Mendengar kabar dari si kakek, Qu Cing tampak memahami. Mungkin, inilah sebab orang tuanya membuang dirinya dan juga menyegel kekuatannya. Hal ini semata-mata karena mereka ingin menyembunyikan jati diri sang anak, agar terlepas dari gangguan.Itu berarti, Qu Cing tidak boleh menunjukan kekuatannya secara sembarangan kepada seseorang. Anak itu berbalik sembari menggenggam erat kedua tangannya. "Aku, harus menjadi orang terkuat! Dan aku akan mencari mereka hingga ke ujung dunia. Tidak akan ku biarkan seorang pun mengganggu mereka lagi!" Kemudian, dia menoleh ke belakang dan mengucapkan terima kasih kepada si kakek ular piton karena telah memberikan informasi penting.Satu bulan lagi, usia Qu Cing menginjak 9 tahun. Saat itu tiba, bertepatan dengan dilaksanakannya ujian kenaikan kelas. Qu Cing adalah murid tertua dari semua teman-temannya di kelas 1, yang masih berusia 7 tahun lebih beberapa bulan.Anak itu dengan cepat berkembang. Dalam satu hari, ia mampu menguasai satu jurus yang dia
Sampai Qu Cing melepas tongkat tersebut, dan sang tongkat pun bergoyang cepat dengan kendali energi spiritual cahaya miliknya.Mata Lu Tung membulat. Sembari menangkis serangan sang tongkat sakti, kera hitam itu memperhatikan tongkat tersebut dengan seksama. "I-ini ...! Tongkat sakti Sun Ji Gong!"Bugh! Bugh! Bugh!Tongkat sakti itu terus bergoyang menghantam tubuh si kera hitam memancarkan cahaya panas. Setiap kali Lu Tung terkena sentuhan panas itu, bulunya akan tersengat dan terbakar."Aaargh!" rintih Lu Tung.Kera itu berlari dan melompat bergelantungan di atas pohon, meraih beberapa tumbuhan merambat.Whuuush! Syuuut syuuut syuuut!Dengan lincah Lu Tung melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, sembari mengikat sang tongkat sakti, hingga tongkat tersebut terjerat oleh beberapa tumbuhan merambat yang cukup kuat. Dia cukup puas karena sukses membuat pergerakan sang tongkat terhenti.Namun, saat Lu Tung hendak menghampiri Qu Cing kembali, ia melihat bocah itu menampakan senyum s
Setelah mendengar perkataan sang tongkat sakti, Qu Cing tersadar. "Benar! Ukiran ini, sama persis dengan ukiran yang terukir di tongkat! Tapi, bagaimana cara membukanya?"Sang tongkat menjawab, "letakan aku di atasnya! Kotak itu akan bersatu denganku dan Anda bisa mengambil kitab itu, Tuanku."Qu Cing pun melakukan apa yang dikatakannya. Ketika sang tongkat berada di atas kotak, kotak tersebut berubah menjadi serpihan cahaya dan lenyap. Kini, tampak sebuah buku kumuh, tapi masih terlihat rapi dan terawat. Buku itu adalah Kitab Sang Raja Kera.Saat Qu Cing menyentuh buku tersebut, tanda matahari di telapak tangannya kembali bereaksi. Hal ini membuat anak itu sedikit terperanjat. Dia tidak gegabah menyentuhnya kembali. Apakah buku ini juga benda pusaka? Pikirnya."Ada apa, Tuan? Anda tampak ragu. Aku pikir, Anda bisa menyerapnya dengan mudah," ujar sang tongkat sakti."Apakah ini akan sakit, seperti saat aku menyerapmu?" tanya Qu Cing."Tidak akan sesakit itu, Tuanku. Buku ini hanyalah
Para pasukan kera itu manatap tajam Qu Cing dengan tatapan yang berbeda. Ada yang menatap kagum karena sang tongkat sakti mengakuinya sebagai tuan yang baru, ada pula yang memandangnya remah karena dia tampak seperti seorang anak kecil."Kau pikir, dengan kau menbawa tongkat sakti Sun Ji Gong, kami akan mengakuimu sebagai raja? Ckck. Anak kecil kemaren sore, datang ke Hutan Lembah Siluman Kera dan ingin diakui sebagai raja? Lelucon macam apa ini?"Langit jingga memenuhi alam memperindah pemandangan. Qu Cing meringis menunjukan sebagian wajahnya. Ia memakai topeng kain di bagian mata."Terserah kalian! Aku hanya punya waktu sampai datang waktu malam. Yang mau mengakuiku sebagai raja dan siap mengikutiku, maka ikuti aku! Aku akan membawa kalian ke lahan kosong untuk berlatih memunculkan inti spiritual!" Anak itu berjalan ke suatu tempat yang luas dan tampak kosong. Hanya ada bebatuan dan sedikit pepohonan di sana.Beberapa kera tidak mengikutinya karena keangkuhan mereka. Qu Cing tak ac
Qu Cing meringis. Dia meminta agar Nie Lee mengikutinya untuk masuk ke gua karang. "Duduklah, Paman!"Nie Lee duduk bersila. Qu Cing berdiri di belakangnya menutup wajah pria itu dengan kedua telapak tangan. "Bersiaplah, Paman!"Tangan Qu Cing mengeluarkan cahaya hijau menembus wajah Nie Lee. Kemudian, dia menggerakan keduanya ke arah telinga pria itu sampai ke rambutnya.Suatu keajaiban terjadi. Kulit wajah Nie Lee kembali mengencang dan menjadi mulus tanpa luka. "Wajahku!" seru pria itu merasakan sesuatu yang luar biasa."Aku tidak menyangka, ternyata Anda pria yang tampan, Paman," puji Qu Cing. "Mari kita ke tahap selanjutnya!"Kedua tangan anak itu, turun menggenggam pundak. Lalu, dia menekan salah satu sendi spiritual Nie Lee. Kemudian, menariknya ke satu sendi yang lain dengan gerakan tangan yang menekan. Dia melakukannya beberapa kali hingga semua sendi-sendi spiritual itu tersambung kembali."Aaargh!" Nie Lee mengerang beberapa kali dengan napas terengah-engah sampai memuntahk
Teman-teman sekelas, tidak mengetahui bahwa sebenarnya Qu Cing bahkan telah melebihi ranah spiritual tingkat kedua."Aku akan memberi kejutan pada mereka," bisik Qu Cing kepada Bau Ba Chin."Hei, teman-teman! Mengapa kalian tidak membawa Bau Ba Chin untuk berkeliling perguruan? Jangan sampai dia tersesat saat berjalan sendiri tak mengerti arah. Perguruan ini sangat luas loh! Kalau saja aku bisa memandunya, aku akan lebih akrab dan membawanya berkeliling!" ujar Bery Tha si buta. Dia memahami dirinya tidak bisa melihat, sehingga ia meminta teman-temannya untuk mengakrabkan diri dengan Bau Ba Chin.Namun, semua terdiam. Qu Cing memahami teman-temannya. An Cang kesulitan berjalan karena ia memiliki keterbatasan. Satu kakinya lumpuh dan sulit untuk berpijak.Ashe Li tidak bisa menjadi pendengar yang baik. Orang-orang yang berbicara padanya, selalu merasa bosan karena dia tidak bisa menanggapi obrolan mereka.Qu Cing berdiri dari tempat duduknya dan berkata, "aku yang akan menemaninya berke
Wajah Qu Cing merah padam. Bibirnya mengantup dan kedua tangannya mengepal kuat. Ketika Qu Cing hendak bertindak, Bau Ba Chin mengulurkan tangan ke samping untuk menghadangnya. "Simpan tenagamu, Teman. Biarkan aku yang memberi mereka pelajaran!"Sebuah bola kegelapan, melesat cepat menghantam pantat Ji Thu. Bocah kasar itu terjingkrak kaget serta merasakan suatu pukulan yang kuat. "Sialan!" Dia menoleh mencari-cari si pelaku sembari meraba-raba bagian belakangnya. Anak itu menyadari bahwa celana yang dikenakan terkoyak-koyak, di balik serabut-serabut benang tipis, tampak dua belah daging mulus dan kenyal saling berhimpitan."Aaaaargh! Siapa yang melakukan ini!" gertak Ji Thu menutupi celananya yang bolong dengan kedua tangan. Dia merasa malu dan tidak bisa terus berlama-lama di sana. Sehingga, ia berlari meninggalkan teman-temannya ke asrama untuk mengganti celana.Selepas Ji Thu pergi, hingga tak tampak lagi batang hidungnya, anak-anak kelas 1C yang sudah dari tadi menahan tawa pun a
Setelah itu, An Cang perlahan membuka matanya dan merasakan kakinya bisa bergerak dengan ringan. Terukir raut wajah bahagia saat ia mendapati kakinya bisa bergerak bebas. "Apakah ini nyata?" Gadis itu berdiri sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan girang. Ia juga mencubit lengannya beberapa kali untuk memastikan bahwa ia sedang tidak bermimpi. "Ini benar-benar nyata!""Tentu saja ini nyata. Aku belajar pengobatan dengan baik," ucap Qu Cing merasa senang bisa membantu temannya."Terima kasih! Sekali lagi terima kasih!" Gadis itu membungkuk-bungkukan badan.Qu Cing berdiri dan berkata, "Sekarang, kau bisa ikut pergi ke perpustakaan menyusul yang lain.""Hmm ... aku akan memberi kejutan kepada teman-teman. Aku sudah meminjam buku tentang kekuatan spiritual angin kemaren. Jadi, aku akan berlatih di asrama.""Oh, kau meminjam buku itu! Bolehkah aku menyalinnya?""Menyalin?" An Cang memeringkan kepala. "Jadi, kau sudah bisa memunculkan inti spiritual?!""Em, aku akan mengoleksin
Di halaman pelatihan kediaman Klan Naar, seorang gadis muda berlutut di tanah, tubuhnya gemetar penuh luka. Kulitnya penuh bekas cambukan, beberapa di antaranya masih berdarah. Setiap kali ia gagal dalam pelatihan, hukumannya tetap sama—seratus kali cambukan.Chin Cong tidak lagi terlihat seperti jenius yang dulu dibanggakan klannya. Matanya yang dulu bersinar penuh percaya diri kini suram dan hampa. Setiap hari adalah penderitaan, dan ayahnya, Pou Cong, tidak pernah menunjukkan belas kasihan.Pou Cong berdiri di atas panggung pelatihan, memegang cambuk panjang yang berlumuran darah. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. "Berdiri!" perintahnya. "Kau harus kuat. Seorang anak dari Klan Naar tidak boleh menunjukkan kelemahan!"Chin Cong berusaha berdiri, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Kakinya gemetar, dan ia terjatuh lagi.Pou Cong menghela napas, lalu mengangkat cambuknya. Namun, tepat sebelum cambuk itu menghantam tubuh Chin Cong—Whuuuuuus!Sebuah bayangan melesat dengan kecepatan luar bias
Bau Ba Chin menatap Miao Meng dengan penuh rasa ingin tahu. “Bibi, apakah Anda orang tua Qu Cing?” tanyanya dengan nada hati-hati. Miao Meng tidak langsung menjawab. Ia justru menatap Bau Ba Chin dalam-dalam, lalu menghela napas pelan. “Apa yang membuatmu berpikir begitu?” tanyanya balik. Bau Ba Chin melirik Qu Cing, lalu kembali menatap Miao Meng. “Energi penyembuhan itu… sangat mirip dengan miliknya. Dan cara Bibi memandangnya bukan sekadar seperti seorang kenalan.” Qu Cing diam saja. Dalam hatinya, ia juga merasakan hal yang sama. Entah kenapa, sejak pertama kali melihat Miao Meng, ada sesuatu dalam dirinya yang merasa dekat dengan wanita itu. Miao Meng tersenyum tipis, lalu mengalihkan pandangannya ke langit. “Belum saatnya kalian tahu kebenarannya,” katanya dengan suara lembut. “Tapi aku berjanji, jika kau berhasil mencapai ranah spiritual tingkat sembilan, aku akan memberitahumu segalanya.” Qu Cing mengepalkan tangannya. Tingkat sembilan? Itu bukan hal yang mudah dicap
Suara Seo Rang terdengar serak, tetapi masih penuh dengan kesombongan. Ketika debu mulai mereda, sosoknya kembali terlihat.Tubuhnya penuh luka bakar akibat cahaya suci, kulitnya tampak hangus di beberapa bagian, dan tanduk kecil di kepalanya retak. Namun, matanya masih bersinar dengan keganasan yang tak surut."Menarik… sangat menarik…" Seo Rang menggerakkan lehernya ke kanan dan kiri, suara retakan tulang terdengar jelas. "Aku tidak mengira ada seseorang yang bisa menyerangku dengan cara seperti ini."Ia mengangkat tangan, jari-jarinya bergetar karena efek serangan sebelumnya. Namun, dalam hitungan detik, kegelapan kembali menyelimuti tubuhnya, menutupi luka-luka yang menganga.Kemudian, ia melirik sekeliling, mencoba mencari sosok Miao Meng, tetapi yang ia temukan hanyalah keheningan yang aneh.Alisnya berkerut. Ia yakin wanita itu ada di hadapannya beberapa saat lalu, dalam kondisi lemah dan nyaris tak bisa berdiri. Tidak mungkin ia bisa kabur begitu saja.‘Apa yang sebenarnya ter
Namun, Miao Meng sudah siap. Ia melompat ke samping, lalu dengan cepat menciptakan lapisan es tebal di sekelilingnya. Tombak itu menghantam es dengan keras, tetapi tidak langsung menembus.Miao Meng mendarat ringan di atas salah satu pilar es, lalu mengangkat satu tangan ke udara. Udara di sekitar mereka menjadi semakin dingin. Salju turun lebih deras, dan napas Seo Rang mulai mengembun.“Jangan meremehkanku,” ucapnya pelan.Dalam sekejap, badai salju menerjang. Angin es berputar liar, menutupi pandangan Seo Rang.Pria itu menyipitkan mata, lalu menyebarkan kegelapan dari tubuhnya, mencoba menyingkirkan salju itu. Namun, Miao Meng sudah berada di belakangnya, menciptakan bilah es yang lebih besar dan lebih tajam.“Serangan yang bagus,” Seo Rang berkata tanpa menoleh. “Tapi masih belum cukup.”Ia berbalik dengan cepat, menangkap bilah es itu dengan tangannya yang berselimut cahaya. Dalam sekejap, bilah es itu retak dan hancur berkeping-keping.Miao Meng terkejut, tetapi ia tidak menunj
"Pria itu hanya akan mengejar satu orang dalam satu waktu! Jika kita tetap bersama, ini hanya mempermudahnya menangkap kita semua sekaligus!" jelas Qu Cing.Miao Meng menggertakkan giginya. Ia tahu pernyataan itu memang ada benarnya. Namun, meninggalkan Qu Cing sendirian dengan pria seperti Seo Rang bukanlah pilihan yang baik.Qu Cing akhirnya membuat keputusan. "Aku akan menjadi umpan!" ujarnya tiba-tiba.Miao Meng tersentak. "Apa? Tidak, kau tidak bisa—""Sepertinya, dia lebih menginginkan kematianku dari pada menangkap Anda kembali, Bibi! Jika aku pergi ke arah lain, dia pasti akan mengejarku! Gunakan kesempatan itu untuk kabur!"Miao Meng tampak ragu. Matanya menatap anak itu dengan kebimbangan yang dalam."Percayalah padaku, Bibi!" Qu Cing menegaskan.Wajah Bau Ba Chin berkerut. "Tapi, ini akan sangat beresiko untukmu."Miao Meng menghentikan langkahnya. Napasnya memburu, bukan karena kelelahan, tetapi karena gejolak dalam hatinya yang tak bisa ia abaikan. Sementara itu, Qu Cing
Bau Ba Chin membuka matanya kembali. Kali ini, warna bola matanya berubah menjadi hitam pekat, memancarkan aura kelam yang begitu menakutkan.Dengan satu gerakan tangannya, kabut hitam mulai membubung dari tanah, merayap ke setiap celah di hutan. Kegelapan itu bukan sekadar bayangan, melainkan energi yang mampu menghisap cahaya, menipu mata, dan membingungkan panca indera.Para pengawal yang mengejar Qu Cing dan Miao Meng langsung tersendat. Kabut hitam itu seperti makhluk hidup, menjerat kaki mereka, membelit tubuh mereka, dan menarik mereka ke dalam kekosongan."A-Apa ini?!" salah satu pengawal berteriak, mencoba menebas kegelapan dengan pedangnya, namun usahanya sia-sia. Semakin ia berusaha, semakin dalam ia terjebak.Di kejauhan, Qu Cing menoleh ke belakang dan melihat pemandangan itu. Ia tahu bahwa ini adalah ulah Bau Ba Chin."Terima kasih, Bau Ba Chin..." gumamnya dalam hati.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Sebuah cahaya keemasan tiba-tiba bersinar dari dalam kabut. S
Qu Cing mengeraskan rahangnya. Jari-jarinya mengepal, matanya menatap lurus ke arah sangkar cahaya yang menahan Miao Meng. Ia tahu, satu-satunya cara untuk membebaskan wanita itu adalah dengan menggunakan kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya—kekuatan yang belum pernah ia gunakan dalam pertempuran besar. Tanda Matahari.Sebuah lambang berbentuk matahari terukir di telapak tangan kanannya sejak ia kecil. Ia tidak tahu dari mana asalnya, tetapi ia selalu merasakan energi aneh yang mengalir dalam simbol itu. Sang tongkat sakti pernah berkata bahwa tanda ini mampu melahap cahaya, panas, dan melenyapkan kegelapan.Hingga kini, ia belum pernah menggunakannya dalam skala besar. Namun, tidak ada waktu untuk ragu.Qu Cing melompat turun dari pohon dengan gesit, mendarat di tanah dengan ringan. Ia segera membentangkan telapak tangan kanannya ke arah sangkar cahaya yang mengurung Miao Meng."Lahap!"Begitu kata itu terucap, tanda matahari di telapak tangannya mulai berpendar. Dalam sekejap, se
Bau Ba Chin mengernyit. "Kau mengenalnya?""Tak ada waktu untuk menjelaskan. Aku tidak bisa membiarkan mereka membawanya," jawab Qu Cing dengan nada serius.Anak itu segera menarik tudung jubahnya ke atas kepala dan menutupi wajahnya dengan kain, menyamarkan identitasnya. Ia menoleh ke Bau Ba Chin. "Tunggu di sini! Dan jangan ikut campur! Aku tidak ingin melibatkanmu dalam bahaya ini. Jika sesuatu terjadi padaku, jangan lakukan tindakan gegabah."Bau Ba Chin menatapnya sejenak sebelum menghela napas. "Baiklah. Tapi aku akan tetap mengawasimu dari jauh. Jika keadaan menjadi buruk, aku tidak akan diam saja."Qu Cing mengangguk sebelum bergerak lebih dekat ke arah rombongan itu. Ia melompat dari satu ranting ke ranting lainnya, mendekati sangkar dengan langkah ringan agar tidak terdeteksi.Tiba-tiba, sang pemimpin rombongan menghentikan langkah kudanya. Ia mengangkat tangannya, memberi isyarat agar seluruh pengawal berhenti. Matanya menyapu ke sekeliling, seolah merasakan sesuatu. Qu Cin
Sebelum Qu Cing sempat menjawab, suara langkah kaki seseorang terdengar mendekat. "Cukup, Lou Tong. Tidak perlu bertanya lebih lanjut," ucap Nie Lee dengan tatapan tajam.Lou Tong mengernyit, tetapi ia tidak berani membantah kepala perguruan. "Baiklah. Aku hanya merasa ada sesuatu yang aneh...""Tidak semua hal harus kau ketahui," balas Nie Lee dengan suara tegas. "Muridku masih memiliki banyak rahasia yang bahkan aku sendiri tidak mengetahuinya. Dan kurasa, lebih baik kita tidak menggali lebih dalam."Lou Tong akhirnya mundur tanpa berkata-kata lagi, meski jelas ia masih merasa penasaran.Nie Lee menoleh ke arah Qu Cing. "Ayo ikut aku. Bau Ba Chin sudah menunggu. Kita akan membahas misi yang telah kita bicarakan sebelumnya."Qu Cing mengangguk dan mengikuti Nie Lee menuju tempat di mana Bau Ba Chin sudah duduk bersandar dengan ekspresi serius. Ia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu dengan dalam."Sebentar lagi liburan akan tiba," kata Nie Lee. "Sayangnya, karena misi ini, kalian