Beranda / Horor / Tersesat / Dalam Pelarian

Share

Dalam Pelarian

Penulis: Nasura2101
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ketika terpal sudah terpasang, Safawi naik ke atas truk. Dia naik ke bak belakang bersama kuda dan kereta. Sopir truck memeriksa semua bagian truk kemudian naik ke belakang kemudi. Truck melaju perlalan meninggalkan pasar Wadung menuju jalan utama-jalan protokol Bali - Surabaya- munuju Gunung Kumitir. Begitu masuk jalan protokol sopir melajukan truck dengan kecepatant inggi.

Di bak belakang, Safawi membuka karung yang tadi dipangggul dan mengeluarkan isinya. Dia memapah isi karung, dibaringkan diatas tikar yang sudah dia siapkan lalu dia melepas kemeja untuk menyangga kepala Zimat. Kemudian tangannya bergerak cepat di beberapa titik dari tubuh Zimat-membuka totokan- yang dibuatnya sebelum pergi. Ia melakukannya untuk mengecoh musuh-musuh Zimat, dengan cara menotok Zimat agar kehilangan kesadaran. Dengan demikian Safawi dengan leluasa membungkus tubuh Zimat dengan karung lalu dipanggulnya. Sedetik kemudian Zimat terbatuk. Cepat-cepat Ketek Putih menggenggam tangan Zimat penuh haru. Zimat berusaha mengumpulkan kesadaran, kemudian tersenyum kecut. Bola matanya menyimpan duka yang dalam. Ketek Putih segera membetulkan letak duduknya kemudian menunduk hormat.

"Mohon maaf beribu maaf, pertama saya menghaturkan hormat dan bakti saya, semoga Kang Mas berkenan menerima. Kedua saya mohon diampuni karena tidak bisa menyelematkan Kang Mas dengan cara yang lebih layak," ucap Safawi sedih, kepalanya semakin menunduk.

Namun Zimat justru tergugu sambil menggengam erat tangan Safawi, tangisnya pecah.

Setelah Zimat menghabiskan tangis, Safawi berujar, "Kang Mas, sekarang harus fokus pada kesehatan Kang mas, supaya cepat pulih, perkara yang lain-lain biar saya, Nimas Nay dan Nimas Najwa yang mengurusnya."

Zimat mengangguk lemah. Safawi memeriksa beberapa bagian tubuh Zimat yang cedera. Dia tersenyum, setelahnya dia meletakkan telapak tangan kiri di kening Zimat sambil berkata. "Maafkan aku Kang Mas," ucapnya.

Safawi memasang sirep. Tiba-tiba Zimat mengantuk, beberapa saat kemudian Zimat terlelap. Safawi tersenyum haru. Matanya menyimpan duka yang dalam. Dia membetulkan letak duduknya lalu menyilangkan tangan di atas dada sambil memjamkan mata. Luruh dalam semedi.

Truck yang mereka tumpangi masih terus melaju menembus pekadnya malam. Gunung Kumitir telah pun mereka lalui.

__________________

Sehari sesudahnya, pagi menjelang siang truck yang mereka tumpangi telah meninggalkan kota Malang menuju Biltar. Lewat waktu dhuhur saat matahari mulai condong ke barat-mereka sampai di hutan belantara yang membatasi Malang dan Blitar

Zaman dulu masih seram. Ha ha ha..., sekarang juga masih seram. Akhir thn 2018 kemaren aku juga masih melintas di sana malam hari, masih seram, bahkan purnama yang harusnya indah, keindahannya tersamarkan oleh suasana magis yang kental.

Di hutan belantara tersebut Safawi meminta Sopir menghentikan truk. Tergesa Safawi keluar dari truck lalu membuat garis melingkari truk dengan jari telunjuknya. Ia memasang pagar gaib dengan membuat garis yang iya lukis di tanah. Itulah orang jawa, saat jari telunjuknya iso nduding maka pagar gaib pun bisa dibuat hanya dengan jari telunjuk.

Sopir menatap aneh tapi tidak berani bertanya. Sungguh suasana hutan, tempat mereka berhenti telah menjadikan hatinya ciut, ada penyesalan karena telah menerima kresek hitam dari Safawi. Kresek hitam itu penuh lembaran berwarna merah, seratus ribuan yang dibendel sepuluh jutaan. Namun kini berbagai pikiran buruk memenuhi otaknya.

Tergesa sopir menggulung terpal sesuai permintaan Safawi. Safawi menurunkan kuda lalu kereta. Kemudian memasang semua baut dan pengaitnya begitu terpal telah tergulung sempurna. Semua itu dilakukannya dengan waktu yang sangat singkat. Safawi risau, tergambar jelas kekhawatiran di raut muka. Setelahnya dia memeriksa seluruh bagian kereta dengan seksama. Saat dirasa semua sudah benar dia memapah Zimat turun dari truk lalu dibaringkan di bagian belakang kereta. Sopir melongo menyaksikan hal ini. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa karung yang di panggul Safawi sebelum memasuki truknya di pasar Wadung adalah manusia. Hati sopir truck makin dicekam rasa takut.

Safawi menyadari bahwa sopir truk dicekam ketakutan, dia mendekatinya lalu mengusap wajah sopir tersebut dan berbisik di telinganya, "kau tidak pernah menyaksikan apa pun dan tidak pernah mengantarku ke sini, sekarang pergilah!"

Sepatah kata pun sopir tidak menjawab, liglung dia berbalik masuk ke dalam truk dan duduk di belakang kemudi. Dia memutar truknya berbalik arah, melajukan truk seperti orang gila. Ketek Putih tersenyum datar menyaksikan ulahnya, Ia memandang truk berlari menjauh hingga hilang dari pandangan.

Safawi menyelimuti Zimat dengan karung. Sengaja disamarkan agar tidak dikenali, siapa pun yang melihat mengira hanya benda, bukan manusia. Dia juga memasang penutup wajah bermodel seperti ninja lalu menutupi kepala dengan pakaian lusuh.

Saat segala persiapan dirasa cukup, Ia meloncat ke atas kuda dan menghentak tali kekangnya. Kereta bergerak perlahan meninggalkan belantara.

Memasuki waktu ashar dia memasuki Kabupaten Blitar. Jalan protokol yang indah, persawahan luas membentang, udara sore yang sejuk. Kereta berbelok ke arah kanan memasuki jalan beraspal yang lebih sempit. Jauh ke dalam, jalan mulai berbelok-belok. Setelahnya nyempal lagi jalan yang lebih kecil, terus masuk ke dalam, jalanan mulai rusak dan berbatu. Menanjak terjal. Berbelok lagi ke jalan setapak hingga sampailah mereka di sebuah kebun yang sangat luas dengan sebuah rumah kosong di tengahnya. Agak seram. Rumput di sekitar rumah setinggi tubuh orang dewasa. Banyak pohon besar di sekitar rumah.

Kereta tidak dapat masuk halaman karena rumput yang tinggi dan tebal. Banyak juga tanaman liar yang membuat jalan benar-benar tidak bisa dilewati. Safawi kebingungan beberapa saat, karena tidak membawa peralatan apa pun. Namun kemudian dia dikejutkan oleh suara seseorang menyapanya. "Lho wis nyampek to le?" (Lho sudah nyampek Nak? Red-)

Safawi membalikkan tubuh dan mundur beberapa langkah, wajahnya bergidik ngeri. Seorang laki-laki seusia Zimat telah berdiri di hadapan dengan parang berkilat oleh sinar mentari senja. Melukiskan betapa tajam parang dalam genggamannya. Ia terpaku, matanya tidak berkedip menatap parang dengan raut muka penuh tanya. Ragu-ragu Safawi mengangguk hormat. Laki-laki itu tersenyum ramah. "Tidak salah Kasumi mempercayaimu, kau memang bisa diandalkan," ucapnya.

Lagi-lagi ia tersenyum ramah. Safawi mulai berusaha mengingat-ingat siapa laki-laki di hadapan. Namun sekuat apa pun ia berusaha tetap tidak menemukan jawaban. Otaknya makin kalut, dia memandang dengan tatapan bingung. Senyumnya tulus tapi kilatan-kilatan dari parang yang ia genggam membuat Safawi curiga. Meski ia telah begitu yakin bahwa ia tidak diikuti, bisa saja keyakinannya meleset.

_______________

"Aku Kamituwo Bendowo,'' ucap laki-laki setengah baya ramah, senyumnya mengembang.

Mendengar nama Kamituwo Bendowo, Safawi langsung menekuk lutut, "Saya menghaturkan salam hormat, semoga penjenenganipun berkenan menerima, saya mohon maaf beribu maaf karena tidak mengenali penjenenganipun," ucap Safawi canggung. Kamituwo terkekeh lalu berujar, "tangio le!'' Safawi
bangkit, masih menunduk canggung.

Kemudian Kamituwo menyerahkan parang dengan sopan. Ia membalik parang dan memegang punggung parang. Masih canggung safawi menerima parang tersebut denga kedua tangan, lalu mulai membabat rumput.

Sementara Kamituwo menyingkap karung yang menutupi Zimat. Lalu membuka penutup kepala dan mengusap wajah Zimat. Serta merta Zimat terbangun dan berusaha memahami keadaan. Rasa terkejut tergambar jelas di raut mukanya saat menyadari siapa yang berdiri di sampingnya. ''Sugeng rawuh Kang Mas," ucap Kamituwo sambil mencium tangan Zimat. Yang dicium tangannya lagi-lagi cuma bisa tergugu. Luka yang dalam tampak jelas di bola mata keduanya.

Drama manis itu berlangsung beberama lama sebelum akhirnya Kamituwo memutuskan untuk berdiri dan melepas genggama tangan. Dia naik ke pelana kuda dan menghentak kekangnya mengikuti jalan yang dibuat Safawi. Memasuki halaman dan menghentikan kereta tepat di depan rumah.

Rumah jelas tidak terurus, mungkin bertahun -tahun sudah tidak ditinggali. Sisa-sisa kejayaan masa lalu masih terlihat jelas. Rumah besar dan luas, kayu jati tua yang diukir dengan ukiran khas jawa kuno menghiasi setiap ornamen rumah. Kayu jati pilihan, meski bertahun-tahun tidak ditinggali dan tidak terurus rumah masih berdiri kokoh.

Kamituwo memapah Zimat masuk rumah, membimbingnya masuk kamar utama.

"Oh dipan ini masih di sana, masih di tempatnya tanpa berubah sedikit pun." ucap Zimat pelan.

Jelas rasa tidak percaya tergambar di nada suara Zimat. Kamituwo terseyum lalu berkata, "begitulah Kang Mas, karena aku ingin mematri ingatanku tentangmu."

Zimat melirik wajah Kamituwo, tatapannya beku. Kamituwo membaringkan Zimat di atas dipan lalu membuka jendela, matahari sore menyeruak masuk. Kilau keemasan memantul di daun jendelan. Zimat menatap kilaunya dengan wajah datar, seolah ada sesuatu yang berusaha ia sembunyikan.

Kamituwo berpamitan karena harus menyiapkan beberapa hal kepada Safawi yang masih asyik dengan pekerjaannya lalu memintanya untuk membersihkan ruang tamu.

"Ruang tamu ini sangat luas,"

Safawi berdiri di depan pintu ruang tamu. Pandangannya memindai seluruh isi ruangan. Ada beberapa set meja kursi dan dipan berukuran jumbo di ujung kiri-selatan.

"Tolong pindahkan Kang Mas Zimat ke ruang tamu setelah kau selesai membersihkannya." pesan Kamituwo sebelum pergi.

 

Selain itu, Kamituwo juga menunjukkan di mana letak sumur dan letak peralatan yang diperlukan untuk membersihkan ruang tamu.

Rumah sudah lama tidak ditinggali tapi Safawi menemukan semua hal yang diperlukan termasuk alat penerangan dari gudang saat ia mengambil peralatan untuk bersih-bersih. Semua masih berfungsi dengan baik.

Baru saja Safawi menunaikan shalat maghreeb ketika dia mendengar suara ringkik kuda. Tergopoh ia membuka pintu, ia menyaksikan Kamituwo meloncat dari punggung kuda. Membawa penuh sesak bawaan di dalam kereta. Bahan makanan yang masih mentah hingga minyak tanah memenuhi kereta. Tidak lupa rantang makanan dan termos berisi kopi yang siap saji dan beberapa peralatan makan dan minum.

Setelah semua barang ia bawa masuk, Safawi menemui Kamituwo.

 

"Apakah penjenenganipun akan menginap di sini?"

 

"Iyo Le, koyone aku sik kangen karo Kang Mas Zimat."

Setelah mendapat jawaban dari Kamituwo, Safawi melepas kuda dari kereta lalu menambatkan di bawah pohon yang banyak rumput. Tak lupa dia membawakan air untuk kudanya. Dia menepuk-nepuk kudanya sambil berkata, "aku minta maaf karena membuatmu bekerja agak keras hari ini."

Kuda hitam menyeruduk tuannya lembut, seolah memberi jawaban atas permohonan maaf yang diucapkan Safawi. Setelah puas bercengrama dengan kudanya, dia meninggalkan halaman dan masuk rumah.

 

Lelahnya seolah terobati saat melihat Zimat makan lalu bercengkrama dengan Kamituwo-sahabatnya- sambil ngopi dan merokok hingga larut malam. Dia merebahkan punggung ke pembaringan ketika melihat dua laki-laki setengah baya yang di sayangi sekaligus dikagumi luruh dalam semedi.

***********

Nasura2101.

Bab terkait

  • Tersesat   Dewa Penolong

    Lembah Biru, waktu yang sama di mana Safawi meningalkan halaman kediaman Zimat Nay menghentak kuda yang menarik kereta meninggalkan halaman rumah.Kereta yang mereka tumpangi meninggalkan lembah Biru ke arah timur. Ke arah desa penari. Dia duduk di kursi kusir, sedang Najwa dan Kasumi berada di dalam kereta. Nay terus menghentak kudanya, kereta terus melaju cepat menembus gelepan. Di pertigaan desa Karangsari, jika ke arah kiri arah Desa Penari, jika arah kanan arah Sasak Mayit. Mereka mengambil arah lurus dan melesat bagai anak panah. Akhirnya mereka meningglkan Desa Karangsari ke arah desa Parijatah. Diantara Desa Karangsari dan desa Parijatah ada mbulak sawah sejauh kurang-lebih lima kilo yang terkenal angker. Orang jarang sekali melintas di malam hari, karena kebanyakan yang melintas di sini dijahili. Kalau bawa sepeda motor atau mobil biasanya bannya tiba tiba kempes hingga harus ndorong. Banyak cerita mengerikan laiinnya. Ada yang bilang ada yang mb

  • Tersesat   Nay dan Naga Bumi

    "Tidak ditolong tidak mengapa, tapi aku mengharap do'a yang baik atau se-enggaknya kata-kata yang baik. Kenapa harus makian yang kuterima?" Nay masih terisak memikirkan apa yang baru saja terjadi. "Seandainya bapak masih bersamaku, tentu aku tidak akan mengalami ini," keluhnya di antara isakan.Entah berapa lama Nay larut dalam isakan. Saat ia lelah menangis, dia bersumpah akan bekerja keras dan menjadi kaya, yang kekayaannya akan melebihi bibinya. "Aku bersumpah, aku akan menjadi kaya hingga para tetangga akan berfikir bahwa aku memiliki pesugihan!"Sekarang Nay mengerti kenapa Kasumi tidak setuju dengan plan A dan plan B. Sesunguhnya Kasumi sudah menyampaikan keberatannya saat Nay dan Najwa menunjukkan planing mereka. Tapi saat kedua putrinya menyampaikan alasannya

  • Tersesat   Musuh Dalam Selimut

    Lembah Biru, tepat tiga bulan setelah Zimat diasingkan ke Blitar.Deadline yang tertulis di surat hutang yang Nay tanda tangani hari ini tepat tiga bulan. Nay dipanggil untuk datang ke rumah Pak RW. Dia datang bersama Najwa, tanpa Kasumi. Di rumah Pak RW sudah penuh orang, orang-orang yang sama yang dulu melukai Zimat. Wajah dan senyum mereka penuh kemenangan. Nay dan Najwa memasuki ruangan disambut dengan senyum sinis. Perih yang mereka rasa selama ini ternyata tidaklah cukup, masih harus berhadapan dengan wajah-waj

  • Tersesat   Hujan Ular

    Apood bertugas meletakkan media di kediaman Zimat, di rumah pengasingan. Mereka juga telah menyiapkan pasukan bayangan yang akan mengepung rumah pengasingan. Pasukan bayangan disiapkan untuk jaga-jaga jika Zimat tidak terkapar oleh tujuh pencabut nyawa, sekaligus untuk memastikan agar Zimat tidak melarikan diri. Pada saat Zimat lemah karena serangan tujuh pencabut nyawa, maka pasukan bayangan akan menyerang dan menghabisinya. Selain itu, untuk mengimbangi pasukan bayangan milik Mbah Jamiah, mereka khawatir Mbah Jamiah akan ikut campur . Apood dan Aswa tidak ingin Zimat lolos lagi. Apa pun caranya, Zimat harus mati. Seperti yang direncanakan, Apood meletakkan media yang diperlukan di rumah pengasingan. Tugasnya berjalan mulus, tapi dia berpapasan dengan Kamituwo. Kamituwo merasa ada yang tidak beres. Dia memang tidak mengenal Apood tapi me

  • Tersesat   Akhir Dari Malam Panjang

    Di tengah perdebatan antara Kamituwo dan Zimat, mereka dikejutkan oleh kenyataan di depan mata. Safawi sudah ambruk, tubuhnya menabrak Kamituwo. Sebelum dia pingsan bibirnya sempat berucap, "rajah sewu," lalu tubuhnya terkulai. Panik keduanya memeriksa pergelangan tangan Safawi. Zimat dan kamituwo saling menatap, tajam. "Masih hidup, hanya saja detak jantungnya sangat lemah. Racun sudah menyebar," ucap Kamituwo. "Jaga dia, biar aku yang menghadapi ular-ular ini," ucap Zimat gusar. Ia tidak ada pilihan lain, Zimat harus menggunakan rajah sewu. Jika tidak maka mereka semua akan mati konyol di tempat itu. Zimat memejamkan mata dan mulai membaca mantra, lalu melakukan beberapa gerakan khas. Seperti gerakan pencak silat namun lebih lembut han halus. Gerakannya sedikit aneh, tapi sebentar kemudian dari punggungnya keluar banyak sekali bayangan yang bersinar kuning keemasan. Makin lama makin banyak, tak terhitung. Setiap bayangan yang keluar dari tubuhnya menyapu ular-ular yang men

  • Tersesat   Interval

    "Satyo! Satiyo!" Kamituwo sibuk mencari Satyo sambil memanggil namanya. Ia ingin memastikan sesuatu. "Inggih, Ndoro," jawab Satyo, "ada apa to Ndoro, kok teriak-teriak?" "Apa semalam kau melihat dua orang gadis muda datang bersama orang-orang yang menyelamat kami?" "Mboten, Ndoro. Saya tidak melihat seorang perempuan." Kamituwo mengernyitkan keningnya setelah mendapat jawaban dari Satyo. Selain rahasia busur emas, pikiran Kamituwo juga sedang memikirkan mistery lainnya. "Mereka selalu datang bertujuh, lalu di mana yang enam?" Kamituwo berpikir keras, ia berusaha mengingat-ngingat kembali semua runtutan kejadian yang dialaminya semalam. "Apa ada yang kulewatkan?!" ***** Sejak itu, Zimat dan Safawi tidak pernah terlihat. Jika ada warga yang bertanya, Kamituwo maupun Satyo mengatakan bahwa mereka pulang ke Banyuwangi. Usaha meramu obat sampai sekarang masih dilanjutka

  • Tersesat   Sang Tuan

    Perempuan itu tampak jengah dengan ketenangan yang dimiliki Nay. "Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, Shinta, karena dia punya pengalaman sebagai asisten CEO dari perusahaan ternama di Singapura. Aku juga sudah berbicara langsung kepada onwner dari perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya, untuk mengetahui reputasinya." Seorang perempuan yang sangat anggun telah pun berdiri di samping mereka. Wajah Indo-nya benar-benar menawan. Dia tersenyum ramah kepada Nay. "Selamat Datang ke Kuwait Saudari Naya Maharani," ucapnya, santun. "Mohon panggil saja saya, Nay," jawab Nay, cangung. "Baiklah, perkenalkan namaku, Banuwati," perempuan itu mengulurkan tangannya kepada Nay, disambut hangat oleh Nay. "Nice to meet you Banuwati, nama anda cantik seperti kepribadian anda." Banuwati tampak tersipu, "nice to meet you too, Nya." Sedetik kemudian Banuwati melanjutkan kalimatnya," aku yang akan mengurus segala legalitasmu selama kau di sini hingga dua tahun ke depan. Sopir akan mengantarmu

  • Tersesat   Tahanan Rumah

    Hari itu berlalu, karena bingung dia menghubungi Najwa, tapi tidak bisa. The mobile always not responding, Nay merasa ada yang salah, meski dia belum tahu, itu apa.Tiap hari, dia mencoba, tapi tidak berhasil. Kemudian, dia memutuskan untuk menghubungi Banuwati. Berkali-kali dia mencoba, tapi hasilnya sama. Setelahnya, dia mencoba menghubungi Indonesian Embassy ternyata juga tidak bisa. Terakhir, dia memutuskan untuk menghubungi keluarga di Indonesia. Mungkin dia bisa mendapat kabar tentang Najwa dari keluarganya, hasilnya sama, tidak bisa. Nay yakin ada yang salah. Tidak mungkin hanya kebetulan, "jangan-jangan___" Nay menutup mulut, tidak berani melanjutkan kalimatnya. Dia berdiri, lalu melangkah tergesa menemui nyonya. Dia mengangguk hormat, lalu berkata, "please

Bab terbaru

  • Tersesat   Dipulangkan

    Sementara mishal dan asistennya---gadis cantik yang memapah Nay setelah interview--- hanya mampu terpaku menatapnya dari depan pintu kamar yang terbuka. Keduanya menatap dengan tatapan aneh sekaligus bingung. "Cari tau, apa yang sudah dilaluinya, aku merasa dia telah melewati hal yang sangat berat sebelum dia sampai ke sini!" perintah Mishal. "Baik, Tuan," jawab asistennya. Asistennya langsung berlalu. Karena tidak tahan, akhirnya Mishal mendekat, dia berjongkok dan menggenggam tangan Nay. Lalu berbisik di telinganya, "be cool sweet heart, you are save now, nobody will hurt you. Just take a deep breathe slowly."

  • Tersesat   Tertawan

    Nay mengerutkan kening, dia tidak percaya dengan apa yang didengar, "terdengar seperti lelucon bagiku," ucapnya datar, lirih. Namun cukup jelas di telinga Mishal, "ha ha ha..., I didn't blame you if yu think that is just a joke." Tawa Mishal melebar, sementara Nay, semakin terkejut menyadari Mishal memahami apa yang diucapkannya. Tersipu, ia menyembunyikan senyumnya dengan menunduk dalam. Suasana yang tadinya cannggung, sedikit mencair. Lalu tanpa mereka sadari, keduanya terlibat dalam perbincangan hangat. "Mishal, why me?" tanya Nay datar, ada kesedihan dan duka di nada suaranya. Mendung menggelayut di bola mata indahnya.

  • Tersesat   Bertemu Abu Ahmad

    Pertama saat masuk akomodasi milik Abu Ahmad, Nay bertemu dengan seorang perempuan bernama Basagita. Dia cantik dan menawan, apalagi bajunya yang sexi mebuatnya terlihat panas. Namun Nay mencium hawa pelacur. Selain itu, nada bicaranya arogan dan mengintimidasi. Setelah Bagasita memperkenalkan dirinya dan apa posisinya, Nay paham bahwa, Basagita adalah in charge nya akomodasi milik Abu Ahmad. Bagasita mengelandang Nay, masuk salah ke sebuah kamar, "Buka tasmu!'' perintahnya kemudian. Nay m

  • Tersesat   Malapetaka

    Banuwati datang menemui Nay, keesokan harinya, "aku berjanji akan mencarikan pekerjaan di luar dengan visa nomer delapan belas." ucap Banuwati lembut. Nay hanya membeku mendengar ucapan Banuwati, dia menatap datar perempuan cantik di hadapannya. "Visa delapan belas itu artinya kau akan punya hak terhadap dirimu sendiri?" ucap Banuwati selanjutnya. "Really? So, I have to trust someone the one already sole me?" Nay memberondong Banuwati dengan pertanyaan dengan nada sinis. Banuwati masih menatap lembut wajah Nay, tatapannya berusaha meyakinkan. Nay justru menyeringai sinis. "Nay, kau sudah pindah lima belas majikan dalam jangka dua bulan? Menurutmu apa yang bisa kulakukan lebih dari ini?"

  • Tersesat   Dijual

    Banuwati sudah berada di kantor polisi, dia mendapati Nay tepekur duduk di kursi tunggu dengan wajah ketakutan. Ia tidak pernah melihat Nay setakut ini, meski pernah bermasalah dengan majikan yang pertamanya, bahkan dipukuli hingga babak belur dan hampir mengakhiri hidupnya. Namun Banuwati tidak melihat ketakutan di bola maat Nay seperti saat ini. Banuwati mendekat, "apa kau baik-baik saja?" tanya Banuwati lembut. Alih-alih menjawab pertanyaan Banuwati, Nay malah menatap Banuwati dengan tatapan yang susah diartikan. Bola matanya mulai berair. Tidak sepatah kata pun keluar suara dari bibirnya. Banuwati meraih bahu Nay, bermaksud memeluknya, tapi di tepis leh Nay. Kini, Nay menatap Banuwati dengan tatapan takut bercampur benci dan amarah. Banuwati mengerutkan kening tanda tidak mengerti. Setelah menandatangi beberapa berkas, akhirnya Banuwati membawa Nay pulang. Rupanya Nay lari dari rumah majikan dan langsung ke kantor polisi. Ada yang baru dipahami oleh Banuw

  • Tersesat   Healling

    Nay menolak untuk dipulangkan, meski dia telah menghadapi situasi yang hampir merenggut nyawanya. Banuwati dan Najwa tertegun, tidak habis pikir dengan keputusannya. Keduanya bersitatap tanpa kata. Bisu dan membeku, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari bibir Nay. Nay tib-tiba berdiri lalu menggenggam tangan Najwa. Ia memejamkan mata sambil merapal mantra. Mantra yang dirapalkan terdengar menggema di telinga Banuwati tapi Banuwati tidak tau bahasa apa yang digunakan Nay. Ada dua garis lurus muncul yang tiba-tiba muncul di kedua lengan Nay dan Najwa, tepat di sebelah urat nadi. Garis itu berwarna kuning keemasan, mirip seperti teriris beati tajam. Darah tiba-tiba mengucur dari kedua garis itu. "Mbak, sedang kembali menyambung kabel getih?! akhir

  • Tersesat   Release

    Pelayan ketakutan, di shock, tangannya gemetaran menutup mulutnya. Lalu dia jatuh terduduk. Dia hanya bisa kaku melihat apa yang dilakukan Nay. Dia tidak memiliki daya untuk mencegahnya. Braak..., klonteng-kloteng, klontang! Tidak sadar nampan yang dibawanya terjatuh, pecah. Ketelnya menggelinting kemudian membentur tembok. Suasana pagi yang harusnya tenang jadi gempar. Pelayan yang tadi menjatuhkan nampan segera berlari menuju bangunan utama. Dia berlari menemui tuan dan nyonya yang sedang sarapan. Gemetaran dia berkata, Na...Nay____,'' Mereka semua terpaku, dalam hati mereka berkata pasti telah terjadi sesuatu

  • Tersesat   Bencana

    Hari itu dia lalui dengan kesibukan yang luar biasa seperti biasanya. Sebagai kepala rumah tangga dia memang harus memastikan segala keperluan tuan dan nyonya serta keluarganya, terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dia harus memastikan urusan dapur, telephone bill, electricity dan semua expense yang diperlukan agar segala kegiatan berjalan dengan semestinya. Bulan ini adalah masa pergantian musin, dari dingin ke musim panas. Pekerjaan sangat banyak, karena semua barang harus diganti sesuai musim. Dari mulai pakaian hingga furniture harus diganti. Begitu juga makanan dan minuman juga berganti menu. Dia harus memastikan semua itu berjalan dengan semestinya sesuai yang di

  • Tersesat   Tahanan Rumah

    Hari itu berlalu, karena bingung dia menghubungi Najwa, tapi tidak bisa. The mobile always not responding, Nay merasa ada yang salah, meski dia belum tahu, itu apa.Tiap hari, dia mencoba, tapi tidak berhasil. Kemudian, dia memutuskan untuk menghubungi Banuwati. Berkali-kali dia mencoba, tapi hasilnya sama. Setelahnya, dia mencoba menghubungi Indonesian Embassy ternyata juga tidak bisa. Terakhir, dia memutuskan untuk menghubungi keluarga di Indonesia. Mungkin dia bisa mendapat kabar tentang Najwa dari keluarganya, hasilnya sama, tidak bisa. Nay yakin ada yang salah. Tidak mungkin hanya kebetulan, "jangan-jangan___" Nay menutup mulut, tidak berani melanjutkan kalimatnya. Dia berdiri, lalu melangkah tergesa menemui nyonya. Dia mengangguk hormat, lalu berkata, "please

DMCA.com Protection Status