PROLOG
Kisah ini bermula saat Zimat, ayah dari Naya Maharani ditipu oleh sahabatnya yang mengakibatkan ia dipukuli hingga hampir mati. Dengan bantuan paman dan adiknya, Naya Maharani berhasil menyelamatkan Zimat. Namun Nay dipaksa menandatangani surat hutang sebesar 58.000 US Dollar. Rumah dan tanah yang ditempati bangunan dari keluarga Zimat sebagai jaminan. Jika dalam tiga bulan Nay tidak dapat mengembalikan uang tersebut maka rumah dan tanah yang ditempati bangunan akan disita. Kisah ini agak panjang tapi Nasura mampu merangkumnya dengan manis, sekaligus mengaduk-aduk emosi dan perasaan. Dalam perjalanan untuk mengusahakan keselamatan Zimat dan menyelamatkan rumah, Najwa-adik Nay-justru menemukan apa yang sesungguhnya mereka inginkan. Ini bukan sekedar masalah uang tapi lebih dalam dari itu. Mereka ingin Zimat dan keluarganya hilang dari peredaran.
Setelah pergumulan dan pergulatan panjang di Indonesia Nay berangkat ke Kuwait demi membayar hutang yang sejatinya bukann tanggung jawabnya. Dia harus mengelamai hal yang lebih mengerikan di sana. Apa yang terjadi di Indonesia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penderitaan Nay di negeri orang. Lima belas kali berganti majikan dalam jangka dua bulan karena tidak bisa menjadi pembantu seperti pada umumnya.
Di rumah majikan yang ke lima belas, Nay dipukuli hingga babak belur. Nay yang putus asa menggunduli rambut. Sesungguhnya Nay ingin menancapkan gunting yang ada dalam genggaman ke dada untuk mengakhiri hidup. Karena sudah tidak sanggub menanggung semua beban yang begitu berat. Namun diurungkan saat ia ingat penderitaan Zimat-bapaknya. Demi meredam emosi ia membabi buta menggunduli rambut. Rupanya itu hanya awal dari penderitaanya, karena setelah itu dia tidak pernah menemukan cahaya. Dunianya semakin pekat. Ia dijual dari satu laki-laki ke laki-laki yang lain. Kecantikannya yang mempesona membuat para lelaki merebut ingin memiliki. Mereka bersedia membayar berapa pun. Najwa Saghira- adiknya-menebusnya untuk dipulangkan tapi oleh agency ia malah dijual setelah menerima uang dari Najwa. ”Aku ditenggelamkan ke dunia hitam tapi dia tidak pernah jadi hitam.” Ucap Nay mengawali kisahnya.
*****
Lembah Biru tahun 2003.
Sore itu, Nay berada di rumah tantenya. Rumah tante berjarak lima ratus meter dari rumah orang tuanya. Tiba-tiba Pak RT datang untuk menjemput, membawa Nay ke rumah Pak RW bersamanya.
Sesampainya di sana, betapa terkejutnya Nay karena sudah banyak orang berkumpul. Ada beberapa tetangga, dan banyak sekali orang yang tidak Nay kenali. Kasumi, Najwa dan Zimat juga berada di antara mereka.
Nay mendekat dan nyaris tersungkur di kaki Zimat-bapaknya, setelah melihat kondisi Zimat. Seluruh tubuh berlumuran darah bahkan wajahnya juga sangat mengerikan.
Seraya menguatkan hati, Nay menggenggam tangan Zimat dengan erat. Bibir tak mampu berucap sepatah kata pun. Beberapa saat kemudian, Nay berdiri-- memandang satu-persatu setiap wajah yang ada di ruang tamu. Tatapannya mencari jawaban. Dari setiap wajah--termasuk wajah Pak RT dan Pak RW--Nay dapat menyimpulkan apa yang sudah, sedang dan akan terjadi.
Dia mendekat kepada Pak RW, lalu menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian. Pak RW pun merasa ngeri dengan. Tatapan Nay adalah tatapan membunuh. Dengan gemetar, Pak RW menyodorkan kertas putih bergaris selebar A4, yang berisi tulisan tangan.
Dari gaya tulisan, Nay tahu itu tulisan tangan siapa. Sedetik kemudian, dia tertegun lalu tersenyum sinis. Rumah dan tanah yang ditempati kerluarganya dihargai dengan angka 58.000 US Dollar. Berkali-kali Ia menatap angka yang tertulis di sana. Hati dan otak sesungguhnya tidak percaya dengan apa yang dilihat. Akhirnya, Nay mengambil pena lalu dengan tenang dia menandatangani kertas itu. Setelah itu, dia berkata, “apa anda semua yakin ini hanya masalah uang?" tanyanya seraya tersenyum sinis.
Tidak ada yang menjawab, mereka seolah beku oleh tatapan Nay. Lagi-lagi tatapannya adalah tatapan membunuh. Tatapan yang sama persis seperti saat ia menatap Pak RW. Dia kembali menatap satu-persatu semua orang yang ada di ruangan itu, seolah ingin merekam setiap wajah mereka. Memang, setiap orang yang ditatatap umumnya langsung menunduk dalam--tidak berani bertatap dengan mata Nay.
Dalam pikirannya, ini bukan masalah uang, ada orang-orang yang menunggangi dan menginginkan nama Zimat tercemar, supaya bisa mendapatkan rumah kediaman keluarga Zimat. Karena tanah yang ditempati adalah tanah pilihan. Tanah di mana para leluhur menancapkan tonggak pertama kali saat datang ke Lembah Biru untuk mbabat alas dan membangun pondasi.
“Anda semua beruntung karena aku sudah tidak memiliki kekuatan, tapi ingat jika terjadi apa-apa dengan bapak, satu pun di antara anda semua tidak akan kulepaskan,” ucapnya tegas. Ia menekan setiap kalimatnya seolah ingin memperjelas maksudnya.
Nay berhenti sejenak untuk menghela nafas. Jelas amarahnya membuncah. Semua yang ada di situ tidak ada yang berani menatap Nay. Wajah mereka tertunduk dengan tubuh menggigil.
"Ingat! mulai hari karma akan bekerja dan melakukan tugasnya dengan baik. Siapa yang bersalah akan menerima ganjaran begitu juga sebaliknya. Jadi bersiaplah!"
Suara Nay sangat pelan, tetapi mereka semua mendengar dengan jelas setiap kata yang diucapkan. Ruangan begitu hening, bahkan jika ada jarum yang jatuh akan terdengar dengan jelas.
Mereka semua terhenyak oleh kata-kata Nay. Bagai dikamando sejenak mereka menatap wajah Nay, lalu kembali menunduk dalam. Ketakutan mengusai mereka, keringat dingin sebesar biji jagung mulai jatuh membasahi tubuh.
Karma? Mereka semua sangat paham dan mempercayai karma. Setiap kata-kata Nay terekam dengan baik di dalam hati dan pikiran, seolah menjadi racun yang sengaja ditanam oleh Nay.
Bagimanapun Naya Maharani adalah keturuna seorang Cenayang. Disadari atau tidak darah yang mengalir di tubuhnya adalah darah Cenayang. Saat Nay berucap, mereka merasa seolah bukan dia yang sedang berbicara, tapi Ndoro Ayu Sumila-nenek Nay-padahal Sumila sudah meninggal puluhan tahun silam.
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Nay berpaling lalu mendekati Zimat, membantu untuk berdiri dan memapahnya. Najwa dan Kasumi buru-buru mendekat. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi mereka meninggalkan rumah Pak RW.
______________
Zimat dibaringkan di tempat tidur dengan hati-hati. Dengan berurai airmata Nay membersihkan darah yang keluar dari setiap luka dari tubuh Zimat. Mulai dari wajah, lalu kepala, terpaksa Nay menggunduli rambut Zimat karena ada beberapa luka yang cukup parah. Terakhir Nay memeriksa urat nadi untuk memastikan, apakah ada luka dalam. Sementara Kasumi meramu obat. Najwa tidak ada di situ karena ditugaskan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
Hampir di seluruh tubuh penuh luka, ada beberapa bagian yang cedera. Kaki kiri dan tangan kiri cedera. Rusuk bagian kiri juga cedera. Ia beruntung tidak ada luka dalam. Di kepalanya ada beberapa luka tapi beruntung batok kepalanya tidak cedera. Namun banyak darah yang keluar dari kepala yang terluka. Hal ini yang mengancam jiwanya.
Masih dengan sangat hati-hati Nay mengoleskan ramuan di setiap luka. Ada sebagian yang harus diminum. Beruntung karena Kasumi dan Nay mengusai ilmu pengobatan. Jadi mereka tidak perlu membawa Zimat ke rumah sakit. Untuk mengobati kaki, tangan dan rusuk yang cedera mereka minta tolong Pak De--kakaknya Kasumi. Pak De ahli di bidang ini, bahkan tulang yang 'pepes-remuk-bisa ditolong oleh Pak De. Biasanya jika ada yang cedera parah, Pak De memijit dengan menggunakan media lain. Dalam kasus Zimat, cedera di beberapa bagian tubuh Zimat memang serius, maka Pak De memijit dengan menggunakan sebuah selendang. Dengan sangat hati-hati ia memijit selendang tersebut. Meski demikian Zimat masih berteriak-teriak kesakitan.
“Wis sak munu ae disik Mat, sesuk aku tak rene maneh. Kudune alon-alon ora keno dikasari. Engko suwu-suwi lak pulih,” (sudah segitu dulu Mad, besok aku ke sini lagi. Harusnya memang pelan-pelan tidak bisa dikasari. Nanti lama-lama kan pulih, Red-).
Sebelum Pak De pulang berpesan agar Zimat dikasih makan 'tala-rumahnya lebah- tiap hari. Kalau ada 'tala dari tawon Lanceng. Hal ini berfungsi untuk mempercepat pemulihat pada tulang yang cedera.
Najwa tidak ada di antara. Dia ditugaskan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
Lewat tengah malam Najwa kembali. Lalu langsung menuju kamar Zimat. Kasumi dan Nay sedang tertidur di samping ranjang sambil duduk. Sementara Zimat tidak tidur, airmatanya terus mengalir. Ketika menyadari Najwa datang, ia pura- pura tidur. Namun Najwa mengetahuinya tetapi membiarkannya agar Zimat tidak malu. Kemudian dia menyiapkan sebuah kasur di kamar itu dan mengambil bantal dari kamarnya. Lalu membangunkan Kasumi dan Nay, meminta mereka untuk pindah ke kasur. Kemudian Najwa yang ganti duduk di tepi ranjang menemani Zimat. Begitulah malam itu, berlalu dengan segala kerumitannya. Duka yang menggelayut manja, mencabik-cabik setiap hati dari keluarga Zimat.
*****
Nasura2101
"Mbak, aku sudah mendapatkan semua jawaban dari apa yang terjadi dengan bapak." ucap Najwa lemah. Ada nada sedih dan putus asa dalam suara Najwa. Nay menatap Najwa tajam, matanya membulat sempurna. Ia menunggu penjelassan lebih lanjut. "Bapak ditipu oleh Pak Bambang, Pak Bambang mengumpulkan senjumlah uang dengan angka yang fantastis melalui tangan bapak. Lalu dia menghilang." lanjut Najwa. "Maksudmu, Pak Bambang sahabatnya bapak yang orang Besuki itu?" tanya Nay tidak percaya. "Iya Mb, yang dulu sering ke sini," jawab Najwa putus asa. Hening. Terpaku dengan pikiran masing-masing entah berapa lama. "Apa rencanamu selanjutnya Nduk?" tanya Nay. Alih-alih menjawab pertanyaan Nay, Najwa hanya menatap kakaknya tajam sambil mengangkat bahu. "Apa lagi yang kau dapat dari penyelidikanmu?" Karena Najwa tidak menjawab Nay mengajukan pertanyaan yang lain. Hanya ingin mengalihkan fokus adiknya. Karena dia melihat duka dan amarah me
Pagi itu Nay kembali sibuk merawat bapak bersama Kasumi. Sementara Najwa sudah menghilang sejak selesai shalat subuh. Najwa pergi ke Besuki untuk menemui Bambang. Najwa sudah di Besuki saat tengah hari. Dia tahu sedang diikuti oleh sebab itu Najwa tidak memakai kemampuan supranatural. Najwa memilih naik bis dari pada mempergunakan ilmu Kidang Kencono, kemudian naik ojek. Tukang ojek mengantarnya sesuai dengan alamat yang dikasih bapak. Sebelum Najwa naik ojek, dia harus mengecoh orang-orang yang mengikuti karena dia diikuti oleh banyak orang. Dugaanya benar bahwa orang-orang yang berbuat jahat kepada keluarganya tidak main-main. Tukang ojek mengantar Najwa ke tempat tujuan.Ternyata Bambang memiliki sebuah pesantren yang besar. Lagi-lagi Najwa memgumpat dalam hati. "Dunia ini memang sudah dikuasai Dajjal, orang yang memilki pesantren sebesar ini bisa mengorbankan bapak?!" ucap Najwa lirih, seolah sedang berbicara pada diri sendiri. "Hanya demi tipu daya dan ke
Panik Najwa melinting amplop tersebut, memasukkan ke balik baju dengan wajah khawatir. Bis yang tadi dirasa melaju begitu cepat menjadi terasa lamban. Sekuat apa pun Najwa berusaha tenang tapi tidak bisa. Ia berfikir untuk memepergunakan ilmu Kidang Kencono supaya secepatnya sampai rumah tapi takut mengundang perhatian. Entah mengapa ia menyakini bahwa di dalam bis banyak mata yang mengawasi. Jika ia salah bertindak sesuatu yang fatal akan terjadi. Hampir malam ketika Najwa memasuki halaman rumah. Tergesa masuk rumah dan mencari Nay, membawa Nay masuk kamar tengah-setiap rumah orang jawa kuno pasti ada kamar tengah- lalu mengambil amplop coklat dari balik baju, menyerahkan pada Nay. Nay memperhatikan amplop dengan seksama lalu menatap adiknya tajam. Najwa mengangguk pasti. Najwa tergesa menyobek amplop, melihat isinya. Nay kembali menatapap Najwa, tajam. Lagi-lagi Najwa mengangguk pasti. Nay kembali memasukkan isi amplop ke tempatnya, melipat acak. Tergesa I
Ketika terpal sudah terpasang, Safawi naik ke atas truk. Dia naik ke bak belakang bersama kuda dan kereta. Sopir truck memeriksa semua bagian truk kemudian naik ke belakang kemudi. Truck melaju perlalan meninggalkan pasar Wadung menuju jalan utama-jalan protokol Bali - Surabaya- munuju Gunung Kumitir. Begitu masuk jalan protokol sopir melajukan truck dengan kecepatant inggi.Di bak belakang, Safawi membuka karung yang tadi dipangggul dan mengeluarkan isinya. Dia memapah isi karung, dibaringkan diatas tikar yang sudah dia siapkan lalu dia melepas kemeja untuk menyangga kepala Zimat. Kemudian tangannya bergerak cepat di beberapa titik dari tubuh Zimat-membuka totokan- yang dibuatnya sebelum pergi. Ia melakukannya untuk mengecoh musuh-musuh Zimat, dengan cara menotok Zimat agar kehilangan kesadaran. Dengan demikian Safawi dengan leluasa membungkus tubuh Zimat dengan karung lalu dipanggulnya. Sedetik kemudian Zimat terbatuk. Cepat-cepat Ketek Putih menggenggam tangan Zim
Lembah Biru, waktu yang sama di mana Safawi meningalkan halaman kediaman Zimat Nay menghentak kuda yang menarik kereta meninggalkan halaman rumah.Kereta yang mereka tumpangi meninggalkan lembah Biru ke arah timur. Ke arah desa penari. Dia duduk di kursi kusir, sedang Najwa dan Kasumi berada di dalam kereta. Nay terus menghentak kudanya, kereta terus melaju cepat menembus gelepan. Di pertigaan desa Karangsari, jika ke arah kiri arah Desa Penari, jika arah kanan arah Sasak Mayit. Mereka mengambil arah lurus dan melesat bagai anak panah. Akhirnya mereka meningglkan Desa Karangsari ke arah desa Parijatah. Diantara Desa Karangsari dan desa Parijatah ada mbulak sawah sejauh kurang-lebih lima kilo yang terkenal angker. Orang jarang sekali melintas di malam hari, karena kebanyakan yang melintas di sini dijahili. Kalau bawa sepeda motor atau mobil biasanya bannya tiba tiba kempes hingga harus ndorong. Banyak cerita mengerikan laiinnya. Ada yang bilang ada yang mb
"Tidak ditolong tidak mengapa, tapi aku mengharap do'a yang baik atau se-enggaknya kata-kata yang baik. Kenapa harus makian yang kuterima?" Nay masih terisak memikirkan apa yang baru saja terjadi. "Seandainya bapak masih bersamaku, tentu aku tidak akan mengalami ini," keluhnya di antara isakan.Entah berapa lama Nay larut dalam isakan. Saat ia lelah menangis, dia bersumpah akan bekerja keras dan menjadi kaya, yang kekayaannya akan melebihi bibinya. "Aku bersumpah, aku akan menjadi kaya hingga para tetangga akan berfikir bahwa aku memiliki pesugihan!"Sekarang Nay mengerti kenapa Kasumi tidak setuju dengan plan A dan plan B. Sesunguhnya Kasumi sudah menyampaikan keberatannya saat Nay dan Najwa menunjukkan planing mereka. Tapi saat kedua putrinya menyampaikan alasannya
Lembah Biru, tepat tiga bulan setelah Zimat diasingkan ke Blitar.Deadline yang tertulis di surat hutang yang Nay tanda tangani hari ini tepat tiga bulan. Nay dipanggil untuk datang ke rumah Pak RW. Dia datang bersama Najwa, tanpa Kasumi. Di rumah Pak RW sudah penuh orang, orang-orang yang sama yang dulu melukai Zimat. Wajah dan senyum mereka penuh kemenangan. Nay dan Najwa memasuki ruangan disambut dengan senyum sinis. Perih yang mereka rasa selama ini ternyata tidaklah cukup, masih harus berhadapan dengan wajah-waj
Apood bertugas meletakkan media di kediaman Zimat, di rumah pengasingan. Mereka juga telah menyiapkan pasukan bayangan yang akan mengepung rumah pengasingan. Pasukan bayangan disiapkan untuk jaga-jaga jika Zimat tidak terkapar oleh tujuh pencabut nyawa, sekaligus untuk memastikan agar Zimat tidak melarikan diri. Pada saat Zimat lemah karena serangan tujuh pencabut nyawa, maka pasukan bayangan akan menyerang dan menghabisinya. Selain itu, untuk mengimbangi pasukan bayangan milik Mbah Jamiah, mereka khawatir Mbah Jamiah akan ikut campur . Apood dan Aswa tidak ingin Zimat lolos lagi. Apa pun caranya, Zimat harus mati. Seperti yang direncanakan, Apood meletakkan media yang diperlukan di rumah pengasingan. Tugasnya berjalan mulus, tapi dia berpapasan dengan Kamituwo. Kamituwo merasa ada yang tidak beres. Dia memang tidak mengenal Apood tapi me
Sementara mishal dan asistennya---gadis cantik yang memapah Nay setelah interview--- hanya mampu terpaku menatapnya dari depan pintu kamar yang terbuka. Keduanya menatap dengan tatapan aneh sekaligus bingung. "Cari tau, apa yang sudah dilaluinya, aku merasa dia telah melewati hal yang sangat berat sebelum dia sampai ke sini!" perintah Mishal. "Baik, Tuan," jawab asistennya. Asistennya langsung berlalu. Karena tidak tahan, akhirnya Mishal mendekat, dia berjongkok dan menggenggam tangan Nay. Lalu berbisik di telinganya, "be cool sweet heart, you are save now, nobody will hurt you. Just take a deep breathe slowly."
Nay mengerutkan kening, dia tidak percaya dengan apa yang didengar, "terdengar seperti lelucon bagiku," ucapnya datar, lirih. Namun cukup jelas di telinga Mishal, "ha ha ha..., I didn't blame you if yu think that is just a joke." Tawa Mishal melebar, sementara Nay, semakin terkejut menyadari Mishal memahami apa yang diucapkannya. Tersipu, ia menyembunyikan senyumnya dengan menunduk dalam. Suasana yang tadinya cannggung, sedikit mencair. Lalu tanpa mereka sadari, keduanya terlibat dalam perbincangan hangat. "Mishal, why me?" tanya Nay datar, ada kesedihan dan duka di nada suaranya. Mendung menggelayut di bola mata indahnya.
Pertama saat masuk akomodasi milik Abu Ahmad, Nay bertemu dengan seorang perempuan bernama Basagita. Dia cantik dan menawan, apalagi bajunya yang sexi mebuatnya terlihat panas. Namun Nay mencium hawa pelacur. Selain itu, nada bicaranya arogan dan mengintimidasi. Setelah Bagasita memperkenalkan dirinya dan apa posisinya, Nay paham bahwa, Basagita adalah in charge nya akomodasi milik Abu Ahmad. Bagasita mengelandang Nay, masuk salah ke sebuah kamar, "Buka tasmu!'' perintahnya kemudian. Nay m
Banuwati datang menemui Nay, keesokan harinya, "aku berjanji akan mencarikan pekerjaan di luar dengan visa nomer delapan belas." ucap Banuwati lembut. Nay hanya membeku mendengar ucapan Banuwati, dia menatap datar perempuan cantik di hadapannya. "Visa delapan belas itu artinya kau akan punya hak terhadap dirimu sendiri?" ucap Banuwati selanjutnya. "Really? So, I have to trust someone the one already sole me?" Nay memberondong Banuwati dengan pertanyaan dengan nada sinis. Banuwati masih menatap lembut wajah Nay, tatapannya berusaha meyakinkan. Nay justru menyeringai sinis. "Nay, kau sudah pindah lima belas majikan dalam jangka dua bulan? Menurutmu apa yang bisa kulakukan lebih dari ini?"
Banuwati sudah berada di kantor polisi, dia mendapati Nay tepekur duduk di kursi tunggu dengan wajah ketakutan. Ia tidak pernah melihat Nay setakut ini, meski pernah bermasalah dengan majikan yang pertamanya, bahkan dipukuli hingga babak belur dan hampir mengakhiri hidupnya. Namun Banuwati tidak melihat ketakutan di bola maat Nay seperti saat ini. Banuwati mendekat, "apa kau baik-baik saja?" tanya Banuwati lembut. Alih-alih menjawab pertanyaan Banuwati, Nay malah menatap Banuwati dengan tatapan yang susah diartikan. Bola matanya mulai berair. Tidak sepatah kata pun keluar suara dari bibirnya. Banuwati meraih bahu Nay, bermaksud memeluknya, tapi di tepis leh Nay. Kini, Nay menatap Banuwati dengan tatapan takut bercampur benci dan amarah. Banuwati mengerutkan kening tanda tidak mengerti. Setelah menandatangi beberapa berkas, akhirnya Banuwati membawa Nay pulang. Rupanya Nay lari dari rumah majikan dan langsung ke kantor polisi. Ada yang baru dipahami oleh Banuw
Nay menolak untuk dipulangkan, meski dia telah menghadapi situasi yang hampir merenggut nyawanya. Banuwati dan Najwa tertegun, tidak habis pikir dengan keputusannya. Keduanya bersitatap tanpa kata. Bisu dan membeku, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari bibir Nay. Nay tib-tiba berdiri lalu menggenggam tangan Najwa. Ia memejamkan mata sambil merapal mantra. Mantra yang dirapalkan terdengar menggema di telinga Banuwati tapi Banuwati tidak tau bahasa apa yang digunakan Nay. Ada dua garis lurus muncul yang tiba-tiba muncul di kedua lengan Nay dan Najwa, tepat di sebelah urat nadi. Garis itu berwarna kuning keemasan, mirip seperti teriris beati tajam. Darah tiba-tiba mengucur dari kedua garis itu. "Mbak, sedang kembali menyambung kabel getih?! akhir
Pelayan ketakutan, di shock, tangannya gemetaran menutup mulutnya. Lalu dia jatuh terduduk. Dia hanya bisa kaku melihat apa yang dilakukan Nay. Dia tidak memiliki daya untuk mencegahnya. Braak..., klonteng-kloteng, klontang! Tidak sadar nampan yang dibawanya terjatuh, pecah. Ketelnya menggelinting kemudian membentur tembok. Suasana pagi yang harusnya tenang jadi gempar. Pelayan yang tadi menjatuhkan nampan segera berlari menuju bangunan utama. Dia berlari menemui tuan dan nyonya yang sedang sarapan. Gemetaran dia berkata, Na...Nay____,'' Mereka semua terpaku, dalam hati mereka berkata pasti telah terjadi sesuatu
Hari itu dia lalui dengan kesibukan yang luar biasa seperti biasanya. Sebagai kepala rumah tangga dia memang harus memastikan segala keperluan tuan dan nyonya serta keluarganya, terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dia harus memastikan urusan dapur, telephone bill, electricity dan semua expense yang diperlukan agar segala kegiatan berjalan dengan semestinya. Bulan ini adalah masa pergantian musin, dari dingin ke musim panas. Pekerjaan sangat banyak, karena semua barang harus diganti sesuai musim. Dari mulai pakaian hingga furniture harus diganti. Begitu juga makanan dan minuman juga berganti menu. Dia harus memastikan semua itu berjalan dengan semestinya sesuai yang di
Hari itu berlalu, karena bingung dia menghubungi Najwa, tapi tidak bisa. The mobile always not responding, Nay merasa ada yang salah, meski dia belum tahu, itu apa.Tiap hari, dia mencoba, tapi tidak berhasil. Kemudian, dia memutuskan untuk menghubungi Banuwati. Berkali-kali dia mencoba, tapi hasilnya sama. Setelahnya, dia mencoba menghubungi Indonesian Embassy ternyata juga tidak bisa. Terakhir, dia memutuskan untuk menghubungi keluarga di Indonesia. Mungkin dia bisa mendapat kabar tentang Najwa dari keluarganya, hasilnya sama, tidak bisa. Nay yakin ada yang salah. Tidak mungkin hanya kebetulan, "jangan-jangan___" Nay menutup mulut, tidak berani melanjutkan kalimatnya. Dia berdiri, lalu melangkah tergesa menemui nyonya. Dia mengangguk hormat, lalu berkata, "please