yang hanya tersisa pakaian dalam tanpa lengan saja. Aku terus memberontak dengan sekuat tenaga, tapi hasilnya nihil, Juan dan Gio menahan tanganku begitu kuat.
"Lepasin, sakit..." lirih ku karena penyiksaan ini tak kunjung berhenti.
Aku bukan pencuri, tapi kenapa aku seakan di hakimi. Ini benar - benar menyakitkan. Apa kesalahan yang sudah aku perbuat hingga mereka begitu lancang mengoyak tubuhku.
Mereka menyeret tubuhku keluar kelas, memaksa aku untuk berdiri kemudian dihimpit kan ke dinding. Membuat mereka semakin leluasa dalam menyorot tubuhku dari atas kepala hingga ujung kaki yang hanya tersisa kaos dalam dan rok sekolah yang sudah robek - robek karena mereka mencabik nya.
PLAK!!!
Wajahku terhempas kesamping, merasakan perih yang teramat karena tangan Joana mendarat di sana. Joana mencengkram leherku, membuat nafasku tercekat.
"Beraninya lo tidur sama Sehun! Lo godain dia pakai apa hah?! Lo kira lo pantes buat dia?!" teriak Joana murka di depan wajahku kemudian menjedotkan kepalaku ke dinding.
Joana menepuk - nepuk perutku dengan kasar, "Lo gak pantes hamil anaknya Sehun!" ujar Joana mencengkram perutku.
Aku meringis, dan terasa sesak. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menangis, kalau pun aku membuka suara, mereka tidak akan mendengarnya.
Keadaan semakin ramai, murid - murid dari kelas lain mulai memenuhi lorong kelas ku untuk menonton penyiksaan ini. Tapi dari banyaknya murid yang menonton ku, tidak ada satu pun mereka yang merasa iba. Tatapan mereka meremahkan dan tertawa seolah aku pantas mendapatkan perlakuin tidak menyenangkan ini.
"Se-sehun.." cicit ku saat melihat Sehun diujung koridor, sosok jangkung itu tengah berjalan kearahku.
Joana yang mendengar cicitanku menoleh kearah yang ku lihat, "Berani ya lo manggil dia Sehun? Lo kira lo siapa?! Lo itu cuma anak pembantu!" sentak Joana kembali ingin melayangkan tamparannya membuatku tersentak dan menutup mata.
Mataku yang semula tertutup rapat terbuka perlahan karena mendengar jeritan kaget murid - murid lain. Betapa terkejutnya aku saat melihat Sehun menahan tangan Joana yang ingin menamparku.
"Kalau mau siksa orang nya, siksa aja, tapi gak usah bawa - bawa pekerjaan orang tuanya. Dia emang miskin, tapi kekayaan yang orang tua lo dapatin belum tentu dari cara yang halal." ujar Sehun berbisik dingin.
Joana membeku, ia segera menepis tangan Sehun dan beranjak pergi dengan kekesalan nya.
"Ngapain lo masih pada nontonin?" ketus Sehun menegur. Membuat mereka mendesah kecewa lalu berhamburan pergi.
Tubuhku merosot ke lantai, tenaga ku habis. Aku menunduk dan memeluk diriku. Sekujur tubuhku penuh luka cakar dan lebam, sudut bibirku juga mengeluarkan darah.
"Cepet ke UKS, mumpung belum bell." desis Sehun kemudian melangkah pergi meninggalkan ku sendirian. Dia bahkan tidak berniat untuk membantuku.
* * *
Suda jam pelajaran kedua, tapi aku masih bertahan di ruang UKS. Luka ku sudah aku obati, aku juga sudah mengganti pakaianku dengan seragam olahraga yang tersimpan di loker ku.
Aku mengubah posisi tidurku, sedikit meringis karena tubuhku terasa ngilu setiap kali aku bergerak. Aku meraih hapeku yang ku taruh di bawah bantal, mengecek apakah ada sesuatu yang baru di sana.
Hari ini hapeku belum mendapatkan notifikasi dari Sehun, mungkin dia sudah melihatku tersiksa hari ini, jadi dia membebaskan ku.
"Aresya,"
Aku tersentak kecil, kemudian membalikan tubuhku, mendapati bu Mega yang berdiri di samping ranjang.
Aku segera mendudukan tubuhku, "Ada apa, bu?" jawabku sopan.
"Ke ruangan kepala sekolah, sekarang." titah bu Mega tegas, kemudian beliau meninggalkan ku.
Aku menghela nafas, menyibak selimut yang menutupi pahaku. Sebelum keluar dari ruang UKS aku mengintip dulu, takut ada murid lain yang berkeliaran lalu kembali menyerang ku. Merasa aman, aku pun segera berjalan menuju ruang kepala sekolah.
"Permisi..." lirih ku ketika masuk kedalam pintu ruangan Pak Sugio.
Pak Sugio yang tengah fokus kepada laptopnya mendongak, melepas kaca matanya lalu menyuruhku untuk duduk melalui bahasa tubuhnya.
"Bapak memanggil saya?" tanyaku ketika sudah duduk berhadapan dengan pak Sugio.
Pak Sugio mengangguk kalem, "Iya. Begini nak Aresya, saya mendapatkan amanat dari Pak Direktur."
Tubuhku menegang, apa aku akan berhadapan dengan Papahnya Sehun setelah ini?
"Amanat apa, Pak?" tanyaku karena Pak Sugio menggantungkan ucapannya.
"Beliau meminta nak Aresya ke kantornya. Supir yang mengantar nak Aresya sudah menunggu di lobby." kata Pak Sugio membuatku membeku di tempat.
"Nak Aresya?" panggil Pak Sugio membuyarkan lamunanku.
"Iya, Pak?" sahut ku.
"Saya sudah banyak tahu tentang yang kamu alami disekolah ini. Jadi saya mohon, demi kebaikan kamu, turutin apa yang pak Ergian perintahkan." kata Pak Sugio menatapku dengan raut prihatin.
Aku berdecih samar, sedikit menyayangkan rasa simpati pak Sugio yang sayangnya kalah besar dengan sikap pengecut nya. Ya, tentu Pak Sugio tau dengan apa yang ku alami di sekolah ini, tapi beliau seakan tutup mata dan telinga demi melindungi murid - murid kaya di sekolah ini. Sedangkan aku hanya anak miskin yang sedikit beruntung karena memiliki otak pintar hingga bisa masuk ke sekolah elit ini.
"Ya sudah pak, kalau gitu saya pamit dulu." ujarku sembari bangkit lalu menyalimi tangan Pak Sugio.
"Hati - hati nak Aresya." ucap Pak Sugio yang aku angguki.
Tungkai ku segera keluar dari ruangan Pak Sugio, berjalan pelan menuju lobby sekolah. Entah aku sedang menjemput hari baik atau hari yang lebih buruk lagi setelah ini. Namun ku harap, sikap arogan Sehun tidak menurun dari Papahnya.
Author PovErgian marah besar saat melihat berita putra tunggalnya menghamili anak gadis orang tersebar luas di media sosial. Amarah Ergian semakin memuncak setelah anak buahnya memberikan informasi tentang latar belakang perempuan yang di hamili putranya.Aresya Riana, masuk sekolah Senopati lewat jalur biasiswa. Pekerjaan Ibu sebagai pembantu rumah tangga, dan pekerjaan Ayah preman pasar.Ergian menggeleng, tak habis pikir bagaimana anaknya bisa menghamili anak dari keluarga miskin. Apa Sehun tidak berpikir dampak ke depannya? Sebagai anak dari orang petinggi negara yang setiap langkahnya di soroti kamera, harusnya Sehun lebih hati - hati dalam bertindak dan memilih lingkungan pergaulan.Mungkin tahun depan Ergian harus mengubah prosedur untuk penerima beasiswa di Senopati. Meskipun memiliki nilai bagus, tapi kalau lingkungan hidupnya berdampak buruk bagi si
Author povFrom: 081376×××××Saya akan pergi jauh dari Sehun, saya janji gak akan ketemu Sehun lagi. Saya akan menghilang dari kehidupan Sehun. Tapi saya mohon, om jangan melibatkan orangtua saya. Saya akan menganggap masalah ini tidak pernah terjadi. Walaupun semua orang udh tau, saya yakin om bisa menyelesaikan itu dan membuat citra om baik lagi. Terimakasih. -AresyaBibir Ergian menyunggingkan senyum setelah membaca pesan dari Aresya. Memiliki kekuasaan yang tinggi memang membuat siapa saja yang mencari masalah dengannya akan menciut. Terlebih dengan Aresya yang tidak ada apa-apanya."Teman aku bilang, Resya dijemput supir Papah tadi siang."Ergian menyeringai, sudah menebak kedatangan Sehun ke rumahnya pasti untu
Aku tidak pernah menyesal sudah menolak cinta Sehun. Yang aku sesali adalah kenapa aku pernah jatuh cinta dengan lelaki kejam ini!Lelaki yang katanya mencintaiku, namun terus melakukan segala cara untuk menggugurkan kandungan ku.Dengan wajah kejamnya dia memaksaku membuka mulut. Aku memberontak, menutup mulutku rapat-rapat. Sekuat mungkin aku menahan mulutku untuk tidak meminum setetes pun jamu yang Sehun sodori.PLAK!!! Sehun memenamparku, tapi kali ini tamparan nya tidak terasa menyakitkan, mungkin karena aku sudah terbiasa dengan kekerasan yang dia lakukan."BUKA MULUT LO!!!" teriak Sehun tampak frustasi. Aku menggeleng dengan mata yang melotot galak kearahnya. Mungkin aku menerima saja jika dia mau menyakiti tubuh atau batinku, tapi jangan harap aku akan diam saja ketika dia mencoba mengambil nyawa anakku juga.Tidakkah dia merasa puas dengan hanya
Author pov"Dia mempertahankan bayinya, bukan karena sayang. Tapi karena bayinya bisa di manfaatkan untuk memeras uang kamu suatu saat nanti."Sehun menghela nafas panjang, dia memijat keningnya yang berdenyut nyeri. Sehun memejam kan matanya, mencoba memahami maksud yang Ergian ucapkan."Dia sama seperti mamahmu, Sehun. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, dia akan pergi dan meninggalkan anaknya begitu saja." ujar Ergian sembari menatap Resya yang tergeletak mengenaskan di lantai.Nafas Sehun tercekat, kepalanya memutar memori ingatan terakhirnya bersama sang Mamah 10 tahun lalu. Saat itu Sehun masih duduk di bangku kelas 2 SD. Sang Mamah yang pamit ingin pergi ke pasar, tapi kenyataan nya, Mamahnya tidak pulang lagi setelah itu.Melihat kekacauan yang Sehun buat pada Resya, membuat Ergian memberang. Namun Ergian mencoba menahannya, mes
Hatiku sedikit menghangat, menemukan sifat Sehun yang dahulu ternyata masih tersisa. Sehun yang memperlakukan ku layaknya barang berharga, menyentuh ku dengan hati - hati seolah aku gelas kaca yang mudah pecah. Aku kira sifat hangatnya itu telah hilang tergantikan dengan Sehun yang selalu sarkas dan memandangku layaknya sampah. Dua sifat yang bertolak belakang itu ada dalam diri Sehun. Dan kini aku menemukan sifatnya yang dulu membuatku jatuh cinta.Dengan penuh kehati - hatian Sehun mengoleskan salep pada luka lebam ku. Luka yang dia buat, namun dia juga yang mengobati.Hembusan nafas hangat Sehun menyapu kulit pundakku, membuatku merinding tak kala bibir mungil Sehun meniup luka lebam ku yang berada dipundak. Aku membuang muka, mencoba menjauh dari wajah Sehun yang begitu dekat.
"Gue kasih lo pilihan. Lo mau gugurin kandungan lo atau nikah sama gue?"Kepalaku lantas mendongak, menatap Sehun yang bisa dengan santainya berkata seperti itu. Aku menggeleng kecil, dua dari pilihan itu tidak bisa aku pilih. Aku tidak ingin menggugurkan kandungan ini, dan aku juga tidak mau menikah dengan Sehun.Aku hanya ingin dia membiarkan ku pergi.Tanganku bergerak secara naluri memegang perutku yang masih rata, "Aku tidak bisa menggugurkan kandungan ini..." lirih ku.Sehun menghela nafas pendek, "Oke, gue anggap lo pilih opsi kedua." ujar Sehun. Bukan itu seperti itu maksudku."Nggak. Aku juga gak bisa nikah sama kamu." jawabku sedikit ragu. Pandanganku kembali menunduk ketika wajah Sehun mulai mengeras dan tatapan nya mulai menajam. Tanganku meremas kain sprei, keringat dingin mulai bercucuran di dahiku. Aku takut Sehun akan memukuli ku lagi."Lo cuma bisa pilih y
Bodoh.Satu kata yang menggambarkan diriku. Apa yang aku pikirkan hingga bertindak sok pahlawan bagi Sehun?Harusnya aku tertawa dan merasa senang melihat Sehun di siksa Papahnya. Harusnya saat itu aku menonton hingga puas karena ada seseorang yang mewakilkan ku melakukan perbuatan yang ingin ku lakukan.Tapi, kenapa aku malah kasihan melihat Sehun kesakitan?Padahal Sehun tidak pernah ada rasa kasihan padaku ketika dia sedang menyiksaku. Sekalipun aku merintih meminta tolong, meminta dia untuk menghentikan tendangan serta pukulannya yang terasa amat menyakitkan, tapi dia tidak pernah mendengarkan ku, dia tidak punya rasa kasihan untukku.Dia pemerkosa, psikopat dan berhati iblis. Bisa - bisanya aku memiliki hati nurani untuknya, sementara dia, setetes rasa empatinya pun tidak ada untukku."Sini gue obatin." ujar Sehun sembari membawa kotak P3K di
Author povLaki - laki yang mengenakan hoodie hitam kebesaran itu menghembuskan asap yang mengandung nikotin ke udara. Laki - laki itu Loey Chandra, remaja yang lima hari lalu genap berumur 19 tahun.Chandra di besarkan di sebuah panti asuhan, namun dua tahun lalu remaja itu di usir dari panti dengan di bekali uang 1 juta rupiah. Alasannya, karena Chandra sudah seharusnya mencari uang dan menghidupi dirinya sendiri, dan juga panti asuhan tempat tinggalnya dulu sudah terlalu penuh hingga membuat ibu panti tidak mampu memberi makan banyak anak di sana. Dan terpaksa melepaskan anak - anak panti yang sudah remaja, termasuk Chandra.Karena ketergantungan biaya, Chandra terpaksa putus sekolah. Jangan kan untuk membayar uang sekolah, untuk makan sehari - hari dan mencari tempat untuk tidur saja dia kesulitan.Chandra yang saat itu masih berumur 17 tahun harus menjalin hari
"Istri kamu kemana?" Renatta celingukan, mencari keberadaan Resya yang semula duduk di atas sofa, tapi kini wanita hamil itu menghilang entah kemana. "Masuk ke kamar, istirahat." jawab Sehun seraya kembali mendaratkan bokongnya di atas sofa berukuran L. Renatta manggut-manggut, "Kedatanganku ganggu kalian, ya?" tanya Renatta, wajah menyebalkannya perlahan memudar. Sehun ingin mengangguk, namun tidak enak hati. "Nggak, Resya lagi capek saja kayaknya." jawab Sehun, pandangannya bergantian memantau Aydan yang dengan anteng bermain dengan para robot dan mobilannya. "Anak kalian lucu, ya." Renatta bergumam, indra penglihatannya mengikuti arah mata Sehun memandang, ke arah Aydan yang sedang sibuk sendirian. "Gen gue gak perlu di ragukan lagi, Nat." jawab Sehun penuh percaya diri. Renatta terkekeh pelan, dia merogoh isi tasnya lalu mengeluarkan kertas undangan berwarna puti
"Kali ini salah aku apa lagi?"Sehun menghembuskan napas berusaha sabar. Memasuki bulan kelahiran anak keduanya yang semakin dekat, Resya juga semakin gencar menguji kesabarannya. Setiap hari yang ia lakukan selalu saja salah di mata istrinya. Kadang kalau saking kesalnya, Sehun sampai lebih memiliki pergi keluar bersama Aydan, dari pada menambah kacau suasana hati Resya."Aku udah bilang kalau ambil baju di lemari itu ditarik, bukan diangkat! Capek deh aku udah bilang berkali-kali tapi kamu gak dengerin!" gerutu Resya sambil melotot jengkel, ia kesal melihat Sehun mengacak lemari pakaiannya."Iya deh, maaf ya sayang, besok aku ambil bajunya di angkat." rayu Sehun sambil mendusel dibahu sempit Resya."Awas aja kalau bohong aku suruh k
"Aku mau ice cream, Sehun!""It's midnight, babe. Besok, ya?"Resya menggeleng dengan raut wajah cemberut, tak senang mendengar penolakan dari suaminya barusan, padahal ini keinginan anaknya di dalam kandungan.Tanpa berkata apapun, Resya merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga atas dada, ia memiringkan tubuhnya memunggui Sehun.Sehun yang melihat itu lantas menghela napas berat, tangannya bergerak menyetuh pundak Resya."Janji besok pulang kerja aku bawain ice cream sekulkas." rayu Sehun sambil mengusap-usap pundak Resya. Namun Resya masih diam tak bergeming."Re... jangan ngambek dong, sayang, lihat tuh ini udah jam 12 malam, lhoo!"Resya memutar tubuhnya, kini tatapan tajamnya menghunus Sehun dalam. "Kamu kalau nobar bola bisa sampai jam 2 malam di rumah Julian, giliran beli ice cream buat istrinya sebentar aja ke minimarket depan gak mau!" omel
Ketika kakinya sudah berpinjak di kediaman nya, Sehun langsung masuk ke dalam kamar untuk memastikan keadaan Resya karena istrinya itu tidak datang menyambut kepulangan nya. Ya, gimana mau di sambut kalau di rumah sakit tadi Sehun memarahi dan menyindir istrinya habis-habisan. Sehun menghela napas lega saat mendapati Resya yang sudah terlelap di atas ranjang. Ia berjalan ke depan lemari pakaian, membuka jas, ikat pinggang dan jam tangan secara bergantian. Lalu Sehun mencari piyama untuk ia kenakan setelah mandi. Sehun tersenyum tipis, jarang sekali ia menyiapkan pakaiannya sendiri seperti saat ini. Sejak menikah dengan Resya lima tahun lalu, semua kebutuhannya selalu Resya yang handle, istrinya itu melayani nya dengan sangat baik. Itu mengapa sekarang Sehun menyesal sekali sudah mengatakan kalau kerjaan Resya hanya berleha-leha saja di rumah. Tanpa melupakan rasa bersalahnya Sehun beranjak masuk ke dalam kamar mandi, ini sudah larut, namun t
"Positif.."Resya membekap mulutnya dengan raut wajah tak percaya, mata yang membinar perlahan berlinang. Seperti ada yang meledak-ledak di dalam dadanya saat melihat dua garis merah yang tergambar di alat tes kehamilan yang beberapa menit lalu ia gunakan.Punggung tangannya bergerak mengusap air mata bahagia yang menetes. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu."Bunda."Mendengar suara Aydan yang memanggilnya dari luar, dengan cepat Resya mengusap air mata dan meletakan alat tes kehamilan yang tadi ia genggam di atas wastafel. Lalu ia keluar dari dalam kamar mandi untuk menemui Aydan."Kenapa, sayang?" tanya Resya menatap Aydan kebingungan."Boleh aku main keluar?" Aydan bertanya dengan wajah polosnya.Resya melirik kearah jam dinding, sudah jam 4 sore. Ia menggigit bibirnya, menimbang sejenak permintaan Aydan yang ingin main di luar rumah. Sebenarn
Resya POV "Berhenti merajuk dan makan nasimu!" Sehun hanya mendengus merespon omelanku. Ya, seperti ini Sehun, pemaksa, keras kepala dan tukang merajuk. Bahkan di umur pernikahan kami yang sudah ke 5 tahun, tidak ada yang berubah darinya, ia malah lebih manja dari pada Aydan. Aku menghela napas jengah melihat Sehun yang masih mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Raut wajahku berubah saat menatap Aydan yang sedang memakan sarapannya dengan lahap. "Habiskan sarapannya ya anak pintar." ujarku seraya mengusap rambut Aydan, Aydan hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tipis. "Aydan," Sehun mendekatkan wajahnya pada Aydan. Akhirnya ia melupakan ponselnya yang sedari tadi lepas dari tangan dan matanya. "Ya, Ayah?"&nbs
"Kamu punya nomor hape Chandra gak, Hun?" Mata Sehun langsung menatap sinis saat mendengar pertanyaan dari Resya. Ia baru saja tiba di rumah, harusnya Resya melayaninya seperti mengambilkan makan untuknya atau menyiapkan air hangat untuk mandi, tapi Resya malah menanyakan nomor ponsel Chandra. "Kenapa memangnya?" tanya Sehun dingin. Resya memainkan bibirnya, ia sadar kalau sudah salah bertanya kepada Sehun tentang Chandra. "Hmm, buat nanya keadaan papah kalau papah gak bisa di hubungin." jawab Resya jujur. Ia memang tidak ada maksudnya lain. "Nanti aku minta sama papah. Tapi aku gak bagi kamu, biar aku aja yang simpan nomornya." kata Sehun seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang sudah lama tidak ia tiduri. "Ya sudah." balas Resya tidak memaksa. "Kamu mau makan dulu atau mandi?" tanya Resya mengubah topik pembicaraan mereka. "Mandi." jawab Sehun, di lihat dari raut wajahnya yang datar, sepertinya
Sehun menghembuskan napas panjang saat bibirnya selesai mengucapkan ijab kobul dengan lantang dan hanya satu kali tarikan napas saja. Bibir Sehun tersenyum sumringah saat matanya mendapati Resya yang berjalan kearahnya dengan di dampingi Melati. Perempuan bergaun putih itu sudah resmi menjadi miliknya.Cantiknya, hati Sehun bergumam. Pandangannya tak lepas menatap Resya yang tersenyum kaku, cewek anggun itu tampak gerogi. Sehun spontan berdiri saat Resya telah tiba di sampingnya, dengan sigap Sehun menarik kursi untuk mempersilahkan Resya duduk di sebelah nya.Resya melempar senyum manis ke arah Sehun, senyuman yang membuat jantung Sehun semakin berdebar keras. Resya sungguhan cantik hari. Setiap hari Resya memang cantik, tapi saat ini cantiknya berlipat ganda sebab wajahnya di poles dengan make-up yang membuat pipi dan bibirnya merah merona."Hallo, istri." bisik Sehun menggoda. Ia memasangkan cincin ke jari manis Resya sambil terus memandan
Ergian menatap penjuru rumahnya, luas, megah dan mewah, rumah yang di idam-idamkan oleh orang-orang di luar sana. Namun anehnya, anak dan istrinya tidak betah tinggal di rumah megah ini dan memilih untuk pergi. Ergian menghembuskan napas beratnya, ia merenung seraya menatap kearah luar jendela rumahnya. Semua yang ia miliki saat ini adalah hasil dari kerja kerasnya.Selama hidupnya, Ergian tidak pernah bermalas-malasan, ia selalu rajin bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun keluarga kecilnya itu terbentuk karena sebuah paksaan dari orang tuanya, tapi setidaknya ada secuil keinginan di lubuk hatinya Ergian, ia menginginkan keluarga yang harmonis.Ergian memang tidak pandai cara mengungkapkan kasih sayangnya, tapi ia ingin membahagia orang-orang di sekitarnya, salah satunya Sehun. Hanya saja, sifat Ergian yang akuh membuat Sehun dan istrinya tidak melihat ketulusan Ergian.Ergian ingin membahagia anak dan istrinya dengan caranya sendiri, sementara ana