Setelah meninggal sejak Raka berumur sepuluh tahun, pemuda itu tidak pernah melihat wajah dari ayahnya lagi. Namun ia tidak pernah lupa dengan wajah yang selalu menemaninya ketika ingin bermain. Raka hidup begitu berkecukupan, ayahnya adalah seorang pemilik dari grup perusahaan ternama, yaitu Sadendra Grup. Grup tersebut bergerak di bidang properti dan juga pusat perbelanjaan. "Apa ini akhirat? Apa artinya aku sudah mati?" Tanya Raka yang semakin panik. "Entahlah… tapi tiba-tiba aku diminta untuk datang ke ruangan ini. Tapi aku bingung, tadi aku masuk lewat mana?" Pikir Arya Sadendra. Raka merenungi nasibnya. Ia mengusap bekas air mata di kedua pipi. Dirinya masih terpukul setelah ia merasakan kegagalan ketika melawan raja iblis Tutankhamun. Pemuda itu hanya bisa duduk di sofa sambil memandangi ruangan besar itu. Ia menatap lama foto keluarganya, di mana ternyata Raka adalah seorang anak tunggal. Ia baru teri
Pernyataan Jayabhaya membuat Raka berpikir lagi. Ia tidak mengira bila kebangkitannya dari kematian karena kekuatan dari mata Hanacaraka milik pria itu. "Apa kau mengatakan hal yang benar? Maksudku, aku dan Indrajit hidup kembali karena kekuatan matamu?" Tanya Raka. "Jangan konyol, mataku tidak bisa memutar balikkan waktu. Itu adalah kekuatanmu sendiri. Sedari tadi kami berdua hanya mengulur waktu hingga kau kembali ke sini," ungkap Jayabhaya. "Kembali? Bagaimana kau tahu…? Oh, mata itu bisa melihat masa depan," balas Raka. Ia tersenyum. Jayabhaya meminta Raka untuk diam dan beristirahat untuk sejenak saja. Ia memberi tanda kepada pemuda itu untuk membiarkan dirinya dan Adityawarman yang akan melawan iblis itu. Ditambah lagi, sepertinya Indrajit masih bermimpi indah. "Kau yakin untuk melawan iblis itu?" Tanya Raka. "Serahkan saja pada duo saudara kembar ini." Adityawarman tersenyum akan kesempatan baik itu. Ia akhirnya bisa membalaskan dendam para penduduknya yang tewas akibat g
Sesosok makhluk yang terbalut kain putih yang menggulung tubuhnya seperti mumi dan mengenakan perhiasan ala Fir'aun meraung sangat keras hingga memecah keheningan gurun itu. Suara gemuruh dari pasir yang tersapu oleh riak ombak akibat bangkitnya sosok itu pun menambah kekhawatiran Raka dan yang lainnya. Mahkota ala seorang Fir'aun yang berlambang seperti kepala seekor kobra menghiasi kepala sosok raksasa yang memiliki wajah pucat dan hanya berupa daging serta tulang. Kedua bola matanya pun tidak lagi berada di tempatnya. Makhluk itu hanya memancarkan cahaya merah tua yang bersinar terang. Ditambah lagi tubuh dari sosok itu di balit dengan kumpulan otot-otot kekar yang membuatnya begitu besar dan menakutkan. Ia duduk di atas singgasana yang besarnya sama seperti dirinya. Tempat duduknya terbuat dari pasir yang membatu. "Makhluk apa itu?" Raka masih tidak mempercayainya. Tinggi makhluk itu setara dengan gedung tinggi berlantai tiga puluh. Begitu tingginya hingga bayangan yang dihasil
Adityawarman menciptakan dua pedang petir perak di kedua telapak tangannya. Ia memberanikan diri untuk menyerang para iblis prajurit milik Tutankhamun yang memiliki wujud seperti sesosok mumi yang dibalut atau dibungkus dengan kain putih lusuh. Wajah mereka hanya tersisa tulang dan sedikit daging. Pancaran mata mereka berwarna merah tua. Dan lagi, mereka datang bergerombol sambil membawa tombak, pedang, ataupun sabit ke arah Adityawarman. "Aku akan membunuh kalian semua!" Ungkap Adityawarman. Ia melesak cepat dan menebas secara bergantian masing-masing iblis prajurit itu. Dirinya terus menerobos masuk ke dalam kerumunan untuk merangsak masuk mendekati tubuh Tutankhamun. Sekali pedangnya mengenai salah satu tubuh iblis prajurit, tubuh dari iblis itu langsung tersambar petir perak dan hancur tanpa bekas. Begitu besarnya kekuatan Adityawarman juga berbanding lurus dengan seberapa kuatnya tebasan pedang petir perak. "Kita harus segera mengakhiri iblis ini!" Teriak Jayabhaya. "Dasar…
Embusan angin menerpa rambut yang menjuntai di kening Raka. Perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Ia menatap jauh ke depan, sinar mentari menerpa menyilaukan pandangannya. Raka mencoba meraba apa yang ada di bawahnya. Ia yang sedang merebahkan dirinya pun perlahan duduk dan melihat sekitarnya. "Apa ini lantai sembilan puluh sembilan?" Tanyanya dalam hati. Padang rumput nan luas membentang di sekitarnya. Di ujung padang rumput itu terdapat hutan-hutan lebat yang ditumbuhi oleh barisan pepohonan tua yang tumbuh begitu lebat dan tinggi. Ia melihat sekumpulan bukit berbaris mengelilingi hutan-hutan itu. Raka seperti berada di pusat lantai sembilan puluh sembilan. "Di mana yang lainnya?" Ia mencoba berdiri. Tubuhnya terlihat masih begitu lemah karena baru saja menggunakan teknik terlarang untuk yang ketiga kalinya. "Ki Demang, apa kau mendengarku?" Tanya Raka. Ia tidak mendengar adanya jawaban. Pemuda itu mencoba memusatkan pikirannya untuk merasakan energi yang tersebar di tanah hi
Beberapa pasukan Sundapura mendekati Mahapatih mereka. Namun Arya Wisungsang menyuruh mereka semua untuk menjauh. Energi yang yang dipancarkan oleh iblis itu terlalu besar dan bahkan mampu menekan udara sekitar. Mahapatih mencoba untuk tidak mendekat dan tetap pada jarak ideal. Di lain tempat, salah seorang prajurit Sundapura mendatangi perkemahan raja Sri Jayabhupati yang sedang bersama dengan Ki Nogo Bimantoro. Ia memberitahukan mereka bila ada iblis yang muncul.Beberapa pasukan aliansi terlihat kebingungan dan terus mencoba mencari tahu dengan selalu memandang ke arah Mahapatih. Namun rasa takut yang mengiris pikiran mereka seakan menundukkan nyali para prajurit itu untuk mendekati tempat Mahapatih berada."Pancaran energi yang kita rasakan, serta cahaya terang yang menghantam tanah, kemungkinan besar berasal dari iblis itu," pikir Ki Nogo Bimantoro."Kekuatannya jauh lebih kuat dari apa yang kita kira. Ini seperti sedang melawan jutaan iblis yang dijadikan satu." Sri Jayabhupati
Darah milik Mahapatih menetes deras dan jatuh menggenangi permukaan tanah. Ketika tombak darah milik Nintinugga itu menusuk dan menyatu dengan daging serta darahnya, Arya Wisungsang merasakan tubuhnya seakan perih. Ia berpikir bila tombak itu dilapisi oleh racun yang mematikan.Perlahan ia jatuh terduduk. Jubah energi berwujud seekor harimau putih pun menghilang secara bertahap. Baru pertama kali ini ia merasakan racun yang begitu cepat menyebar. Bagian yang tertusuk oleh tombak itu pun langsung menghitam dan menyebar ke area lainnya. "Ti–tidak mungkin… apa ada racun yang kau gunakan pada tombak ini?" Tanya Arya Wisungsang. "Kau salah besar. Bukan digunakan atau dioleskan pada tombaknya, melainkan tombak itu sendiri adalah racunnya." Nintinugga melepaskan tangannya dari genggaman tombak darah. Ia membiarkan tombak itu tetap berada di tubuh Mahapatih. Sang iblis memilih untuk menciptakan satu tombak lagi untuk mengakhiri hidup Arya Wisungsang. "Ja–jadi begitu… ternyata darahmu bisa
Ki Joko Gendeng, Aji Pamungkas dan Dyah Lokapala yang menyaksikan hal itu tampak terkejut. Ia tidak menyangka bila sosok yang muncul di hadapan mereka bisa tiba-tiba datang. Hal tersebut justru memicu kemarahan dari iblis Nintinugga. Ia terlihat gusar akan kemunculan dua orang itu. "Siapa kalian! Beraninya mengambil mangsaku!" Bentaknya. "Aku? Kau ingin tahu siapa aku?" Ia berbalik dan memandang wajah si iblis. "Jangan tersenyum seakan kau itu kuat!" Nintinugga memaki pemuda itu. "Aku memang sangat kuat hingga mampu menghapus realita di seluruh menara Kalpawreksa," ungkap Raka. Ia berhasil datang tepat waktu dengan menggunakan teknik segel dimensi milik Jayabhaya. Kedatangannya ke medan perang itu karena Jayabhaya melihat kilasan masa depan tentang kemunculan iblis wanita di tengah-tengah medan perang. Ia membuat rencana ulang dan mengubah tim menjadi dua bagian. Dirinya bersama Jayabhaya akan menghadapi Nintinugga, sedangkan Indrajit dan Adityawarman akan melawan Sin, si raja ib