Panik Najwa melinting amplop tersebut, memasukkan ke balik baju dengan wajah khawatir. Bis yang tadi dirasa melaju begitu cepat menjadi terasa lamban. Sekuat apa pun Najwa berusaha tenang tapi tidak bisa. Ia berfikir untuk memepergunakan ilmu Kidang Kencono supaya secepatnya sampai rumah tapi takut mengundang perhatian. Entah mengapa ia menyakini bahwa di dalam bis banyak mata yang mengawasi. Jika ia salah bertindak sesuatu yang fatal akan terjadi.
Hampir malam ketika Najwa memasuki halaman rumah. Tergesa masuk rumah dan mencari Nay, membawa Nay masuk kamar tengah-setiap rumah orang jawa kuno pasti ada kamar tengah- lalu mengambil amplop coklat dari balik baju, menyerahkan pada Nay. Nay memperhatikan amplop dengan seksama lalu menatap adiknya tajam. Najwa mengangguk pasti. Najwa tergesa menyobek amplop, melihat isinya.
Nay kembali menatapap Najwa, tajam. Lagi-lagi Najwa mengangguk pasti. Nay kembali memasukkan isi amplop ke tempatnya, melipat acak. Tergesa Ia pergi ke dapur, setelah Ia menemukan apa yang Ia cari Nay membakar amplop di tangan. Begitu amplop terbakar sepenuhnya Nay kembali ke kamar tengah menemui adiknya. Berbisik di telinga Najwa, lagi-lagi Najwa hanya mengangguk. Kemudian mereka berdua keluar dari kamar tengah menuju kamar di mana Zimat dibaringkan.
Sebelum masuk Najwa mengetuk pintu, Kasumi membukakan pintu. Kedua gadis cantik itu mencium tangan Kasumi, kemudian Najwa berbisik di telinga Kasumi. Bola mata Kasumi terbelalak sambil menutup mulut. Najwa mengenggam erat tangan Kasumi, begitu juga Nay. Kedua gadis itu menatap Kasumi, tajam. Bebera saat kemudian mereka mengangguk pasti.
Panik Kasumi bergegas menyiapkan bekal untuk Zimat, terutama obat dan beberapa lembar pakaian. Sedang Najwa menuju ranjang tempat Zimat berbaring. Zimat tersenyum menyambut Najwa datang, jelas ia menyembunyikan dukanya. Najwa mencium tangan Zimat, bibirnya tidak berucap sepatah kata pun. Airmata jatuh di punggung telapak tangan Zimat.
"Ngapuranen bapak yo nduk?!" (Maafkan bapak ya nduk. red-) ucap Zimat.
Zimat tergugu dalam tangis. Najwa sudah tidak dapat menahan diri. Dia memeluk Zimat, tangisnya pecah. Bathin Keduanya bagai dihujam seribu belati.
Nay mondar-mandir di pendopo. Jelas Ia bingung dan sedang berfikir keras, berkali-kali dia memukul keningnya.
"Come on...! come on ...! come on...!''
Dia terus meracau mengucapkan kalimat yang sama tapi tetap saja menemukan jalan buntu. Jika dia memakai kemampuan supranatural untuk membawa Zimat, mereka akan tau karena musuh-musuhnya telah memasang telik sandi tak kasat mata untuk memata-matai rumah. Jika pakai mobil mereka juga akan tahu karena rumah sudah terkepung. Hanya saja mereka tidak mampu menembus pagar pembatas yang dipasang Kasumi. Pagar pembatas yang di pagari oleh Bolo Sewu milik Kasumi. Kasumi mengusai aji Gembolo Geni Bolo Sewu yang dipelajarinya dari Mbah Wir Kindar-ayah Kasumi. Nay bisa saja minta tolong kepada cemeti Naga Bumi tapi kaki, tangan dan rusuk Zimat yang cedera tidak memungkinkan untuk itu. Sedangkan sebelum tengah malam Zimat sudah harus keluar dari rumah.
Dalam kebingunngan tiba-tiba Nay dikejutkan oleh suara salam,
"Assalamualaikum."
Dia meloncat saking kagetnya, jantungnya juga hampir ikut loncat. Seorang pemuda tampan berambut panjang telah berdiri di dekatnya. Rambut diikat rapi ke belakang, dia tersenyum dan menganguk hormat. Nay memperhatikan pemuda tersebut hampir tidak berkedip. Saat Nay menyadari siapa yang berada di hadapan, wajah Nay bersemu merah tersipu malu. Laki laki di hadapan Nay adalah Pak Lik nya-adik Kasumi. Dulu pernah datang sekali saat Najwa terkena santet tutup bumi. Dialah orang pertama yang bersemedi dan berusaha membangunkan hati Najwa. Putra Mbah Yai Abdul Fatah murid dari Kiyai Mohd Kholil, Safawi. Safawi kembali tersenyum, tangan menujukkan apa yang dibawa. Telunjuk mengarah ke halaman. Ada dua dokar-kereta kuda- yang terparkir di halaman. Yang satu kuda berwarna putih, kereta ini sangat bagus, lengkap dengan atap dan pelindung. Sedang satu lagi kuda berwarna hitam, kereta ini jauh lebih sederhana. Tanpa atap dan pelindung apa pun.
Safawi berbisik di telinga Nay, Nay menganguk pasti. Detik berikutnya, Nay masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Safawi. Lima menit kemudian kedunya kembali keluar, Safawi membopong tubuh Zimat. Di belakangnya ada Kasumi, Najwa dan Nay membawa perbekalan. Najwa dan Kasumi naik terlebih dahulu mereka duduk berjajar lalu Safawi meletakkan Zimat di pangkuan Kasumi dan Najwa. Sedangkan Nay duduk di depan bertugas sebagai kusir. Setelah semua perbekalan dinaikkan ke atas kereta, Ketek Putih memberi isyarat agar mereka berangkat. Kereta itu bergerak perlahan meningalkan halaman keluarga Zimat. Sementara Safawi kembali ke dalam rumah, saat keluar dia memanggul karung. Karung itu diletakkan sembarangan di atas kereta, kemudian ditutup terpal, serampangan. Lalu dia naik, duduk di depan sebagai kusir. Lima menit kemudian kereta berjalan pelan meninggalkan kediaman keluarga Zimat. Kira-kira seratus meter kereta dihentak dengan kecepatan tinggi menembus pekatnya malam. Seolah dia sedang melarikan diri dari sesuatu. Ada yang janggal dengan apa yang dilakukan Ketek Putih, ia menempuh arah yang berbeda dari arah yang ditempuh Nay. Nay belok ke arah kanan, sedang Safawi mengambil arah kiri.
Safawi menuju pasar Wadung. Lewat tengah malam dia memasuki area pasar Wadung. Keretanya bergerak perlahan, berhenti di parkiran truk. Dia terlihat memperhatikan truk-truk yang berjajar kemudian memutuskan untuk turun dari atas kuda, mendekati salah satu sopir truk, berbisik di telinganya lalu menyerahkan tas kresek warna hitam. Sopir mengintip tas kresek tersebut, terkesima. Tanpa ba bi bu dia langsung mengangguk pasti. Lalu keduanya mulai sibuk melucuti kereta. Safawi memanggul karung memasukkan ke dalam truk di susul kereta yang sudah di lepas semua bautnya, setelah itu kuda juga ikut dinaikkan. Sedangkan sopir truck sibuk memasang terpal.
*****
Nasura2101.
Ketika terpal sudah terpasang, Safawi naik ke atas truk. Dia naik ke bak belakang bersama kuda dan kereta. Sopir truck memeriksa semua bagian truk kemudian naik ke belakang kemudi. Truck melaju perlalan meninggalkan pasar Wadung menuju jalan utama-jalan protokol Bali - Surabaya- munuju Gunung Kumitir. Begitu masuk jalan protokol sopir melajukan truck dengan kecepatant inggi.Di bak belakang, Safawi membuka karung yang tadi dipangggul dan mengeluarkan isinya. Dia memapah isi karung, dibaringkan diatas tikar yang sudah dia siapkan lalu dia melepas kemeja untuk menyangga kepala Zimat. Kemudian tangannya bergerak cepat di beberapa titik dari tubuh Zimat-membuka totokan- yang dibuatnya sebelum pergi. Ia melakukannya untuk mengecoh musuh-musuh Zimat, dengan cara menotok Zimat agar kehilangan kesadaran. Dengan demikian Safawi dengan leluasa membungkus tubuh Zimat dengan karung lalu dipanggulnya. Sedetik kemudian Zimat terbatuk. Cepat-cepat Ketek Putih menggenggam tangan Zim
Lembah Biru, waktu yang sama di mana Safawi meningalkan halaman kediaman Zimat Nay menghentak kuda yang menarik kereta meninggalkan halaman rumah.Kereta yang mereka tumpangi meninggalkan lembah Biru ke arah timur. Ke arah desa penari. Dia duduk di kursi kusir, sedang Najwa dan Kasumi berada di dalam kereta. Nay terus menghentak kudanya, kereta terus melaju cepat menembus gelepan. Di pertigaan desa Karangsari, jika ke arah kiri arah Desa Penari, jika arah kanan arah Sasak Mayit. Mereka mengambil arah lurus dan melesat bagai anak panah. Akhirnya mereka meningglkan Desa Karangsari ke arah desa Parijatah. Diantara Desa Karangsari dan desa Parijatah ada mbulak sawah sejauh kurang-lebih lima kilo yang terkenal angker. Orang jarang sekali melintas di malam hari, karena kebanyakan yang melintas di sini dijahili. Kalau bawa sepeda motor atau mobil biasanya bannya tiba tiba kempes hingga harus ndorong. Banyak cerita mengerikan laiinnya. Ada yang bilang ada yang mb
"Tidak ditolong tidak mengapa, tapi aku mengharap do'a yang baik atau se-enggaknya kata-kata yang baik. Kenapa harus makian yang kuterima?" Nay masih terisak memikirkan apa yang baru saja terjadi. "Seandainya bapak masih bersamaku, tentu aku tidak akan mengalami ini," keluhnya di antara isakan.Entah berapa lama Nay larut dalam isakan. Saat ia lelah menangis, dia bersumpah akan bekerja keras dan menjadi kaya, yang kekayaannya akan melebihi bibinya. "Aku bersumpah, aku akan menjadi kaya hingga para tetangga akan berfikir bahwa aku memiliki pesugihan!"Sekarang Nay mengerti kenapa Kasumi tidak setuju dengan plan A dan plan B. Sesunguhnya Kasumi sudah menyampaikan keberatannya saat Nay dan Najwa menunjukkan planing mereka. Tapi saat kedua putrinya menyampaikan alasannya
Lembah Biru, tepat tiga bulan setelah Zimat diasingkan ke Blitar.Deadline yang tertulis di surat hutang yang Nay tanda tangani hari ini tepat tiga bulan. Nay dipanggil untuk datang ke rumah Pak RW. Dia datang bersama Najwa, tanpa Kasumi. Di rumah Pak RW sudah penuh orang, orang-orang yang sama yang dulu melukai Zimat. Wajah dan senyum mereka penuh kemenangan. Nay dan Najwa memasuki ruangan disambut dengan senyum sinis. Perih yang mereka rasa selama ini ternyata tidaklah cukup, masih harus berhadapan dengan wajah-waj
Apood bertugas meletakkan media di kediaman Zimat, di rumah pengasingan. Mereka juga telah menyiapkan pasukan bayangan yang akan mengepung rumah pengasingan. Pasukan bayangan disiapkan untuk jaga-jaga jika Zimat tidak terkapar oleh tujuh pencabut nyawa, sekaligus untuk memastikan agar Zimat tidak melarikan diri. Pada saat Zimat lemah karena serangan tujuh pencabut nyawa, maka pasukan bayangan akan menyerang dan menghabisinya. Selain itu, untuk mengimbangi pasukan bayangan milik Mbah Jamiah, mereka khawatir Mbah Jamiah akan ikut campur . Apood dan Aswa tidak ingin Zimat lolos lagi. Apa pun caranya, Zimat harus mati. Seperti yang direncanakan, Apood meletakkan media yang diperlukan di rumah pengasingan. Tugasnya berjalan mulus, tapi dia berpapasan dengan Kamituwo. Kamituwo merasa ada yang tidak beres. Dia memang tidak mengenal Apood tapi me
Di tengah perdebatan antara Kamituwo dan Zimat, mereka dikejutkan oleh kenyataan di depan mata. Safawi sudah ambruk, tubuhnya menabrak Kamituwo. Sebelum dia pingsan bibirnya sempat berucap, "rajah sewu," lalu tubuhnya terkulai. Panik keduanya memeriksa pergelangan tangan Safawi. Zimat dan kamituwo saling menatap, tajam. "Masih hidup, hanya saja detak jantungnya sangat lemah. Racun sudah menyebar," ucap Kamituwo. "Jaga dia, biar aku yang menghadapi ular-ular ini," ucap Zimat gusar. Ia tidak ada pilihan lain, Zimat harus menggunakan rajah sewu. Jika tidak maka mereka semua akan mati konyol di tempat itu. Zimat memejamkan mata dan mulai membaca mantra, lalu melakukan beberapa gerakan khas. Seperti gerakan pencak silat namun lebih lembut han halus. Gerakannya sedikit aneh, tapi sebentar kemudian dari punggungnya keluar banyak sekali bayangan yang bersinar kuning keemasan. Makin lama makin banyak, tak terhitung. Setiap bayangan yang keluar dari tubuhnya menyapu ular-ular yang men
"Satyo! Satiyo!" Kamituwo sibuk mencari Satyo sambil memanggil namanya. Ia ingin memastikan sesuatu. "Inggih, Ndoro," jawab Satyo, "ada apa to Ndoro, kok teriak-teriak?" "Apa semalam kau melihat dua orang gadis muda datang bersama orang-orang yang menyelamat kami?" "Mboten, Ndoro. Saya tidak melihat seorang perempuan." Kamituwo mengernyitkan keningnya setelah mendapat jawaban dari Satyo. Selain rahasia busur emas, pikiran Kamituwo juga sedang memikirkan mistery lainnya. "Mereka selalu datang bertujuh, lalu di mana yang enam?" Kamituwo berpikir keras, ia berusaha mengingat-ngingat kembali semua runtutan kejadian yang dialaminya semalam. "Apa ada yang kulewatkan?!" ***** Sejak itu, Zimat dan Safawi tidak pernah terlihat. Jika ada warga yang bertanya, Kamituwo maupun Satyo mengatakan bahwa mereka pulang ke Banyuwangi. Usaha meramu obat sampai sekarang masih dilanjutka
Perempuan itu tampak jengah dengan ketenangan yang dimiliki Nay. "Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, Shinta, karena dia punya pengalaman sebagai asisten CEO dari perusahaan ternama di Singapura. Aku juga sudah berbicara langsung kepada onwner dari perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya, untuk mengetahui reputasinya." Seorang perempuan yang sangat anggun telah pun berdiri di samping mereka. Wajah Indo-nya benar-benar menawan. Dia tersenyum ramah kepada Nay. "Selamat Datang ke Kuwait Saudari Naya Maharani," ucapnya, santun. "Mohon panggil saja saya, Nay," jawab Nay, cangung. "Baiklah, perkenalkan namaku, Banuwati," perempuan itu mengulurkan tangannya kepada Nay, disambut hangat oleh Nay. "Nice to meet you Banuwati, nama anda cantik seperti kepribadian anda." Banuwati tampak tersipu, "nice to meet you too, Nya." Sedetik kemudian Banuwati melanjutkan kalimatnya," aku yang akan mengurus segala legalitasmu selama kau di sini hingga dua tahun ke depan. Sopir akan mengantarmu
Sementara mishal dan asistennya---gadis cantik yang memapah Nay setelah interview--- hanya mampu terpaku menatapnya dari depan pintu kamar yang terbuka. Keduanya menatap dengan tatapan aneh sekaligus bingung. "Cari tau, apa yang sudah dilaluinya, aku merasa dia telah melewati hal yang sangat berat sebelum dia sampai ke sini!" perintah Mishal. "Baik, Tuan," jawab asistennya. Asistennya langsung berlalu. Karena tidak tahan, akhirnya Mishal mendekat, dia berjongkok dan menggenggam tangan Nay. Lalu berbisik di telinganya, "be cool sweet heart, you are save now, nobody will hurt you. Just take a deep breathe slowly."
Nay mengerutkan kening, dia tidak percaya dengan apa yang didengar, "terdengar seperti lelucon bagiku," ucapnya datar, lirih. Namun cukup jelas di telinga Mishal, "ha ha ha..., I didn't blame you if yu think that is just a joke." Tawa Mishal melebar, sementara Nay, semakin terkejut menyadari Mishal memahami apa yang diucapkannya. Tersipu, ia menyembunyikan senyumnya dengan menunduk dalam. Suasana yang tadinya cannggung, sedikit mencair. Lalu tanpa mereka sadari, keduanya terlibat dalam perbincangan hangat. "Mishal, why me?" tanya Nay datar, ada kesedihan dan duka di nada suaranya. Mendung menggelayut di bola mata indahnya.
Pertama saat masuk akomodasi milik Abu Ahmad, Nay bertemu dengan seorang perempuan bernama Basagita. Dia cantik dan menawan, apalagi bajunya yang sexi mebuatnya terlihat panas. Namun Nay mencium hawa pelacur. Selain itu, nada bicaranya arogan dan mengintimidasi. Setelah Bagasita memperkenalkan dirinya dan apa posisinya, Nay paham bahwa, Basagita adalah in charge nya akomodasi milik Abu Ahmad. Bagasita mengelandang Nay, masuk salah ke sebuah kamar, "Buka tasmu!'' perintahnya kemudian. Nay m
Banuwati datang menemui Nay, keesokan harinya, "aku berjanji akan mencarikan pekerjaan di luar dengan visa nomer delapan belas." ucap Banuwati lembut. Nay hanya membeku mendengar ucapan Banuwati, dia menatap datar perempuan cantik di hadapannya. "Visa delapan belas itu artinya kau akan punya hak terhadap dirimu sendiri?" ucap Banuwati selanjutnya. "Really? So, I have to trust someone the one already sole me?" Nay memberondong Banuwati dengan pertanyaan dengan nada sinis. Banuwati masih menatap lembut wajah Nay, tatapannya berusaha meyakinkan. Nay justru menyeringai sinis. "Nay, kau sudah pindah lima belas majikan dalam jangka dua bulan? Menurutmu apa yang bisa kulakukan lebih dari ini?"
Banuwati sudah berada di kantor polisi, dia mendapati Nay tepekur duduk di kursi tunggu dengan wajah ketakutan. Ia tidak pernah melihat Nay setakut ini, meski pernah bermasalah dengan majikan yang pertamanya, bahkan dipukuli hingga babak belur dan hampir mengakhiri hidupnya. Namun Banuwati tidak melihat ketakutan di bola maat Nay seperti saat ini. Banuwati mendekat, "apa kau baik-baik saja?" tanya Banuwati lembut. Alih-alih menjawab pertanyaan Banuwati, Nay malah menatap Banuwati dengan tatapan yang susah diartikan. Bola matanya mulai berair. Tidak sepatah kata pun keluar suara dari bibirnya. Banuwati meraih bahu Nay, bermaksud memeluknya, tapi di tepis leh Nay. Kini, Nay menatap Banuwati dengan tatapan takut bercampur benci dan amarah. Banuwati mengerutkan kening tanda tidak mengerti. Setelah menandatangi beberapa berkas, akhirnya Banuwati membawa Nay pulang. Rupanya Nay lari dari rumah majikan dan langsung ke kantor polisi. Ada yang baru dipahami oleh Banuw
Nay menolak untuk dipulangkan, meski dia telah menghadapi situasi yang hampir merenggut nyawanya. Banuwati dan Najwa tertegun, tidak habis pikir dengan keputusannya. Keduanya bersitatap tanpa kata. Bisu dan membeku, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari bibir Nay. Nay tib-tiba berdiri lalu menggenggam tangan Najwa. Ia memejamkan mata sambil merapal mantra. Mantra yang dirapalkan terdengar menggema di telinga Banuwati tapi Banuwati tidak tau bahasa apa yang digunakan Nay. Ada dua garis lurus muncul yang tiba-tiba muncul di kedua lengan Nay dan Najwa, tepat di sebelah urat nadi. Garis itu berwarna kuning keemasan, mirip seperti teriris beati tajam. Darah tiba-tiba mengucur dari kedua garis itu. "Mbak, sedang kembali menyambung kabel getih?! akhir
Pelayan ketakutan, di shock, tangannya gemetaran menutup mulutnya. Lalu dia jatuh terduduk. Dia hanya bisa kaku melihat apa yang dilakukan Nay. Dia tidak memiliki daya untuk mencegahnya. Braak..., klonteng-kloteng, klontang! Tidak sadar nampan yang dibawanya terjatuh, pecah. Ketelnya menggelinting kemudian membentur tembok. Suasana pagi yang harusnya tenang jadi gempar. Pelayan yang tadi menjatuhkan nampan segera berlari menuju bangunan utama. Dia berlari menemui tuan dan nyonya yang sedang sarapan. Gemetaran dia berkata, Na...Nay____,'' Mereka semua terpaku, dalam hati mereka berkata pasti telah terjadi sesuatu
Hari itu dia lalui dengan kesibukan yang luar biasa seperti biasanya. Sebagai kepala rumah tangga dia memang harus memastikan segala keperluan tuan dan nyonya serta keluarganya, terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dia harus memastikan urusan dapur, telephone bill, electricity dan semua expense yang diperlukan agar segala kegiatan berjalan dengan semestinya. Bulan ini adalah masa pergantian musin, dari dingin ke musim panas. Pekerjaan sangat banyak, karena semua barang harus diganti sesuai musim. Dari mulai pakaian hingga furniture harus diganti. Begitu juga makanan dan minuman juga berganti menu. Dia harus memastikan semua itu berjalan dengan semestinya sesuai yang di
Hari itu berlalu, karena bingung dia menghubungi Najwa, tapi tidak bisa. The mobile always not responding, Nay merasa ada yang salah, meski dia belum tahu, itu apa.Tiap hari, dia mencoba, tapi tidak berhasil. Kemudian, dia memutuskan untuk menghubungi Banuwati. Berkali-kali dia mencoba, tapi hasilnya sama. Setelahnya, dia mencoba menghubungi Indonesian Embassy ternyata juga tidak bisa. Terakhir, dia memutuskan untuk menghubungi keluarga di Indonesia. Mungkin dia bisa mendapat kabar tentang Najwa dari keluarganya, hasilnya sama, tidak bisa. Nay yakin ada yang salah. Tidak mungkin hanya kebetulan, "jangan-jangan___" Nay menutup mulut, tidak berani melanjutkan kalimatnya. Dia berdiri, lalu melangkah tergesa menemui nyonya. Dia mengangguk hormat, lalu berkata, "please