Tak kusangka ....
Ternyata keadaan kamar itu kosong! Tak ada seorang pun di sana.
Aneh sekali!
Suara yang ditimbulkan itu ternyata hanyalah dari sebuah ponsel yang sedang memutar video 'film biru', dengan volume yang keras.
Apa maksud ini semua? Ada apa ini? Kenapa ada ponsel di kamar ini. Lalu ponsel siapa itu?
Ponsel 'Apel koyak' itu tampak familiar. Ah, seperti milik Mas Tedy? Tipe dan warnanya sama, hanya softcase-nya saja yang berbeda.
Kumatikan video, lalu mengambil ponsel itu dan menyimpannya dalam tas. Ini adalah salah satu barang bukti dari misteri yang akhir-akhir ini membuatku berpikir keras siapa dalang di balik ini semua.
Aku menyelinap dan melanjutkan penyelidikanku. Kini aku menuju kamar pribadi kami berdua. Memastikan apa yang dilakukan Mas Tedy di dalamnya. Sedang tidur ataukah masih terjaga?
Suasana begitu senyap, bulu kudukku meremang. Mengapa malam ini begitu mencekam, padahal biasanya selalu banyak suara lalu-lalang kendaraan yang lewat, atau tetangga lain yang baru pulang dari bekerja.
Pintu kamar tertutup rapat. Itu membuatku kesulitan untuk mengamati dari luar.
Kenapa juga Mas Tedy menutupnya? Harusnya disisakan celah agar aku bisa leluasa mengagetkannya. Batinku kesal. Benar-benar malam yang melelahkan. Seperti seorang pencuri saja aku ini.
Kugapai gagang pintu kamar, dan menariknya pelan. Yes! Aku berhasil membuka pintu kamar tanpa bersuara. Begitu girangnya, sampai langkahku berderap keras di lantai kamar. Ups! Aku harus tetap tenang.
Hah? Kemana Mas Tedy? Ia tak ada di kamar. Kulihat ponselnya tergeletak di atas tempat tidur. Ah, benar. Ponsel yang di kamar belakang itu bukanlah milik Mas Tedy. Lalu kepunyaan siapa?
Byur! Byur!
Suara gemercik air di toilet kamar. Aku tersentak dan langsung bersembunyi di kolong tempat tidur, dan bergeser ke pojokan. Hingga mendapat posisi yang tepat, aman, dan tak mungkin ketahuan.
Drrrttt!
Ponsel Mas Tedy bergetar lama, sepertinya ada panggilan masuk.
Dari bawah kolong aku melihat kaki pria berbulu keluar dari toilet. Benar! Itu kaki Mas Tedy, aku sudah hafal. Segera ia berhenti tepat di depan ranjang dan mengangkat panggilan masuk dari ponselnya.
"Halo, iya aku baru dari toilet. Nggak, belum tidur. Oke, aku tungguin kok. Bye!"
Huh! Telepon dari siapa ya, itu? Aku jadi penasaran.
Terlihat Mas Tedy berganti pakaian, lalu menyemprotkan parfum di badannya sembari bersiul-siul.
Langkah Mas Tedy beranjak keluar kamar. Bau parfumnya semerbak memenuhi ruangan kamar.
Mau kemana dia, ya? Malam-malam begini?
Aku bingung. Harus berdiam di sini saja atau bersembunyi di dapur?
Hawa di kolong semakin pengap, nyamuk mulai menggigiti kulitku. Ah, aku harus keluar dari tempat persembunyian ini. Benar-benar menyebalkan.
Kuputar badanku sampai bergemeretak tulang-tulang punggung, tangan-tangan yang agak kaku, kuluruskan kembali. Karena misi ini belum selesai. Aku harus mendapatkan hasil.
Ceklek! Suara pintu terbuka.
Tampaknya, Mas Tedy sedang membuka pintu depan rumah. Ini kesempatan bagus untukku bersembunyi di dapur. Karena dari sana aku bisa melihat gerak-geriknya, mulai dari ruang depan, kamar tidur sampai kamar belakang.
Segera aku mengendap-endap perlahan menuju dapur. Kulihat dari balik tembok dapur, Mas Tedy sedang berada di depan pintu. Seperti sedang menunggu seseorang.
Ia membuka ponselnya, lalu menelepon seseorang.
"Kamu dimana? Aku sudah di depan rumah," ujar suamiku, penampilannya sudah rapi serta membawa tas selempangnya.
Beberapa menit kemudian, mobil berwarna hitam datang menghampiri. Mas Tedy melambaikan tangan lalu menutup dan mengunci pintu rumah.
Bisa-bisanya jam segini dia keluar rumah, dengan siapa juga? Ah, aku harus berbuat sesuatu nih. Setelah mondar-mandir memikirkan ide. Tercetuslah suatu inisiatif.
Kuambil ponsel Apel yang tadi kutemukan di kamar belakang. Kubuka layar di ponsel itu. Tak terkunci! Wallpaper yang digunakan sangat basic, aplikasi yang terinstall pun tak terlalu banyak. Sepertinya ini ponsel yang baru dibeli, terlihat mulus dan tak ada goresan sedikitpun di layar atau bezelnya.
Aku cari kontak dengan memasukkan nomor Mas Tedy.
Hah? Nomor Mas Tedy tersimpan dengan nama "Handsome Man" yang artinya "Pria Ganteng". Siapa berani-beraninya menamai nomor suamiku dengan sebutan ini. Aku saja sebagai istrinya hanya menamai "Suamiku" itu saja.
Semakin geram dibuatnya. Lalu aku buka file galery, di sana tak terlalu banyak foto dan video. Hanya foto quotes dan video tikt*k saja yang muncul.
Nah, aku harus mengecek aplikasi hijau. Ini yang biasa orang pakai untuk berkomunikasi. Agak gemetar ketika mengetuk aplikasi itu, berharap tak ada yang aneh di dalamnya.
Deg!
Ternyata chat-nya kosong. Mungkin sudah sengaja di hapus semua atau memang tak ada aktivitas obrolan di aplikasi itu. Hemm. Aku memutar otak lagi.
Membuka-buka aplikasi atau file yang bisa menunjukkan siapa pemilik ponsel itu.
Sepertinya aku harus mencoba menelepon nomor suamiku dengan ponsel ini. Lihat bagaimana responnya ketika menerima panggilan masuk dari nomor ini.
Tuuutt! Tuuuutt!
Panggilan w******p berdering. Namun, kenapa lama sekali tak di angkat oleh Mas Tedy.
Akhirnya panggilan diterima.
["Halo ...."]
Bersambung ...
["Halo, halo!"] Suara Mas Tedy di sana. Aku terdiam tak menjawabnya.Lalu panggilan itu putus ditutupnya. Sial! Bagaimana ini? Aku harus bisa mengungkap ini semua.Semakin lama, aku semakin lemas, perutku lapar dan berbunyi keroncongan. Akhirnya, kuputuskan untuk makan dahulu dengan membuat mie instan dari dapur. Setelah kenyang, aku kembali berbaring di sofa untuk memikirkan rencana apa yang mau kuperbuat.Mengingat aku sudah berpamitan untuk menginap di rumah Ibu, jadi mau tak mau sebelum Mas Tedy pulang, aku harus segera pergi dari sini.Kulihat dari tirai, rumah Sita gelap gulita. Hanya lampu teras yang menyala. Kira-kira dia ada di rumah atau sedang keluar bersama Mas Tedy tadi nggak ya?Karena penasaran, akhirnya aku putuskan untuk mengintipnya. Karena jendela dapur belakang rumah Sita belum
Lalu Mas Tedy tertawa. Seketika dari arah belakang, seseorang menyiramku air hingga basah kuyup."Aaarrgh!"Aku terkesiap. Netraku mengerjap cepat. Rupanya ini hanyalah mimpi. Sepertinya aku menyenggol laci hingga menumpahkan gelas plastik yang berisi air, hingga jatuh mengenai kepalaku.Huh, sungguh sial. Aku harus cepat-cepat bangun dan berganti pakaian.Ketika aku bangkit, Mas Tedy sedang tidur sambil mendengkur di atas ranjang. Dengkurannya sungguh keras, membuat kegaduhan kecil yang aku buat tak terdengar olehnya.Perlahan aku bergerak melewati tubuh Mas Tedy. Tiba-tiba, dia menggeliat dan mendapati diriku berada di atas tubuhnya. Ia langsung memelukku dengan mata masih terpejam. Aku masih terdiam, menunggu suamiku benar-benar terlelap kembali.Setelah beberapa menit, aku mencoba mengangkat pelan-pelan tangannya yang menindihku.
Lampu rumah Sita yang terang benderang, mendadak hampir setengahnya dipadamkan. Padahal, pria itu masih bertamu di rumah Sita. Wah, benar-benar menyeramkan, apa sebenarnya yang terjadi di sana?"Kamu lagi ngapain? Kok sampe ngintip segala kayak gitu?" tanya Mas Tedy, kepalanya ikutan nongol di bibir pintu."Sudahlah, Mas. Nggak usah ikut-ikutan deh. Aku aja yang ngerti. Intinya sekarang kamu jelasin padaku, ponsel siapa itu dan mengapa bisa sampai di kamar belakang? Titik!"Aku mengotot sampai hampir tersengal. Setelah meneguk air putih, aku bernafas lega kembali.Pandanganku fokus terarah pada wajah Mas Tedy. Ia merunduk tatkala aku mulai melotot padanya."Maaass! Woii! Jangan diem aja dong!" teriakku.Mas Tedy menghela napasnya. Seakan mau bicara serius padaku."Begini, ini bukan seperti yang kamu bayangk
🌱🌱🌱Sita membawa seorang pria yang tampak seumuran dengannya. Pria itu berpakaian rapi serta rambut yang klimis. Bau harum parfum keduanya menyeruak di penjuru ruangan."Kak Della, kenalin ini suamiku. Namanya Reino."Sita menyikut pria di sebelahnya, memberi isyarat agar berjabat tangan denganku. Aku masih tak percaya bila orang tersebut adalah benar suami Sita.Aku membalas jabatan si pria itu dengan senyum kaku. Agar si Sita menyadari bahwa kelakuannya masih salah di mataku."Sudah, tak usah berlama-lama. Mari kita langsung makan malam saja," tawar Mas Tedy.Anggukan serempak kedua tamuku itu sangat membuatku muak. Andai saja mereka tahu betapa menyebalkannya tetangga seperti dia, pasti mereka takkan berani menginjakkan kaki di sini."Ah, benar. Mari ke sebelah sini." Aku mempersilakan para tamuku menuju ke tempat
Kenapa Mas Tedy malah minta Sita dan suaminya ikut liburan? Ada apa gerangan?"Mas, sadar gak sih, yang kamu katakan itu?" tanyaku. Mas Tedy terdiam tak menjawab.Aku merebahkan diri dalam ranjang empuk, Mas Tedy ternyata sudah lebih dulu tertidur ternyata, pantas saja aku ajak ngobrol tak menyahut.Suara ponsel bergetar membangunkanku yang baru saja terpejam. Aku raih ponselku yang tergeletak di atas laci, tapi tak ada satupun panggilan atau notifikasi masuk.Ponsel siapa ini yang bergetar? Ah, pasti milik Mas Tedy. Terpaksa aku menunda dulu tidur malam ini, dan mencari-cari barang yang bergetar sedari tadi.Ponsel Mas Tedy ternyata tertindih badannya, haruskah aku mengambilnya?Tak lama aku mematung, duduk di atas ranjang. Menunggu Mas Tedy menggeliat dan merubah posisi tidurnya.Getaran sudah
🌱Tok! Tok! Tok!Terdengar sebuah ketukan yang berasal dari pintu rumahku. Aku mendengkus kesal. Rasanya baru beberapa menit mataku terpejam menyambut mimpi, sudah ada saja yang mengusiknya.Mas Tedy masih terlelap di sebelahku. Entah mengapa dia tidak terbangun mendengar suara gedoran keras di pintu rumah ini.Aku melangkah dengan gontai menuju sumber suara. Menahan rahang yang pegal karena terus-terusan menguap menahan kantuk yang tak tertahankan.Kemudian aku menghentikan jalanku sejenak tatkala bergidik setelah melirik jam dinding yang menempel di tembok.
Aku menelisik masuk ke kamar yang pintunya terbuka lebar. Aih, alangkah terkejutnya diriku mendapati Sita berada di sana. Ia tampak baru selesai keluar dari toilet yang ada di dalamnya."Hei, kamu! Masuk kamar orang tanpa ijin!" bentakku pada Sita yang berdiri di depan pintu toilet. Tampak ia sedang mengelap betisnya yang basah, tanpa rasa bersalah ia meringis padaku dengan wajah innocent-nya."Kamu habis ngapain itu, Sit? Kok, tahu kamar ini ada toiletnya?" imbuhku sambil berkacak pinggang."Emm, itu aku nebak sendiri, sih. Karena aku sudah kebelet buang air kecil. Tanpa kusadari masuk dalam kamarmu yang tampak bagus ini. Lalu, aku lihat ada toilet di dalamnya, akhirnya masuk, deh.""Ah, alasan aja kamu, Sit. Bilang aja kamu--."Mas Tedy tiba-tiba terbangun. Ia tertegun melihatku bersama wanita super sek
Tiga buah gumpalan tissue yang sudah gepeng tertindih kasur, akhirnya aku bersihkan dengan sapu.Beberapa diataranya terdapat noda di permukaan tissue itu. Saking jijiknya, sampai cepat-cepat kubuang dalam sampah.Nafasku tak karuan, keringat dingin mulai mengucur deras di tengkuk.Dalam benakku terpikir, bagaimana bisa gumpalan tissue itu bersembunyi di sana. Di tempat yang tak semestinya. Benar-benar di luar nalar.Seketika khayalanku menerawang jauh. Bisa saja tissue itu adalah milik Sita yang dibawanya dari rumah lalu disimpan dalam kantong celana hotpants-nya.Kemudian ia memakainya untuk mengelap anggota tubuhnya yang basah oleh keringat, mengingat kamar itu tak ber-AC. Hanya kipas kecil saja yang menempel di dinding.Atau kemungkinan lainnya yaitu ....&nbs
Kenapa Mas Tedy malah minta Sita dan suaminya ikut liburan? Ada apa gerangan?"Mas, sadar gak sih, yang kamu katakan itu?" tanyaku. Mas Tedy terdiam tak menjawab.Aku merebahkan diri dalam ranjang empuk, Mas Tedy ternyata sudah lebih dulu tertidur ternyata, pantas saja aku ajak ngobrol tak menyahut.Suara ponsel bergetar membangunkanku yang baru saja terpejam. Aku raih ponselku yang tergeletak di atas laci, tapi tak ada satupun panggilan atau notifikasi masuk.Ponsel siapa ini yang bergetar? Ah, pasti milik Mas Tedy. Terpaksa aku menunda dulu tidur malam ini, dan mencari-cari barang yang bergetar sedari tadi.Ponsel Mas Tedy ternyata tertindih badannya, haruskah aku mengambilnya?Tak lama aku mematung, duduk di atas ranjang. Menunggu Mas Tedy menggeliat dan merubah posisi tidurnya.Getaran sudah
🌱🌱🌱Sita membawa seorang pria yang tampak seumuran dengannya. Pria itu berpakaian rapi serta rambut yang klimis. Bau harum parfum keduanya menyeruak di penjuru ruangan."Kak Della, kenalin ini suamiku. Namanya Reino."Sita menyikut pria di sebelahnya, memberi isyarat agar berjabat tangan denganku. Aku masih tak percaya bila orang tersebut adalah benar suami Sita.Aku membalas jabatan si pria itu dengan senyum kaku. Agar si Sita menyadari bahwa kelakuannya masih salah di mataku."Sudah, tak usah berlama-lama. Mari kita langsung makan malam saja," tawar Mas Tedy.Anggukan serempak kedua tamuku itu sangat membuatku muak. Andai saja mereka tahu betapa menyebalkannya tetangga seperti dia, pasti mereka takkan berani menginjakkan kaki di sini."Ah, benar. Mari ke sebelah sini." Aku mempersilakan para tamuku menuju ke tempat
Lampu rumah Sita yang terang benderang, mendadak hampir setengahnya dipadamkan. Padahal, pria itu masih bertamu di rumah Sita. Wah, benar-benar menyeramkan, apa sebenarnya yang terjadi di sana?"Kamu lagi ngapain? Kok sampe ngintip segala kayak gitu?" tanya Mas Tedy, kepalanya ikutan nongol di bibir pintu."Sudahlah, Mas. Nggak usah ikut-ikutan deh. Aku aja yang ngerti. Intinya sekarang kamu jelasin padaku, ponsel siapa itu dan mengapa bisa sampai di kamar belakang? Titik!"Aku mengotot sampai hampir tersengal. Setelah meneguk air putih, aku bernafas lega kembali.Pandanganku fokus terarah pada wajah Mas Tedy. Ia merunduk tatkala aku mulai melotot padanya."Maaass! Woii! Jangan diem aja dong!" teriakku.Mas Tedy menghela napasnya. Seakan mau bicara serius padaku."Begini, ini bukan seperti yang kamu bayangk
Lalu Mas Tedy tertawa. Seketika dari arah belakang, seseorang menyiramku air hingga basah kuyup."Aaarrgh!"Aku terkesiap. Netraku mengerjap cepat. Rupanya ini hanyalah mimpi. Sepertinya aku menyenggol laci hingga menumpahkan gelas plastik yang berisi air, hingga jatuh mengenai kepalaku.Huh, sungguh sial. Aku harus cepat-cepat bangun dan berganti pakaian.Ketika aku bangkit, Mas Tedy sedang tidur sambil mendengkur di atas ranjang. Dengkurannya sungguh keras, membuat kegaduhan kecil yang aku buat tak terdengar olehnya.Perlahan aku bergerak melewati tubuh Mas Tedy. Tiba-tiba, dia menggeliat dan mendapati diriku berada di atas tubuhnya. Ia langsung memelukku dengan mata masih terpejam. Aku masih terdiam, menunggu suamiku benar-benar terlelap kembali.Setelah beberapa menit, aku mencoba mengangkat pelan-pelan tangannya yang menindihku.
["Halo, halo!"] Suara Mas Tedy di sana. Aku terdiam tak menjawabnya.Lalu panggilan itu putus ditutupnya. Sial! Bagaimana ini? Aku harus bisa mengungkap ini semua.Semakin lama, aku semakin lemas, perutku lapar dan berbunyi keroncongan. Akhirnya, kuputuskan untuk makan dahulu dengan membuat mie instan dari dapur. Setelah kenyang, aku kembali berbaring di sofa untuk memikirkan rencana apa yang mau kuperbuat.Mengingat aku sudah berpamitan untuk menginap di rumah Ibu, jadi mau tak mau sebelum Mas Tedy pulang, aku harus segera pergi dari sini.Kulihat dari tirai, rumah Sita gelap gulita. Hanya lampu teras yang menyala. Kira-kira dia ada di rumah atau sedang keluar bersama Mas Tedy tadi nggak ya?Karena penasaran, akhirnya aku putuskan untuk mengintipnya. Karena jendela dapur belakang rumah Sita belum
Tak kusangka ....Ternyata keadaan kamar itu kosong! Tak ada seorang pun di sana.Aneh sekali!Suara yang ditimbulkan itu ternyata hanyalah dari sebuah ponsel yang sedang memutar video 'film biru', dengan volume yang keras.Apa maksud ini semua? Ada apa ini? Kenapa ada ponsel di kamar ini. Lalu ponsel siapa itu?Ponsel 'Apel koyak' itu tampak familiar. Ah, seperti milik Mas Tedy? Tipe dan warnanya sama, hanya softcase-nya saja yang berbeda.Kumatikan video, lalu mengambil ponsel itu dan menyimpannya dalam tas. Ini adalah salah satu barang bukti dari misteri yang akhir-akhir ini membuatku berpikir keras siapa dalang di balik ini semua.Aku menyelinap dan melanjutkan penyelidikanku. Kini aku menuju kamar pribadi
Sampailah di rumah orang tuaku. Rumah masa kecilku dulu. Jarak dari rumahku ke sini tidaklah lebih dari lima kilometer, jadi bisa saja aku pulang sewaktu-waktu tanpa memberi tahu suamiku terlebih dahulu.Dio merasa bahagia bila menginap di sini. Karena ia sangat dimanja oleh kakek dan neneknya, begitupun sebaliknya. Orang tuaku selalu menanti-nanti kehadiran cucunya untuk menginap di sini."Della, Tedy mana? Kok nggak ikut?" tanya ibuku tiba-tiba mengagetkan lamunanku."Mm, anu Bu. Mas Tedy lagi nggak enak badan. Jadi tidak ikut," jawabku kikuk. Pikiranku buntuk tak bisa mencari alasan lain lagi."Lho, kok, ditinggal sendiri di rumah? Harusnya kamu ada di sana kalau si Tedy sakit, Del."Ibuku selalu mencemaskan menantunya itu, sedangkan aku sebagai anaknya hanya disuruh menurut kepada suami.
Tiga buah gumpalan tissue yang sudah gepeng tertindih kasur, akhirnya aku bersihkan dengan sapu.Beberapa diataranya terdapat noda di permukaan tissue itu. Saking jijiknya, sampai cepat-cepat kubuang dalam sampah.Nafasku tak karuan, keringat dingin mulai mengucur deras di tengkuk.Dalam benakku terpikir, bagaimana bisa gumpalan tissue itu bersembunyi di sana. Di tempat yang tak semestinya. Benar-benar di luar nalar.Seketika khayalanku menerawang jauh. Bisa saja tissue itu adalah milik Sita yang dibawanya dari rumah lalu disimpan dalam kantong celana hotpants-nya.Kemudian ia memakainya untuk mengelap anggota tubuhnya yang basah oleh keringat, mengingat kamar itu tak ber-AC. Hanya kipas kecil saja yang menempel di dinding.Atau kemungkinan lainnya yaitu ....&nbs
Aku menelisik masuk ke kamar yang pintunya terbuka lebar. Aih, alangkah terkejutnya diriku mendapati Sita berada di sana. Ia tampak baru selesai keluar dari toilet yang ada di dalamnya."Hei, kamu! Masuk kamar orang tanpa ijin!" bentakku pada Sita yang berdiri di depan pintu toilet. Tampak ia sedang mengelap betisnya yang basah, tanpa rasa bersalah ia meringis padaku dengan wajah innocent-nya."Kamu habis ngapain itu, Sit? Kok, tahu kamar ini ada toiletnya?" imbuhku sambil berkacak pinggang."Emm, itu aku nebak sendiri, sih. Karena aku sudah kebelet buang air kecil. Tanpa kusadari masuk dalam kamarmu yang tampak bagus ini. Lalu, aku lihat ada toilet di dalamnya, akhirnya masuk, deh.""Ah, alasan aja kamu, Sit. Bilang aja kamu--."Mas Tedy tiba-tiba terbangun. Ia tertegun melihatku bersama wanita super sek