Lembah Biru, waktu yang sama di mana Safawi meningalkan halaman kediaman Zimat
Nay menghentak kuda yang menarik kereta meninggalkan halaman rumah.
Kereta yang mereka tumpangi meninggalkan lembah Biru ke arah timur. Ke arah desa penari. Dia duduk di kursi kusir, sedang Najwa dan Kasumi berada di dalam kereta. Nay terus menghentak kudanya, kereta terus melaju cepat menembus gelepan. Di pertigaan desa Karangsari, jika ke arah kiri arah Desa Penari, jika arah kanan arah Sasak Mayit. Mereka mengambil arah lurus dan melesat bagai anak panah.Akhirnya mereka meningglkan Desa Karangsari ke arah desa Parijatah. Diantara Desa Karangsari dan desa Parijatah ada mbulak sawah sejauh kurang-lebih lima kilo yang terkenal angker. Orang jarang sekali melintas di malam hari, karena kebanyakan yang melintas di sini dijahili. Kalau bawa sepeda motor atau mobil biasanya bannya tiba tiba kempes hingga harus ndorong. Banyak cerita mengerikan laiinnya. Ada yang bilang ada yang mbonceng di belakang dan tiba tiba hilang saat mencapai desa.
Baru saja Nay memasuki area ini ketika tiba tiba kudanya meringkik panik ketakutan lalu berhenti mendadak. Dokar yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi oleng dan terjungkal. Keretanya lepas dari kuda membentur aspal. Terburai tidak karuan, salah satu rodanya lepas. Sedang penumpangnya terhempas tak tentu arah ke aspal. Beruntung mereka hanya mengalami luka ringan. Panik mereka berusaha menolong satu sama lain.
Entah dari mana datangnya, di depan mereka telah berdiri orang orang berpakaian serba hitam. Wajah mereka ditutup hingga tidak dapat dikenali. Bukan Nya kalau tidak bisa menyembunyikan kepanikan dan bersikap arogan di depan musuhnya. Segera ia berdiri dan berkacak pinggang, tersenyum sinis, "jaga ibu Nimas, iki urusanku!" teriaknya. "Majulah kalian! orang-orang pengecut yang beraninya cuma sama perempuan," Nay memasang kuda-kuda. Dia menganggkat tangan tingi-tinggi, sedetik kemudian di tangannya telah ada sebuah cambuk berwarna merah.
Mereka tampak mundur beberapa langkah saat melihat apa yang dipegang olehnya. Malam memang telah melewati tengahnya dan beranjak ke arah dini hari. Namun cahaya bulan sudah cukup bagi mereka untuk mengenali apa yang ada digenggamannya. Karena mereka orang-orang terlatih yang terbiasa melihat dalam gelap. Tentu saja mereka bergidik ngeri dan mundur beberapa langkah karena Nay menggenggam cemeti Naga Bumi.
_____________
Ketegangan berlangsung beberapa lama. Nay memang tidak ingin menyerang karena intinya dia hanya ingin mempertahankan diri. Dia tidak ingin melukai siapa pun. Apalagi Nay paham orang-orang di hadapannya adalah hanya suruhan. Seandainya ada cara yang lebih halus pasti akan ditempuhnya. Tapi rupanya orang-orang yang mengincar Zimat tidak main-main.
Nay sangat terkejut ketika tiba-tiba musuhnya tumbang satu-persatu oleh anak panah yang bersinar kuning emas. Setiap orang yang tumbang langsung menghilang tanpa bekas. Nya, Najwa dan Kasumi terhenyak, bergidik ngeri. Mereka benar-benar tidak menyangka bahwa yang mereka hadapi bukan manusia.
"Terlalu banyak pertibangan itu kurang baik, Nduk. Kamu pikir yang kamu hadapi itu manusia?" Nay melihat perempuan tua bersanggul berdiri di sampingnya. Memakai kebaya khas Sumenep dan memakai kain sarung. Sandalnya jinjit (high heel ). Kulitnya Putih bersih, meski dia sudah tua tapi dia terlihat anggun dan menawan. Auranya sangat kuat. Setelahnya perempuan di sampingnya menyuruh masuk ke dalam kereta yang sudah ia siapkan. Nay seperti kerbau yang dicocok hidungnya, dia menurut dan langsung masuk ke dalam kereta. Perempuan itu langsung naik ke atas kuda dan memutar balik kereta. Dihentaknya tali kekangnya, Kereta itu melaju bagai terbang. Di pertigaan desa Karang Sari kereta berbelok ke arah Sasak mayit lalu hilang di kegelapan.
__________
Dini hari ketika Kereta yang mereka tumapngi memasuki sebuah gerbang rumah mewah di jalan Protokol Surabaya -Bali. Rumah hanya terlihat atapnya jika dari luar, karena pagar yang terlalu tingi. Pagarnya terbuat dari kayu yang ditumbui bunga bunga liar tapi terawat rapi. Sedang pintu gerbangnya terbuat dari kayu, dengan ukiran bertuliskan jawa kuno. Saat melintas Nay sempat mengintip dan mengeja, "Jami'ah."
Kereta berhenti di halaman. Perempuan turun dari kuda lalu membuka tirai dan pintu kereta meminta Kasumi, Nay dan Najwa turun dari kereta. Kasumi yang menyadari dia berada di mana dan siapa yang menyelematkannya dia langsung menekuk lutut. Nay dan Najwa pun serentak melakukan hal sama saat melihat Kasumi menekuk lutut. Basa-basi resmi dilakukan. Satu-persatu mereka bertiga mengucap salam dan dijawab dengan ketus oleh perempuan di hadapan mereka. Kasumi dan kedua putrinya berbicara dengan bahsa jawa halus dan dijawab dengan bahasa maduara. Perempuan yang sedang berdiri di hadapan mereka adalah nenek Zimat, buyut Nay dan Najwa-Jamiáh.
Mereka memang tidak pernah diperkenalkan secara resmi karena dalam garis keturunan Keluarga Zimat perempuan tidak diakui. Kasumi pernah tinggal bersama Jamiah saat baru menikah sampai dia melahirkan Nay. Najwa pernah dirawat oleh Jamiáh tapi kemudian diambil kembali oleh Kasumi. Setelah acara basa-basi selesai mereka dibawa masuk ke dalam rumah. "Rumah ini masih tidak berubah," ucap Kasumi. "Istirahatlah! Kalian sudah mengalami hari yang berat," alih-alih menjawab ucapan Kasumi, Jamiah memberi perintah kepada mereka untuk beristirahat. "Apa Zimat sudah sampai di tempat Kang Mas Bendowo?" tanya Kasumi, dia melakukan hal sama. Mengabaikan perintah Jamiah dan menanyakan suaminya. "Zimat sudah berada di tempat yang aman, kalian juga harus istirahat!"
Setelahnya, Kasumi dipersilahkan untuk beristirahat di kamarnya yang lama. Sedang Nay dan Najwa digiring ke kamar yang lain. Kamar milik Jamiah, mungkin Jamiah ingin melepas rindu. Kasumi nampak hanya bisa menyerah. Kali ini ia memang harus sedikit berdamai. Toh Jamiáh sudah menyelamatkan mereka. Akhirnya mereka semua masuk kamar.
_________
Pagi pagi sekali nampak Kasumi sudah bersiap meninggalkan kediaman Jami'ah bersama kedua putrinya. Entah mengapa Kasumi memang tidak pernah nyaman tinggal dirumah itu, Rumah itu memang jauh lebih mewah dari rumahnya yang sederhana tapi dia selalu tiadk ingin tinggal lebih lama.
"Tidak ditolong tidak mengapa, tapi aku mengharap do'a yang baik atau se-enggaknya kata-kata yang baik. Kenapa harus makian yang kuterima?" Nay masih terisak memikirkan apa yang baru saja terjadi. "Seandainya bapak masih bersamaku, tentu aku tidak akan mengalami ini," keluhnya di antara isakan.Entah berapa lama Nay larut dalam isakan. Saat ia lelah menangis, dia bersumpah akan bekerja keras dan menjadi kaya, yang kekayaannya akan melebihi bibinya. "Aku bersumpah, aku akan menjadi kaya hingga para tetangga akan berfikir bahwa aku memiliki pesugihan!"Sekarang Nay mengerti kenapa Kasumi tidak setuju dengan plan A dan plan B. Sesunguhnya Kasumi sudah menyampaikan keberatannya saat Nay dan Najwa menunjukkan planing mereka. Tapi saat kedua putrinya menyampaikan alasannya
Lembah Biru, tepat tiga bulan setelah Zimat diasingkan ke Blitar.Deadline yang tertulis di surat hutang yang Nay tanda tangani hari ini tepat tiga bulan. Nay dipanggil untuk datang ke rumah Pak RW. Dia datang bersama Najwa, tanpa Kasumi. Di rumah Pak RW sudah penuh orang, orang-orang yang sama yang dulu melukai Zimat. Wajah dan senyum mereka penuh kemenangan. Nay dan Najwa memasuki ruangan disambut dengan senyum sinis. Perih yang mereka rasa selama ini ternyata tidaklah cukup, masih harus berhadapan dengan wajah-waj
Apood bertugas meletakkan media di kediaman Zimat, di rumah pengasingan. Mereka juga telah menyiapkan pasukan bayangan yang akan mengepung rumah pengasingan. Pasukan bayangan disiapkan untuk jaga-jaga jika Zimat tidak terkapar oleh tujuh pencabut nyawa, sekaligus untuk memastikan agar Zimat tidak melarikan diri. Pada saat Zimat lemah karena serangan tujuh pencabut nyawa, maka pasukan bayangan akan menyerang dan menghabisinya. Selain itu, untuk mengimbangi pasukan bayangan milik Mbah Jamiah, mereka khawatir Mbah Jamiah akan ikut campur . Apood dan Aswa tidak ingin Zimat lolos lagi. Apa pun caranya, Zimat harus mati. Seperti yang direncanakan, Apood meletakkan media yang diperlukan di rumah pengasingan. Tugasnya berjalan mulus, tapi dia berpapasan dengan Kamituwo. Kamituwo merasa ada yang tidak beres. Dia memang tidak mengenal Apood tapi me
Di tengah perdebatan antara Kamituwo dan Zimat, mereka dikejutkan oleh kenyataan di depan mata. Safawi sudah ambruk, tubuhnya menabrak Kamituwo. Sebelum dia pingsan bibirnya sempat berucap, "rajah sewu," lalu tubuhnya terkulai. Panik keduanya memeriksa pergelangan tangan Safawi. Zimat dan kamituwo saling menatap, tajam. "Masih hidup, hanya saja detak jantungnya sangat lemah. Racun sudah menyebar," ucap Kamituwo. "Jaga dia, biar aku yang menghadapi ular-ular ini," ucap Zimat gusar. Ia tidak ada pilihan lain, Zimat harus menggunakan rajah sewu. Jika tidak maka mereka semua akan mati konyol di tempat itu. Zimat memejamkan mata dan mulai membaca mantra, lalu melakukan beberapa gerakan khas. Seperti gerakan pencak silat namun lebih lembut han halus. Gerakannya sedikit aneh, tapi sebentar kemudian dari punggungnya keluar banyak sekali bayangan yang bersinar kuning keemasan. Makin lama makin banyak, tak terhitung. Setiap bayangan yang keluar dari tubuhnya menyapu ular-ular yang men
"Satyo! Satiyo!" Kamituwo sibuk mencari Satyo sambil memanggil namanya. Ia ingin memastikan sesuatu. "Inggih, Ndoro," jawab Satyo, "ada apa to Ndoro, kok teriak-teriak?" "Apa semalam kau melihat dua orang gadis muda datang bersama orang-orang yang menyelamat kami?" "Mboten, Ndoro. Saya tidak melihat seorang perempuan." Kamituwo mengernyitkan keningnya setelah mendapat jawaban dari Satyo. Selain rahasia busur emas, pikiran Kamituwo juga sedang memikirkan mistery lainnya. "Mereka selalu datang bertujuh, lalu di mana yang enam?" Kamituwo berpikir keras, ia berusaha mengingat-ngingat kembali semua runtutan kejadian yang dialaminya semalam. "Apa ada yang kulewatkan?!" ***** Sejak itu, Zimat dan Safawi tidak pernah terlihat. Jika ada warga yang bertanya, Kamituwo maupun Satyo mengatakan bahwa mereka pulang ke Banyuwangi. Usaha meramu obat sampai sekarang masih dilanjutka
Perempuan itu tampak jengah dengan ketenangan yang dimiliki Nay. "Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, Shinta, karena dia punya pengalaman sebagai asisten CEO dari perusahaan ternama di Singapura. Aku juga sudah berbicara langsung kepada onwner dari perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya, untuk mengetahui reputasinya." Seorang perempuan yang sangat anggun telah pun berdiri di samping mereka. Wajah Indo-nya benar-benar menawan. Dia tersenyum ramah kepada Nay. "Selamat Datang ke Kuwait Saudari Naya Maharani," ucapnya, santun. "Mohon panggil saja saya, Nay," jawab Nay, cangung. "Baiklah, perkenalkan namaku, Banuwati," perempuan itu mengulurkan tangannya kepada Nay, disambut hangat oleh Nay. "Nice to meet you Banuwati, nama anda cantik seperti kepribadian anda." Banuwati tampak tersipu, "nice to meet you too, Nya." Sedetik kemudian Banuwati melanjutkan kalimatnya," aku yang akan mengurus segala legalitasmu selama kau di sini hingga dua tahun ke depan. Sopir akan mengantarmu
Hari itu berlalu, karena bingung dia menghubungi Najwa, tapi tidak bisa. The mobile always not responding, Nay merasa ada yang salah, meski dia belum tahu, itu apa.Tiap hari, dia mencoba, tapi tidak berhasil. Kemudian, dia memutuskan untuk menghubungi Banuwati. Berkali-kali dia mencoba, tapi hasilnya sama. Setelahnya, dia mencoba menghubungi Indonesian Embassy ternyata juga tidak bisa. Terakhir, dia memutuskan untuk menghubungi keluarga di Indonesia. Mungkin dia bisa mendapat kabar tentang Najwa dari keluarganya, hasilnya sama, tidak bisa. Nay yakin ada yang salah. Tidak mungkin hanya kebetulan, "jangan-jangan___" Nay menutup mulut, tidak berani melanjutkan kalimatnya. Dia berdiri, lalu melangkah tergesa menemui nyonya. Dia mengangguk hormat, lalu berkata, "please
Hari itu dia lalui dengan kesibukan yang luar biasa seperti biasanya. Sebagai kepala rumah tangga dia memang harus memastikan segala keperluan tuan dan nyonya serta keluarganya, terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dia harus memastikan urusan dapur, telephone bill, electricity dan semua expense yang diperlukan agar segala kegiatan berjalan dengan semestinya. Bulan ini adalah masa pergantian musin, dari dingin ke musim panas. Pekerjaan sangat banyak, karena semua barang harus diganti sesuai musim. Dari mulai pakaian hingga furniture harus diganti. Begitu juga makanan dan minuman juga berganti menu. Dia harus memastikan semua itu berjalan dengan semestinya sesuai yang di
Sementara mishal dan asistennya---gadis cantik yang memapah Nay setelah interview--- hanya mampu terpaku menatapnya dari depan pintu kamar yang terbuka. Keduanya menatap dengan tatapan aneh sekaligus bingung. "Cari tau, apa yang sudah dilaluinya, aku merasa dia telah melewati hal yang sangat berat sebelum dia sampai ke sini!" perintah Mishal. "Baik, Tuan," jawab asistennya. Asistennya langsung berlalu. Karena tidak tahan, akhirnya Mishal mendekat, dia berjongkok dan menggenggam tangan Nay. Lalu berbisik di telinganya, "be cool sweet heart, you are save now, nobody will hurt you. Just take a deep breathe slowly."
Nay mengerutkan kening, dia tidak percaya dengan apa yang didengar, "terdengar seperti lelucon bagiku," ucapnya datar, lirih. Namun cukup jelas di telinga Mishal, "ha ha ha..., I didn't blame you if yu think that is just a joke." Tawa Mishal melebar, sementara Nay, semakin terkejut menyadari Mishal memahami apa yang diucapkannya. Tersipu, ia menyembunyikan senyumnya dengan menunduk dalam. Suasana yang tadinya cannggung, sedikit mencair. Lalu tanpa mereka sadari, keduanya terlibat dalam perbincangan hangat. "Mishal, why me?" tanya Nay datar, ada kesedihan dan duka di nada suaranya. Mendung menggelayut di bola mata indahnya.
Pertama saat masuk akomodasi milik Abu Ahmad, Nay bertemu dengan seorang perempuan bernama Basagita. Dia cantik dan menawan, apalagi bajunya yang sexi mebuatnya terlihat panas. Namun Nay mencium hawa pelacur. Selain itu, nada bicaranya arogan dan mengintimidasi. Setelah Bagasita memperkenalkan dirinya dan apa posisinya, Nay paham bahwa, Basagita adalah in charge nya akomodasi milik Abu Ahmad. Bagasita mengelandang Nay, masuk salah ke sebuah kamar, "Buka tasmu!'' perintahnya kemudian. Nay m
Banuwati datang menemui Nay, keesokan harinya, "aku berjanji akan mencarikan pekerjaan di luar dengan visa nomer delapan belas." ucap Banuwati lembut. Nay hanya membeku mendengar ucapan Banuwati, dia menatap datar perempuan cantik di hadapannya. "Visa delapan belas itu artinya kau akan punya hak terhadap dirimu sendiri?" ucap Banuwati selanjutnya. "Really? So, I have to trust someone the one already sole me?" Nay memberondong Banuwati dengan pertanyaan dengan nada sinis. Banuwati masih menatap lembut wajah Nay, tatapannya berusaha meyakinkan. Nay justru menyeringai sinis. "Nay, kau sudah pindah lima belas majikan dalam jangka dua bulan? Menurutmu apa yang bisa kulakukan lebih dari ini?"
Banuwati sudah berada di kantor polisi, dia mendapati Nay tepekur duduk di kursi tunggu dengan wajah ketakutan. Ia tidak pernah melihat Nay setakut ini, meski pernah bermasalah dengan majikan yang pertamanya, bahkan dipukuli hingga babak belur dan hampir mengakhiri hidupnya. Namun Banuwati tidak melihat ketakutan di bola maat Nay seperti saat ini. Banuwati mendekat, "apa kau baik-baik saja?" tanya Banuwati lembut. Alih-alih menjawab pertanyaan Banuwati, Nay malah menatap Banuwati dengan tatapan yang susah diartikan. Bola matanya mulai berair. Tidak sepatah kata pun keluar suara dari bibirnya. Banuwati meraih bahu Nay, bermaksud memeluknya, tapi di tepis leh Nay. Kini, Nay menatap Banuwati dengan tatapan takut bercampur benci dan amarah. Banuwati mengerutkan kening tanda tidak mengerti. Setelah menandatangi beberapa berkas, akhirnya Banuwati membawa Nay pulang. Rupanya Nay lari dari rumah majikan dan langsung ke kantor polisi. Ada yang baru dipahami oleh Banuw
Nay menolak untuk dipulangkan, meski dia telah menghadapi situasi yang hampir merenggut nyawanya. Banuwati dan Najwa tertegun, tidak habis pikir dengan keputusannya. Keduanya bersitatap tanpa kata. Bisu dan membeku, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari bibir Nay. Nay tib-tiba berdiri lalu menggenggam tangan Najwa. Ia memejamkan mata sambil merapal mantra. Mantra yang dirapalkan terdengar menggema di telinga Banuwati tapi Banuwati tidak tau bahasa apa yang digunakan Nay. Ada dua garis lurus muncul yang tiba-tiba muncul di kedua lengan Nay dan Najwa, tepat di sebelah urat nadi. Garis itu berwarna kuning keemasan, mirip seperti teriris beati tajam. Darah tiba-tiba mengucur dari kedua garis itu. "Mbak, sedang kembali menyambung kabel getih?! akhir
Pelayan ketakutan, di shock, tangannya gemetaran menutup mulutnya. Lalu dia jatuh terduduk. Dia hanya bisa kaku melihat apa yang dilakukan Nay. Dia tidak memiliki daya untuk mencegahnya. Braak..., klonteng-kloteng, klontang! Tidak sadar nampan yang dibawanya terjatuh, pecah. Ketelnya menggelinting kemudian membentur tembok. Suasana pagi yang harusnya tenang jadi gempar. Pelayan yang tadi menjatuhkan nampan segera berlari menuju bangunan utama. Dia berlari menemui tuan dan nyonya yang sedang sarapan. Gemetaran dia berkata, Na...Nay____,'' Mereka semua terpaku, dalam hati mereka berkata pasti telah terjadi sesuatu
Hari itu dia lalui dengan kesibukan yang luar biasa seperti biasanya. Sebagai kepala rumah tangga dia memang harus memastikan segala keperluan tuan dan nyonya serta keluarganya, terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dia harus memastikan urusan dapur, telephone bill, electricity dan semua expense yang diperlukan agar segala kegiatan berjalan dengan semestinya. Bulan ini adalah masa pergantian musin, dari dingin ke musim panas. Pekerjaan sangat banyak, karena semua barang harus diganti sesuai musim. Dari mulai pakaian hingga furniture harus diganti. Begitu juga makanan dan minuman juga berganti menu. Dia harus memastikan semua itu berjalan dengan semestinya sesuai yang di
Hari itu berlalu, karena bingung dia menghubungi Najwa, tapi tidak bisa. The mobile always not responding, Nay merasa ada yang salah, meski dia belum tahu, itu apa.Tiap hari, dia mencoba, tapi tidak berhasil. Kemudian, dia memutuskan untuk menghubungi Banuwati. Berkali-kali dia mencoba, tapi hasilnya sama. Setelahnya, dia mencoba menghubungi Indonesian Embassy ternyata juga tidak bisa. Terakhir, dia memutuskan untuk menghubungi keluarga di Indonesia. Mungkin dia bisa mendapat kabar tentang Najwa dari keluarganya, hasilnya sama, tidak bisa. Nay yakin ada yang salah. Tidak mungkin hanya kebetulan, "jangan-jangan___" Nay menutup mulut, tidak berani melanjutkan kalimatnya. Dia berdiri, lalu melangkah tergesa menemui nyonya. Dia mengangguk hormat, lalu berkata, "please