Di pagi hari. Qu Cing terbangun dan melihat sosok gadis yang ia tangisi semalam sedang berseru memanggilnya.
"Cing Ge! Cing Ge!" teriak gadis itu sembari menggoyang-goyangkan tubuh Qu Cing."Jie Jie?" Qu Cing bangkit dan duduk sambil mengucek kedua matanya hingga beberapa kali.Aneh. Kemaren, Qu Cing melihat Shi Jie dalam keadaan sekarat penuh luka dan darah. Seketika dalam waktu semalam, gadis kecil itu telah sehat bahkan tanpa luka sedikitpun di tubuhnya."Cing Ge, mengapa kita bisa tertidur di pekarangan? Jie Jie pikir, Jie Jie sudah mati diterkam harimau semalam. Apakah Cing Ge yang menyelamatkan Jie Jie?" tanya gadis cerewet itu."Aku tidak tau. Aku pikir juga begitu. Semalam, tubuhmu penuh luka dan darah. Tapi, setelah aku memelukmu, tiba-tiba badanku menjadi lemas seolah-olah tubuhmu menghisap habis seluruh energiku sampai aku tak sadarkan diri," jelas Qu Cing."Jie Jie menghisap energi Cing Ge? Bagaimana mungkin?""Entahlah. Tapi yang terpenting, aku senang bisa melihatmu mengoceh lagi saat ini," ucap Qu Cing tersenyum sembari mengusap rambut si kecil.Shi Jie ikut tersenyum hingga terlihat lesung pipi di wajahnya.Setelah itu, mereka kembali ke perguruan Long Ji. Ayah Shi Jie sangat mengkhawatirkan anak gadisnya karena tidak kembali semalam. Pria itu langsung memeluknya ketika berjumpa dengannya."Jie Jie ke mana saja? Ayah mencarimu semalam," tanya Guru Shi berlutut memegang kedua pipinya."Emm ... maaf, Ayah. Jie Jie ..."Gadis kecil itu, sepertinya tidak bisa mengungkapkan hal yang sebenarnya terjadi pada ayahnya. Sang ayah pasti akan melarangnya keluar dari perguruan, apabila itu akan membahayakan dirinya."Maafkan aku, Guru. Jie Jie terlalu asik bermain denganku hingga larut malam. Sampai akhirnya, tanpa sadar kami tertidur lelap di pekarangan karena kelelahan," terang Qu Cing."Oh, kau bisa bicara rupanya. Aku pikir, kau anak bisu seperti yang dirumorkan," ujar pria paruh baya itu."Hanya Jie Jie yang tahu bahwa Cing Ge tidak bisu," gadis itu meringis menunjukan gigi putihnya."Itu karena kau sangat cerewet!" Pria itu menarik hidung puterinya.Guru Shi mengajak mereka ke kelas untuk memperoleh pengajaran. Meskipun Shi Jie belum cukup umur, pria itu selalu membawanya ke kelas agar dia mendengarkan apa yang diajarkannya.Di kelas 1F hanya terdapat empat murid. Semua murid di kelas ini memiliki kekurangan fisik, kecuali Qu Cing. Mereka adalah Ashe Li (si tuli), An Cang (si pincang), dan Bery Tha (si buta). Ketiga murid itu, berumur 7 tahun dan telah muncul dalam diri mereka inti spiritual. Hanya Qu Cing yang mengalami keterlambatan hingga usia hampir menginjak 9 tahun.Sementara yang lain berlatih pembentukan bola spiritual, Qu Cing masih dituntun pembentukan inti. Padahal anak itu sudah bisa melakukannya, tapi saat mempraktekan dengan sang guru, dengan sengaja ia menggagalkan pembentukan tersebut.Justru Qu Cing malah fokus melihat teman-temannya yang sedang berlatih pembentukan bola spiritual. Melihat anak itu begitu serius memperhatikan teman-temannya, sang guru pun berkata."Jika kau ingin berlatih pembentukan bola spiritual, kau harus memunculkan intinya terlebih dahulu.""Oh!" Seketika itu, konsentrasi Qu Cing menjadi buyar. "Aku mengerti, Guru. Maafkan aku." Anak itu menunduk merasa bersalah."Bukan salahmu. Aku tahu kau sudah berusaha! Bersemangatlah! Kau bisa berlatih di luar kelas, jika kau membutuhkan itu. Mungkin ini lebih bisa meningkatkan konsentrasimu," tutur sang guru."Yey! Cing Ge, ayo berlatih di luar!" sorak Shi Jie bersemangat."Tidak, Jie Jie. Kau harus tetap di sini! Kau hanya akan mengganggu Qu Cing berlatih," ujar Shi Liet melarang putrinya.Seketika wajah Shi Jie menjadi cemberut. "Ayolah, Ayah! Aku berjanji tidak akan mengganggu Cing Ge," bujuknya.Qu Cing berlutut dan berkata kepada gadis kecil itu, "Aku akan berlatih di tanah kering. Kau bisa menyusul, untuk melihatku berlatih di sana saat waktu istirahat, Jie Jie."Gadis itu pun mengangguk tersenyum. Qu Cing membungkuk hormat kepada sang guru sembari menautkan dua kepalan tangan. Kemudian, beranjak pergi ke tanah kering.Qu Cing mempraktekan apa yang ia lihat dari teman-temannya. Anak itu memusatkan energi spiritualnya pada telapak tangan. Terbentuklah sebuah bola cahaya sebesar genggaman tangan.Lalu, Qu Cing mencoba kembali di satu tangannya lagi. Kini, satu bola cahaya masing-masing berada di tangannya. Satu per satu ia lemparkan bola cahaya itu kesembarang arah.Whuuush!Boom ... booom!Ketika ia hendak mencobanya sekali lagi, Qu Cing melihat sekelompok anak yang ia kenal. Mereka adalah anak-anak dari kelas 1C."Hei! Lihat, siapa di sana!" ucap Ji Thu menunjuk ke arah Qu Cing."Si anak kotoran? Ha ha ha!" timpal teman-teman Ji Thu tertawa.Salah satu dari mereka, datang mendekati Qu Cing dan mendorongnya dengan kasar. "Hei, anak kotoran! Pergi dari sini! Pagi ini, tanah kering ini adalah tempat kami berlatih! Kau hanya akan merusak pemandangan di sini!"Kemudian, yang lain pun berbondong-bondong mendekat. Mereka menatap Qu Cing dengan tatapan kebencian."Benar, tinggalkan tempat ini jika kau tidak ingin diinjak-injak!" imbuh Ji Thu melipat tangan.Tak lama kemudian, datang seorang pria paruh baya. Dia adalah Sabe Thu (ayah Ji Thu dan Han Thu) guru kelas 1C. Sabe Thu datang dan menyuruh murid-muridnya untuk berkumpul. Ia pun melihat Qu Cing terduduk di tanah dan mengusirnya."Pergilah! Tempat ini akan menjadi tempat pelatihan kelas 1C pagi ini! Kehadiranmu hanya akan mengganggu konsentrasi murid-muridku. Apa kau mengerti?" ujarnya.Qu Cing berdiri kembali dan hanya menjawab dengan anggukan kepala. Lalu, dia membalikan badan dan pergi meninggalkan mereka dengan badan tegap dan pandangan lurus."Bersabarlah! Aku harus menahan diri sampai ujian kenaikan kelas tiba. Biarlah mereka terus menghinaku seperti ini. Aku akan terus berlatih dan mengejutkan mereka suatu saat!" gumam Qu Cing menghibur dirinya sendiri.Qu Cing mencari tempat lain untuk berlatih. Dia pergi ke lapangan belakang perpustakaan. Rupanya, di sana juga ada beberapa anak kelas 1 yang berlatih."Tidak bisa, aku harus berlatih di tempat yang benar-benar sepi agar bisa fokus."Tiba-tiba Qu Cing teringat dimana ada sebuah tempat di dalam perguruan, yang tidak akan seorang pun mendatangi tempat itu. Yaitu di sebuah pekarangan yang berada dalam perguruan. Pekarangan ini terletak di sebelah pojok timur laut. Menurut rumor, di sana adalah tempat eksekusi para penghianat, para pembangkang, dan orang-orang yang berbuat salah.Orang-orang di perguruan, mengetahui bahwa tempat itu telah menimbun banyak mayat. Sehingga, tidak ada yang berani mendekat. Katanya, di sana juga sering muncul suara-suara aneh tanpa ada sesuatu apapun yang muncul. Orang-orang bilang, itu adalah raungan penyesalan para mayat yang tertimbun.Qu Cing, nekat mendatangi tempat tersebut seorang diri. Dia sama sekali tidak peduli dengan rumor yang beredar. Toh, kalau dirinya mati pun juga tidak ada yang memperdulikannya."Tongkat sakti!"Whuuush! Whuuush! Whuuush!Sebuah tongkat kayu, muncul dari langit berputar-putar menghampiri Qu Cing.Hap!Bocah itu menangkap tongkat tersebut dan mulai mengayunkannya."Aku bisa menunjukanmu beberapa jurus dasar jika kau mengingikannya!" ujar sang tongkat sakti kepada Qu Cing."Benarkah? Tentu saja aku menginginkannya. Tolong tunjukan itu! Aku sangat bersemangat.""Duduk! Dan pejamkan matamu!"Qu Cing pun mengikuti perintah sang tongkat sakti. Dia duduk bersila di tanah sembari memejamkan mata. Tiba-tiba, sosok bayangan hitam dalam pikirannya muncul menunjukan suatu gerakan.Setelah beberapa saat kemudian, Qu Cing membelalakan matanya. Dia bangkit dan spontan mengikuti gerakan itu. Rupanya, gerakan itu secara otomatis langsung melekat di kepalanya.Anak itu begitu lincah. Ayunan demi ayunan tongkat, sampai ia melakukan sebuah serangan ke salah satu pohon yang paling besar di hadapannya dengan jurus, tongkat mengamuk.Whuuush! Whuuush! Whuuush!Tongkat itu memutar v
"Oh, maaf, Tuan Muda. Aku benar-benar tidak tahu. Tapi, ini adalah tingkat dasar. Siapapun bebas meminjam dan belajar, meskipun dia berada di ranah spiritual terendah sekalipun," ucap Gu Wang."Oh, Paman Gu benar. Ini adalah tingkat dasar. Haha." Han Thu berjongkok dan menatap Qu Cing dengan tatapan yang mengintimidasi, sembari menekan kedua rahang pipinya dengan cukup kuat. "Rupanya, kau memiliki keberuntungan bisa selamat dari gundukan sampah itu. Tapi, jangan pernah berpikir bahwa kau akan berkembang. Meskipun, kau menghafal seluruh isi buku di perpustakaan ini, tanpa kekuatan spiritual, kau hanyalah seorang SAM-PAH!"Kemudian, Han Thu pergi menuju tangga diikuti oleh teman-temannya. Sementara Qu Cing, masih duduk tertimbun buku-buku yang berjatuhan dari rak.Gu Wang jelas mengenali anak yang dianggap kotoran itu. Namun, perpustakaan adalah gudang ilmu. Siapa saja bisa mendapat keajaiban hanya dengan membaca sebuah ilmu. Sebagai pengurus tingkat dasar, pria paruh baya itu dipilih d
"Akhirnya ... ada yang datang setelah 8 tahun aku terkurung!" ucap seorang pria paruh baya berwajah hancur yang terbelenggu rantai emas di dalam sebuah jeruji."Suara itu, berasal dari Anda?" tanya Qu Cing kepada orang itu. Ia menggenggam erat tongkat saktinya dan melangkah mendekati jeruji. Saat Qu Cing menggerakkan tangannya hendak menyentuh jeruji, pria itu melarangnya."Jangan sentuh! Jeruji itu diselimuti oleh kekuatan spiritual api. Tanganmu akan terbakar jika menyentuhnya dengan tangan kosong!"Seketika, Qu Cing menarik kembali tangannya dan berkata, "siapa Anda sebenarnya?""Aku adalah pemimpin Perguruan Long Ji, Nie Lee Phi. Kau bisa memanggilku Nie Lee," balas pria itu."Ti-tidak mungkin!" Wajah Qu Cing berkerut. Anak itu merasa bahwa ia tidak boleh gegabah dan percaya begitu saja kepada seseorang yang baru dikenalnya.Pria berwajah hancur itu tampak menghembuskan napas berat. "Aku tau. Tidak mudah untuk percaya!" Suara pria itu menjadi pelan dan sangat lembut."Delapan tahu
"Ikuti aku! Ikuti aku!" kata si Jambul berkicau. Dia menarik sesuatu dari lubang dinding tanah dengan paruhnya. Tiba-tiba dinding bergetar dan terbuka menunjukan suatu jalan tersembunyi.Nie Lee sangat tercengang. Bagaimana bisa burung kakak tua itu mengetahui ada jalan tersembunyi di sana? Dia menduga bahwa si Jambul adalah burung yang telah lama dilatih oleh seseorang. Yang artinya, burung itu memiliki pemilik sebelumnya. Dan, sang pemilik pastinya sering singgah di gubuk tua ini. Atau bahkan mungkin, sang pemilik burung itu lah yang telah membagun dan merancang denah gubuk ini hingga ruang bawah tanah.Setelah si Jambul dan Qu Cing masuk ke jalan tersembunyi, jalan itu kembali tertutup seperti semula. Tak lama kemudian, Ben Cong pun datang menemui Nie Lee."Siapa yang menghancurkan dinding pembatas?" ucap Ben Cong dengan dahi berkerut dan tatapan mata yang sangat tajam menyoroti netra Nie Lee. "Kau, bagaimana mungkin masih bisa hidup di tempat seperti ini?""Heh! Keberuntungan masi
"Ka-kak tu-a. Ben Cong bodoh! Tahanan kabur!" Si Jambul akhirnya menampakkan diri terbang memutari gubuk tua.Hanya seekor kakak tua? Mendengar ocehan kakak tua yang menyebalkan, Ben Cong tersadar bahwa ini hanya sebuah tipuan. Dia segera kembali untuk memeriksa keberadaan Nie Lee.Lagi-lagi sang kakak tua yang pintar berhasil mengelabui pria itu. Dia sengaja mengucapkan bahwa tahanan kabur, karena ia melihat Qu Cing sudah berada di ujung pintu keluar dari jalan tersembunyi.Si Jambul merasakan suatu kedekatan pada diri bocah itu. Ia hinggap di bahu Qu Cing seraya berkata, "Hadiah! Hadiah! Ka-kak tu-a!"Hadiah? Dahi Qu Cing berkerut. Rupanya kakak tua itu ingin meminta hadiah atas kerja kerasnya. Untung saja Qu Cing mengantongi beberapa biji kacang tanah, sisa cemilan yang ia lupakan kemaren. Anak itu pun memberikan beberapa biji kacang tanah kepada si kakak tua. "Ka-kak tu-a ... suka biji kacang. Terima kasih!" ujar burung itu girang.Kemudian mereka pergi meninggalkan tempat itu me
"Apa kalian lihat-lihat!" ketus Shi Jie melotot. Hatinya yang masih kesal karena tidak menemukan Qu Cing, ditambah bertemu anak-anak menyebalkan. Hal ini membuat gadis itu tak bisa menahan emosinya.Anak-anak dari kelas 1A itu berjalan mengitari Shi Jie. Salah satu dari mereka yang paling menonjol adalah Chin Cong. Nona muda cantik dari Keluarga Cong, yang merupakan salah satu keluarga terpandang di Klan Naar. Dia adalah gadis populer yang menyandang anak perempuan paling berbakat di kelas 1. Semua anak-anak kelas 1A tunduk dan patuh untuk bisa mendapatkan perhatiannya.Chin Cong mencengkeram kuat baju belakang Shi Jie hingga gadis kecil itu terjinjing. "Galak sekali! Beraninya kau membentakku! Apa kau sudah bosan hidup?"Gigi Shi Jie menggertak. "Lepaskan aku!""Aku akan melepaskanmu jika kau mau mencium kakiku!" ujar Chin Cong menunjukkan senyum seringai."Cuh! Aku tidak akan sudi!" balas Shi Jie meludahi wajah Chin Cong."Kau!" Gadis dari Keluarga Cong itu menggeram. Kemudian, ia
"Gubuk tua? Aku tidak melihat ada gubuk tua di sana! Jadi, semua suara-suara itu ternyata hanya ilusi," ujar Shi Liet. "Di sana ada sebuah pembatas yang menghalangi pandangan. Tidak ada seorang pun yang bisa melihat gubuk tua itu kecuali pembatas tersebut telah dihancurkan," kata Qu Cing.Mata Guru Shi tiba-tiba menyipit. Pria itu menautkan kedua alis menatap serius sosok anak muda di hadapannya. Dia merasa ada yang berbeda dengan anak itu.Anak itu bilang, dia melihat gubuk tua. Tapi, gubuk tua tersebut tidak akan terlihat sebelum pembatas yang menghalanginya dihancurkan?Sang guru bergumam, "itu berarti ... Qu Cing berhasil menghancurkan pembatas tersebut, yang artinya, selama ini dia menyembunyikan kekuatannya. Oh, astaga! Pantas saja dia tampak lebih fokus pada apa yang aku ajarkan kepada teman-temannya daripada membentuk kekuatannya sendiri."Shi Liet menyangka bahwa Qu Cing mungkin memiliki tujuan tertentu. Namun, apapun itu tujuannya, dia mengenal Qu Cing adalah sosok anak yan
"Izinkan aku menyerapnya, Tuan!" ujar sang tongkat sakti."Kau bisa menyerap api?" tanya Qu Cing terkejut."Ya, serahkan padaku!"Energi api mengandung cahaya dan panas. Segala sesuatu yang mengandung cahaya dapat di serap oleh sang tongkat sakti, asalkan kapasitas energi cahaya tersebut kekuatannya lebih rendah dari kekuatan sang tongkat sakti.Baam!Kedua bola api tersebut lenyap seketika saat berada di panggung Qu Cing. Qu Cing pun menoleh merasakan suatu kehangatan di bagian belakangnya. Dia menatap gadis itu dengan senyum seringai. Lalu, kembali menuju tujuannya ke meja pengurus."Apa-apaan itu!" ucap Chin Cong terbengong. "Bukankah dia si sampah yang tidak memiliki kekuatan spiritual? Bagaimana bisa dia melenyapkan kekuatanku begitu saja?" Alisnya tertaut terus menatap tajam gerak gerik anak lelaki itu. Rasa penasarannya, membuat gadis itu tanpa sadar melangkahkan kakinya mengikut Qu Cing.Setelah meminjam buku, Qu Cing kembali ke kelasnya. Dia menyadari kehadiran Chin Cong, saa
Beberapa saat sebelumnya, Du Bai melihat Thai Qu Cing berlari tergesa-gesa bersama sang kepala perguruan."Apa kau tau bagaimana keadaan di luar sana?" tanya Du Bai kepada salah satu siluman kera."Tidak. Kami hanya mendapat perintah untuk menjaga Anda di sini," jawab si kera.Lu Tung yang berada di sana, mendengar percakapan mereka pun ikut angkat bicara. "Aku sungguh mengkhawatirkan Yang Mulia. Tapi, kami juga tidak bisa mengabaikan perintahnya," ujar kera hitam itu.Seketika, Du Bai menampakkan senyum meringis di wajahnya. "Bagus! Bukankah mengikuti mereka secara diam-diam itu bukan ide yang buruk? Kita hanya perlu berhati-hati agar tidak menjadi perhatian musuh." Kemudian, anak itu nekat mengikuti langkah Qu Cing dan Nie Lee dari kejauhan.Para kera pun tak ada pilihan selain mengekor di belakang Du Bai. Langkah derap yang pelan, namun pasti."Kalian yang bergerak di bagian tepi dan belakang, harus selalu waspada kalau-kalau ada sesuatu yang datang secara tiba-tiba!" ujar Du Bai m
Tanpa peringatan, makhluk bayangan itu meluncur cepat, seakan-akan muncul dari kegelapan itu sendiri. Tubuhnya berbalut asap hitam yang mengerikan, bergerak lincah dengan kecepatan yang hampir tak terlihat."Awas!" teriak Nie Lee, menarik tangan Qu Cing saat bayangan itu meluncur ke arah mereka.Anak itu hanya bisa melangkah mundur, matanya tajam menilai setiap gerakan makhluk tersebut. “Itu ... sangat cepat!” gumamnya, jantung Qu Cing berdebar, merasa terperangkap dalam perangkap yang tak terlihat.Makhluk bayangan itu berputar mengelilingi mereka, seakan mengejek dengan gerakan yang tidak bisa diprediksi. "Jangan lengah!" kata Nie Lee, suaranya tegas dan penuh peringatan. Ia melangkah mundur, mengangkat tangan untuk melindungi dirinya dan Qu Cing. “Ingat, makhluk ini bisa menyerang dari mana saja. Fokuskan perhatianmu pada jejak-jejak bayangannya!”Qu Cing menatap sekeliling, mengumpulkan konsentrasi dengan mata cahaya. Sesaat kemudian, dia melihat kilatan hitam yang bergerak membaw
Tak terasa, pertarungan berlangsung hingga hari menjelang malam. Saat Qu Cing berusaha untuk menyembuhkan Jia Gong An yang terluka parah, dia merasakan ada sesuatu yang aneh. Benar saja, tubuh Jia Gong An tak kunjung membaik. Anak itu mendapati tubuh sang guru memucat, denyut nadi berhenti, dan tak ada hembusan napas lagi."Tidak mungkin! Apakah Guru sudah mati?" gumam Thai Qu Cing. Rahangnya mengencang, jantungnya berdebar, wajah lesu dengan mata yang berkaca-kaca.Perasaan Qu Cing sangat kacau. Ia tertunduk setengah berdiri memandang tubuh Jia Gong An yang tak berdaya di hadapannya."Bagaimana keadaan Jiang An?" tanya sesosok lelaki di belakang Thai Qu Cing yang baru saja menyelesaikan pertarungannya dengan dua pangeran iblis.Anak itu tidak menjawab. Takut bercampur bingung. Ia masih menatap sang guru dengan wajah sayu.Sesaat kemudian, Thai Qu Cing menemukan sesuatu yang mengganjal. Darah Jia Gong An menghitam bercampur aura kegelapan hingga ke saluran urat-urat nadinya. Qu Cing m
“Raja Tham Fan, aku akan membebaskanmu dari ilusi ini!” teriak Nie Lee, melesatkan semburan air yang membelah kegelapan.Air yang berdesir itu mulai mengusir bayangan, menciptakan celah dalam ilusi yang menakutkan. Raja Tham Fan merasakan sentuhan realitas, matanya mulai menunjukkan tanda kehidupan. “Kau ... Nie Lee!”. "Hei,Tham Fan! Cepat bangun! Istrimu sedang sekarat! Dia akan mati jika kau tak kunjung sadar!" Nie Lee mendorong, berusaha menembus gelombang ilusi yang masih menghalangi.“Apa!” teriak Raja Tham Fan, suaranya menggema dalam kehampaan, mengguncang ilusi yang menjeratnya. Mata Raja Tham Fan yang tadinya kosong, kini menyala dengan api kemarahan yang membara. Ketika Nie Lee memanggilnya, menyuarakan bahwa Jiang An, sedang sekarat, kemarahan itu berubah menjadi kekuatan yang tak tertahankan. “Aku harus menyelamatkan Jiang An!” teriaknya, suaranya bergetar penuh keyakinan. Dengan satu gerakan kuat, ia menghancurkan ilusi itu, mengusir bayangan kelam yang menjeratnya. Da
"Tuan Lee?" Mata Harha Fan membulat, penuh rasa ingin tahu dan kekhawatiran. "Mengapa Anda menolongku? Bukankah kita tidak saling mengenal?" suaranya bergetar, mencerminkan ketidakpercayaan bahwa seseorang yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengannya akan berani mengambil risiko untuk menyelamatkannya.Tatapan Nie Lee seketika berubah hangat, seolah cahaya lembut menyelimuti mereka berdua di tengah ketegangan yang melingkupi. Dia tersenyum, senyuman yang mampu menghapus keraguan di wajah Harha Fan. "Apakah kita harus berkenalan terlebih dahulu sebelum bisa saling membantu?" katanya, suaranya penuh kelembutan, seolah-olah mengajak Harha Fan untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda—sudut pandang di mana kebaikan dan kepedulian tidak memerlukan latar belakang atau ikatan yang kuat.Dalam momen itu, jantung Harha Fan berdegup lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu dalam senyuman Nie Lee yang membuatnya merasa hangat, seolah ada ikatan tak terduga yang mulai tumbuh di hati
Di sisi lain, beberapa saat sebelum Harha Fan mengalami kesulitan menghadapi Raja Gran Dong, Thai Qu Cing hampir selesai membuat portal yang direncanakan. Sementara itu, di ruang tertutup, Jia Gong An menunggu kesempatan tepat untuk keluar dari perisainya. Mata tajamnya memantau sekitar melalui celah sempit. Rupanya, asap yang tebal dan serangan-serangan bayangan itu telah lenyap. Namun, hatinya merasa tercabik-cabik saat melihat dua sosok yang begitu berarti baginya, sedang dalam keadaan terhimpit. Tiba-tiba, batu spiritual di kantungnya bercahaya. "Guru, aku hampir selesai membuat portal!" suara Thai Qu Cing terdengar jelas dari batu tersebut. Jia Gong An segera mengambil batu itu. "Bagus! Jika sudah selesai, segera gunakan darahmu untuk mengaktifkannya!" "Baik, Guru," jawab Thai Qu Cing. Jia Gong An menarik napas dalam-dalam. "Aku mengandalkanmu, Qu Cing. Suamiku terkena ilusi raja iblis dan Harha Fan sedang dalam situasi yang sulit. Mintalah bantuan kepada kepala perguruan l
Sebenarnya, kekuatan Raja Tham Fan dan Raja Gran Dong cukup seimbang. Namun, muslihat sang raja iblis, terasa begitu nyata sehingga membuat Tham Fan berada dalam kebimbangan. Pikirannya, dikacaukan oleh ilusi. Saat Raja Tham Fan menyerang Gran Dong dengan kekuatan penuh, tiba-tiba di hadapannya muncul sosok yang mirip dengan adiknya. Sehingga serangannya seolah-olah mengenai sang adik sampai terjatuh berlumur darah. Tham Fan terperangah, pandangannya terpaku pada sosok mirip Harha Fan yang berlumur darah. Rasa bersalah dan kebimbangan menghimpitnya. "Kenapa, Rhara? Mengapa kau ada di sini?" Tham Fan berbicara dengan suara terputus. Sosok itu menatapnya dengan mata penuh kesedihan. "Kakak, aku tidak mengerti. Apakah aku salah? Apakah aku tidak cukup baik bagi Kakak?" Tham Fan merasa hatinya tercabik. Ia mencoba mendekati sosok itu, namun kaki-kakinya terasa berat seperti terikat. "Tidak, Rhara! Aku tidak bermaksud melukaimu!" teriak Tham Fan. Raja Gran Dong tertawa, suaranya mem
Tubuh Du Bai mulai kaku, mati rasa seperti mayat. Sementara itu, di alam bawah sadarnya, jiwanya tergantung melayang, tertusuk beberapa jarum hitam raksasa yang mengeluarkan asap hitam menggumpal. Anak itu sangat memahami kondisinya saat ini. Serpihan jiwanya tertunduk dengan wajah lesu tak berdaya. dia benar-benar sudah merasakan berada di ambang kematian.Namun, tiba-tiba suara seseorang yang ia kenal menggema dalam ruang kosong yang penuh kehampaan itu. "Bertahanlah, Du Bai! Aku akan menyelamatkanmu!"Mendengar suara tersebut, Du Bai menyunggingkan bibirnya. "Kalaupun aku mati saat ini juga, aku tidak akan pernah menyesali perbuatanku!"Beberapa saat kemudian datanglah sekumpulan cahaya hijau menghampiri jiwa Du Bai. Cahaya tersebut seperti menarik jarum-jarum yang menancap pada dirinya, sehingga jiwa anak itu akhirnya terbebas dari penderitaan.Lalu, secara ajaib cahaya tersebut bahkan memberi kekuatan pada jiwa Du Bai, memulihkan jiwanya dan menghempaskan jarum-jarum itu keluar d
'Di-dia ...' Mata Ghen Dong menyipit tajam menatap seorang bocah yang berdiri gagah menangkis serangannya. Makhluk itu merasa tidak asing. 'Tongkat sakti itu ...' Sang iblis mengingat, bahwa ia pernah menjumpainya sebelum ini. Pikirannya terus menjelajah hingga menemukan suatu ingatan yang tak terlupakan. "Heh, dia adalah anak itu!" gumam Ghen Dong sedikit menyunggingkan senyum. "Anak yang pernah menggagalkan rencanaku saat hendak menguasai tubuh Kaktius Berdu Rhi sepenuhnya." Giginya menekan, tangannya menggerakkan jari secara perlahan mengepal. Seketika, raut wajahnya berubah menjadi tawa, ketika mata Ghen Dong tertuju pada sebuah tongkat sakti milik Sun Ji Gong. "Pfffft! Ha ha ha ha! Benar-benar lucu, mereka menggangkat anak kecil sepertimu menjadi raja mereka, hanya karena kau memegang tongkat Sun Ji Gong?" ejeknya. Qu Cing hanya tersenyum simpul menanggapi ejekannya. Dia juga mendapat informasi dari sang tongkat sakti bahwa iblis yang di hadapannya saat ini adalah soso