Iblis: tmpt biasa, skrng!
Tidak ada hari tanpa perintah dari Sehun. Yah, kebebasan dari Sehun adalah kemustahilan bagiku.
Aku yang baru saja membuka kotak bekal harus menghela nafas panjang, dengan tak rela memasukan kembali kotak bekal ku kedalam tas, padahal aku belum memakan nasi goreng buatan ibuku sesuap pun.
DRT!!!
Layar hapeku kembali menyala, gerakan ku semakin mencepat setelah membaca chat masuk dari Sehun melalui pop - up.
Iblis: lelet lo pung
Iblis: klo nafsu makan gue ilang, lo yg gue makanLangkahku kian mencepat menaiki anak tangga menuju ruangan yang Sehun sebut 'tempat biasa' ntahlah sebenarnya itu ruangan apa, tapi dari gosip yang beredar mengatakan tempat itu seperti fasilitas khusus yang di berikan untuk Sehun dari sekolah. Tak heran, karena katanya Papah nya Sehun adalah pemilik sekolah ini.
Aku langsung membuka pintu ruangan itu tanpa mengetuknya lebih dulu saking paniknya. Aku takut nafsu makan Sehun hilang gara - gara kelamaan menungguku, dan tentunya aku tidak mau menjadi pengganti makan siang Sehun!
"Berasa rumah sendiri ya pung?" ujar Sehun yang tengah fokus dengan stick PlayStation nya.
Aku menunduk, menetralkan nafas.
"Kenapa lo gak ketuk pintu dulu?" tanya Sehun tanpa membalikan tubuhnya untuk sekedar menoleh kearahku sesaat.
"Maaf, aku tadi buru - buru jadi kelupaan." jawabku dengan pandangan yang masih setia menatap sepatu dekil yang Ibu belikan tahun lalu.
Sehun mencibir, "Ngapain lo buru - buru? Kangen sama gue?"
Spontan aku mendongak, menggeleng cepat, "Nggak!" ujarku. Kenapa juga aku harus kangen dengan manusia berhati iblis sepertinya.
Kali ini ucapanku sukses membuat Sehun menoleh, kedua bola matanya memincingkan tajam ke arahku. Sehun berdecak, tanpa aba - aba melempar sebungkus alat tes kehamilan kearahku.
"Kasih tau gue hasilnya." ketus Sehun kembali fokus pada aktivitas nya yang tadi.
Kenapa Sehun memberiku testpack, apa dia tidak percaya kalau aku hamil?
Apa dia mengira aku membohonginya?
Aku meraih bungkus testpack itu, kemudian berjalan ke toilet yang ada di dalam ruangan tersebut. Tak butuh waktu lama, aku keluar dari dalam toilet sembari memegang testpack yang sudah ku gunakan.
Aku menunduk saat berdiri beberapa jengkal di depan Sehun, menyodorkan benda kecil itu kearahnya.
Sehun menatapku datar, kemudian mengambil hasil testpack yang sudah ku gunakan. Sehun diam, memandang dua garis merah muda yang terpampang di sana, menandakan aku positif hamil.
Tubuhku terdorong kasar ke lantai setelah tanpa aba - aba Sehun menendang paha ku dengan keras. Aku meringis, mencoba bangkit.
"Kuping lo hilang fungsi?! Udah dari kapan gue nyuruh lo buat gugurin bayinya?!" sentak Sehun sembari mencengkram daguku.
Aku menggeleng dengan air mata yang masih ku tahan. Sontak saja tolakan ku semakin membuat Sehun memberang. Sehun kembali mendorong tubuhku hingga tersungkur di lantai dengan keras. Aku meringis, merasakan pergelangan kakiku yang Sehun injak dengan keras.
"Gue gak bakal tanggung jawab." ujar Sehun membuang muka. Kakinya masih terus menekan pergelangan kakiku.
"Gakpapa, aku bisa urus bayiku sendiri." cicitku.
Aku memang sudah berencana akan merawat bayiku sendiri bagaimana pun caranya, aku tidak akan meminta Sehun untuk bertanggung jawab karena itu sama saja menjebloskan bayiku ke neraka.
Sehun menarik paksa tubuhku, lalu menyeretku keluar dari ruangannya. Dengan langkah terseok dan menahan rasa sakit di pergelangan kakiku aku mencoba mengimbangi langkah besar Sehun, bahkan aku terjatuh berkali - kali di anak tangga, tapi Sehun tetap menyeret tubuhku bagai binatang. Laki - laki kejam itu bahkan tidak memperdulikan ku yang menjadi tontonan gratis warga sekolah.
"Cabut beasiswa atas nama Aresya Riana." ujar Sehun dengan suara yang lantang berbicara kepada kepala sekolah. Ya, Sehun menyeretku keruangan kepala sekolah.
Perkataan Sehun praktis membuatku panik, aku langsung tersungkur memohon di kaki Sehun, "Jangan..." lirihku memohon.
"Gugurin bayinya. Gue tetep membiarkan lo sekolah di sini kalau lo gugurin bayi itu." ujar Sehun membuat Pak Sugio selaku kepala sekolah tersentak kaget mendengarnya.
Aku terdiam, tidak bisa menjawab. Tanpa menimbang nya lebih dulu aku segera menggeleng, lagi - lagi membantah perintah Sehun untuk menggugurkan bayi yang ku kandung.
Sehun menyentakan kakinya, membuatku terdorong ke belakang.
"Bapak dengan sendirikan? Dia hamil. D.O dia dari sekolah ini." kata Sehun membuat pak Sugio menatapku prihatin.
Sehun merogoh saku seragamnya, mengambil hape lalu menempelkan hapenya ke daun telinga,
"Pah, Sehun hamilin anak orang. Siapin penghulu, besok Sehun nikah. Gak perlu pernikahan yang mewah, yang penting sah."* * *
Author Pov
Tamparan keras mendarat di pipi Sehun, sang Papah pelakunya. Ergian menatap penuh murka pada anak sulungnya yang meringis kesakitan.
"Kamu sudah gila Sehun?" tanya Ergian bertelak pinggang, menambah kesan galaknya.
Sehun mengangguk, semakin membuat Ergian memberang.
BUGH!!!
Tulang kering kaki kanan Sehun Ergian tendang dengan kuat. Sehun memejamkan mata, menahan sakit.
"Siapa cewek yang kamu tiduri?"
"Ada banyak, tapi yang hamil cuma satu."
Ergian menghela nafas, berusaha sabar menghadapi tingkah anaknya itu.
"Beresin baju kamu, besok berangkat ke Amerika."
Sehun yang dari tadi hanya menunduk kini mendongak, menatap Ergian dengan wajah menegang.
"Nggak! Aku gak mau!" sentak Sehun menolak.
Ergian tertawa meremehkan, "Anak kecil kayak kamu punya apa mau nikahin anak orang? Semua yang kamu nikmatin ini milik saya, Sehun." ujar Ergian sembari tersenyum miring. Mata Ergian mengedar pandang, menatap penjuru kamar Sehun yang kembali ia masukin setelah sekian lama tidak mengunjungi anaknya yang tinggal sendirian di rumah besar yang ia berikan.
"Kalau kamu gak mau pergi, berarti cewek itu yang harus menghilang." ujar Ergian kemudian beranjak dari kamar Sehun.
"Pergi cari Mamah mu kalau tidak mau nurut sama saya." desis Ergian yang samar - samar Sehun dengar. Sehun memang anak kandung Ergian. Tapi bagi Ergian, Sehun hanya sampah yang istrinya buang lalu ia memungutnya karena kasihan.
Sehun menjambak rambutnya frustasi, ia berteriak. Menjatuhkan semua barang - barang yang terpanjang diatas meja dan bupet. Sehun terus berteriak, melampiaskan kekesalan. Dalam sekejap kamar rapih Sehun berubah seperti kapal pecah, serpihan kaca bertebaran dimana - mana.
Mata Sehun memincing tajam, menatap kepergian mobil sang Papah lewat jendela.
Beberapa orang bilang Sehun adalah orang yang kejam, tak punya hati dan menyebutnya sebagai jelmaan iblis.
Padahal mereka tidak tahu apa yang Sehun lalui untuk bertahan hidup hingga saat ini. Hidup tanpa kasih sayang, miskin perhatian dan memiliki hidup yang penuh kehampaan.
Semua yang orang lain inginkan bisa Sehun dapatkan karena uang, tapi sebanyak apapun uang yang Sehun miliki itu tidak akan pernah bisa membuat Sehun sekali saja merasakan kasih sayang dari kedua orangtuanya.
Bahkan untuk mendapatkan cinta dari orang yang ia suka saja tidak bisa. Di saat orang - orang mendapatkan cinta dengan mudahnya, Sehun malah harus menjadi iblis dulu untuk merealisasikan keinginan nya.
Sehun sama dengan anak - anak lainnya.
Lahir kedunia karena kedua orang tuanya yang saling mencintai, tapi ketika cinta itu hilang, hidup bagi Sehun hanyalah kebohongan.Langkah ku terseok menyusuri lorong sekolah pagi ini, injakan kaki Sehun membuat pergelangan kakiku membiru dan lebam, akibatnya sebelah kakiku menjadi pincang. Aku berjalan menunduk, mencoba menghindari tatapan intimidasi dari murid lain. Jariku menekan tombol volume pada hape, meninggikan volume musikku yang sedang mengalun, hari ini aku sengaja ke sekolah pakai earphone supaya aku tidak dapat mendengar celaan yang mereka berikan. Dari semalam akun sosmed ku sudah penuh dengan caci maki, mereka sudah mendengar kabar kehamilan ku, maka dari itu aku tahu akan banyak rintangan besar yang ku lewati hari ini.Aku menghela nafas lega, sedikit lagi langkah ku sampai di depan kelas. Namun, baru saja aku melangkah masuk ke dalam kelas, rambutku langsung di jambak hingga tubuhku oleng dan membentur meja."DASAR PELACUR!""GAK TAU DIRI!""
Author PovErgian marah besar saat melihat berita putra tunggalnya menghamili anak gadis orang tersebar luas di media sosial. Amarah Ergian semakin memuncak setelah anak buahnya memberikan informasi tentang latar belakang perempuan yang di hamili putranya.Aresya Riana, masuk sekolah Senopati lewat jalur biasiswa. Pekerjaan Ibu sebagai pembantu rumah tangga, dan pekerjaan Ayah preman pasar.Ergian menggeleng, tak habis pikir bagaimana anaknya bisa menghamili anak dari keluarga miskin. Apa Sehun tidak berpikir dampak ke depannya? Sebagai anak dari orang petinggi negara yang setiap langkahnya di soroti kamera, harusnya Sehun lebih hati - hati dalam bertindak dan memilih lingkungan pergaulan.Mungkin tahun depan Ergian harus mengubah prosedur untuk penerima beasiswa di Senopati. Meskipun memiliki nilai bagus, tapi kalau lingkungan hidupnya berdampak buruk bagi si
Author povFrom: 081376×××××Saya akan pergi jauh dari Sehun, saya janji gak akan ketemu Sehun lagi. Saya akan menghilang dari kehidupan Sehun. Tapi saya mohon, om jangan melibatkan orangtua saya. Saya akan menganggap masalah ini tidak pernah terjadi. Walaupun semua orang udh tau, saya yakin om bisa menyelesaikan itu dan membuat citra om baik lagi. Terimakasih. -AresyaBibir Ergian menyunggingkan senyum setelah membaca pesan dari Aresya. Memiliki kekuasaan yang tinggi memang membuat siapa saja yang mencari masalah dengannya akan menciut. Terlebih dengan Aresya yang tidak ada apa-apanya."Teman aku bilang, Resya dijemput supir Papah tadi siang."Ergian menyeringai, sudah menebak kedatangan Sehun ke rumahnya pasti untu
Aku tidak pernah menyesal sudah menolak cinta Sehun. Yang aku sesali adalah kenapa aku pernah jatuh cinta dengan lelaki kejam ini!Lelaki yang katanya mencintaiku, namun terus melakukan segala cara untuk menggugurkan kandungan ku.Dengan wajah kejamnya dia memaksaku membuka mulut. Aku memberontak, menutup mulutku rapat-rapat. Sekuat mungkin aku menahan mulutku untuk tidak meminum setetes pun jamu yang Sehun sodori.PLAK!!! Sehun memenamparku, tapi kali ini tamparan nya tidak terasa menyakitkan, mungkin karena aku sudah terbiasa dengan kekerasan yang dia lakukan."BUKA MULUT LO!!!" teriak Sehun tampak frustasi. Aku menggeleng dengan mata yang melotot galak kearahnya. Mungkin aku menerima saja jika dia mau menyakiti tubuh atau batinku, tapi jangan harap aku akan diam saja ketika dia mencoba mengambil nyawa anakku juga.Tidakkah dia merasa puas dengan hanya
Author pov"Dia mempertahankan bayinya, bukan karena sayang. Tapi karena bayinya bisa di manfaatkan untuk memeras uang kamu suatu saat nanti."Sehun menghela nafas panjang, dia memijat keningnya yang berdenyut nyeri. Sehun memejam kan matanya, mencoba memahami maksud yang Ergian ucapkan."Dia sama seperti mamahmu, Sehun. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, dia akan pergi dan meninggalkan anaknya begitu saja." ujar Ergian sembari menatap Resya yang tergeletak mengenaskan di lantai.Nafas Sehun tercekat, kepalanya memutar memori ingatan terakhirnya bersama sang Mamah 10 tahun lalu. Saat itu Sehun masih duduk di bangku kelas 2 SD. Sang Mamah yang pamit ingin pergi ke pasar, tapi kenyataan nya, Mamahnya tidak pulang lagi setelah itu.Melihat kekacauan yang Sehun buat pada Resya, membuat Ergian memberang. Namun Ergian mencoba menahannya, mes
Hatiku sedikit menghangat, menemukan sifat Sehun yang dahulu ternyata masih tersisa. Sehun yang memperlakukan ku layaknya barang berharga, menyentuh ku dengan hati - hati seolah aku gelas kaca yang mudah pecah. Aku kira sifat hangatnya itu telah hilang tergantikan dengan Sehun yang selalu sarkas dan memandangku layaknya sampah. Dua sifat yang bertolak belakang itu ada dalam diri Sehun. Dan kini aku menemukan sifatnya yang dulu membuatku jatuh cinta.Dengan penuh kehati - hatian Sehun mengoleskan salep pada luka lebam ku. Luka yang dia buat, namun dia juga yang mengobati.Hembusan nafas hangat Sehun menyapu kulit pundakku, membuatku merinding tak kala bibir mungil Sehun meniup luka lebam ku yang berada dipundak. Aku membuang muka, mencoba menjauh dari wajah Sehun yang begitu dekat.
"Gue kasih lo pilihan. Lo mau gugurin kandungan lo atau nikah sama gue?"Kepalaku lantas mendongak, menatap Sehun yang bisa dengan santainya berkata seperti itu. Aku menggeleng kecil, dua dari pilihan itu tidak bisa aku pilih. Aku tidak ingin menggugurkan kandungan ini, dan aku juga tidak mau menikah dengan Sehun.Aku hanya ingin dia membiarkan ku pergi.Tanganku bergerak secara naluri memegang perutku yang masih rata, "Aku tidak bisa menggugurkan kandungan ini..." lirih ku.Sehun menghela nafas pendek, "Oke, gue anggap lo pilih opsi kedua." ujar Sehun. Bukan itu seperti itu maksudku."Nggak. Aku juga gak bisa nikah sama kamu." jawabku sedikit ragu. Pandanganku kembali menunduk ketika wajah Sehun mulai mengeras dan tatapan nya mulai menajam. Tanganku meremas kain sprei, keringat dingin mulai bercucuran di dahiku. Aku takut Sehun akan memukuli ku lagi."Lo cuma bisa pilih y
Bodoh.Satu kata yang menggambarkan diriku. Apa yang aku pikirkan hingga bertindak sok pahlawan bagi Sehun?Harusnya aku tertawa dan merasa senang melihat Sehun di siksa Papahnya. Harusnya saat itu aku menonton hingga puas karena ada seseorang yang mewakilkan ku melakukan perbuatan yang ingin ku lakukan.Tapi, kenapa aku malah kasihan melihat Sehun kesakitan?Padahal Sehun tidak pernah ada rasa kasihan padaku ketika dia sedang menyiksaku. Sekalipun aku merintih meminta tolong, meminta dia untuk menghentikan tendangan serta pukulannya yang terasa amat menyakitkan, tapi dia tidak pernah mendengarkan ku, dia tidak punya rasa kasihan untukku.Dia pemerkosa, psikopat dan berhati iblis. Bisa - bisanya aku memiliki hati nurani untuknya, sementara dia, setetes rasa empatinya pun tidak ada untukku."Sini gue obatin." ujar Sehun sembari membawa kotak P3K di
"Istri kamu kemana?" Renatta celingukan, mencari keberadaan Resya yang semula duduk di atas sofa, tapi kini wanita hamil itu menghilang entah kemana. "Masuk ke kamar, istirahat." jawab Sehun seraya kembali mendaratkan bokongnya di atas sofa berukuran L. Renatta manggut-manggut, "Kedatanganku ganggu kalian, ya?" tanya Renatta, wajah menyebalkannya perlahan memudar. Sehun ingin mengangguk, namun tidak enak hati. "Nggak, Resya lagi capek saja kayaknya." jawab Sehun, pandangannya bergantian memantau Aydan yang dengan anteng bermain dengan para robot dan mobilannya. "Anak kalian lucu, ya." Renatta bergumam, indra penglihatannya mengikuti arah mata Sehun memandang, ke arah Aydan yang sedang sibuk sendirian. "Gen gue gak perlu di ragukan lagi, Nat." jawab Sehun penuh percaya diri. Renatta terkekeh pelan, dia merogoh isi tasnya lalu mengeluarkan kertas undangan berwarna puti
"Kali ini salah aku apa lagi?"Sehun menghembuskan napas berusaha sabar. Memasuki bulan kelahiran anak keduanya yang semakin dekat, Resya juga semakin gencar menguji kesabarannya. Setiap hari yang ia lakukan selalu saja salah di mata istrinya. Kadang kalau saking kesalnya, Sehun sampai lebih memiliki pergi keluar bersama Aydan, dari pada menambah kacau suasana hati Resya."Aku udah bilang kalau ambil baju di lemari itu ditarik, bukan diangkat! Capek deh aku udah bilang berkali-kali tapi kamu gak dengerin!" gerutu Resya sambil melotot jengkel, ia kesal melihat Sehun mengacak lemari pakaiannya."Iya deh, maaf ya sayang, besok aku ambil bajunya di angkat." rayu Sehun sambil mendusel dibahu sempit Resya."Awas aja kalau bohong aku suruh k
"Aku mau ice cream, Sehun!""It's midnight, babe. Besok, ya?"Resya menggeleng dengan raut wajah cemberut, tak senang mendengar penolakan dari suaminya barusan, padahal ini keinginan anaknya di dalam kandungan.Tanpa berkata apapun, Resya merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga atas dada, ia memiringkan tubuhnya memunggui Sehun.Sehun yang melihat itu lantas menghela napas berat, tangannya bergerak menyetuh pundak Resya."Janji besok pulang kerja aku bawain ice cream sekulkas." rayu Sehun sambil mengusap-usap pundak Resya. Namun Resya masih diam tak bergeming."Re... jangan ngambek dong, sayang, lihat tuh ini udah jam 12 malam, lhoo!"Resya memutar tubuhnya, kini tatapan tajamnya menghunus Sehun dalam. "Kamu kalau nobar bola bisa sampai jam 2 malam di rumah Julian, giliran beli ice cream buat istrinya sebentar aja ke minimarket depan gak mau!" omel
Ketika kakinya sudah berpinjak di kediaman nya, Sehun langsung masuk ke dalam kamar untuk memastikan keadaan Resya karena istrinya itu tidak datang menyambut kepulangan nya. Ya, gimana mau di sambut kalau di rumah sakit tadi Sehun memarahi dan menyindir istrinya habis-habisan. Sehun menghela napas lega saat mendapati Resya yang sudah terlelap di atas ranjang. Ia berjalan ke depan lemari pakaian, membuka jas, ikat pinggang dan jam tangan secara bergantian. Lalu Sehun mencari piyama untuk ia kenakan setelah mandi. Sehun tersenyum tipis, jarang sekali ia menyiapkan pakaiannya sendiri seperti saat ini. Sejak menikah dengan Resya lima tahun lalu, semua kebutuhannya selalu Resya yang handle, istrinya itu melayani nya dengan sangat baik. Itu mengapa sekarang Sehun menyesal sekali sudah mengatakan kalau kerjaan Resya hanya berleha-leha saja di rumah. Tanpa melupakan rasa bersalahnya Sehun beranjak masuk ke dalam kamar mandi, ini sudah larut, namun t
"Positif.."Resya membekap mulutnya dengan raut wajah tak percaya, mata yang membinar perlahan berlinang. Seperti ada yang meledak-ledak di dalam dadanya saat melihat dua garis merah yang tergambar di alat tes kehamilan yang beberapa menit lalu ia gunakan.Punggung tangannya bergerak mengusap air mata bahagia yang menetes. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu."Bunda."Mendengar suara Aydan yang memanggilnya dari luar, dengan cepat Resya mengusap air mata dan meletakan alat tes kehamilan yang tadi ia genggam di atas wastafel. Lalu ia keluar dari dalam kamar mandi untuk menemui Aydan."Kenapa, sayang?" tanya Resya menatap Aydan kebingungan."Boleh aku main keluar?" Aydan bertanya dengan wajah polosnya.Resya melirik kearah jam dinding, sudah jam 4 sore. Ia menggigit bibirnya, menimbang sejenak permintaan Aydan yang ingin main di luar rumah. Sebenarn
Resya POV "Berhenti merajuk dan makan nasimu!" Sehun hanya mendengus merespon omelanku. Ya, seperti ini Sehun, pemaksa, keras kepala dan tukang merajuk. Bahkan di umur pernikahan kami yang sudah ke 5 tahun, tidak ada yang berubah darinya, ia malah lebih manja dari pada Aydan. Aku menghela napas jengah melihat Sehun yang masih mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Raut wajahku berubah saat menatap Aydan yang sedang memakan sarapannya dengan lahap. "Habiskan sarapannya ya anak pintar." ujarku seraya mengusap rambut Aydan, Aydan hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tipis. "Aydan," Sehun mendekatkan wajahnya pada Aydan. Akhirnya ia melupakan ponselnya yang sedari tadi lepas dari tangan dan matanya. "Ya, Ayah?"&nbs
"Kamu punya nomor hape Chandra gak, Hun?" Mata Sehun langsung menatap sinis saat mendengar pertanyaan dari Resya. Ia baru saja tiba di rumah, harusnya Resya melayaninya seperti mengambilkan makan untuknya atau menyiapkan air hangat untuk mandi, tapi Resya malah menanyakan nomor ponsel Chandra. "Kenapa memangnya?" tanya Sehun dingin. Resya memainkan bibirnya, ia sadar kalau sudah salah bertanya kepada Sehun tentang Chandra. "Hmm, buat nanya keadaan papah kalau papah gak bisa di hubungin." jawab Resya jujur. Ia memang tidak ada maksudnya lain. "Nanti aku minta sama papah. Tapi aku gak bagi kamu, biar aku aja yang simpan nomornya." kata Sehun seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang sudah lama tidak ia tiduri. "Ya sudah." balas Resya tidak memaksa. "Kamu mau makan dulu atau mandi?" tanya Resya mengubah topik pembicaraan mereka. "Mandi." jawab Sehun, di lihat dari raut wajahnya yang datar, sepertinya
Sehun menghembuskan napas panjang saat bibirnya selesai mengucapkan ijab kobul dengan lantang dan hanya satu kali tarikan napas saja. Bibir Sehun tersenyum sumringah saat matanya mendapati Resya yang berjalan kearahnya dengan di dampingi Melati. Perempuan bergaun putih itu sudah resmi menjadi miliknya.Cantiknya, hati Sehun bergumam. Pandangannya tak lepas menatap Resya yang tersenyum kaku, cewek anggun itu tampak gerogi. Sehun spontan berdiri saat Resya telah tiba di sampingnya, dengan sigap Sehun menarik kursi untuk mempersilahkan Resya duduk di sebelah nya.Resya melempar senyum manis ke arah Sehun, senyuman yang membuat jantung Sehun semakin berdebar keras. Resya sungguhan cantik hari. Setiap hari Resya memang cantik, tapi saat ini cantiknya berlipat ganda sebab wajahnya di poles dengan make-up yang membuat pipi dan bibirnya merah merona."Hallo, istri." bisik Sehun menggoda. Ia memasangkan cincin ke jari manis Resya sambil terus memandan
Ergian menatap penjuru rumahnya, luas, megah dan mewah, rumah yang di idam-idamkan oleh orang-orang di luar sana. Namun anehnya, anak dan istrinya tidak betah tinggal di rumah megah ini dan memilih untuk pergi. Ergian menghembuskan napas beratnya, ia merenung seraya menatap kearah luar jendela rumahnya. Semua yang ia miliki saat ini adalah hasil dari kerja kerasnya.Selama hidupnya, Ergian tidak pernah bermalas-malasan, ia selalu rajin bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun keluarga kecilnya itu terbentuk karena sebuah paksaan dari orang tuanya, tapi setidaknya ada secuil keinginan di lubuk hatinya Ergian, ia menginginkan keluarga yang harmonis.Ergian memang tidak pandai cara mengungkapkan kasih sayangnya, tapi ia ingin membahagia orang-orang di sekitarnya, salah satunya Sehun. Hanya saja, sifat Ergian yang akuh membuat Sehun dan istrinya tidak melihat ketulusan Ergian.Ergian ingin membahagia anak dan istrinya dengan caranya sendiri, sementara ana