"Di mana ini?" Raka melihat sekelilingnya. Semuanya hanyalah dinding berbatu. Ia berada di tengah-tengah arena besar dan luas berbentuk seperti tabung yang melebar. Di atasnya ada langit-langit yang memiliki ukiran aneh. "Ini seperti dimensi lain. Apa ini salah satu dimensi dari kunci perak iblis itu?" Pikir Indrajit. "Berhati-hatilah! Ia pasti sedang merencanakan sesuatu," pikir Raka. Tidak lama berselang, hologram dari Agisa Mohaka muncul di pinggir arena. Ia tengah duduk di singgasana yang terbuat dari emas dan permata. Meski pun hanyalah hologram atau bayangan dirinya saja, namun pancaran energi dari iblis itu begitu kuat. "Selamat datang di arena penjara Tartarus! Penjara keabadian bagi tawanan yang bersalah!" Ungkap iblis itu. "Kau tidak ikut bermain di dalam sini? Cih! Itu mengecewakan!" Sindir Indrajit dengan nada mengejek. "Tentu aku akan ikut bermain. Karena aku sudah mempersiapkan sesuatu hal yang menarik untuk kalian mainkan!" Agisa Mohaka tersenyum begitu lebar. D
Para raja iblis tersebut membentuk formasi seperti sebuah kubah raksasa yang mengerubungi mereka berdua. Semua raja iblis itu mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke arah Raka dan Indrajit. Satu perintah mutlak yang telah diucapkan oleh Agisa Mohaka menjadi pemicu terciptanya bola energi berwarna hitam pekat sebesar tubuh orang dewasa tepat di ujung telapak tangan masing-masing raja iblis itu. "Hancurkan tubuh mereka semua!" Teriak Agisa Mohaka. "Apa ia gila?! Ada lebih dari lima puluh bola energi berkekuatan tinggi! Satu bola energi saja setara dengan sepuluh kali lipat bola energi yang pernah aku ciptakan ketika menghancurkan kediaman iblis dulu!" Ungkap Indrajit. "Kita tidak punya waktu untuk meladeni mereka semua! Apa tidak ada cara untuk mengeliminasi semuanya?" Raka bertanya dalam hatinya. Dengan cepat, seluruh raja iblis menembakkan masing-masing bola energi dari tangannya. Mereka semua melesak cepat ke arah keduanya. PIUH!!!"Bila kita hancurkan, mereka semua akan mel
Setelah beristirahat hampir seharian penuh, Raka dan Indrajit melanjutkan ke lantai selanjutnya. Mereka berdua terlihat heran ketika menyaksikan padang gurun terbentang luas tanpa ujung di depan mereka. Suhu udaranya pun terasa begitu panas. Keduanya mulai mengalami dehidrasi ketika baru sepuluh kilometer berjalan menyusuri gurun itu. "Apa yang terjadi? Ke mana raja iblis itu?" Raka sampai meminum air mineral berulang kali. "Entahlah! Mungkin ia sedang berteduh dari panas terik ini," ungkap Indrajit. Raka harus waspada terhadap serangan tiba-tiba atau pun serangan sembunyi-sembunyi. Masalahnya biji tasbih Wektu Alam miliknya hanya tinggal tersisa enam buah. Akan sangat berbahaya bila ia tidak bisa menahan diri untuk menggunakannya.Keduanya duduk di atas pasir dan dikelilingi oleh bukit-bukit pasir yang menjulang lumayan tinggi. Embusan angin yang menerpa kulit pun sangatlah kering. Bahkan keduanya sampai mengguyur tubuhnya berkali-kali untuk menjaga kelembaban kulit. "Apa kau tid
"Terkejut?" Teriak Tutankhamun. Ia mengangkat tangannya ke atas. Mencoba menggapai kedua musuhnya yang sedang berdiri menopang tubuh dengan pijakannya masing-masing. Meski tidak bisa meraihnya, Tutankhamun tersenyum sebelum melepaskan serangan cepatnya. "Teknik pasir hidup; pengekang pasir!"Entah dari mana datangnya, tiba-tiba pasir mencekik erat tubuh Raka dan Indrajit yang jauh dari permukaan gurun. Keduanya tertangkap dan tidak bisa menggunakan kekuatannya untuk berpindah tempat. Pasir itu menyegel energi keduanya hingga membuat jubah keduanya lenyap. "A–apa?!" Raka tidak pernah berpikir bila iblis itu bisa menciptakan pasir dari ketiadaan. "Kau… kau mampu menciptakan pasir?!" Indrajit terbelalak. Tutankhamun menarik keduanya turun menuju ke depannya. Ia tetap membiarkan keduanya dikekang oleh pasir miliknya. Raja iblis itu mampu dengan cepat mengendalikan butiran pasir yang berada di udara untuk bergerak secepat kilat dan membentuk kumpulan pasir. "Aku hanya pecinta pasir.
Setelah meninggal sejak Raka berumur sepuluh tahun, pemuda itu tidak pernah melihat wajah dari ayahnya lagi. Namun ia tidak pernah lupa dengan wajah yang selalu menemaninya ketika ingin bermain. Raka hidup begitu berkecukupan, ayahnya adalah seorang pemilik dari grup perusahaan ternama, yaitu Sadendra Grup. Grup tersebut bergerak di bidang properti dan juga pusat perbelanjaan. "Apa ini akhirat? Apa artinya aku sudah mati?" Tanya Raka yang semakin panik. "Entahlah… tapi tiba-tiba aku diminta untuk datang ke ruangan ini. Tapi aku bingung, tadi aku masuk lewat mana?" Pikir Arya Sadendra. Raka merenungi nasibnya. Ia mengusap bekas air mata di kedua pipi. Dirinya masih terpukul setelah ia merasakan kegagalan ketika melawan raja iblis Tutankhamun. Pemuda itu hanya bisa duduk di sofa sambil memandangi ruangan besar itu. Ia menatap lama foto keluarganya, di mana ternyata Raka adalah seorang anak tunggal. Ia baru teri
Pernyataan Jayabhaya membuat Raka berpikir lagi. Ia tidak mengira bila kebangkitannya dari kematian karena kekuatan dari mata Hanacaraka milik pria itu. "Apa kau mengatakan hal yang benar? Maksudku, aku dan Indrajit hidup kembali karena kekuatan matamu?" Tanya Raka. "Jangan konyol, mataku tidak bisa memutar balikkan waktu. Itu adalah kekuatanmu sendiri. Sedari tadi kami berdua hanya mengulur waktu hingga kau kembali ke sini," ungkap Jayabhaya. "Kembali? Bagaimana kau tahu…? Oh, mata itu bisa melihat masa depan," balas Raka. Ia tersenyum. Jayabhaya meminta Raka untuk diam dan beristirahat untuk sejenak saja. Ia memberi tanda kepada pemuda itu untuk membiarkan dirinya dan Adityawarman yang akan melawan iblis itu. Ditambah lagi, sepertinya Indrajit masih bermimpi indah. "Kau yakin untuk melawan iblis itu?" Tanya Raka. "Serahkan saja pada duo saudara kembar ini." Adityawarman tersenyum akan kesempatan baik itu. Ia akhirnya bisa membalaskan dendam para penduduknya yang tewas akibat g
Sesosok makhluk yang terbalut kain putih yang menggulung tubuhnya seperti mumi dan mengenakan perhiasan ala Fir'aun meraung sangat keras hingga memecah keheningan gurun itu. Suara gemuruh dari pasir yang tersapu oleh riak ombak akibat bangkitnya sosok itu pun menambah kekhawatiran Raka dan yang lainnya. Mahkota ala seorang Fir'aun yang berlambang seperti kepala seekor kobra menghiasi kepala sosok raksasa yang memiliki wajah pucat dan hanya berupa daging serta tulang. Kedua bola matanya pun tidak lagi berada di tempatnya. Makhluk itu hanya memancarkan cahaya merah tua yang bersinar terang. Ditambah lagi tubuh dari sosok itu di balit dengan kumpulan otot-otot kekar yang membuatnya begitu besar dan menakutkan. Ia duduk di atas singgasana yang besarnya sama seperti dirinya. Tempat duduknya terbuat dari pasir yang membatu. "Makhluk apa itu?" Raka masih tidak mempercayainya. Tinggi makhluk itu setara dengan gedung tinggi berlantai tiga puluh. Begitu tingginya hingga bayangan yang dihasil
Adityawarman menciptakan dua pedang petir perak di kedua telapak tangannya. Ia memberanikan diri untuk menyerang para iblis prajurit milik Tutankhamun yang memiliki wujud seperti sesosok mumi yang dibalut atau dibungkus dengan kain putih lusuh. Wajah mereka hanya tersisa tulang dan sedikit daging. Pancaran mata mereka berwarna merah tua. Dan lagi, mereka datang bergerombol sambil membawa tombak, pedang, ataupun sabit ke arah Adityawarman. "Aku akan membunuh kalian semua!" Ungkap Adityawarman. Ia melesak cepat dan menebas secara bergantian masing-masing iblis prajurit itu. Dirinya terus menerobos masuk ke dalam kerumunan untuk merangsak masuk mendekati tubuh Tutankhamun. Sekali pedangnya mengenai salah satu tubuh iblis prajurit, tubuh dari iblis itu langsung tersambar petir perak dan hancur tanpa bekas. Begitu besarnya kekuatan Adityawarman juga berbanding lurus dengan seberapa kuatnya tebasan pedang petir perak. "Kita harus segera mengakhiri iblis ini!" Teriak Jayabhaya. "Dasar…