Suara tembakan senjata api itu melambung tinggi ke atas menembus udara, suaranya terdengar sangat keras hingga ... membuat Kimberley terkejut langsung menghentikan langkahnya, para penjaga menoleh ke arah Jack. Kimberley membalikkan badan, mencari sumber suara tembakan tadi berasal dari Jack, jauh berdiri di sana dengan senjata api di tangannya. Salah satu penjaga menghampiri Jack, "Maaf Tuan, Nyonya memaksa untuk keluar dari mansion ini." Jack hanya mengangguk sambil menatap tajam gadisnya, 'Kimberley, kenapa kau malah ingin pergi dariku, terang-terangan kau ingin meninggalkanku.' Jack bergumam dalam hati. 'Jika senjata api itu meluncur ke tubuhku, pasti hari ini aku mati, apa Jack setega itu padaku? Dia benar-benar akan membunuhku hanya karena masalah sepele? Aku benar-benar salah, aku salah di tempat ini.' Kimberley bergumam dalam hati. Kimberley menatap Jack dari jauh, matanya menuju ke arah senjata api yang ada di tangan Jack itu berpindah, dia menelan salivanya ber
"Kenapa?" tanya Jack. "Kenapa kau peduli padaku? Bukannya tadi kau mengabaikanku, dan kau tak mempercayaiku Pak?" Jack beralih menatap Kimberley--meletakan Ipad. "Karena aku cemburu! Aku benci melihat pria itu mendekatimu dan menyentuhmu!" kata Jack menatap tajam. "Tapi aku jujur, aku sudah menjelaskan pria itu bukan siapa-siapa, aku baru mengenalnya bahkan jika aku diberi pilihan, aku tidak ingin mengenal pria itu, pria pembawa masalah seharusnya dia tidak bertemu denganku lagi." kata Kimberley sambil menangis. Hiks! Dia benar-benar tidak bisa menahan tangisannya, dia menangis di depan pria menyebalkan itu. Jack masih diam di tempat. "Dengan cara apalagi aku menjelaskan padamu Pak? Aku sudah jujur, pria asing itu bukan siapa-siapa!" Air mata Kimberley terus berjatuhan. "Kenapa kau tidak percaya padaku Pak?!" teriak Kimberley. Hiks! Jack beranjak mendekati gadisnya. "Hmm..." memeluk erat Kimberley. Hanya pelukan yang meruntuhkan ego dan gengsi mereka. Kim
"Tentu saja sayang." jawab Jack. "Kau mengadakan acara pernikahan berapa hari." Tanya Rico. "Sehari saja cukup." "Kau ingin tema seperti apa sayang." tanya Jack. "Sederhana saja, aku ingin pernikahan seperti memakai gaun putih dan banyak dekorasi bunga." "Oke nanti aku atur." jawab Rico. "Bolehkah aku mengundang Lili?" tanya Kimberley. "Lili sahabatmu? Tentu saja boleh." jawab Jack. "Jadi para Maid dan Bodyguard kau ajak semua?" tanya Rico. "Ya, mereka semua akan ikut ke acara itu, lalu siapa yang mengatur acaranya pasti butuh banyak orang." "Ya, kau benar juga." Rico menambah porsi. Tiba-tiba raut wajah Kimberley menjadi sedih, dia teringat kedua orang tuanya, dia akan menikah tanpa orang tuanya tapi justru lebih baik seperti ini daripada menjadi masalah baginya. Jack melihat ekspresi Kimberley itu langsung bisa menangkap bahwa Kimberley memikirkan kedua orang tuanya, Jack sengaja tidak menanyakan hal itu, dia berusaha menghiburnya. "Sayang! Apa kau melupakan
"Sebaiknya kita berteman saja." Jawab Lexa--tersenyum. "Oke, tidak apa-apa yang penting aku bisa dekat denganmu setiap saat, hehehe." "Kau tidak bekerja?" tanya Lexa di sela makan. "Kebetulan aku sudah tidak di Turki, aku pindah bekerja, mengurus Bar di Perancis, tapi sekarang aku cuti dan aku kembali ke Milan untuk menemuimu." "Baguslah!" "Kau masih menjadi wanita bayaran?" tanya Dev. "Tidak, sudah lama, sudah 2 tahun lalu aku tidak lagi menjadi wanita bayaran." jawab Lexa. "Bagus! Sekarang kau bisa menjadi wanita bayaranku." Lexa tidak menjawab. "Kau mau?" "Baiklah, aku mau jika bayarannya cocok." jawab Lexa menatap Dev. "Tentu saja, bayarannya 2 kali lipat dari bayaranmu sebelumnya, mau?" tawar Dev. 'Lumayan juga, uang tambahan.' batin lexa. "Baiklah aku mau." Lexa mengangguk. Dev Merdy adalah mantan kekasih Lexa, dia orang asli Milan, dia bekerja di Kantor perusahaan digital di Turki tapi saat ini dia pindah bekerja di Perancis, dia pemilik salah satu B
"Iya Rose, ini memang mansion, ayo turun." jawab Rico. Rose turun dari mobil, mengedarkan pandangannya di sekitar mansion, beberapa penjaga menyambut. "Tenang saja, dia calon istriku!" Rico berbisik dan para penjaga mengangguk. "Silakan, Tuan, Nyonya." "Eh, tidak perlu memanggilku Nyonya." Rose memberi hormat--memasuki mansion. Rose kagum, dia tak menyangka bosnya itu memiliki mansion yang sebesar ini, siapa wanita yang tidak ingin diperistri oleh seorang Jack William. "Mansion ini pasti muat untuk banyak orang ya." "Untuk satu kampung juga muat Rose." Mereka menelusuri mansion lebih jauh menuju ruang tengah, yang tampak luas di sana beberapa sofa dengan desain klasik berwarna cream. Sementara Jack dan Kimberley bersiap, "Kita pergi berdua saja?" tanya Kimberley--memakai parfum. "Tidak, kita pergi bersama Rico dan Rose." jawab Jack merapikan pakaiannya. "Oh, Rico sungguh mengajak Rose ke sini?" tanya Kimberley. "Iya, mereka akan mengurus acara kita." Te
Rico memberikan isyarat untuknya menghubungi Rico. 'Dasar pria itu lucu sekali.' batin Rose mengangguk. Jack langsung geleng-geleng melihat pemandang itu dari dalam mobil. "Mereka manis sekali Pak." ucap Kimberley. Mobil berlalu pergi meninggalkan apartment. "Akhirnya pulang juga, ternyata baru pertama aku melihat mansion itu besar sekali, andai saja aku bisa bermain lebih lama di mansion itu, pasti aku betah, di sana juga ada Nyonya Kimberley, pasti menyenangkan." ucap Rose pada dirinya sendiri. Membereskan kamar! 'Syukurlah aku bertemu dengan orang baik seperti mereka, aku juga dibelikan gaun untuk acara itu, aku tidak boleh mengecewakan mereka yang sudah baik kepadaku.' batin Rose. "Oh ya, aku harus memeriksa hasil laporan dari universitas, semoga aku lulus." Rose meraih laptop. Rose membuka pengumuman hasil, tertera keterangan lulus dari universitas 'Polytechnic University of Milan.' "Yey, akhirnya aku lulus, aku senang sekali, aku harus memberitahu Tuan Rico." u
Tubuh Kimberley bergemetar. Dijilatnya telinga Kimberley, pria itu meraba paha gadis di sampingnya. "Jangan Pak." Kimberley menepis tangan--segera beranjak. Ditariknya tangan Kimberley, tubuhnya jatuh sempurna di depan Jack. Bug! Bongkahan pantat empuk itu mendarat tepat di atas paha Jack. "Lepaskan Pak!" "Kenapa sayang? Bukan kah kita sudah terbiasa melakukan ini?" tanya Jack--berbisik. Jack semakin mendekap tubuh Kimberley, meraba seluruh tubuh gadis di pangkuannya. "Mmhh!" Diciumnya leher beraroma khas vanilla itu membuat Jack ingin segera memakannya. "Aahh!" teriak Kimberley. Jilatan kecil itu membuat Kimberley mengerang lagi dan lagi, sentuhan di setiap inci tubuhnya terasa sama, ingin selalu dinikmati. Kimberley menoleh, "Pak ini di..." "Ssstt..." bungkam Jack--meletakan jarinya di bibir Kimberley. Diraihnya wajah itu dan mendaratkan ciuman tanpa jeda. "Mmhh!" Ciuman itu menghipnotis bersama dekapan yang sangat erat, hingga ... keduanya sulit b
'Suara apa itu? Sepertinya di balkon ada orang.' Rico bertanya-tanya dalam pikiran. Meski terdengar samar, Rico mendengar suara aneh itu. 'Astaga jangan-jangan itu Jack dan Kimberley, mereka bermain di outdoor? Gila sekali!' batin Rico--menguping. Rico dalam kegiatan mengupingnya, dia merasa geli mendengarkan suara aneh itu, dia memilih kembali ke kamar, membersihkan diri dan pergi makan. "Lebih baik aku makan saja, daripada mendengarkan suara aneh." ucap Rico--geli. "Silakan makan Tuan, semua sudah disiapkan." ucap Maid. "Iya Bu." 'Kenapa mereka belum juga selesai? Berapa lama mereka bermain? Kuat juga ya.' batin Rico di sela makan. Sementara Jack menggendong Kimberley ke kamar, mereka segera membersihkan diri, Jack segera pergi ke ruang makan, bukannya Kimberley tidak makan, hanya saja kakinya sulit berjalan. "Apa kau bisa berjalan?" tanya Jack. "Lumayan, pelan-pelan Pak." "Hmm, kau tidak perlu turun, kau tunggu di sini." Jack menuju ruang makan. Menuruni ana