Bab 33.Wanita bertubuh tambun dan gempal itu membawaku masuk ke dalam rumahnya, disusul oleh Adi dan Yuda yang baru saja memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Sepertinya lelaki itu ikut merekamku tadi."Kamu hebat sekali, Mbak. Aku nggak nyangka kamu jago bertarung seperti itu," katanya dengan wajah antusias. Aku hanya tersenyum tipis saja. Yuda tak tahu kalau aku tengah emosi kala menghajarnya."Iya, Ibu hebat sekali. Adi nggak nyangka Ibu jagoan seperti pendekar-pendekar yang ada di tivi," sahutnya yang diangguki oleh Yuda juga. "Kenapa tidak dari kemarin-kemarin aja Ibu menghajar Ayah, biar dia kapok dan nggak jahat lagi," sambungnya lagi."Eh kok gitu. Nggak baik lho menyuruh ibunya hajar ayahnya," Yuda ikut menimpali. Adi hanya nyengir dan memperlihatkan barisan giginya yang putih. "Eh, maaf, Om. Tadi itu hampir saja aku bertepuk tangan, andai tidak malu, Bu." Yuda mengusap rambutnya pelan sambil tersenyum."Beladiri itu untuk menjaga diri, bukan bebas menghajar siapapun karena j
Bab 34"Indira, apa yang terjadi?" Mas Agung sambil mendekat ke arahku. Beberapa saat yang lalu sempat kudengar suara mesin yang menderu di halaman."Cepat sekali kamu pulang, Mas. Biasanya juga pulang sore atau paling tidak, besok paginya lagi," kataku tanpa menjawab pertanyaannya."Loh, kok ditanya malah balik bertanya," kata Mas Agung terdengar protes. Tangannya sigap meraih sapu yang tengah kepegang."Siapa yang melakukan ini, Indira?" tanyanya lagi sambil menarik pengki yang teronggok di sudut.Dia menatap penuh ke arahku, namun ku balas dengan wajah masam."Entahlah aku juga belum tahu siapa yang melakukan ini. Tapi sesegera mungkin aku akan segera mencari tahu dan tidak akan melepaskan orang itu begitu saja," kataku dengan emosi. Bahkan sambil meremas baju saking kesalnya."Jangan-jangan pelakunya orang yang tadi kamu hajar. Mungkin saja, dia balas dendam karena tak terima kamu hajar." Mas Agung menatapku penuh. Aku mengangkat bahu, cuek. Aku memutuskan untuk mengambil sapu ke
Bab 35 Aku kembali ke dalam rumah saat berpapasan dengan Mas Agung tepat di depan pintu. Tampang lelaki itu tanpa gelisah sambil sesekali mengusap wajahnya saat meraih kunci mobil.Aku mengernyitkan kening, kemudian masih berdiri di tempatku dan membiarkan lelaki itu melewatiku begitu saja. Ketika akan membuka pintu mobil, lelaki itu kembali mendekat ke arahku."Indira, Maafkan Mas kali ini karena harus pergi." Aku mengangguk samar meski tak mengerti.Entah apa maksudnya dia berkata demikian, aku pun tidak tahu. Tapi yang jelas, rasa khawatir itu semakin kentara di wajahnya yang bersih dan mulus tanpa ada sedikitpun janggut atau kumis."Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, Mas. Lagipula jika kamu ingin pergi kemanapun, aku tidak akan repot-repot untuk menahanmu di sisiku," kataku berusaha bersikap acuh agar dia mengerti bahwa rasaku untuknya telah lama pergi. Kini yang tersisa hanya rasa sakit akibat ulahnya.Lelaki itu kem
Bab 36Rasa lelah langsung mendera, saat barusaja aku menginjakkan kakiku di rumah. Cuaca hari ini yang panas membuat keringat berjatuhan. Sudah lima hari Mas Agung pergi tanpa kabar sejak aku mendengar berita yang dibawa oleh Bu Dewi.Karena Adi masih belum pulang sekolah, aku memutuskan untuk mandi agar lebih segar. Dan ternyata benar usai mandi dengan air hangat, tubuhku terasa lebih rileks dan segar sekarang. Untung saja aku tidak menerima orderan untuk hari ini karena setelah beberapa hari kelelahan akibat menerima orderan yang lumayan cukup banyak.Aku duduk di sofa sambil melihat total hasil penjualan hari kemarin yang ternyata lumayan banyak masuk kedalam rekeningku, tentunya setelah dipotong biaya bahan dan upah untuk Bu Dian. Aku mulai berpikir untuk menyewa ruko dan membuka usaha juga akan merekrut beberapa pegawai, karena makin hari orderan yang datang makin banyak dan aku tak bisa menghandle semuanya.Terdengar deru mesin dari halaman. Dan sep
Bab 37Terpaksa sebenarnya aku pergi ke tempat yang alamatnya telah di dikirim lewat aplikasi, setelah mendapat panggilan dari Yuda yang mengatakan untuk datang ke tempat itu. Yang ternyata dia sudah berada disana bersama dengan Adi yang asyik menikmati es kelapa muda dan ayam bakar."Bukanya pulang malah keluyuran bersama om Yuda ya," kataku sambil mengangsurkan tangan yang langsung dicium oleh Adi. Bocah lelaki satu-satunya itu hanya yang nyengir sambil menyeruput minuman yang terlihat sangat segar."Tadi Om Yuda yang menjemputku, Bu," katanya sambil mengajakku makan. "Katanya hari ini om Yuda ulang tahun." Adi bicara lagi dengan mulut penuh makanan. "Benarkan, Om," kata Adi melirik kepada lelaki yang hari ini sangat menawan dengan t-shirt adidas putih yang pas di tubuhnya yang atletis.Lelaki itu tersenyum simpul sambil mengangguk singkat dan menatap lekat ke arahku. Tentu saja aku menjadi salah tingkah, takut ada sesuatu hal yang sal
Bab 38"Lawan aku, sekarang!" Sengaja kubuka pintu gerbang selebar mungkin agar mereka tahu bahwa bermain-main dengan Indira adalah suatu kesalahan yang besar. Jangan mereka pikir aku akan takut dengan ancamannya, justru aku akan menantang lelaki tua tak punya malu itu dan menghajarnya kalau perlu, hingga dikemudian hari mereka tak akan berani menyakitiku apalagi anakku. Jika ayahnya Zahra berpikir bahwa aku hanya wanita lemah yang pekerjaannya hanya berdiam diri di dalam rumah sambil mengurus anak dan suami, maka pikirannya sama sekali salah besar. Aku Indira, dibesarkan dengan kerja keras dan keringat dari kedua orang tuaku, yang bisa membuatku berdiri di atas kakiku sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Aku bukan wanita lemah yang hanya duduk diam diri di rumah sambil meratapi nasib yang kini tengah menimpaku. Tidak sama sekali. Bahkan aku siap maju ke medan perang andaikan diperlukan untuk membela kebenaran."Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak ber
Bab 39Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, ketika aku bersama dengan Adi menuju ke rumah ibu mertua untuk mengantarkan beberapa pesanan. Ibu mertua akan mengadakan acara syukuran rutinan tiap bulan. Dan aku diminta untuk datang, selain karena memesan aneka camilan, kue dan aneka makanan buatanku. Ayah mertua sendiri yang datang menjemput karena banyaknya barang yang akan kubawa, hingga tidak memungkinkan jika dibawa dengan motor sendirian."Sudah, Indira, kamu masuk saja ke dalam, biar Ayah yang membawa barang-barang ini, lagian sepertinya Ibumu juga sangat merindukanmu," kata ayah mertua yang kubalas dengan anggukan. Aku selalu segan kepada lelaki bergelar ayah dari suamiku itu, yang sikapnya selalu ramah dan baik, meskipun anaknya menyakitiku."Kalau begitu Indi bawa kresek yang ringan saja, Yah, terima kasih sebelumnya." Ayam mertua tersenyum sambil mengusap kepala Adi. Aku berlalu ke dalam dengan tangan kanan kiri penuh dengan bara
Bab 40'Ada apa denganmu, Mas.'Kupandangi wajah lelaki yang selama sepuluh tahun itu pernah menjadi pelindungku, sebelum akhirnya badai rumah tangga menerjang kami berdua dan Mas Agung ternyata goyah, tak mampu bertahan pada kesetiaan. Hingga akhirnya berjalan di tempat yang tak seharusnya.Mungkin jika dia mendapati wanita yang lebih segalanya dariku, aku tak akan terlalu sakit seperti ini. Tapi nyatanya wanita pilihannya benar-benar minus baik akhlak maupun perangainya.Ayah dari anakku pun sama tengah memandangku dengan tatapan yang entah. Tampak garis kemerahan samar di wajahnya. Segera ku alihkan pandangan ke bawah, agar jangan sampai hati ini goyah. Keputusan sudah kuambil, pendaftaran proses cerai telah diajukan, maka aku tidak ingin terpengaruh lagi oleh hal apapun yang mungkin akan membuatku urung menggugat cerai suamiku yang telah mengecewakanku berkali-kali itu. Setelah selesai acara, Ibu Mertua membagikan bingkisan untuk masing-m
Bab 101Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai sedikit membaik. Rasa nyeri di punggung tidak terlalu terasa sekarang. Meskipun masih tidak bisa bergerak bebas. Tapi karena perawatan yang maksimal, aku pun cepat pulih.Yuda juga semakin perhatian padaku. Pria itu setiap waktu selalu datang dan menjalankan kewajibannya. Pagi-pagi Yuda akan pulang ke rumah untuk mengurus anakku, siangnya mengurus pekerjaan hingga sore, dan malamnya dia akan menemani sambil bercerita tentang kesehariannya dalam mengurus bisnis kuliner miliknya, serta mengecek toko kue milikku. Sikapnya yang periang dan suka bercanda mampu membuatku tersenyum tiap waktu. Yuda juga kerap kali menceritakan apa saja kejadian yang lucu. Aku selalu tersenyum saat melihat kebahagiaan terpancar dari matanya. Rasa benci dan sakit hati yang sebelumnya hadir, sirna begitu saja, setelah mendengar pengakuan dan penjelasannya. Pria itu, benar-benar tidak bersalah dan dia sudah mengatakan semuanya. Dan aku per
Bab 100Mini POV YudaKutatap layar ponsel yang terus-terusan menyala. Panggilan dan pesan terus masuk beruntun dari orang yang sama. Yanti.Entah harus dengan cara apalagi aku menghindari dan menjauhkan dia dari kehidupan kami. Langkahnya yang bersih tanpa jejak membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkapnya. Kalaupun dia berhasil ditangkap, entah bagaimana caranya hingga wanita itu bisa berkeliaran dengan bebas di luar sana. Meski kuduga ada pihak dalam yang ikut serta membantunya kepergiannya. Bukan hanya saat di lapas, bahkan saat di rumah sakit saja dia bisa melarikan diri entah bagaimana caranya.Saat itu memang kebodohanku, yang mau saja bicara berdua dengannya. Setelah ayah dan ibunya terus meminta untuk datang ke rumah sakit. "Lepaskan Indira, Yuda. Ayo kita menikah. Aku akan menjadi wanita yang baik, dan akan kupastikan kamu lebih bahagia bersamaku.""Kau sudah gila. Sekian lama aku menunggunya dan sekarang hampir kudapatkan, jadi mana mungkin aku akan melepaskannya
Bab 99Aku tertegun di tempatku. Tak menyangka dengan pesan yang kubaca barusan. Apakah Yanti sengaja melakukannya atau dia hanya menakut-nakutiku, karena dia masih belum rela jika Yuda sudah menikah denganku. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah beberapa saat lalu pria yang sudah menjadi suamiku itu juga tengah berkirim pesan dengannya. Aneh."Apa yang kamu lihat?" Yuda mendekat dan mengambil alih ponselku. Keningnya langsung berkerut dan terlihat kesal setelah ikut membaca pesan yang masuk dari Yanti. Dari sini saja bisa kulihat jika pria itu ikut marah padanya."Kamu tidak mungkin percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, bukan?" ujarnya dengan wajah sendu. Sepasang manik coklat gelap itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memilih duduk menyamping di tempat tidur sambil menunduk."Ayolah, Mbak. Jangan pernah percaya pada kata-kata yang belum jelas kebenarannya!" "Hari ini aku lelah sekali. Bisa tolong matikan lampunya?" ujarku sambil membelakanginya dan menutupi seluruh tubuhk
Bab 98Akhirnya resepsi itu selesai juga, ketika waktu menunjukkan hampir tengah malam. Para undangan yang datang paling akhir didominasi oleh rekan satu profesi dan juga teman-teman Yuda. Dan mereka tampak mengobrol lama sekali.Adi, ibu dan keluarga yang lainnya sudah pulang tepat pukul sembilan malam tadi, mengingat putraku itu sudah merasa mengantuk dan tidak mau tinggal, meskipun Yuda mengatakan tidak masalah jika Adi ingin menginap di kamar yang sama dengan kami. Tapi tentu saja ibu dan yang lainnya melarang. Bahkan sebelumnya mereka semua menggodaku, dengan alasan tidak ingin diganggu, padahal itu tidak benar sama sekali. Lagipula pernikahan ini bukan karena mengejar nafsu yang itu.Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Ruangan ini sudah dipenuhi dengan hiasan serta taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur juga dua handuk yang dibentuk seperti angsa dengan posisi saling menghadap. Aku menghela nafas berat, membayangkan apa yang terja
Bab 97Yuda tampak gagah saat berdiri bersisian di sampingku dengan wajah bahagianya. Sesekali pria itu melirik ke arahku, tapi tetap kuabaikan. Meski aku tersenyum di depan para tamu, nyatanya ketika melihat sosok pria yang sekarang telah menjadi pendamping hidupku ini, hatiku kembali tersayat pedih.Bayangan bibir merahnya beradu dengan bibir Yanti waktu itu, terus membayang di pelupuk mata."Sepertinya kamu masih nggak percaya padaku, Indi." Pria itu berbisik tepat di telinga. Aku mengerjap sadar kala Yuda mengangsurkan air mineral. Kali ini dia tidak memanggil dengan sambutan 'Mbak' lagi. Mungkin karena sekarang aku telah resmi menjadi istri sah-nya.Meski sebenarnya hari ini tidak bisa kubayangkan. Betapa aku telah menikahi dengan seorang pria yang sebelumnya telah melakukan perbuatan yang menurutku sangat menjijikan itu dengan mantan adik iparku sendiri.Aku mengacuhkan perkataannya, saat para tamu undangan kembali mendekat ke arah kami. Memberi doa restu, sekaligus memberi sel
Bab 96Akhirnya sampai pada di hari H. Pernikahan itu tetap digelar karena tak mungkin membatalkannya begitu saja. Mengingat undangan sudah dicetak, catering dan gedung serta pakaian khusus sudah dipersiapkan dengan baik. Maka atas permintaan keluarga besar Yuda dan Bu Dewi sendiri, mereka sengaja datang ke rumah untuk membujukku untuk melakukan kesepakatan."Aku setuju, tapi kumohon agar tidak bertemu dengan Yuda sampai hari H. Bahkan aku tak mau melihatnya di sekitar rumah dan tempat kerjaku. Aku perlu waktu untuk menata hatiku, walau bagaimanapun aku tidak siap bahkan untuk mendengar penjelasan serta permintaan maaf darinya," ucapku waktu itu pada mereka. Kulihat perubahan di wajah Bu Dewi yang sedikit terkejut. Mungkin tidak menyangka dengan permintaanku yang di luar nalar itu. Bagaimana mungkin aku akan menikahi pria itu, namun tidak ingin melihatnya sampai waktu yang ditentukan tiba.Bu Dewi mengangguk dan mencoba untuk memahami permintaanku."Aku tahu, mungkin kamu berat untu
Bab 95Aku terus berlari melewati lorong demi lorong di rumah sakit yang bertingkat ini. Rasanya terasa sangat jauh sekali bahkan untuk sekedar ingin cepat sampai dan menginjakkan kaki ke lantai bawah. Sengaja aku tidak masuk ke dalam lift karena posisinya tertutup. Pasti akan sangat lama menunggu. Dan aku tak ingin berlama-lama di tempat itu, mengingat Yuda terus menyusul di belakang dengan suaranya yang membuatku tidak tahan.Aku tidak menyesali perbuatannya bersama dengan Yanti. Hanya saja kenapa aku mesti melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Adegan itu terlihat sangat menyakitkan. Bayang-bayang Mas Agung dan Zahra berkelebatan di pelupuk mata, ketika mereka berdua melakukan hal yang sama, persis di depan mataku. Saat aku melihat keburukannya di rumah ibu mertua, waktu pertama kali aku bertemu dengan pasangan selingkuh itu.Ya Tuhan, kenapa aku harus melihat adegan panas mereka berdua sekarang, tepat ketika pernikahanku bersama dengan Yuda sudah di depan mata."Mbak, tunggu Mb
Bab 94Masuk ke salah satu rumah sakit terbesar di tempat ini. Aku mengikuti jejak langkah Yuda yang berjalan di depanku, menuju ke sebuah tempat informasi pasien. Setelah mendapat petunjuk, kami langsung melewati lorong dan naik beberapa lantai ke atas."Kamu yakin masih mau ikut?" Aku mengangguk siap. Butuh sedikit usaha tadi, agar Yuda mau membawaku ke tempat ini."Jangan cemburu jika nanti wanita itu mengatakan apa-apa padaku, ya. Karena aku sudah mengingatkanmu.""Sebagai calon istrimu, aku harus menjaga calon suamiku dengan baik. Aku nggak bisa janji. Jika nanti Yanti berbuat macam-macam padamu, tentu saja aku akan membalasnya. Aku tidak akan memperdulikan meskipun dia mantan adik iparku, karena dia pun sudah mencoba menyakitiku berulang kali. Dan kali ini, aku tidak bisa membiarkannya lagi!"Yuda mengusap kepalaku sambil tersenyum simpul. "Kamu harus banyak bersabar dan menahan amarahmu, jika tidak, maka bukannya tenang malah Yanti akan semakin dendam kepadamu.""Dan dia sudah
Bab 93[Mbak, kamu harus hati-hati karena Yanti bunuh diri di penjara dengan cara mengiris urat nadinya. Perempuan itu berada di rumah sakit sekarang. Dan bukan tidak mungkin dia akan kabur mengingat dia memiliki seseorang yang selalu mendukung rencana jahatnya.]Kutatap pesan dari Zahra barusan dengan mata mengerjap tak percaya. Wanita sekasar dan seegois Yanti berani melakukan tindakan bunuh diri. Benar-benar tidak dapat kupercaya.Pesan itu langsung aku kirimkan kepada Yuda yang seketika berubah menjadi centang biru, tanda pria itu telah membuka pesanku. Tak lama kemudian, terlihat ketikan di layar paling atas, dan seketika menampilkan pesan balasan darinya.[Kalau begitu kamu harus berhati-hati, Mbak. Jangan bepergian kemanapun tanpa seizinku. Jika pun ada kepentingan mendesak, atau kamu harus pergi ke toko, maka aku sendiri yang akan mengantarmu.] Aku tersenyum tenang. Cukup lega mendengar sarannya. Pria itu memang sangat bertanggung jawab dan sepenuh hati memperhatikanku.Kusim