Sampailah di rumah orang tuaku. Rumah masa kecilku dulu. Jarak dari rumahku ke sini tidaklah lebih dari lima kilometer, jadi bisa saja aku pulang sewaktu-waktu tanpa memberi tahu suamiku terlebih dahulu.
Dio merasa bahagia bila menginap di sini. Karena ia sangat dimanja oleh kakek dan neneknya, begitupun sebaliknya. Orang tuaku selalu menanti-nanti kehadiran cucunya untuk menginap di sini.
"Della, Tedy mana? Kok nggak ikut?" tanya ibuku tiba-tiba mengagetkan lamunanku.
"Mm, anu Bu. Mas Tedy lagi nggak enak badan. Jadi tidak ikut," jawabku kikuk. Pikiranku buntuk tak bisa mencari alasan lain lagi.
"Lho, kok, ditinggal sendiri di rumah? Harusnya kamu ada di sana kalau si Tedy sakit, Del."
Ibuku selalu mencemaskan menantunya itu, sedangkan aku sebagai anaknya hanya disuruh menurut kepada suami. Nasib!
"I-iya, Bu. Nanti malam Della menyusul ke sana. Lagian aku dan Dio berniat menginap di sini," ujarku sambil memanyunkan bibir. Lalu dengan gopoh membopong tas yang berisikan baju Dio dan sedikit bajuku ke dalam kamar.
"Kamu aneh. Masa suami sakit malah menginap di sini? Dio saja yang menginap, kamu pulang saja. Kasihan 'kan suamimu nggak ada yang urus," cerocos ibu sambil mengelus rambut Dio dan menciuminya.
"Nek, Kakek mana?" Dio bertanya. Sembari bangkit dari pangkuan neneknya.
"Itu, di belakang rumah. Sana temui Kakekmu. Dia sudah kangen denganmu, Dio."
"Jangan lupa minumkan obat, supaya suamimu cepat sembuh. Ibu mau menyiapkan makanan dulu."
Aku tergolek lesu, bagaimana bisa aku mengatakan itu.
Aku memijat-mijat kepala, ibu yang masih sibuk menata piring di dapur meneriakiku.
"Sudah, mandi sana, Della. Lalu cepatlah pulang. Istirahat saja di rumahmu, daripada kamu ketiduran di sini. Hari sudah mau petang."
"Nanti saja, Bu. Aku kembali nanti malam."
Ibuku menggeleng pelan. Beliau selalu saja membela dan mengkhawatirkan menantunya itu, padahal anaknya sendiri harusnya diperhatikan.
Ah, sudahlah yang terpenting aksiku nanti malam harus berhasil.
*
Malam itu, aku bersiap-siap akan kembali ke rumah. Tanpa Mas Tedy sadari tentunya.
Dio sudah terlelap, begitu pun orang tuaku. Jam menunjukkan pukul 22.00, sudah hampir pas waktunya untuk melakukan aksiku.
Di ujung gang komplek, aku sengaja mematikan mesin motorku. Agar tak terdengar oleh Mas Tedy akan kehadiranku di sana.
Sampai juga di depan rumah. Aku memarkir motorku di sela semak pagar tanaman milik tetangga dua rumah sebelum rumahku. Sehingga takkan terlihat oleh Mas Tedy, bila tiba-tiba ia mengintip dari dalam rumah.
Aku sengaja memakai jaket berwarna gelap dengan tas ransel yang berisi barang-barang yang mungkin di butuhkan malam ini.
Pintu sudah terkunci, jendela pun sudah tertutup rapat. Beberapa lampu juga sudah di matikan. Rupanya Mas Tedy sudah bersiap untuk istirahat. Hmm, enak sekali hidupnya. Tanpa kehadiran istrinya ini bisa-bisanya tidur dengan nyaman.
Gagang pintu belakang rumah yang aku gapai ternyata terkunci. Namun aku masih punya seribu akal untuk membukanya, yaitu dengan memakai memakai kunci cadangan tentunya. Ah, semudah itu membobol rumah sendiri.
Pintu berhasil di buka. Sembari celingak-celinguk di sekitar, aku menutup kembali pintu dengan pelan.
Keringat mulai mengucur deras, aku putuskan untuk membuka jaket hitamku agar bisa leluasa bergerak.
"Krieett!!"
Suara kursi meja makan tergeser akibat tanganku yang tak sengaja menyenggolnya. Sontak aku langsung bersembunyi di balik tembok wastafel yang kemungkinan besar seseorang takkan bisa melihat dari arah berlawanan.
Untungnya suasana masih hening, itu tandanya Mas Tedy tak mendengar suara aneh yang kutimbulkan. Keadaan masih sunyi dan tenang, hanya bunyi jam dinding saja yang masih berdetak. Apa benar Mas Tedy sudah terlelap?
Aku mengatur nafas yang kian memburu, debaran jantung pun ikut memacu kencang. Jangan sampai suamiku menemukanku mengendap-endap di rumahnya sendiri. Bisa malu aku dibuatnya.
Langkahku telah sampai pada dapur yang jaraknya hanya beberapa langkah dari pintu belakang dan meja makan. Aku terdiam sejenak.
Sayup-sayup terdengar suara sesuatu dari kejauhan. Seperti ....
Apa aku salah dengar?
Aku memasang telinga, mencoba menangkap suara yang lirih seperti infrasonik yang hanya dapat didengar oleh hewan.
Tak salah lagi, suara ini adalah suara manusia yang sedang memadu kasih. Lalu suara siapa? Apa iya suara tetangga terdengar sampai sini?
Aku mencari-cari sumber suara itu. Tampaknya datang dari sekitar kamar belakang. Tak salah lagi, aku segera melangkah ke sana dengan pelan dan pasti.
Kutempelkan daun telingaku ke pintu itu.
Deg! Benar! Itu adalah suara perempuan yang sedang mendes@h, tentu saja pasti sedang terjadi aktivitas terlarang di sana.
Apa itu suara Sita dan Mas Tedy? Tapi tak ada suara laki-laki di sana. Hanya dengkusan perempuan yang nafasnya menderu.
Tenang, aku harus tetap tenang dan sabar. Walaupun sekujur tubuh sudah semakin gemetar, serta amarah yang berkecamuk dalam dada. Aku harus bisa mengendalikan diri.
Aku mengambil ponselku dari dalam tas, dan bersiap untuk merekam kejadian yang sebentar lagi segera terungkap.
Tanganku sudah siap di gagang pintu, namun aku memeriksanya sekali lagi. Memastikan apakah benar Mas Tedy atau bukan.
Penasaran, aku tak sefokus pertama kali menemukan suara itu. Akhirnya kuputuskan untuk segera menggerebeknya.
Ponsel on video kamera. Aku memantapkan hati,jika benar memang suamiku yang melakukan ini, setidaknya aku punya bukti bahwa dia berselingkuh.
Oh Tuhan, mengapa hidupku menjadi begini. Berantakan sudah rumah tanggaku. Semua karena perempuan si@lan itu. Dalam hatiku menangis sejadi-jadinya.
Gagang pintu kubuka dengan perlahan. Netraku menelisik tajam, bersiap menangkap kejadian yang membuat hatiku terkoyak sedalam-dalamnya.
Apa?? Aku terbelalak melihat keadaan kamar itu. Badanku langsung lemas dan lunglai, tak kusangka ....
Bersambung ...
Tak kusangka ....Ternyata keadaan kamar itu kosong! Tak ada seorang pun di sana.Aneh sekali!Suara yang ditimbulkan itu ternyata hanyalah dari sebuah ponsel yang sedang memutar video 'film biru', dengan volume yang keras.Apa maksud ini semua? Ada apa ini? Kenapa ada ponsel di kamar ini. Lalu ponsel siapa itu?Ponsel 'Apel koyak' itu tampak familiar. Ah, seperti milik Mas Tedy? Tipe dan warnanya sama, hanya softcase-nya saja yang berbeda.Kumatikan video, lalu mengambil ponsel itu dan menyimpannya dalam tas. Ini adalah salah satu barang bukti dari misteri yang akhir-akhir ini membuatku berpikir keras siapa dalang di balik ini semua.Aku menyelinap dan melanjutkan penyelidikanku. Kini aku menuju kamar pribadi
["Halo, halo!"] Suara Mas Tedy di sana. Aku terdiam tak menjawabnya.Lalu panggilan itu putus ditutupnya. Sial! Bagaimana ini? Aku harus bisa mengungkap ini semua.Semakin lama, aku semakin lemas, perutku lapar dan berbunyi keroncongan. Akhirnya, kuputuskan untuk makan dahulu dengan membuat mie instan dari dapur. Setelah kenyang, aku kembali berbaring di sofa untuk memikirkan rencana apa yang mau kuperbuat.Mengingat aku sudah berpamitan untuk menginap di rumah Ibu, jadi mau tak mau sebelum Mas Tedy pulang, aku harus segera pergi dari sini.Kulihat dari tirai, rumah Sita gelap gulita. Hanya lampu teras yang menyala. Kira-kira dia ada di rumah atau sedang keluar bersama Mas Tedy tadi nggak ya?Karena penasaran, akhirnya aku putuskan untuk mengintipnya. Karena jendela dapur belakang rumah Sita belum
Lalu Mas Tedy tertawa. Seketika dari arah belakang, seseorang menyiramku air hingga basah kuyup."Aaarrgh!"Aku terkesiap. Netraku mengerjap cepat. Rupanya ini hanyalah mimpi. Sepertinya aku menyenggol laci hingga menumpahkan gelas plastik yang berisi air, hingga jatuh mengenai kepalaku.Huh, sungguh sial. Aku harus cepat-cepat bangun dan berganti pakaian.Ketika aku bangkit, Mas Tedy sedang tidur sambil mendengkur di atas ranjang. Dengkurannya sungguh keras, membuat kegaduhan kecil yang aku buat tak terdengar olehnya.Perlahan aku bergerak melewati tubuh Mas Tedy. Tiba-tiba, dia menggeliat dan mendapati diriku berada di atas tubuhnya. Ia langsung memelukku dengan mata masih terpejam. Aku masih terdiam, menunggu suamiku benar-benar terlelap kembali.Setelah beberapa menit, aku mencoba mengangkat pelan-pelan tangannya yang menindihku.
Lampu rumah Sita yang terang benderang, mendadak hampir setengahnya dipadamkan. Padahal, pria itu masih bertamu di rumah Sita. Wah, benar-benar menyeramkan, apa sebenarnya yang terjadi di sana?"Kamu lagi ngapain? Kok sampe ngintip segala kayak gitu?" tanya Mas Tedy, kepalanya ikutan nongol di bibir pintu."Sudahlah, Mas. Nggak usah ikut-ikutan deh. Aku aja yang ngerti. Intinya sekarang kamu jelasin padaku, ponsel siapa itu dan mengapa bisa sampai di kamar belakang? Titik!"Aku mengotot sampai hampir tersengal. Setelah meneguk air putih, aku bernafas lega kembali.Pandanganku fokus terarah pada wajah Mas Tedy. Ia merunduk tatkala aku mulai melotot padanya."Maaass! Woii! Jangan diem aja dong!" teriakku.Mas Tedy menghela napasnya. Seakan mau bicara serius padaku."Begini, ini bukan seperti yang kamu bayangk
🌱🌱🌱Sita membawa seorang pria yang tampak seumuran dengannya. Pria itu berpakaian rapi serta rambut yang klimis. Bau harum parfum keduanya menyeruak di penjuru ruangan."Kak Della, kenalin ini suamiku. Namanya Reino."Sita menyikut pria di sebelahnya, memberi isyarat agar berjabat tangan denganku. Aku masih tak percaya bila orang tersebut adalah benar suami Sita.Aku membalas jabatan si pria itu dengan senyum kaku. Agar si Sita menyadari bahwa kelakuannya masih salah di mataku."Sudah, tak usah berlama-lama. Mari kita langsung makan malam saja," tawar Mas Tedy.Anggukan serempak kedua tamuku itu sangat membuatku muak. Andai saja mereka tahu betapa menyebalkannya tetangga seperti dia, pasti mereka takkan berani menginjakkan kaki di sini."Ah, benar. Mari ke sebelah sini." Aku mempersilakan para tamuku menuju ke tempat
Kenapa Mas Tedy malah minta Sita dan suaminya ikut liburan? Ada apa gerangan?"Mas, sadar gak sih, yang kamu katakan itu?" tanyaku. Mas Tedy terdiam tak menjawab.Aku merebahkan diri dalam ranjang empuk, Mas Tedy ternyata sudah lebih dulu tertidur ternyata, pantas saja aku ajak ngobrol tak menyahut.Suara ponsel bergetar membangunkanku yang baru saja terpejam. Aku raih ponselku yang tergeletak di atas laci, tapi tak ada satupun panggilan atau notifikasi masuk.Ponsel siapa ini yang bergetar? Ah, pasti milik Mas Tedy. Terpaksa aku menunda dulu tidur malam ini, dan mencari-cari barang yang bergetar sedari tadi.Ponsel Mas Tedy ternyata tertindih badannya, haruskah aku mengambilnya?Tak lama aku mematung, duduk di atas ranjang. Menunggu Mas Tedy menggeliat dan merubah posisi tidurnya.Getaran sudah
🌱Tok! Tok! Tok!Terdengar sebuah ketukan yang berasal dari pintu rumahku. Aku mendengkus kesal. Rasanya baru beberapa menit mataku terpejam menyambut mimpi, sudah ada saja yang mengusiknya.Mas Tedy masih terlelap di sebelahku. Entah mengapa dia tidak terbangun mendengar suara gedoran keras di pintu rumah ini.Aku melangkah dengan gontai menuju sumber suara. Menahan rahang yang pegal karena terus-terusan menguap menahan kantuk yang tak tertahankan.Kemudian aku menghentikan jalanku sejenak tatkala bergidik setelah melirik jam dinding yang menempel di tembok.
Aku menelisik masuk ke kamar yang pintunya terbuka lebar. Aih, alangkah terkejutnya diriku mendapati Sita berada di sana. Ia tampak baru selesai keluar dari toilet yang ada di dalamnya."Hei, kamu! Masuk kamar orang tanpa ijin!" bentakku pada Sita yang berdiri di depan pintu toilet. Tampak ia sedang mengelap betisnya yang basah, tanpa rasa bersalah ia meringis padaku dengan wajah innocent-nya."Kamu habis ngapain itu, Sit? Kok, tahu kamar ini ada toiletnya?" imbuhku sambil berkacak pinggang."Emm, itu aku nebak sendiri, sih. Karena aku sudah kebelet buang air kecil. Tanpa kusadari masuk dalam kamarmu yang tampak bagus ini. Lalu, aku lihat ada toilet di dalamnya, akhirnya masuk, deh.""Ah, alasan aja kamu, Sit. Bilang aja kamu--."Mas Tedy tiba-tiba terbangun. Ia tertegun melihatku bersama wanita super sek
Kenapa Mas Tedy malah minta Sita dan suaminya ikut liburan? Ada apa gerangan?"Mas, sadar gak sih, yang kamu katakan itu?" tanyaku. Mas Tedy terdiam tak menjawab.Aku merebahkan diri dalam ranjang empuk, Mas Tedy ternyata sudah lebih dulu tertidur ternyata, pantas saja aku ajak ngobrol tak menyahut.Suara ponsel bergetar membangunkanku yang baru saja terpejam. Aku raih ponselku yang tergeletak di atas laci, tapi tak ada satupun panggilan atau notifikasi masuk.Ponsel siapa ini yang bergetar? Ah, pasti milik Mas Tedy. Terpaksa aku menunda dulu tidur malam ini, dan mencari-cari barang yang bergetar sedari tadi.Ponsel Mas Tedy ternyata tertindih badannya, haruskah aku mengambilnya?Tak lama aku mematung, duduk di atas ranjang. Menunggu Mas Tedy menggeliat dan merubah posisi tidurnya.Getaran sudah
🌱🌱🌱Sita membawa seorang pria yang tampak seumuran dengannya. Pria itu berpakaian rapi serta rambut yang klimis. Bau harum parfum keduanya menyeruak di penjuru ruangan."Kak Della, kenalin ini suamiku. Namanya Reino."Sita menyikut pria di sebelahnya, memberi isyarat agar berjabat tangan denganku. Aku masih tak percaya bila orang tersebut adalah benar suami Sita.Aku membalas jabatan si pria itu dengan senyum kaku. Agar si Sita menyadari bahwa kelakuannya masih salah di mataku."Sudah, tak usah berlama-lama. Mari kita langsung makan malam saja," tawar Mas Tedy.Anggukan serempak kedua tamuku itu sangat membuatku muak. Andai saja mereka tahu betapa menyebalkannya tetangga seperti dia, pasti mereka takkan berani menginjakkan kaki di sini."Ah, benar. Mari ke sebelah sini." Aku mempersilakan para tamuku menuju ke tempat
Lampu rumah Sita yang terang benderang, mendadak hampir setengahnya dipadamkan. Padahal, pria itu masih bertamu di rumah Sita. Wah, benar-benar menyeramkan, apa sebenarnya yang terjadi di sana?"Kamu lagi ngapain? Kok sampe ngintip segala kayak gitu?" tanya Mas Tedy, kepalanya ikutan nongol di bibir pintu."Sudahlah, Mas. Nggak usah ikut-ikutan deh. Aku aja yang ngerti. Intinya sekarang kamu jelasin padaku, ponsel siapa itu dan mengapa bisa sampai di kamar belakang? Titik!"Aku mengotot sampai hampir tersengal. Setelah meneguk air putih, aku bernafas lega kembali.Pandanganku fokus terarah pada wajah Mas Tedy. Ia merunduk tatkala aku mulai melotot padanya."Maaass! Woii! Jangan diem aja dong!" teriakku.Mas Tedy menghela napasnya. Seakan mau bicara serius padaku."Begini, ini bukan seperti yang kamu bayangk
Lalu Mas Tedy tertawa. Seketika dari arah belakang, seseorang menyiramku air hingga basah kuyup."Aaarrgh!"Aku terkesiap. Netraku mengerjap cepat. Rupanya ini hanyalah mimpi. Sepertinya aku menyenggol laci hingga menumpahkan gelas plastik yang berisi air, hingga jatuh mengenai kepalaku.Huh, sungguh sial. Aku harus cepat-cepat bangun dan berganti pakaian.Ketika aku bangkit, Mas Tedy sedang tidur sambil mendengkur di atas ranjang. Dengkurannya sungguh keras, membuat kegaduhan kecil yang aku buat tak terdengar olehnya.Perlahan aku bergerak melewati tubuh Mas Tedy. Tiba-tiba, dia menggeliat dan mendapati diriku berada di atas tubuhnya. Ia langsung memelukku dengan mata masih terpejam. Aku masih terdiam, menunggu suamiku benar-benar terlelap kembali.Setelah beberapa menit, aku mencoba mengangkat pelan-pelan tangannya yang menindihku.
["Halo, halo!"] Suara Mas Tedy di sana. Aku terdiam tak menjawabnya.Lalu panggilan itu putus ditutupnya. Sial! Bagaimana ini? Aku harus bisa mengungkap ini semua.Semakin lama, aku semakin lemas, perutku lapar dan berbunyi keroncongan. Akhirnya, kuputuskan untuk makan dahulu dengan membuat mie instan dari dapur. Setelah kenyang, aku kembali berbaring di sofa untuk memikirkan rencana apa yang mau kuperbuat.Mengingat aku sudah berpamitan untuk menginap di rumah Ibu, jadi mau tak mau sebelum Mas Tedy pulang, aku harus segera pergi dari sini.Kulihat dari tirai, rumah Sita gelap gulita. Hanya lampu teras yang menyala. Kira-kira dia ada di rumah atau sedang keluar bersama Mas Tedy tadi nggak ya?Karena penasaran, akhirnya aku putuskan untuk mengintipnya. Karena jendela dapur belakang rumah Sita belum
Tak kusangka ....Ternyata keadaan kamar itu kosong! Tak ada seorang pun di sana.Aneh sekali!Suara yang ditimbulkan itu ternyata hanyalah dari sebuah ponsel yang sedang memutar video 'film biru', dengan volume yang keras.Apa maksud ini semua? Ada apa ini? Kenapa ada ponsel di kamar ini. Lalu ponsel siapa itu?Ponsel 'Apel koyak' itu tampak familiar. Ah, seperti milik Mas Tedy? Tipe dan warnanya sama, hanya softcase-nya saja yang berbeda.Kumatikan video, lalu mengambil ponsel itu dan menyimpannya dalam tas. Ini adalah salah satu barang bukti dari misteri yang akhir-akhir ini membuatku berpikir keras siapa dalang di balik ini semua.Aku menyelinap dan melanjutkan penyelidikanku. Kini aku menuju kamar pribadi
Sampailah di rumah orang tuaku. Rumah masa kecilku dulu. Jarak dari rumahku ke sini tidaklah lebih dari lima kilometer, jadi bisa saja aku pulang sewaktu-waktu tanpa memberi tahu suamiku terlebih dahulu.Dio merasa bahagia bila menginap di sini. Karena ia sangat dimanja oleh kakek dan neneknya, begitupun sebaliknya. Orang tuaku selalu menanti-nanti kehadiran cucunya untuk menginap di sini."Della, Tedy mana? Kok nggak ikut?" tanya ibuku tiba-tiba mengagetkan lamunanku."Mm, anu Bu. Mas Tedy lagi nggak enak badan. Jadi tidak ikut," jawabku kikuk. Pikiranku buntuk tak bisa mencari alasan lain lagi."Lho, kok, ditinggal sendiri di rumah? Harusnya kamu ada di sana kalau si Tedy sakit, Del."Ibuku selalu mencemaskan menantunya itu, sedangkan aku sebagai anaknya hanya disuruh menurut kepada suami.
Tiga buah gumpalan tissue yang sudah gepeng tertindih kasur, akhirnya aku bersihkan dengan sapu.Beberapa diataranya terdapat noda di permukaan tissue itu. Saking jijiknya, sampai cepat-cepat kubuang dalam sampah.Nafasku tak karuan, keringat dingin mulai mengucur deras di tengkuk.Dalam benakku terpikir, bagaimana bisa gumpalan tissue itu bersembunyi di sana. Di tempat yang tak semestinya. Benar-benar di luar nalar.Seketika khayalanku menerawang jauh. Bisa saja tissue itu adalah milik Sita yang dibawanya dari rumah lalu disimpan dalam kantong celana hotpants-nya.Kemudian ia memakainya untuk mengelap anggota tubuhnya yang basah oleh keringat, mengingat kamar itu tak ber-AC. Hanya kipas kecil saja yang menempel di dinding.Atau kemungkinan lainnya yaitu ....&nbs
Aku menelisik masuk ke kamar yang pintunya terbuka lebar. Aih, alangkah terkejutnya diriku mendapati Sita berada di sana. Ia tampak baru selesai keluar dari toilet yang ada di dalamnya."Hei, kamu! Masuk kamar orang tanpa ijin!" bentakku pada Sita yang berdiri di depan pintu toilet. Tampak ia sedang mengelap betisnya yang basah, tanpa rasa bersalah ia meringis padaku dengan wajah innocent-nya."Kamu habis ngapain itu, Sit? Kok, tahu kamar ini ada toiletnya?" imbuhku sambil berkacak pinggang."Emm, itu aku nebak sendiri, sih. Karena aku sudah kebelet buang air kecil. Tanpa kusadari masuk dalam kamarmu yang tampak bagus ini. Lalu, aku lihat ada toilet di dalamnya, akhirnya masuk, deh.""Ah, alasan aja kamu, Sit. Bilang aja kamu--."Mas Tedy tiba-tiba terbangun. Ia tertegun melihatku bersama wanita super sek